Sabtu, 24 November 2018

BUKU ; PENDIDIKAN ANAK USIA DINI MENURUT KONSEP ISLAM

AMZAH AMZAH AMZAH PENDIDIKAN ANAK USIA DINI MENURUT KONSEP ISLAM M. Ihsan Dacholfany, M.Ed. Uswatun Hasanah, M.Pd.I. AMZAH A5.00.000 PENDIDIKAN ANAK USIA DINI MENURUT KONSEP ISLAM Penulis: M. Ihsan Dacholfany M.Ed. Uswatun Hasanah, M.Pd.I. Editor: Budiyadi Diterbitkan oleh AMZAH Jl. Sawo Raya No. 18 Jakarta 13220 Imprint Bumi Aksara site: www.bumiaksara.com www.bumiaksaraonline.com e-mail: editorial@bumiaksara.com marketing@bumiaksara.com Anggota IKAPI Cetakan pertama, September 2018 Design Cover, Risqiani Nur Badria Sumber Gambar Cover: ......................................................... ............................................ Layouter, Pawit Suhardi Dicetak oleh Sinar Grafika Offset ISBN 978-602-0875-00-0 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhnya, dalam bentuk dan dengan cara apa pun juga, baik secara mekanis maupun elektronis, termasuk fotokopi, rekaman, dan lain-lain tanpa izin tertulis dari penerbit. M. Ihsan Dacholfany Pendidikan anak usia dini menurut konsep Islam/ M. Ihsan Dacholfany, Uswatun Hasanah; editor, Budiyadi; -- Ed. 1, Cet. 1. -- Jakarta : Amzah, 2018. xx+236 hlm. ; 21 cm. ISBN 978-602-0875-00-0 1. Pendidikan. I. Judul. II. M. Ihsan Dacholfany. III. Uswatun Hasanah. IV. Budiyadi. 000 Perpustakaan Nasional RI. Data Katalog dalam Terbitan (KDT) AMZAH v Segala puji syukur kepada Allah Ø atas segala limpahan, nikmat, karunia, dan hidayah-Nya yang senantiasa tercurah kepada kita semua. Dengan hidayah dan kekuasaan-Nya kita masih dapat melakukan aktivitas sehari-hari dalam rangka menyembah dan mengabdi kepada Allah Ø. Shalawat dan salam senantiasa kita sampaikan kepada Nabi Muhammad  semoga kita semua termasuk umat Rasulullah yang akan mendapatkan syafaatnya dan istikamah mengikuti ajarannya. Terbitnya buku prosiding dengan judul “PENDIDIKAN ANAK USIA DINI MENURUT KONSEP ISLAM” merupakan sebuah langkah baik dalam proses mencerahkan pemahaman dan pengaplikasian konsep pendidikan anak usia dini, baik bagi guru, dosen, atau praktisi yang bergelut di dunia pendidikan anak. Buku ini merupakan hasil pemikiran dari para penulis yang memiliki kompetensi di bidang pendidikan anak usia dini dan beberapa rujukan yang sesuai dengan aslinya. Buku ini dipandang penting bagi para akademisi, orangtua, dan praktisi pendidikan anak usia dini sebagai bahan rujukan dalam menjalankan aktivitas pendidikan bagi anak. Buku ini mengetengahkan mengenai tahap awal langkah awal prapendidikan, dari mulai memilih pasangan suami istri karena akan berhungan dengan perkembagan anak, pola asuh, dan perlindungan hak-hak anak dalam pembentukan karakter anak usia dini dalam keluarga, bacaan doa-doa, dan lain sebagainya dalam dimensi keislaman. Diharapkan buku ini bermanfaat dan menjadi pegangan bagi orangtua, guru, dan dosen pendidikan anak usia dini. KATA PENGANTAR AMZAH vi Selanjutnya, ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan buku ini. Semoga upaya yang dilakukan memberikan kontribusi yang besar bagi perbaikan pendidikan anak usia dini di masa yang akan datang. Doa dan harapan, semoga buku ini menjadi berkah dan bermanfaat bagi semua orang serta dapat menjadi amal jariyah bagi kehidupan di akhirat kelak. Juli 2018 Penulis, Dr. M. Ihsan Dacholfany, M.Ed. Uswatun Hasanah, M.Pd.I. AMZAH vii Bismillahirrahmanirrahim. Islam adalah agama yang mengajarkan umatnya berbagai macam aspek kehidupan, sebagai salah satu ajarannya adalah mewajibkan para orangtua untuk bertanggung jawab di dalam memberikan pendidikan dan peringatan kepada anak-anak mereka, terutama pendidikan agama Islam. Anak merupakan amanah Allah yang perlu dipelihara dan dibina dengan sebaik-baiknya dan mendudukkan anak pada tempat yang berharga. Untuk itulah kewajiban orangtua ialah menjaga dan memelihara anak demi kesehatan dan keselarasan pertumbuhan rohani dan jasmani. Hal tersebut diperintahkan sebab pentingnya pendidikan agama dalam membimbing manusia menuju harapan dan cita, yaitu mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak. Menurut Alisuf Sabri bahwa lingkungan keluarga adalah lembaga yang memiliki peranan penting di dalam memberikan pendidikan agama kepada anak, di dalam lingkungan keluargalah anak pertama kali mendapat pendidikan.1 Pentingnya pendidikan pada usia dini telah menjadi perhatian dunia. Berbagai hasil penelitian mengungkapkan bahwa perkembangan yang dialami anak pada usia dini sangat mempengaruhi perkembangan pada tahap selanjutnya. 1 Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan, Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1999, Cet. 1, hlm. 15. PRAKATA AMZAH viii Salah satu usaha membentuk kepribadian anak dengan memberikan pendidikan agama sejak dini, pendidikan agama berperan sebagai fondasi dalam kehidupan manusia. Hakikat pendidikan melihat bahwa pendidikan adalah proses kegiatan mengubah perilaku individu ke arah kedewasaan dan kematangan. Beberapa hal yang perlu dikolaborasikan dalam pembaruan pendidikan adalah unsur manusia. Hal ini dianggap penting dan mendasar karena manusia sebagai makhluk budaya, memiliki potensi dasar akal pikiran yang berkembang, dan dapat dikembangkan (dididik). Sebagai makhluk budaya, manusia memiliki sejumlah kebutuhan mental, yang meliputi kebutuhan-kebutuhan spiritual, sosial, emosional, pemahaman, dan keterampilan; aspek-aspek mental yang menjadi kebutuhan hidup manusia sebagai makhluk budaya, tercermin dan tampil pada perilakunya; perilaku manusia sebagai makhluk budaya, dalam kehidupan bermasyarakat, berpijak pada pembakuan nilai dan norma yang berlaku; melalui proses belajar, manusia sebagai peserta didik menjadi manusia yang manusiawi, dan manusia seutuhnya.2 Setiap manusia dilahirkan membawa berbagai aspek mental dan jasmaniah yang dapat dikembangkan melalui pendidikan. Pada umumnya kualitas agama seseorang dipengaruhi oleh pendidikan, pengalaman, dan latihan yang diperolehnya pada masa kecil. Seseorang yang pada masa kecilnya tidak pernah mendapatkan pendidikan agama, pada masa dewasanya cenderung tidak merasakan pentingnya agama dalam kehidupannya. Sebaliknya, orang yang pada masa kecilnya mempunyai banyak pengalaman agama, orang tersebut mempunyai kecenderungan dalam hidupnya rajin menjalankan aturan agama, antara lain beribadah dan merasakan nikmatnya hidup beragama. Pendidikan keagamaan harus memberi nilai-nilai yang dapat memiliki dan diamalkan oleh anak usia dini agar segala perbuatannya dalam kehidupannya mempunyai nilai-nilai agama atau tidak keluar dari norma-norma agama.3 2 M. Ihsan Dacholfany, Peranan Pengambilan Keputusan dalam Rangka Menciptakan Inovasi di Bidang Pendidikan, Jurnal Dewantara, Vol. I, No. 01 Januari–Juni 2016, hlm. 19. 3 Ibid., hlm. 74. AMZAH ix Menurut Zakiah Daradjat, dengan berpedoman pada ajaran agama, manusia dapat menjalankan kehidupan di dunia ini dengan baik dan memperoleh kebahagiaan hakiki manakala berpedoman pada ajaran agama yang dianutnya. Ajaran agama memiliki fungsi dalam kehidupan manusia, antara lain memberikan bimbingan untuk menghadapi kesukaran dan dapat menenteramkan batin. Masa kanak-kanak merupakan masa yang paling penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan dan bimbingan pada masa ini sangat membekas pada kehidupan anak di masa-masa mendatang. Oleh sebab itulah, bagi ayah dalam menjalankan perannya sebagai pendidik, perlu melaksanakan pendidikan yang tepat bagi anaknya. Pendidikan itu meliputi pendidikan perilaku, intelektual, dan jasmani berdasarkan Alquran dan As-Sunah. Mengingat besarnya pengaruh pola pendidikan dan bimbingan pada masa kanak-kanak, apabila pendidikan dan bimbingan pada masa itu baik maka hasilnya pun akan baik. Akan tetapi, pendidikan dan bimbingan pada masa itu hasilnya tidak baik, tidak akan baik pula hasilnya.4 Pendidikan agama pada anak usia dini dapat melalui semua pengalaman anak, baik melalui ucapan yang didengarnya, tindakan, perbuatan, dan sikap yang dilihatnya maupun perbuatan yang dirasakannya. Oleh sebab itu, keadaan orangtua dan orang yang ada di sekitarnya dalam kehidupan sehari- hari mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembinaan kepribadian anak. Anak mulai mengenal Tuhan dan agama melalui orang-orang di tempat ia hidup. Ia lahir dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang beragama, ia akan mendapatkan pengalaman agama itu melalui ucapan, tindakan, dan perilaku.5 Pengenalan Allah Ø pada usia dini dapat membangun jiwa keagamaan pada anak dengan bahasa yang dapat dipahami anak, melalui pendidikan dan ajaran agama yang dimulai sejak dini kepadanya melalui penalaran kerja sama dengan konsep Hukum Islam, diberi makan dan minum yang halal, sehat sesuai dengan pertumbuhan jasmaninya. 4 Adnan Hasan Shalih Baharits, Mendidik Anak Laki-Laki, Jakarta: Gema Insani, 2007, hlm. 5–6. 5 Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama dalam Keluarga, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996, hlm. 109. AMZAH x Pada masa anak, pengalamannya diperoleh melalui sensori indra. Ia belajar membedakan berbagai keadaan dalam lingkungannya dan dapat mengenali dunianya bahwa di lingkungannya terdapat orang lain yang berbeda-beda dan mempunyai peranan tertentu. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan dalam Bab IV bahwa penyelenggaraan pendidikan adalah hak dan kewajiban warga negara, orangtua, masyarakat, dan pemerintah.6 Keempat lembaga pendidikan tersebut saling bekerja sama dan saling mengisi, tujuan pendidikan ditentukan oleh pendidik sebagai orang yang mengarahkan proses pendidikan. Karenanya, peranan pendidikan ajaran Islam berkaitan erat dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh pendidik di dalam kehidupannya. Pendidikan pada usia dini berfungsi membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak didik sehingga terbentuknya jiwa keagamaan pada anak, mengembangkan kepribadian anak serta dapat menjembatani pendidikan keluarga dengan pendidikan sekolah yang dapat menghasilkan manusia yang diridai Allah Ø, yaitu manusia yang menjalankan peranan idealnya sebagai hamba dan khalifah Allah secara sempurna yang merupakan tujuan hidup manusia menurut ajaran Islam.7 Betapa pentingnya pendidikan agama Islam di sekolah yang memberikan pendidikan agama yang tepat dan benar, terutama pada usia dini dapat merupakan unsur paham dalam perkembangan moral dan kepribadian. Karena itu, pendidikan agama jauh lebih berat daripada pengajaran pengetahuan umum karena pendidikan agama bukan sekadar menanamkan iman dan keyakinan beragama saja, tetapi pada usia dini tersebut pendidikan agama sudah menyangkut amal perbuatan, hukum, serta kaidah “yang menanamkan pengertian dan pemahaman.”8 Untuk itu, umat Islam seyogianya mampu 6 Depdiknas, Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: CV Mini Jaya Abadi, 2003, hlm. 10. 7 Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Logos 1999, Cet. II, hlm. 78. 8 Noor Farida, “Nasehat Perkawinan”, Majalah Bulanan, XIV, Maret 1998, hlm. 8. AMZAH xi menyikapinya dengan arif dan bijak sehingga mendapatkan solusi yang benar berdasarkan Alquran, Al-Hadis, dan ijtihad para ulama dan ilmuwan.9 Anak pada usia dini belum mampu berpikir abstrak. Mereka lebih banyak meniru dan menyerap lewat pancaindranya. Pada umur tersebut mereka tertarik kepada guru yang ramah, penyayang, dan suka memperhatikannya. Kadang mereka lebih mengagumi dan menyayangi gurunya daripada orangtuanya, terutama mereka yang kurang mendapat kasih sayang dari orangtuanya.10 Peranan guru terhadap anak usia dini amat penting, guru adalah orangtua kedua bagi anak dan ia harus selalu dekat dengan mereka, dengan kinerja yang baik akan menjadi perhatian bagi anak sehingga mampu memotivasi agar berbuat lebih baik lagi dan memberi mempengaruhi perkembangan jiwanya. Demikian pula akhlak guru mempunyai pengaruh yang besar kepada anak. Oleh karena itu, ia harus menjadi panutan bagi anak. Dengan demikian, seorang guru hendaknya berpegang teguh pada ajaran agama serta berakhlak mulia, berbudi luhur, serta pengasih dan penyayang terhadap anak didiknya. Pada hakikatnya manusia dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, namun ia memiliki potensi bawaan yang bersifat laten yang dapat dikembangkan. Dalam perkembangannya ia dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan sekitarnya. Sejak dilahirkan ia telah membawa fitrah beragama, fitrah ini baru berfungsi setelah melalui proses pendidikan. Dalam Alquran Surah Ar-Rûm ayat 30, Allah berfirman: 9 M. Ihsan Dacholfany, Reformasi Pendidikan Islam dalam Menghadapi Era Globalisasi: Sebuah Tantangan dan Harapan, Jurnal Akademika, Vol. 20, No. 01 Januari–Juni 2015, hlm. 178. 10 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Jakarta: Ruhama, 1995, Cet. II, hlm. 78. AMZAH xii Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS. Ar-Rûm (30): 30)11 Dengan demikian, arti fitrah dalam ayat tersebut bermakna potensi untuk beragama. Potensi ini tidak berubah. Menurut Jalaludin bahwa potensi bawaan tersebut memerlukan bimbingan dan pemeliharaan yang mantap, lebih-lebih pada usia dini. Pendidikan adalah inti kesuksesan umat Islam. Oleh karena itu, masa depan dan nasib umat pada masa yang akan datang sangat tergantung pada kualitas pendidikan generasi muda. Sebagai bagian dari generasi muda, anak-anak merupakan tanaman hari ini yang buahnya akan dipetik pada masa yang akan datang. Oleh sebab itu, suatu kelaziman untuk mendidik dan menumbuhkan anak-anak di atas pertumbuhan yang Islami dan pendidikan yang benar. Pada hakikatnya seorang anak sejak terbentuknya manusia baru, yaitu sejak terjadinya konsepsi antara sel telur dan sel kelamin laki-laki sampai ia menjadi dewasa, ia akan mengalami perubahan. Halnya dalam sifat dan kualitas perkembangan inilah akan dialami berbeda-beda dengan fase-fasenya. Potensi keagamaan pada anak dapat tumbuh dan berkembang melalui pengalaman yang diterimanya dari lingkungannya, antara lain melalui bimbingan dan latihan dari kedua orangtuanya dan pendidik lain seperti guru. Dengan demikian, pendidikan agama yang diberikan kepada anak usia dini akan berpengaruh terhadap sikap keberagamaan anak dan hal tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Dengan harapan itu semua dapat mewujudkan generasi muslim yang mempunyai watak yang santun, mahir, cakap, dan bermasyarakat serta cinta dengan ilmu pengetahuan.12 11 QS. Ar-Rûm (30): 30. 12 M. Ihsan Dacholfany, Kontribusi Pemikiran dan Perjuangan Imam Zarkasyi dalam Memajukan Lembaga Pendidikan Islam, buku Tokoh-Tokoh Ulama Melayu Nusantara, Pusat Pengajian Teras KUIS Malaysia dan Jabatan Agama Islam Selangor (JAIS), Selangor: Lembaga Zakat Selangor (LZS), 2016, hlm. 590. AMZAH xiii DAFTAR ISI BAB 1 LANGKAH AWAL PRAPENDIDIKAN............................ 1 A. Memilih Pasangan Hidup yang Baik.................................... 1 B. Hubungan Seksual Suami-Istri (Jima’) yang Islami.............. 6 C. Keadaan dan Kondisi Saat Kehamilan ................................ 7 D. Melantunkan Azan dan Iqamah di Kedua Telinga Bayi Setelah Lahir........................................................................ 16 E. Tahnik dan Akikah serta Mencukur Rambut pada Bayi...... 17 F. Merayakan Kelahiran dengan Akikah................................. 18 G. Memberi Nama yang Baik.................................................... 20 H. Menyusui dan Menyapih...................................................... 21 I. Khitan .................................................................................. 26 BAB 2 PENDIDIKAN ISLAM........................................................ 29 A. Pengertian Pendidikan Islam ............................................... 29 B. Dasar Pendidikan Islam ....................................................... 35 C. Tujuan Pendidikan Agama Islam ........................................ 36 D. Dasar Pelaksanaan Pendidikan Islam .................................. 40 E. Pengaruh Pendidikan Islam Terhadap Anak ...................... 41 F. Sistem dan Metode Pendidikan Agama Islam..................... 42 AMZAH xiv BAB 3 PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI............................. 52 A. Filosofi Pendidikan Anak Usia Dini .................................... 52 B. Aspek Perkembangan Anak Usia Dini ................................ 60 C. Timbulnya Jiwa Keagamaan pada Anak.............................. 92 BAB 4 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TERHADAP ANAK USIA DINI.......................................................................... 94 A. Nilai-Nilai yang Ditanamkan pada Anak Usia Dini............ 94 B. Karakteristik Anak Usia Dini .............................................. 106 C. Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini .................................... 114 D. Faktor yang Mempengaruhi Karakter pada Anak Usia Dini .............................................................................. 116 E. Metode dalam Membentuk Anak Berkarakter Sejak Usia Dini .............................................................................. 124 F. Peranan Islam dalam Pendidikan Anak............................... 140 G. Peranan Orangtua Terhadap Anaknya ............................... 141 BAB 5 POLA ASUH DAN PERLINDUNGAN HAK-HAK ANAK DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK USIA DINI DALAM KELUARGA......................... 151 A. Pengertian Keluarga............................................................. 151 B. Menjadi Orangtuanya Manusia ........................................... 155 C. Model Pola Asuh Orangtua Terhadap Anak ...................... 159 D. Nasihat Orangtua kepada Anak .......................................... 163 E. Kesalahan Orangtua dalam Mendidik Anak....................... 170 F. Peran dan Fungsi Keluarga .................................................. 171 G. Pola Asuh Orangtua dalam Delapan Fungsi Keluarga ........ 183 AMZAH xv BAB 6 PENDIDIKAN AKHLAK ANAK USIA DINI ................... 190 A. Pengertian Akhlak ............................................................... 190 B. Urgensi Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini ...................... 198 C. Mengajarkan Adab dan Etika Sehari-hari ........................... 202 1. Adab Makan dan Minum ............................................. 203 2. Adab Memakai Pakaian................................................ 206 3. Adab Sebelum Tidur dan Bangun Tidur pada Anak Usia Dini ............................................................. 207 4. Belajar Azan, Shalat, dan Berdoa ................................. 208 5. Ajarkan Toilet Training................................................. 208 6. Ajarkan Kemandirian pada Anak ................................ 212 7. Ajarkan Kedisiplinan pada Anak ................................. 214 BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN............................................ 217 A. Kesimpulan........................................................................... 217 B. Saran .................................................................................... 218 DAFTAR PUSTAKA....................................................................... 221 PROFIL PENULIS............................................................................ 231 AMZAH AMZAH xvii DAFTAR TABEL DAN GAMBAR DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Tingkat Pencapaian Perkembangan Kelompok Usia 4 Tahun – ≤6 Tahun.............................................................. 64 Tabel 1.2. Tahap Perkembangan Kognitif Piaget .................................... 73 Tabel 1.3. Kemampuan Perkembangan Bahasa Anak............................. 81 Tabel 1.4. Kemampuan Sosial Emosional ................................................ 87 Tabel 1.5. Karakteristik Anak Usia Prasekolah Menurut Ahli ............... 111 Tabel 1.6. Pengaruh Parenting Style Orangtua Terhadap Perilaku Anak........................................................................................ 186 DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1. Kata-Kata dalam Metode Pembiasaan................................. 128 Gambar 1.2. Menjadi Orangtuanya Manusia ........................................... 156 Gambar 1.3. Adab Makan dan Minum..................................................... 204 AMZAH AMZAH xix A. Konsonan 1. = a 11. = z 21. = q 2. = b 12. = s 22. = k 3. = t 13. = sy 23. = l 4. = ts 14. = sh 24. = m 5. = j 15. = dh 25. = n 6. = h 16. = th 26. = w 7. = kh 17. = zh 27. = h 8 . = d 18. = ‘ 28. = ’ 9. = dz 19. = gh 29. = y 10. = r 20. = f B. Vokal Pendek 1. = a 2. = i 3. = u PEDOMAN TRANSLITERASI AMZAH xx C. Tanda Vokal Rangkap 1. = ai 2. = au D. Tanda Vokal Panjang (Bunyi Madd) 1. = â 2. = î 3. = û AMZAH Bab 1 Langkah Awal Prapendidikan 1 A. MEMILIH PASANGAN HIDUP YANG BAIK Dalam menentukan karakter yang baik seorang calon pasangan hidup tergantung pada selera masing-masing orang. Setiap orang memiliki cita rasa dan rasa penilaian berbeda dalam menilai orang lain yang cocok dengan keinginan hatinya. Semua muslim sejati, beriman kuat, dan bertakwa kokoh akan percaya bahwa pilihan yang berdasarkan pada hawa nafsu akan selalu berujung pada kesengsaraan dan penyesalan. Sementara pilihan yang didasarkan pada kriteriakriteria yang berdasarkan wahyu Tuhan adalah pilihan yang pasti membuahkan kebahagiaan dan ketenangan dalam rumah tangga.1 Memilih pasangan hidup tidak sama dengan memilih teman. Pasangan hidup adalah teman untuk meraih satu tujuan, yaitu keluarga sakinah yang diridai oleh Allah Ø. Dalam rumah tangga adalah menggabungkan dua karakter manusia yang berbeda. Maka dari itu, agama memberikan kemudahan untuk mencapai tujuan mulia tersebut. Secara keseluruhan, tujuan itu telah tercantum di dalam sebuah hadis Rasulullah : “Perempuan itu dinikahkan karena empat perkara, yaitu karena hartanya, keturunannya, kecantikannya atau karena agamanya. Akan tetapi, pilihlah berdasarkan agamanya niscaya selamat dirimu.” (HR. Bukhari dan Muslim) 1 Imam Nawawi Al-Maduri, Dahsyatnya Istikharah: Media Allah Memberi Jawaban, Jogjakarta: Darul Hikmah, 2010, hlm. 110. LANGKAH AWAL PRAPENDIDIKAN BAB 1 AMZAH 2 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Memilih suami sama halnya menentukan masa depan, bahkan menentukan dunia akhirat. Suami adalah khalifah (pemimpin), tempat berlindung bagi istri dan anak-anak. Suami adalah pembimbing dan nakhoda dalam kapal besar yang bernama keluarga sakinah. Sebenarnya, memilih suami sama ketentuannya dengan memilih istri. Seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah  carilah yang berasal dari keturunannya yang baik-baik, berharta, tampan, dan baik agamanya. Itu ketentuan dasar mencari pasangan.2 Memiliki keluarga yang sakinah serta anak yang saleh dan saleha memerlukan proses yang sangat panjang. Proses tersebut bahkan dimulai sebelum kelahiran sang anak, ketika sang anak lahir, ayah dan ibu dapat saling membantu mewujudkan keluarga yang Islami demi pendidikan buah hatinya. Manusia yang terdiri dari berjenis kelamin laki-laki dan perempuan mempunyai fitrah untuk saling menyukai antara satu sama lain. Bagi memenuhi tuntutan naluri ini secara halal, Allah Ø memerintahkan manusia supaya menikah. Selain itu, pernikahan juga adalah satu mekanisme bagi menjamin kelangsungan keturunan manusia di muka bumi ini. Bahkan pernikahan juga merupakan satu cara untuk mencapai ketenangan jiwa dan kasih sayang sesama pasangan. Sebagaimana dalam Alquran Surah Ar-Rûm ayat 21 Allah berfirman: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (QS. Ar-Rûm (30): 21)3 2 M. Fauzi Rachman, Islamic Parenting, Jakarta: Erlangga, 2011, hlm. 26–27. 3 QS. Ar-Rûm (30): 21. AMZAH Bab 1 Langkah Awal Prapendidikan 3 Membina rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah adalah citacita ideal setiap perempuan dan laki-laki. Memiliki seorang istri yang setia, mencintai suaminya, merawat anak-anaknya dengan penuh cinta kasih dan selalu mampu membangkitkan semangat apabila sang suami dalam kondisi tidak baik secara psikologis, serta membantu suami dalam kesusahan adalah cita-cita ideal seorang suami. Begitu pula, seorang suami yang setia, tidak berselingkuh dengan perempuan lain, mampu membahagiakan istri, memberikan dengan tulus dan penuh kasih sayang apa yang diinginkan istri adalah ciri-ciri ideal seorang suami dalam pandangan perempuan.4 Namun, hubungan rumah tangga apa pun bentuknya dan rumah tangga yang mawaddah warahmah tidak akan pernah terwujud jika masing-masing orang (perempuan dan laki-laki) salah menentukan pilihan terhadap pasangan hidupnya sejak semula. Jika dalam menentukan pasangan hidup atau jodoh sebelum pernikahan telah terjebak pada kesalahan, salah mencari suami yang baik, salah menentukan perempuan yang baik, hubungan rumah tangga yang dilangsungkan akan goyah di tengah perjalanan. Kehidupan rumah tangga mereka akan dipenuhi dengan percekcokan dan ketidakharmonisan menjadi warna keseharian. Demikian itu, dapat berlanjut dan berlarut-larut sehingga berujung pada perceraian. Inilah gambaran kecil bagi orang yang salah menentukan calon pasangan hidupnya sebelum menikah. Islam tidak menginginkan jika seseorang telah mengikat satu tali pernikahan kemudian melepaskannya. Sekalipun dalam Islam, perceraian merupakan sesuatu yang boleh dilakukan, namun perceraian adalah sesuatu yang dibenci oleh Allah Ø. Itu artinya, Islam benar-benar mengharapkan setiap muslim untuk serius dalam urusan pernikahan, muslim harus berjuang keras membangun rumah tangga yang harmonis, dan Islam tidak menghendaki umatnya hancur lebur dalam hal rumah tangga. Untuk tujuan itulah, Islam mengajarkan tata cara tertentu supaya tidak terjerumus dalam perceraian. 4 Imam Nawawi Al-Maduri, Dahsyatnya Istikharah: Media Allah Memberi Jawaban, Jogjakarta: Darul Hikmah, 2010, hlm. 108–109. AMZAH 4 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Berikut ini merupakan kiat praktis dalam merawat sebuah perkawinan.5 1. Cinta dan kasih sayang adalah memberi bukan menuntut. Cinta dan kasih sayang identik dengan dorongan untuk selalu memberi, bukan menuntut. Karena pada prinsipnya, mencintai seseorang adalah menempatkan kebutuhan dan kepentingan kita setelah kebutuhan dan kepentingan orang yang kita cintai. 2. Mempunyai quality time. Dalam perkawinan, hendaknya diperhatikan kualitas waktu yang dihabiskan bersama, bukan hanya kuantitasnya. Selain itu, salah satu kiat untuk meningkatkan kualitas tersebut dengan melakukan aktivitas yang melibatkan seluruh anggota keluarga. 3. Bersabar terhadap kekurangan pasangan. Setiap suami-istri hendaknya saling bersabar terhadap kelebihan dan kekurangan pasangannya. Tingkat kesabaran yang tinggi dibutuhkan dalam mengarungi kehidupan perkawinan. Dilihat dari satu sisi, boleh jadi hal ini menyulitkan pasangan yang baru memasuki dunia perkawinan karena tingkat egoisme pribadi masih sangat tinggi kadarnya. Dengan berlalunya sang waktu, perlahan-lahan, keduanya akan lebih mengenal dan memahami pasangan masing-masing sehingga akan memperkokoh bangunan keluarga yang dibentuk. 4. Tidak membandingkan pasangan dengan orang lain. Salah satu kelemahan manusia adalah cenderung membandingkan apa yang tidak dimilikinya sehingga yang selalu tampak kemudian adalah kelebihan milik orang lain dan kekurangan milik kita. Hal ini juga bisa terjadi dalam sebuah hubungan perkawinan. Kita tidak boleh membandingkan suami atau istri kita dengan orang lain, baik karakter, sifat, maupun fisiknya. 5 Munif Chatib, Orangtuanya Manusia, Bandung: Kaifa, 2012, hlm. 30–31. AMZAH Bab 1 Langkah Awal Prapendidikan 5 5. Memusatkan perhatian pada kebaikan pasangan, seraya menerima kekurangannya. Jika kita memusatkan perhatian pada kebaikan pasangan, akan membuat kita selalu bersyukur dan merasa sebagai orang beruntung. 6. Menghormati dan menghargai pasangan. Penghormatan dan penghargaan seorang suami terhadap istri (atau sebaliknya) tidak lain merupakan cerminan penghormatan dan penghargaan kepada dirinya sendiri. 7. Hindarkan sejauh mungkin “bermain mata” dengan orang lain. Seorang suami harus mengosongkan hatinya dari kecintaan selain kepada istrinya. Demikian pula istri tidak boleh “memandang” siapa pun kecuali suaminya. Di samping sesuai dengan ajaran Islam, hal ini merupakan penyangga kokoh bangunan perkawinan dan keluarga. 8. Saling menasihati. Saling menasihati dan saling mendukung antara suami-istri menjadi sangat penting. Masing-masing hendaknya saling mengingatkan ketika yang lain menunjukkan sikap atau melakukan tindakan yang tidak baik. 9. Keep an open mind. Seorang suami maupun istri berhak memberikan argumentasi atas pendapat yang dikemukakannya. Akan tetapi, semua itu harus tetap disandarkan pada keterbukaan pikiran dan menempatkan ketenteraman hubungan keluarga sebagai prioritas utama. 10. Menahan marah, memaafkan, dan mengucapkan terima kasih. Sangatlah penting jika setiap suami-istri selalu mengendalikan amarah dan menyalurkan amarah lebih terkendali dengan mendiskusikan masalah sehingga diperoleh penyelesaiannya. Yang lebih penting adalah suami-istri siap dengan permohonan maaf karena dengan kesediaan meminta maaf, pasangan suami-istri terhindar dari menguras energi ketika berada dalam ketegangan dan pertengkaran, yang juga akan melapangkan dada. Selain itu, pasangan suami-istri perlu membiasakan diri mengucapkan terima kasih sebagai bentuk penghargaan paling sederhana antarpasangan. AMZAH 6 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam 11. Menjaga kebugaran dan penampilan setiap saat. Karena itu, perkawinan melibatkan dua orang, demi memastikan tiadanya kemacetan dalam beraktivitas, setidaknya salah satu pasangan, dalam waktu tertentu, tetap bisa menjaga tubuhnya agar tetap fit. 12. Kesibukan pasangan suami-istri bekerja. Pasangan suami-istri bekerja harus selalu saling memahami kesulitan dan keterbatasan masing-masing akibat pekerjaan yang mereka geluti dan menjadi rutinitas sehari-hari. B. HUBUNGAN SEKSUAL SUAMI-ISTRI (JIMA’) YANG ISLAMI Doa apa yang diucapkan saat hubungan intim? Setelah pasangan remaja itu menjadi suami-istri, akan terjadi hubungan intim. Pada saat itu suami-istri, akan terjadi hubungan intim. Pada saat itu suami-istri harus membaca doa. Supaya apabila terjadi percampuran sperma dan ovum sebagai calon bayi, Allah menjauhkan dari pengaruh negatif setan.6 Apabila suami hendak mendatangi istrinya pada malam pernikahan, dianjurkan untuk berdoa kepada Allah terlebih dahulu. Selain itu, suami mengusap tangannya ke kepala istrinya lalu mengajak istrinya shalat dua rakaat. Apabila hendak melakukan hubungan suami-istri, hendaknya didahului dengan rayuan dan cumbuan. Hal ini dilakukan untuk menyiapkan kondisi fisik dan psikologis bagi istri. Setelah melaksanakan tugas mulia itu, hendaknya keduanya berdoa kepada Allah terlebih dahulu.7 Hendaknya, seorang suami-istri yang hendak melakukan hubungan seksual (jima’) mendahuluinya dengan ucapan basmallah dan doa. Adapun tujuannya adalah supaya mereka dijauhkan dari setan. Apabila hubungan itu menghasilkan anak, ia pun akan tumbuh menjadi anak yang saleh dan saleha, tidak akan 6 Rahmat Rosyadi, Pendidikan Islam dalam Pembentukan Karakter Anak Usia Dini, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013, hlm. 99. 7 Adnan Hasan Shalih Baharits, Mendidik Anak Laki-Laki, Jakarta: Gema Insani, 2007, hlm. 20. AMZAH Bab 1 Langkah Awal Prapendidikan 7 diganggu oleh setan. Adab dan etika yang harus diperhatikan oleh istri agar pertemuan dengan suaminya menjadi pertemuan yang menyenangkan dan indah di antaranya, yaitu8 1. memulai dengan membaca doa; “Bismillah Allahumma jannibnasy-syaithana wa jannibisy-syaithana ma razaqtana.” Artinya “Dengan menyebut nama Allah, ya Allah jauhkanlah setan dari kami dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau anugerahkan kepada kami”; 2. menjaga tempatnya supaya bersih, aromanya harum, dan penampilannya tampak menarik; 3. saling membisikkan ucapan-ucapan mesra, agar senantiasa harmonis; 4. kelembutan ketika berlangsungnya jima’; 5. tidak menyudahi jima’; keduanya merasa rida dan puas. C. KEADAAN DAN KONDISI SAAT KEHAMILAN Kehidupan manusia telah dimulai pada saat sebelum lahir. Manusia memiliki roh yang telah hidup sebelum saat kelahirannya di dunia. Pada satu hari, yang disebut hari mitsaq, seluruh roh manusia berkumpul untuk mengucapkan kesaksian mengakui keesaan dan ketuhanan Allah. Sebagaimana dalam Alquran Surah Al-A’râf ayat 172 Allah berfirman: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di 8 M. Fauzi Rachman, Islamic Parenting, Jakarta: Erlangga, 2011, hlm. 33. AMZAH 8 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).” (QS. Al-A’râf (7): 172)9 Roh manusia ini kemudian ditiupkan malaikat untuk masuk ke dalam jasmani manusia pada saat ia dikandung ibunya. Jasmani manusia, yang menjadi wadah bagi roh selama ia mengalami kehidupan duniawi, juga diciptakan Allah sesuai dengan ketentuannya. Alquran dan hadis banyak membahas tentang hal ini. Alquran bahkan merupakan satu-satunya kitab suci yang membahas tentang awal proses perkembangan manusia di dalam perut ibu secara cukup rinci.10 Pada tahap prenatal ada 3 bagian, yaitu: 1) tahap germinal (nutfah); 2) tahap embrio (‘alaqah); 3) tahap fetus (mudghah). 1. Tahap Germinal Pada tahap ini merupakan awal dari kehidupan manusia. Proses ini dimulai ketika sperma melakukan penetrasi terhadap telur dalam proses pembuahan, yang normalnya terjadi akibat hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan. Pada tahap ini zigot dibentuk. Pada periode ini disebut juga periode nutfah. Periode germinal ini berlangsung kira-kira 2 minggu pertama dari kehidupan, yaitu sejak terjadinya pertemuan antara sel sperma laki-laki dengan sel telur (ovum) perempuan, yang dinamakan dengan “fertilization” atau pembuahan. Saat itu sel sperma pria bergabung dengan sel telur wanita “ovum” dan menghasilkan satu bentuk sel baru, yang disebut zigot (zygote). Zigot ini kemudian membelah-belah menjadi sel-sel yang berbentuk bulatan-bulatan kecil yang disebut blastokis/blastosis. Setelah sekitar 3 hari, blastokis/blastosis mengandung sekitar 60 sel. Akan tetapi, jumlahnya semakin banyak, sel-sel ini semakin mengecil, blastokis/blastosis tidak mungkin lebih besar dari zigotnya yang asli. Pada saat terjadinya pembelahan, 9 QS. Al-A’râf (7): 172. 10 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, Jakarta: Rajawali Press, 2009, hlm. 73. AMZAH Bab 1 Langkah Awal Prapendidikan 9 blastokis/blastosis mengapung dan berproses di sepanjang tuba falopi. Blastokis/ blastosis, yang berisikan cairan, dengan cepat mengalami sejumlah perubahan penting. Blastokis/blastosis ini juga dibedakan menjadi tiga lapisan, antara lain: lapisan atas (ectoderm), lapisan tengah (mesoderm), dan lapisan bawah (endoderm). Dari ectoderm berkembang rambut, gigi, kuku; kulit lapisan luar (kulit ari) dan kelenjar-kelenjar kulit; pancaindra dan sistem saraf. Dari mesoderm atau lapisan tengah, berkembang otot, tulang atau rangka, sistem pembuangan kotoran dan sistem peredaran darah, serta kulit lapisan dalam. Sementara itu, endoderm atau lapisan bawah menjadi sistem pencernaan, hati, pankreas, kelenjar ludah, dan sistem pernapasan. Dalam waktu singkat plasenta, tali pusat, dan kantong amniotik juga akan terbentuk dari sel-sel blastokis. Setelah beberapa hari, kirakira seminggu setelah konsepsi, blastokis menempel di dinding rahim. Blastokis yang telah tertanam secara penuh di dinding rahim inilah yang disebut embrio, dan peristiwa ini sekaligus menandakan akhir dari tahap germinal dan permulaan tahap embrio.11 Sebagaimana terdapat dalam berbagai ayat Alquran dinyatakan bahwa manusia pada awal perkembangannya diciptakan dari tetesan (nutfah), misalnya dalam ayat Alquran berikut ini. Bukankah ia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim). Kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya. (QS. Al-Qiyâmah (75): 37–38)12 Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan wanita. Dari air mani, apabila dipancarkan. (QS. An-Najm (53): 45–56)13 11 Desmita, Psikologi Perkembangan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013, hlm. 71–72. 12 QS. Al-Qiyâmah (75): 37–38. 13 QS. An-Najm (53): 45–56. AMZAH 10 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya sedang ia bercakap-cakap dengannya: “Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna?” (QS. Al-Kahf (18): 37)14 2. Tahap Embrio Pada tahap ini berlangsung selama lima setengah minggu. Tahap ini dimulai ketika zigot telah tertanam dalam rahim. Dalam tahap ini, sistem dan organ dasar bayi mulai terbentuk dari susunan sel. Meskipun bentuk luar masih jauh berbeda dibandingkan manusia dewasa, beberapa bentuk seperti mata dan tangan, bahkan telinga dan kaki mulai dapat dikenali.15 Pada tahap embrio dalam psikologi Islam disebut tahap ‘alaqah, yaitu segumpal darah yang semakin membeku. Pada tahap embrio ini dimulai dari 2 minggu sampai 8 minggu setelah pembuahan, yang ditandai dengan terjadinya banyak perubahan pada semua organ utama dan sistem-sistem fisiologis. Akan tetapi, ukuran panjangnya hanya sekitar 1 inci, bagian-bagian tubuh embrio itu belum sepenuhnya berbentuk tubuh orang dewasa. Meskipun demikian, ia sudah terlihat jelas dan dapat dikenali sebagai manusia dalam bentuk kecil. Selama periode ‘alaqah atau embrio ini, pertumbuhan terjadi dalam dua pola, antara lain cephalocaudal dan proximodistal. Pola cephlaocaudal artinya proses pertumbuhan yang dimulai dari bagian kepala, kemudian terus ke bagian bawah dan sampai ke bagian ekor. Dengan kata lain, kepala, pembuluh darah, dan jantung, bagian-bagian dan organ-organ tubuh yang paling penting lebih dahulu berkembang daripada lengan tangan dan kaki. 14 QS. Al-Kahf (18): 37. 15 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, Jakarta: Rajawali Press, 2009, hlm. 80. AMZAH Bab 1 Langkah Awal Prapendidikan 11 Adapun yang dimaksud dengan pertumbuhan secara proximodistal, yaitu proses pertumbuhan yang dimulai dari bagian-bagian yang paling dekat dengan pusat tengah badan, kemudian baru ke bagian-bagian yang jauh dari pusat badan. Selain itu, dalam periode ‘alaqah ini terdapat 3 sarana penting yang membantu perkembangan struktur anak, yaitu a) kantong amniotik, b) plasenta, dan c) tali pusat. a. Kantong amniotik berisi cairan amniotik, suatu cairan bening tempat embrio mengapung dan berfungsi sebagai pelindung dari goncangan fisik dan perubahan temperatur. b. Plasenta, yaitu suatu tempat pada dinding peranakan ketika ibu mensuplai oksigen dan bahan-bahan makanan kepada anak dan anak mengembalikan sisa buangan dari aliran darahnya. Jadi, plasenta merupakan sarana penghubung antara ibu dan embrio. c. Tali pusat, yaitu suatu saluran lembut yang terdiri atas pembuluh-pembuluh darah yang berfungsi menghubungkan embrio dengan plasenta. Tali pusat ini terdiri dari tiga pembuluh darah besar, satu untuk menyediakan bahan makanan dan dua untuk membawa sisa buangan ke tubuh ibu. Tali pusat ini tidak memiliki urat saraf, apabila dipotong tidak akan menimbulkan rasa sakit. Periode embrio ini juga ditandai dengan suatu perkembangan yang cepat pada sistem saraf. Hal ini terlihat bahwa pada umur 6 minggu embrio telah dapat dikenali sebagai manusia, tetapi kepala lebih besar dibandingkan dengan bagianbagian badan lain. Pada umur 8–9 minggu, perubahan janin semakin terlihat dengan jelas. Muka, mata, telinga, mulut sudah mulai terbentuk dengan baik. Lengan dan kaki lengkap dengan jari-jarinya sudah tampak. Pada tahap ini organorgan seks juga mulai terbentuk. Demikian juga dengan otot dan tulang rawan mulai berkembang. Secara sederhana, organ dalam, seperti isi perut, hati, pankreas, paru-paru dan ginjal, mulai terbentuk dan mulai berfungsi.16 Sebagaimana Allah berfirman dalam Alquran Surah Al-Qiyâmah ayat 38–39 berikut. 16 Desmita, Psikologi Perkembangan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013, hlm. 72–73. AMZAH 12 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya. Lalu Allah menjadikan daripadanya sepasang: laki-laki dan perempuan. (QS. Al-Qiyâmah (75): 38–39)17 3. Tahap Fetus Memasuki tahap ketiga dari kehamilan, embrio disebut fetus atau periode janin. Tahap ini berlangsung sekitar 30 minggu, mulai dari minggu kedelapan kehamilan dan berakhir sampai saat lahir. Dalam tahap ini, wajah, tangan, dan kaki dari fetus mulai terlihat berbeda dan fetus tampak dalam bentuk manusia. Selain itu, otak juga telah terbentuk, dan mulai menjadi lebih kompleks dalam beberapa bulan.18 Pada tahap fetus dalam psikologi Islam disebut tahap periode mudghah. Periode ini dimulai dari usia 9 minggu sampai lahir. Setelah sekitar 8 minggu kehamilan, embrio berkembang menjadi sel-sel tulang. Dalam hal ini, embrio memperoleh suatu nama baru yang disebut janin (fetus). Dalam periode ini, ciri-ciri fisik orang dewasa secara lebih proporsional mulai terlihat. Kepala yang tadinya lebih besar dari bagian badan lainnya mulai mengecil. Kaki dan tangan terus meningkat secara substansial. Pada bulan ketiga, janin yang panjangnya kira-kira 3 inci dan berat kira-kira ¾ ons itu secara spontan sudah dapat menggerakkan kepala, tangan dan kakinya, serta jantungnya mulai berdenyut. Berdasarkan psikologi Islam, setelah janin dalam kandungan itu genap berumur 4 bulan, yaitu ketika janin telah terbentuk sebagai manusia, ditiupkan roh ke dalamnya. Bersamaan dengan peniupan roh ke dalam janin tersebut, juga ditentukan hukum-hukum perkembangannya, seperti masalah-masalah yang berhubungan dengan tingkah laku (sifat, karakter, dan bakat), kekayaan, batas usia, dan lain sebagainya. 17 QS. Al-Qiyâmah (75): 38–39. 18 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, Jakarta: Rajawali Press, 2009, hlm. 86. AMZAH Bab 1 Langkah Awal Prapendidikan 13 Dengan ditiupkan roh oleh Allah ke dalam janin tersebut, pada bulan keempat dan kelima ibu sudah merasakan gerakan-gerakan janinnya, seperti menonjok-nonjok atau menendang-nendang. Pada saat ini janin kira-kira 4,5 inci. Pada permulaan bulan ketujuh, panjang janin sudah mencapai kira-kira 16 inci dengan berat kira-kira 1,5–2,5 kg. Pada saat ini ciri-cirinya sebagai manusia sudah terlihat, terutama ketika rambut atau bulu mulai menumbuhi kepalanya dan mulut mulai menonjol keluar, bergerak-gerak, dibuka dan ditutup, mereguk atau menelan dan menghisap ibu jarinya. Matanya juga mulai berkedip dan ia bisa menangis, meskipun matanya masih tertutup rapat. Pada bulan kedelapan, berat janin sudah mencapai kira-kira 2,5–3,5 kg dan mulai berkembang lapisan lemak badan yang berguna untuk mengatur temperatur badannya setelah kelahiran. Menurut riset terbaru, janin juga telah mampu untuk mendengar atau responsif terhadap stimuli dari lingkungan eksternal, terutama sekali terhadap pola-pola suara. Dalam sebuah studi tentang kemampuan janin mereaksi atau merespons rangsangan eksternal, Dr. Seus meminta kepada ibu-ibu hamil untuk membacakan sebuah cerita anak-anak “The Cat in the Hat” dengan suara nyaring kepada bayi yang dikandungnya sebanyak dua kali sehari selama enam minggu terakhir kehamilannya. Beberapa setelah kelahirannya, bayi kembali diperdengarkan pada cerita yang sama dan sebuah cerita lain yang belum diperdengarkan sebelumnya. Untuk menentukan cerita mana yang lebih disukai, bayi diberi sebuah dot yang dapat mereka setiap perubahan dan peningkatan atau penurunan interval waktu menyusu. Ternyata, perubahan kecepatan dan peningkatan menyusui terjadi pada waktu bayi mendengar cerita “The Cat in the Hat”. Akan tetapi, hal demikian tidak terjadi pada waktu mendengarkan cerita baru. Sehingga bayi menunjukkan suatu pilihan yang jelas berdasarkan pada pengalamannya selama masa prenatal.19 Dalam Alquran Surah Al-Mu’minûn ayat 14 Allah berfirman: 19 Desmita, Psikologi Perkembangan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013, hlm. 73–75. AMZAH 14 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan ia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Mahasucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. (QS. Al-Mu’minûn (23): 14)20 Dengan demikian, untuk menjadi ibu hamil, tidak hanya dituntut kesiapan secara fisik, tetapi juga mental. Kedua hal tersebut berguna untuk mempersiapkan diri dalam menyambut datangnya gejala-gejala perubahan fisik tubuh yang mempengaruhi kondisi kejiwaan calon ibu. Banyak perubahan yang terjadi secara fisik pada ibu hamil, seperti: perubahan bentuk tubuh dengan perut yang semakin membesar, munculnya jerawat di wajah, atau kulit muka yang mengelupas. Namun, satu hal yang pasti perubahan mental pada ibu hamil sulit ditebak dan tidak selalu sama antara sesama ibu hamil ataupun pada setiap kehamilan. Semua perubahan tersebut, sedikit banyak akan mempengaruhi keadaan emosi calon ibu yang tidak jarang menimbulkan efek depresi. Terjadinya stres bisa ditandai dengan peningkatan detak jantung dan peningkatan hormon pemicu stres.21 Ibu hamil yang waktu tidurnya kurang akan berdampak pada kondisi kesehatan dan kebugaran tubuh karena waktu untuk beristirahat pun berkurang. Selain itu, stres yang muncul, si ibu tidak nafsu makan, akibatnya bisa berbahaya. Pasokan makanan bergizi yang dibutuhkan oleh ibu dan janin tentu berkurang pula. Karena pasokan makanan bergizi berkurang, dan akan dikhawatirkan pertumbuhan janin akan terganggu. Status gizi ibu sebelum dan selama hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Apabila status gizi ibu normal pada masa sebelum dan selama hamil kemungkinan besar akan melahirkan bayi yang sehat, cukup bulan dengan berat badan normal. Dengan kata lain kualitas bayi yang dilahirkan sangat tergantung pada keadaan gizi ibu sebelum dan selama hamil. 20 QS. Al-Mu’minûn (23): 14. 21 M. Fauzi Rachman, Islamic Parenting, Jakarta: Erlangga, 2011, hlm. 35. AMZAH Bab 1 Langkah Awal Prapendidikan 15 Selanjutnya, Alquran juga menyatakan bahwa ada hukum sebab-akibat atau ukuran yang menentukan kesempurnaan dan ketidaksempurnaan kandungan ibu. Sebagaimana firman Allah dalam Alquran Surah Ar-Ra‘d ayat 8–9: Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan, dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya. Allah yang mengetahui semua yang gaib dan yang tampak; Yang Mahabesar lagi Mahatinggi. (QS. Ar-Ra‘d (13): 8–9)22 Adapun dengan peran suami, hendaknya suami memahami kondisi istri yang sedang hamil. Allah Ø berfirman dalam Alquran Surah Al-A‘râf ayat 189: Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan istrinya, agar ia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, istrinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah ia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala ia merasa berat, keduanya (suamiistri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: “Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur.” (QS. Al-A‘râf (7): 189)23 Dengan demikian, ayat tersebut menjelaskan bahwa betapa beratnya beban istri selama mengandung. Oleh karena itu, Allah menganjurkan agar suami dan istri hendaklah berdoa kepada Allah dan mensyukuri nikmatnya untuk mengurangi rasa sakit dan kepayahan ketika hamil dan agar anak yang 22 QS. Ar-Ra‘d (13): 8–9. 23 QS. Al-A‘râf (7): 189. AMZAH 16 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam akan lahir kelak menjadi anak yang saleh. Jadi, peran suami sangat besar dalam mendampingi dan menguatkan istrinya yang sedang hamil. Ketika istri sedang hamil, kondisi tubuhnya mengalami perubahan sehingga kadang-kadang mempengaruhi emosinya akibat ia merasa pusing, mual, cepat lelah, cemas, dan lain sebagainya. Dalam kondisi seperti demikian, suami harus bijaksana dan sabar serta memberi perhatian khusus kepada istrinya. Istri yang sedang dalam kondisi berat itu tentu merasa senang dan merasa lebih baik karena suaminya mengerti keadaannya dan memenuhi kebutuhannya selama hamil. D. MELANTUNKAN AZAN DAN IQAMAH DI KEDUA TELINGA BAYI SETELAH LAHIR Memperdengarkan dan membacakan azan dan iqamah di telinga kanan dan kiri bayi, di samping menjalankan sunah Rasul, juga mengandung makna filosofi yang amat dalam, yaitu bayi ketika lahir ke muka bumi ini untuk tidak diberi kesempatan, meskipun sejenak untuk lebih dahulu mendengar suara apa pun kecuali suara tauhidullah yang menjadi pertanda masuknya bayi itu ke dalam agamanya (Islam) melalui kalimat azan dan iqamah. Hal demikian itu, sejalan dengan teori responsifnya Sigmund Freud yang dikembangkan oleh Lee Salk dan Rita Kramer yang menjelaskan bahwa setiap suara yang didengar bayi pada saat awal ia terjun ke alam dunia, akan sangat mempengaruhi sikap jiwa, pertumbuhan intelektual, dan tingkah lakunya. Oleh sebab itu, yang paling diperdengarkan adalah suara azan dan iqamah, kandungan lafal itulah yang akan mempengaruhi perkembangannya. Bayi yang baru lahir memiliki kemampuan yang cukup peka untuk menerima informasi dari lingkungannya melalui indra pendengarannya, penglihatannya, perasaannya, perabaannya, dan indra geraknya.24 Sebaiknya, orangtua terutama ayah melantunkan lafal azan di telinga kanan bayi setelah kelahirannya dan lafal iqamah di telinga kirinya. Hal ini, tentu dengan suara yang perlahan agar tidak mengagetkan bayi dan tidak 24 Ahmad Tafsir, dkk., Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Mimbar Pustaka, 2004, hlm. 145–146. AMZAH Bab 1 Langkah Awal Prapendidikan 17 berpengaruh buruk terhadap pendengarannya. Hal tersebut merupakan sunah Nabi Muhammad . Dalam riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi, disebutkan bahwa Abu Rafi’ berkata: “Aku melihat Rasulullah melantunkan azan di telinga Hasan bin Ali ketika dilahirkan oleh Fatimah”, dalam riwayat lain, Ibnu Abbas mengatakan bahwa Nabi melantunkan azan di telinga kanan Hasan bin Ali ketika ia dilahirkan, dan beliau membaca iqamah di telinga kirinya. Selain sunah, azan dan iqamah juga memiliki faedah bagi sang bayi, yaitu mengusir setan. Hasan bin Ali mengatakan bahwa Rasulullah  bersabda, “Barangsiapa mendapatkan kelahiran anak, lalu ia azan di telinga kanannya dan iqamah di telinga kirinya, maka (setan) tidak akan mengganggunya.” (HR. Baihaqi dan Ibnu Assinny)25 E. TAHNIK DAN AKIKAH SERTA MENCUKUR RAMBUT PADA BAYI Tahnik merupakan mengunyah buah kurma dengan mulut, kemudian diberikan dengan tangan kepada bayi yang baru dilahirkan. Caranya, buah kurma yang sudah dikunyah itu dimasukkan ke mulut bayi dan dioleskan di langit-langit mulutnya (bagian atas). Sebaiknya, tahnik ini dilakukan oleh orang yang saleh atau bertakwa.26 Apabila tidak ada kurma, dapat diganti dengan bahan apa saja yang manis, seperti gula yang dicampur dengan air bunga. Dengan demikian, terdapat hikmah jika dilakukannya tahnik ini, di antaranya, yaitu 1. untuk memperkuat otot-otot rongga mulut dengan gerakan-gerakan lidah dan langit-langit serta kedua rahangnya agar siap menyusui dan menghisap Air Susu Ibu (ASI) dengan kuat dan alamiah; 2. untuk mengikuti sunah Rasul. Orang yang melakukan tahnik itu diutamakan dari orang yang bertakwa, wara’ dan saleh, dengan harapan mendapatkan berkahnya dan agar anak tersebut menjadi saleh dan bertakwa.27 25 M. Fauzi Rachman, Islamic Parenting, Jakarta: Erlangga, 2011, hlm. 46–47. 26 M. Fauzi Rachman, Islamic Parenting, Jakarta: Erlangga, 2011, hlm. 47. 27 Ahmad Tafsir, dkk., Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Mimbar Pustaka, 2004, hlm. 146. AMZAH 18 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam F. MERAYAKAN KELAHIRAN DENGAN AKIKAH Akikah secara etimologis berarti memotong. Adapun makna terminologisnya adalah menyembelih kambing pada hari ketujuh untuk kelahiran anak. Hukum akikah adalah sunnah mu’akkadah. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah  yang artinya: “Bayi laki-laki ia akikahi dengan 2 kambing, adapun bayi perempuan dengan satu kambing.” (HR. Thabrani)28 Akikah dikategorikan sebagai salah satu bentuk ritual kurban yang dikerjakan untuk mendekatkan diri si bayi kepada Allah pada awal kelahirannya di dunia ini. Si bayi mendapatkan manfaat yang banyak dari akikah yang dikerjakan untuknya, seperti halnya ia juga mendapatkan manfaat dari doa yang diucapkan untuknya. Imam Bukhari meriwayatkan dari Mu’awiyah bin Qurrah yang mengatakan, “Ketika Ilyas dilahirkan, saya mengundang beberapa sahabat Nabi . Lalu saya menyuguhi mereka makanan, dan mereka membalasnya dengan memanjatkan doa. Lalu saya berkata kepada mereka, ‘Kalian telah mendoakan kami, semoga Allah memberi keberkahan terhadap kalian atas doa yang telah kalian panjatkan. Sekarang saya ingin berdoa dan saya berharap kalian mau mengamininya.” Mu’awiyah bin Qurrah berkata, “Lalu aku mengucapkan banyak doa untuk kebaikan agama dan kecerdasan Ilyas. Sungguh aku melihat dampak dan pengaruh doa yang aku panjatkan waktu itu.” Maksudnya, doa yang diucapkan ketika itu benar-benar memberikan dampak positif yang sangat besar terhadap diri Ilyas. Ilyas, sebagaimana telah diketahui, adalah sosok ulama yang memiliki otak yang sangat cerdas, penglihatan yang sangat kuat, firasat yang sangat tajam, kebijaksanaan yang tinggi dalam memutuskan setiap perkara, dan kelebihan-kelebihan lain.29 Akikah adalah gambaran kegembiraan atas lahirnya bayi yang diisi dengan ketaatan. Selain itu, akikah dapat diartikan sebagai bentuk solidaritas sosial, 28 Ath-Thabrani, Al-Mu’jam Al-Kabir, jilid 17, hlm. 424. 29 Neneng Uswatun Hasanah, Konsep Pendidikan Anak Usia Dini dalam Perspektif Islam, At-Ta’dib, Vol. 4, No. 2 Sya’ban 1429 H, hlm. 217. AMZAH Bab 1 Langkah Awal Prapendidikan 19 kaum fakir akan mendapatkan jatah dari sembelihan akikah tersebut. Dengan demikian, akikah merupakan taqarrub kepada Allah. Lalu, akikah juga dapat mempererat tali cinta dan belas kasih di antara anggota masyarakat.30 Disunahkan mencukur rambut bayi, baik laki-laki maupun perempuan, pada hari ketujuh dari hari kelahirannya dan bersedekah sebesar berat rambutnya dalam timbangan perak kepada fakir dan miskin. Ditinjau dari aspek kesehatan, pentingnya dalam mencukur rambut bayi adalah bahwa mencukur rambut dapat menguatkannya dan membuka pori-pori kepala. Hal itu juga dapat menguatkan indra penglihatan, indra pendengaran, dan indra penciuman. Adapun sedekah seberat rambut, itu merupakan bentuk dari solidaritas sosial kepada masyarakat. Pertumbuhan dan perkembangan anak diisi oleh pendidikan yang dialami dalam hidupnya, baik dalam keluarga, masyarakat dan sekolahnya, manusia menjadi manusia dalam arti yang sebenarnya ditempuh melalui pendidikan, pendidikan anak sejak awal kehidupannya, menempati posisi kunci dalam mewujudkan cita-cita “menjadi manusia yang berguna”. Dalam Islam, eksistensi anak melahirkan adanya hubungan vertikal dengan Allah Penciptanya, dan hubungan horizontal dengan orangtua dan masyarakatnya yang bertanggung jawab untuk mendidiknya menjadi manusia yang taat beragama. Sebagaimana dalam Surah Ar-Rûm ayat 30 dan Al-A‘râf ayat 172: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS. Ar-Rûm (30): 30)31 30 M. Fauzi Rachman, Islamic Parenting, Jakarta: Erlangga, 2011, hlm. 49. 31 QS. Ar-Rûm (30): 30. AMZAH 20 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).” (QS. Al-A‘râf (7): 172)32 G. MEMBERI NAMA YANG BAIK Nama yang baik akan mempengaruhi kehidupan anak di dunia maupun di akhirat kelak. Sebaliknya, nama yang buruk juga berdampak buruk pada anak itu. Abu Hurairah  meriwayatkan: “Dahulu nama Zainab adalah Barrah, lalu dikatakan bahwa nama tersebut memberikan sebuah indikasi bahwa seolah-olah ia menganggap dirinya orang yang baik dan tidak pernah melakukan kesalahan. Lalu Rasulullah  mengganti nama itu dengan ‘Zainab’.” (HR. Muslim) Nama seseorang bisa menjadi sebuah pertanda apakah ia adalah orang yang mendapatkan kemenangan, ataukah sebaliknya, orang yang mendapatkan kekalahan. Nama seseorang bisa mempengaruhi sikap dan perilakunya. Ia bisa menjadi seorang yang sombong, atau sebaliknya, menjadi seorang yang rendah hati, tergantung nama yang dimilikinya. Rasulullah  merasa sangat terganggu dan sangat membenci nama-nama yang jelek, baik itu nama orang, tempat, kabilah, maupun nama gunung. Sehingga pada suatu saat, ketika beliau dalam perjalanan dan melewati sebuah jalan di antara dua bukit, lalu beliau bertanya, 32 QS. Al-A‘râf (7): 172. AMZAH Bab 1 Langkah Awal Prapendidikan 21 “Apakah nama bukit itu?” Dikatakan kepada beliau bahwa nama dua bukit itu adalah ‘Fadlih’ (mencemarkan atau menodai) dan ‘Mukhzin’ (mempermalukan). Mendengar nama kedua bukit tersebut, beliau langsung memutar arah dan tidak jadi melewati jalan di antara dua bukit tersebut.33 Ada beberapa hadis Nabi  yang menjelaskan bahwa arti yang terkandung di dalam sebuah nama memiliki keterkaitan dengan nama-nama tersebut. Seperti dalam sabda Rasulullah : “Kabilah Ghifar, semoga Allah memberikan pengampunan kepada mereka. Kabilah Aslam, semoga Allah memberikan keselamatan kepada mereka. Kabilah ‘Ushayyah, mereka bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Thabrani)34 H. MENYUSUI DAN MENYAPIH Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik bagi bayi sampai ia berusia sedikitnya satu tahun. Bahkan beberapa saat setelah kelahiran, ASI mengandung kolostrum yang berfungsi sebagai zat yang bisa meningkatkan kekebalan tubuh bayi. Menurut penelitian, kandungan gizi dan nutrisi dalam ASI sangat baik untuk menumbuhkan sel-sel otak yang berfungsi untuk mengembangkan kecerdasan anak.35 Selain kandungan gizinya memberikan ASI pada bayi, menyusui merupakan kesempatan agar ibu dan anak bisa menikmati kebersamaan. Bayi membutuhkan ASI bukan hanya sebagai makanan fisik, melainkan juga untuk memberikan rasa aman dan kehangatan. Bayi yang diasuh dengan rasa aman yang tinggi akan tumbuh menjadi anak yang lebih percaya diri.36 33 Abdul Mun’im Ibrahim, Mendidik Anak Perempuan, Depok: Gema Insani, 2007, hlm. 68–69. 34 Ath-Thabrani, Al-Mu’jam Al-Kabir, jilid 4, hlm. 297. 35 Anita Lie, 101 Cara Menumbuhkan Kecerdasan Anak, Jakarta: Gramedia, 2004, cet. II, hlm. 18. 36 Anita Lie, 101 Cara Menumbuhkan Kecerdasan Anak, Jakarta: Gramedia, 2004, cet. II, hlm. 13. AMZAH 22 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Allah menganjurkan para ibu untuk menyusui anaknya hingga berusia dua tahun, sebagaimana termaktub dalam firman-Nya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan ahli waris pun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Baqarah (2): 233)37 Dalil ini menunjukkan bahwa seorang ibu boleh menyusui anaknya selama dua tahun atau menyapihnya sebelum itu, tetapi yang lebih utama adalah menyempurnakan penyusuan sampai dua tahun. Menyusui selama dua tahun disebut sebagai bentuk maksimalnya perhatian orangtua kepada bayinya. 37 QS. Al-Baqarah (2): 233. AMZAH Bab 1 Langkah Awal Prapendidikan 23 Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibubapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambahtambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS. Luqmân (31): 14)38 Ayat ini menyuruh seorang anak mengingat betapa besarnya perhatian ibunya. Ada dua bentuk jasa paling besar seorang ibu, yaitu ketika lemahnya masa hamil, dan menyusuinya selama dua tahun. Dua hal ini adalah jasa sangat besar seorang ibu yang disebutkan Allah Ø. Karena itulah, si anak wajib berbakti pada ibunya. Dari dua ayat tersebut, mayoritas ulama menyimpulkan bahwa dua tahun adalah jangka waktu yang ditentukan Allah untuk menyusui. Seperti pendapat Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat tersebut. Walau ayat ini berbentuk khabar (informasi) namun ada unsur perintah yang harus dilaksanakan umat Islam. “Ini merupakan petunjuk dari Allah Ø kepada para ibu agar mereka menyusui anak-anaknya dengan pemberian ASI yang sempurna selama dua tahun,” terang Ibnu Katsir. Pandangan Ibnu Abbas, masa dua tahun untuk menyusui hanya diperuntukkan bagi bayi yang lahir prematur, seperti enam bulan masa kandungan. Sementara, lahir dalam usia kandungan lebih dari enam bulan, jangka waktu untuk menyusui otomatis berkurang dari dua tahun. Ibnu Abbas berdalil dengan Alquran Surah Al-Ahqâf ayat 15: 38 QS. Luqmân (31): 14. AMZAH 24 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila ia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri, aku termasuk orang muslim. (QS. Al-Ahqâf (46): 15)39 Dalam ayat ini disebutkan, masa mengandung dan menyusui totalnya selama 30 bulan. Jika dua tahun (24 bulan) dihabiskan untuk menyusui, sisanya hanya enam bulan untuk masa mengandung. Jika masa mengandung sampai 9 bulan, otomatis masa menyusui menjadi 22 bulan. Pemberian ASI selama dua tahun bukan tanpa alasan. Hal ini sebagai bukti, ajaran Islam sangat memperhatikan asupan nutrisi yang diberikan kepada bayi. Dunia kedokteran membuktikan, ASI yang diberikan selama dua tahun terbukti menjadikan bayi lebih sehat. Bahkan di negara-negara maju, pemerintah dengan sukarela memberikan masa cuti melahirkan selama dua tahun. Hal ini dimaksudkan agar masa menyusui dua tahun dapat dimaksimalkan si ibu untuk menyusui bayinya. Ilmu kedokteran modern bahkan merinci fase menyusui ini dengan beberapa tahapan. Seperti pada masa enam bulan pertama, dikenal dengan masa ASI eksklusif. Si bayi hanya diperbolehkan meminum ASI dari ibunya saja dan belum diperbolehkan meminum makanan lain. Setelah usia enam bulan, barulah si bayi diberikan makanan lainnya selain ASI. Setelah usia enam bulan, si bayi akan mulai tumbuh gigi dan mengenal tahap belajar duduk, berdiri, lalu berjalan. Keempat aktivitas ini, memerlukan tulang yang kuat, energi yang tepat, serta tenaga yang besar. Jadi, diperlukan makanan tambahan di samping ASI yang terus diberikan hingga dua tahun. Kendati ilmu pengetahuan modern baru-baru ini menegaskan pentingnya pemberian ASI 39 QS. Al-Ahqâf (46): 15. AMZAH Bab 1 Langkah Awal Prapendidikan 25 hingga dua tahun, ajaran Alquran telah lama mengimbau umatnya. Orang yang hidup di masa lampau tak akan abai dengan nutrisi bayinya, memahami ayat Alquran tersebut. Mereka pun bisa optimal menjaga pertumbuhan bayi, hanya dengan berpedoman dari Alquran. Memberi ASI kepada bayi jauh lebih baik daripada memberinya susu yang lain, pada saat ibu memberikan ASI-nya, akan timbul komunikasi psikologis antara anak dan ibu. Pada masa inilah seorang ibu dapat mencurahkan kasih sayang dan kelembutannya kepada anaknya. Kasih sayang yang merupakan makanan psikologis, tidak kalah pentingnya dengan makanan tubuh. Apabila ternyata susu ibu kurang baik, atau kering, ayah menyediakan susu tambahan, atau menyusukan kepada orang lain sebagai perwujudan kasih sayang terhadap anaknya. Akan tetapi disyaratkan di sini, wanita yang menyusui anaknya itu harus orang yang wara’ dan bertakwa. Ali Muhammad Adib dalam buku Minhaju At-Tarbiyah ‘Inda Al-Imam Ali menulis bahwa Imam Ali bin Abi Thalib  berpesan untuk tidak menyusukan anak-anak kepada pelacur dan orang gila, air susu memiliki pengaruh yang besar terhadap anak-anak. Imam Ghazali menguatkan pendapat ini dalam bukunya Ihya’ Ulum Ad-Din bahwa orang yang menyusui harus dipilih di antara orang-orang yang saleh. Alasannya, air susu ikut andil dalam pertumbuhan kepribadian anak. Apabila air susu berasal dari makanan yang haram, akan berpengaruh buruk terhadap perilaku anak.40 ASI mengandung makanan yang paling aman dan paling sesuai dengan kebutuhan perkembangan bayi. ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi, mengandung semua bahan yang diperlukan oleh bayi. Allah Ø menciptakan ASI untuk anak manusia sehingga memenuhi kebutuhan bayi seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, dan air untuk masa 4–6 bulan. Setelah masa itu anak harus didampingi dengan makanan tambahan untuk meningkatkan kebutuhannya, menyusui selama 2 tahun. Hanya sedikit ibuibu yang tidak bisa menghasilkan ASI, kemungkinan meliputi 5% jumlahnya. 40 Adnan Hasan Shalih Baharits, Mendidik Anak Laki-Laki, Depok: Gema Insani, 1991, cet. II, hlm. 30–31. AMZAH 26 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Jadi, sebagian besar ibu-ibu dapat menghasilkan ASI, tetapi banyak ibu yang kurang memanfaatkan ASI-nya bahkan menggantinya dengan susu fomula. Hal ini merupakan kesalahan besar yang dilakukan oleh ibu-ibu dan tidak ada dalil yang menyebutkan penyusuan anak bayi dengan susu formula (susu sapi atau susu kambing). Seorang ulama yang saleh berkata kepada seorang ibu ketika ibu tersebut memintanya untuk mendoakan anaknya. Ia berkata, “Apa yang kamu harapkan ketika anakmu besar kelak?” Sang ibu tersebut lalu menjawab, “Saya ingin ia menjadi orang yang menyeru agama Allah (dai) di negeri Cina.” Ulama itu menjawab, “Jika kamu selalu berpikir tentang harapanmu ketika kamu sedang menyusui anakmu, harapanmu akan terealisasi.” Dengan berjalannya waktu, harapan itu terwujud menjadi kenyataan dan anak ibu tersebut telah menjadi dai di negeri Cina.41 Keutamaan sifat keibuan tampak dalam pendekatan fisik antara ibu dan anaknya, khususnya bila masa menyusui sempurna selama dua tahun. Seorang ibu menyebut nama anaknya sambil bernyanyi untuknya dan menyentuhnya dengan lembut dan sayang. Interaksi ini dapat mempererat hubungan baik antara keduanya dan mempercepat kepekaan indra anak.42 I. KHITAN Khitan adalah menghilangkan kulit yang terdapat di kepala kulup. Rasulullah  bersabda: “Khitan adalah hal yang dianjurkan bagi laki-laki, dan kehormatan bagi wanita.” (HR. Thabrani)43 Arti khitan menurut bahasa adalah “memotong”. Namun, menurut istilah khitan pada laki-laki adalah memotong kulit yang menutupi ujung kemaluan 41 Hidayatullah Ahmad, Ensiklopedi Pendidikan Anak Muslim, Jakarta: Fikr, 2008, hlm. 78. 42 Hidayatullah Ahmad, Ensiklopedi Pendidikan Anak Muslim, Jakarta: Fikr, 2008, hlm. 82. 43 Ath-Thabrani, Al-Mu’jam Al-Kabir, jilid 4, hlm. 427. AMZAH Bab 1 Langkah Awal Prapendidikan 27 laki-laki yang disebut dengan qulfah, agar tidak terhimpun kotoran di dalamnya, dan juga agar dapat menuntaskan air kencing, serta tidak mengurangi nikmatnya jima’ suami-istri. Jadi, bila seorang anak yang pada waktu dilahirkan tidak memiliki qulfah (kulit penutup glan penis), tidak disyariatkan padanya untuk dikhitan. Di kalangan Imam Mazhab terjadi khilaf tentang hukum khitan. 1. Pendapat yang kuat di dalam mazhab Syafii adalah wajib terhadap lakilaki dan wanita, demikian juga pendapat Imam Ahmad dan kebanyakan para ulama salaf. 2. Sunah terhadap laki-laki dan wanita. Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Malik, demikian juga sebagian ulama dalam mazhab Syafii. 3. Wajib pada laki-laki dan sunah pada wanita. Ini adalah pendapat sebagian ulama mazhab Syafii. 4. Dalam sejarah Islam, khitan sudah dikenal sejak zaman Nabi Ibrahim Û. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah  oleh Imam Bukhari, Muslim, Baihaqi, dan Imam Ahmad, bahwa Nabi  bersabda: “Ibrahim Khalil Ar-Rahman berkhitan setelah berumur 80 tahun dengan menggunakan kapak.” 5. Namun, ada sejumlah riwayat dan literatur yang menerangkan bahwa khitan ini telah ada sejak zaman Nabi Adam Û. Bahkan, bangsa-bangsa terdahulu juga melakukan hal yang sama. Ada dua sisi hikmah dari khitan ini, pertama: sisi syariat, dan kedua: sisi kesehatan. Menurut syariat, khitan bisa menetralisir syahwat, syahwat dibiarkan, bisa menjadikan manusia seperti hewan. Namun, dihilangkan secara keseluruhan, bisa menjadikannya seperti benda mati. Dengan khitan, semua itu bisa dihindari.44 44 Jamal Abdurrahman, Tahapan Mendidik Anak Teladan Rasulullah, Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2000, hlm. 75. AMZAH 28 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Akan tetapi, menurut kesehatan, di antara manfaatnya adalah mencegah kanker, membersihkan cairan lemak yang menjijikkan dan menghalangi terjadinya proses pembusukan, proses pengeluaran cairan lemak dapat menyebabkan terjadinya gatal-gatal di kulit penis dan pangkal rahim wanita setelah kedua jenis itu menjadi suami-istri, mencegah terjadinya kegagalan ginjal ketika terjadinya penyumbatan atau tertutupnya lubang air seni akibat tidak dikhitan, mempermudah ketika membersihkan alat vital lakilaki, menghilangkan kebiasaan mengompol, dan menghindarkan anak dari kebiasaan mempermainkan kelamin. Apabila kulup kelamin tidak dipotong, akan dapat mempengaruhi syaraf-syaraf kelamin, dan selanjutnya mendorong anak untuk mempermainkannya.45 45 Adnan Hasan Shalih Baharits, Mendidik Anak Laki-Laki, Depok: Gema Insani, 1991, cet. II, hlm. 35. AMZAH Bab 2 Pendidikan Islam 29 A. PENGERTIAN PENDIDIKAN ISLAM Istilah pendidikan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia memiliki arti sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan atau proses perbuatan dan cara mendidik.1 Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu “paedagogie” yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan “education” yang berarti pengembangan atau bimbingan, dalam bahasa Arab istilah ini sering diterjemahkan dengan “tarbiyah” yang berarti pendidikan. Pendidikan merupakan wahana bagi pengembangan manusia. Pendidikan menjadi media bagi pemuliaan kemanusiaan manusia yang tercermin di dalam Harkat dan Martabat Manusia (HMM) dengan hakikat manusia, dimensi kemanusiaan panca dayanya itu. Pendidikan seperti ini dilaksanakan oleh manusia dan untuk manusia serta hanya terjadi di dalam hubungan antarmanusia.2 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian 1 Surayin, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Bandung: Yrama Widya, 2001, hlm. 115–116. 2 Dadan Suryana, Pendidikan Anak Usia Dini: Stimulasi dan Aspek Perkembangan Anak, Jakarta: Kencana, 2016, hlm. 5. PENDIDIKAN ISLAM BAB 2 AMZAH 30 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.3 Pendidikan adalah kegiatan membantu manusia agar tergali potensi yang ada pada dirinya sehingga ia mampu menghadapi kehidupan yang akan dihadapinya baik di dunia maupun di akhirat. Pendidikan harus diberikan sejak dini. Ada juga yang menyatakan bahwa pendidikan diberikan mulai sejak lahir bahkan sebelum lahir (prenatal).4 Pendidikan Islam memberikan adanya penekanan terhadap makna pendidikan kepada pembinaan kepribadian, penerapan metode, dan pendekatan yang bersifat teoretis dan praktis ke arah perbaikan sikap mental yang memadukan antara iman sekaligus amal saleh yang tertuju kepada individu dan masyarakat luas.5 Pendidikan pralahir dalam janin (prenatal education) merupakan pendidikan yang dilakukan sejak sebelum kelahiran bayi. Pendidikan prakelahiran merupakan bagian dari usaha untuk membentuk karakter dasar anak. Hal ini berbeda dengan pendidikan pascakelahiran (postnatal education) yang lebih menekankan pada upaya untuk mengembangkan karakter dasar. Di sinilah ditekankan pentingnya sinergitas antara karakter dasar dan pembelajaran nyata. Dengan demikian, pendidikan prenatal merupakan setengah dari proses pendidikan kepada anak.6 Sebagaimana telah dijelaskan oleh Allah dalam Alquran Surah Al-A‘râf ayat 172: 3 Depdiknas, Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003, Jakarta: CV Mini Jaya Abadi, 2003, hlm. 5. 4 Helmawati, Mengenal dan Memahami PAUD, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015, hlm. 41. 5 M. Ihsan Dacholfany, Reformasi Pendidikan Islam dalam Menghadapi Era Globalisasi: Sebuah Tantangan dan Harapan, Jurnal Akademika, Vol. 20, No. 01 Januari–Juni 2015, hlm. 176. 6 Abdul Razaq, Buku Pintar Kehamilan untuk Muslimah, Yogyakarta: Citra Risalah, 2011, hlm. 2. AMZAH Bab 2 Pendidikan Islam 31 Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya, kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).” (QS. Al-A‘râf (7): 172)7 Islam memperkuat pandangan, perlunya pendidikan prenatal. Tidak hanya itu, pendidikan prenatal menurut Islam harus dimulai dari sejak sebelum terciptanya janin, yaitu sebagai berikut.8 1. Penciptaan janin harus berasal dari pasangan yang sah. Bukan hubungan perzinaan. Sebagaimana dalam Alquran di bawah ini. Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (QS. Al-Isrâ’ (17): 32)9 2. Dalam melakukan hubungan biologis, hendaknya dimulai dengan doa, setidaknya dengan baca basmallah; 3. Setelah terjadinya proses nutfah (sperma), berlanjut menjadi ‘alaqah, dan kemudian mudghah (segumpal daging), dimulailah kehidupan seorang anak dalam rahim. 7 QS. Al-A‘râf (7): 172. 8 A. Fatih Syuhud, Pendidikan Islam: Cara Mendidik Anak Saleh, Smart dan Pekerja Keras, Malang: Pustaka Al-Khoirot, 2011, hlm. 12–13. 9 QS. Al-Isrâ’ (17): 32. AMZAH 32 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan ia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Mahasucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. (QS. Al-Mu’minûn (23): 12–14)10 Dari tahap ini, ada beberapa hal yang harus dilakukan sang ibu, sebagai guru pertama seorang anak, untuk mendidik anak yang masih dalam kandungan. 1. Berpikir positif. Ibu yang berpikir positif membantu janin belajar lebih baik di dalam rahim. Basis lingkungan sosial janin adalah sang ibu. Selain itu, pendidikan yang benar dimulai dengan ibu yang sehat dalam segala hal. Untuk itu, kondisi fisik dan kejiwaan sang ibu harus prima selama mengandung. 2. Sering bersenandung mengagunggkan asma Allah dan memperdengarkan musik bernuansa Islami agar anak terdidik mengenal Allah sejak dini. Memperdengarkan musik klasik juga dapat menstimulasi kecerdasannya dan bahkan dapat mempertinggi kemampuan pengembangan bahasanya kelak. 3. Hindari situasi tertekan karena kondisi ini bisa meningkatkan level hormon janin pada tahap yang dapat memblokir proses kemampuan pembelajaran pralahir. 4. Carilah kegiatan belajar sendiri. Apa pun itu, walaupun janin tidak akan belajar secara langsung dari aktivitas sang ibu, tetapi perilaku mental ibu yang sehat akan menjadi kenyamanan dan keamanan tersendiri bagi janin. Dari segi bahasa dapat kita ketahui bahwa pendidikan adalah proses perubahan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha 10 QS. Al-Mu’minûn (23): 12–14. AMZAH Bab 2 Pendidikan Islam 33 mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran. Akan tetapi, menurut istilah, pendidikan berarti segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.11 Selanjutnya, pendidikan memiliki beberapa makna teoretis dan makna praktis, antara lain: Pendidikan berarti mengajarkan segala hal yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik terhadap aktivitas jasmani, pikiran, maupun terhadap ketajaman dan kelembutan hati nuraninya, diharapkan bisa bersatu-padu dalam memajukan peradaban dan mencerdaskan anak bangsa.12 Pendidikan dapat berbasis pada kebudayaan masyarakat, nilai-nilai agama, serta visi dan misi lembaga pendidikan. Pendidikan dapat berjalan, baik secara formal maupun informal.13 Pendidikan merupakan upaya mewariskan nilai yang akan menjadi penolong dan penentu umat manusia dalam menjalani kehidupan, sekaligus memperbaiki nasib dan peradaban umat manusia. Tanpa pendidikan manusia tidak akan mengalami kemajuan dalam kehidupan dan tidak akan mengalami kegagalan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi sekitarnya. Hal ini dikarenakan maju mundurnya peradaban suatu bangsa bergantung pada pendidikan yang dijalani oleh masyarakat bangsa tersebut. Apalagi mayoritas masyarakat sekarang ini menginginkan suatu perubahan dalam semua aspek kehidupan, yaitu kehidupan yang memiliki suatu komunitas kemandirian aktivitas warga masyarakatnya.14 Pada hakikatnya, pendidikan merupakan interaksi pendidik dengan peserta didik, untuk mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung. Pendidikan bukan sekadar memberikan pengetahuan atau nilai pelatihan keterampilan. Pendidikan berfungsi mengembangkan apa yang secara potensi dan aktual telah memiliki anak didik, peserta didik bukanlah gelas kosong yang harus diisi dari luar. 11 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 1998, Cet. ke-2, hlm. 1. 12 M. Ihsan Dacholfany, Peran Kepemimpinan Perguruan Tinggi Islam dalam Pembangunan Peradaban Islami, NIZAM: Jurnal Studi Keislaman, No. 02 Juli–Desember 2013, hlm. 14. 13 Tatang S., Ilmu Pendidikan, Bandung: CV Pustaka Setia, 2012, hlm. 17. 14 M. Ihsan Dacholfany, Konsep Masyarakat Sipil dalam Islam, Jurnal Akademika, Vol. 17, No. 1, 2012, hlm. 29. AMZAH 34 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Anak didik telah memiliki potensi dan peran pendidik adalah mengarahkan potensi tersebut sehingga berkembang.15 Pendidikan Islam ialah segala usaha secara sadar dan sengaja yang dilakukan oleh orang dewasa untuk memimpin dan mempengaruhi perkembangan jasmanirohani peserta didik berdasarkan ajaran Islam ke arah terbentuknya kepribadian yang utama. Di bawah ini terdapat beberapa definisi tentang pendidikan Islam menurut para ahli, yaitu sebagai berikut. 1. Menurut Ahmad D. Marimba: Pendidikan Islam ialah bimbingan jasmanirohani berdasarkan hukum-hukum agama menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran Islam. 2. Menurut Zakiyah Daradjat dkk.: Pendidikan Islam ialah pembentukan kepribadian lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan sesuai dengan petunjuk agama Islam. 3. Menurut Arifin: Pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertakwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya.16 4. Menurut Yunus, pada dasarnya dua pengertian tentang pendidikan, yang seringkali diperdebatkan, yaitu: Pertama, yang berpandangan bahwa pendidikan pada dasarnya adalah merupakan proses pewarisan, penerusan, dan sosialisasi perilaku individual dan sosial, yang telah menjadi model panutan masyarakat secara baku. Kedua, yang mengartikan pendidikan sebagai upaya fasilitatif yang memungkinkan terciptanya situasi atau lingkungan di pelbagai potensi dasar yang dimiliki anak didik dapat berkembang sesuai dengan tuntutan kebutuhan mereka pada zaman mereka harus survive. 17 15 Ihsana El-Khuluqo, Manajemen PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini): Pendidikan Taman Kehidupan Anak, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015, hlm. 2–3. 16 Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan, hlm. 103. 17 M. Yunus Abu Bakar, Pengaruh Paham Liberal dan Neoliberal terhadap Pendidikan Islam di Indonesia, Ponorogo: Darussalam, 2012, hlm. 137. AMZAH Bab 2 Pendidikan Islam 35 Pendidikan Islam kaitannya dengan pembinaan keluarga sakinah ialah bila ketentuan-ketentuan Allah Ø dan sunah Rasulullah  yang mengatur tentang tata cara kehidupan bersuami-istri itu diterapkan dalam rumah tangga, insya Allah akan didapatkan keluarga yang sakinah. B. DASAR PENDIDIKAN ISLAM Adapun dasar pendidikan Islam adalah sebagai berikut. 1. Alquran. Alquran adalah kalam Allah yang mukjizat yang diturunkan kepada penutup para nabi dan rasul dengan perantaraan malaikat yang terpercaya (Jibril) tertulis dalam mushaf yang dinukil kepada kita yang membacanya merupakan suatu ibadah diawali dengan Surah Al-Fâtihah dan diakhiri dengan Surah An-Nâs.18 Adapun bunyi dari Surah Al-Fâtihah, yaitu Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang menguasai di Hari Pembalasan. Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus. (Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. (QS. Al-Fâtihah (1): 1–7)19 18 Abdul Djalal H.A., Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Kalam, 2000, Cet. ke-2, hlm. 11. 19 QS. Al-Fâtihah (1): 1–7. AMZAH 36 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Selain itu, bunyi Surah An-Nâs, yaitu Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi. Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia. Dari (golongan) jin dan manusia.” (QS. An-Nâs (114): 1–6)20 2. As-Sunah. Sunah adalah perkataan, perbuatan, takrir (perbuatan para sahabat Nabi yang dibiarkan atau didiamkan oleh Rasulullah yang berarti boleh), sifat-sifat beliau dan segala sesuatu yang khusus tentang beliau. 3. Sikap perbuatan para sahabat. Para sahabat Nabi adalah orang-orang yang diridai oleh Allah Ø karena itu sikap perbuatan mereka bisa menjadi suri teladan bagi orang-orang yang bertakwa. 4. Ijtihad. Ijtihad ialah usaha-usaha orang yang fakih dalam ilmu agama Islam dengan mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menentukan status hukum sesuatu yang bersifat amali dari dalil-dalil yang terperinci, dalam masa sesudah wafatnya Rasulullah . C. TUJUAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Dalam menjalani kehidupan di dunia, manusia harus mengetahui arah dan tujuan hidupnya. Dengan mengetahui arah dan tujuan hidupnya di dunia, manusia akan mampu menjalani kehidupan ini dengan sebaik-baiknya. Untuk itu manusia harus bertafakur tentang tujuan hidup yang hakiki. 20 QS. An-Nâs (114): 1–6. AMZAH Bab 2 Pendidikan Islam 37 Pendidikan Islam di Indonesia masih mengalami perbedaan pendapat, terutama dalam menentukan pola, arah, dan capaian tertentu yang diinginkan,21 Pada dasarnya manusia diciptakan oleh Allah adalah untuk beribadah kepadaNya.22 Sebagaimana dalam Alquran Surah Az-Zâriyât ayat 56: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. Az-Zariyat (51): 56)23 Pendidikan agama Islam bertujuan untuk membina kepribadian anak, khususnya tingkah laku, tutur kata, sopan santun, dan lain sebagainya. Adapun tujuan pendidikan Islam menurut beberapa pakar pendidikan di bawah ini, di antaranya, yaitu sebagai berikut. 1. Menurut Zakiyah Daradjat dkk., “Terbentuknya insan kamil dengan pola takwa yang dapat mengalami perubahan, pertambahan atau berkurang, orang yang sudah takwa masih perlu pendidikan sepanjang hayatnya guna mengembangkan/meningkatkannya paling tidak untuk pemeliharaan, insan kamil yang bertakwa tersebut akhirnya dapat menghadap Allah Ø.”24 2. Menurut Ibnu Khaldun maksudnya ialah “Beramal untuk akhirat, setelah menemui Allah yang Mahakuasa ia telah menunaikan hak-hak Allah yang diwajibkan kepadanya.” 3. Menurut Abdullah Fayad. Tujuan pendidikan Islam adalah: Persiapan untuk hidup akhirat dan membentuk perorangan dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk menunjang sukses hidup di dunia.25 21 M. Ihsan Dacholfany, Reformasi Pendidikan Islam dalam Menghadapi Era Globalisasi: Sebuah Tantangan dan Harapan, Jurnal Akademika, Vol. 20, No. 01 Januari–Juni 2015, hlm. 179. 22 Cholil Umam & Fathul Fauzi, Sukses dan Bahagia Bersama Birrul Walidain, Surabaya: Dakwah Digital Press, 2008, hlm. 9. 23 QS. Az-Zâriyât (51): 56. 24 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, 1992, Cet. ke-1, hlm. 100. 25 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 26. AMZAH 38 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam 4. Menurut Al-Ghazali. Tujuan pendidikan Islam adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah Ø. 26 5. Arifin. Tujuan pendidikan Islam adalah mengembangkan pola kepribadian manusia secara bulat yang mencakup semua aspek (jasmani, rohani, spiritual, intelektual, ilmiah, maupun bahasa) yang diperlukan untuk hidup sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.27 Selain itu, tujuan khusus pendidikan Islam menurut Hasan Langgulung adalah untuk menumbuhkan semangat agama dan akhlak, di antaranya yaitu 1. mengenalkan akidah Islam pada generasi muda; 2. menumbuhkan kesadaran terhadap agama termasuk prinsip dan dasardasar akhlak mulia; 3. menanamkan keimanan (6 rukun iman); 4. menumbuhkan minat generasi muda untuk menambah pengetahuan; 5. menanamkan rasa cinta dan penghargaan kepada Alquran; 6. menumbuhkan rasa bangga terhadap sejarah Islam dan pahlawanpahlawannya; 7. menumbuhkan rasa rela, optimisme, kepercayaan diri, tanggung jawab, menghargai kewajiban, tolong-menolong atas kebaikan dan takwa, kasih sayang, cinta kebaikan, sabar, berjuang untuk kebaikan, memegang teguh pada prinsip, membela, dan berkorban untuk agama dan tanah air; 8. mendidik naluri, motivasi dan keinginan generasi muda, membiasakan menahan dan mengatur emosi dan membimbingnya dengan baik. Mengajarkan adab kesopanan dalam pergaulan di rumah, sekolah, atau lingkungan lainnya; 9. menanamkan iman yang kuat kepada Allah dengan menyuburkan hari melalui zikir, takwa, dan takut kepada Allah; 26 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 2001, Cet. ke-4, hlm. 162. 27 Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan, hlm. 109. AMZAH Bab 2 Pendidikan Islam 39 10. membersihkan hati generasi muda dari rasa dengki, hasad, iri hati, benci, kekasaran, kezaliman, egois, tipuan, khianat, nifak, ragu, perpecahan, dan perselisihan.28 Secara rinci, tujuan pendidikan anak dalam Islam dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Menjawab seruan Allah Ø. 2. Membentuk akidah dan keimanan anak-anak yang bersih. 3. Membentuk akhlak mulia dan perilaku sopan santun anak-anak. 4. Membentuk sisi sosial anak-anak yang bertanggung jawab. 5. Membangun sisi kejiwaan yang kokoh dan perasaan anak-anak. 6. Membentuk fisik yang kuat dan kesehatan tubuh anak-anak. 7. Membentuk rasa estetika, seni, dan kreativitas anak-anak. Tujuan pendidikan anak dalam Islam begitu menyeluruh (komprehensif) dan universal, menerobos ke berbagai aspek, baik aspek spiritual, intelektual, imajinatif, jasmaniah, ilmiah, maupun bahasa. Oleh sebab itu, pendidikan anak dalam kandungan harus mendorong semua aspek tersebut ke arah keutamaan serta pencapaian semua kesempurnaan hidup berdasarkan nilai-nilai Islam.29 Selain itu, diharapkan dapat membina dan menghasilkan sumber daya manusia Islami sehingga menghasilkan alumni yang bermutu dengan memiliki wawasan ilmu pengetahuan, skill dan teknologi dan punya bekal iman dan takwa sehingga dapat menguasai, mengembangkan dan mengaplikasikan dengan tetap dilandasi nilai-nilai agama, moral, dan akhlak mulia sesuai dengan norma aturan agama maupun pemerintah.30 28 Helmawati, Mengenal dan Memahami PAUD, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015, hlm. 70–71. 29 Ubes Nur Islam, Mendidik Anak dalam Kandungan: Optimalisasi Potensi Anak Sejak Dini, Jakarta: Gema Insani Press, 2003, hlm. 11. 30 M. Ihsan Dacholfany, Inisiasi Strategi Manajemen Lembaga Pendidikan Islam dalam Daya Manusia Meningkatkan Mutu Sumber Islami di Indonesia dalam Menghadapi Era Globalisasi, Jurnal At-Tajdid, Volume. 1, No. 1 Januari–Juni 2017, hlm. 1. AMZAH 40 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam D. DASAR PELAKSANAAN PENDIDIKAN ISLAM Dasar pendidikan di suatu negara disesuaikan dengan dasar filsafat negaranya. Oleh karena itu, dasar pendidikan Islam sesuai dengan filsafat hidup bangsa Indonesia dan perundang-undangan yang secara langsung maupun tidak langsung dapat dijadikan pegangan dalam melaksanakan pendidikan agama di sekolah-sekolah ataupun di lembaga-lembaga pendidikan formal di Indonesia. Dasar-dasar tersebut adalah sebagai berikut. 1. Dasar Ideal Dasar ideal adalah dasar dari falsafah negara, yaitu “Pancasila”, dengan sila pertamanya Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini mengandung pengertian bahwa seluruh bangsa Indonesia harus percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa atau tegasnya haruslah beragama. Dalam Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang P-4 (Eka Prasetya Pancakarsa) disebut: “Bahwa dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karenanya, manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masingmasing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.” Untuk mendidik menjadikan manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa diperlukan adanya pendidikan agama yang dilaksanakan dalam lembaga pendidikan formal, nonformal, dan informal. Dalam pendidikan sekolah terlihat usaha positif yang dilakukan pemerintah dengan menjadikan bidang studi “Pendidikan Agama” menjadi mata pelajaran wajib di sekolah-sekolah mulai tingkat sekolah Dasar sampai ke Perguruan Tinggi, baik negeri maupun swasta. 2. Dasar Struktural Dasar struktural adalah UUD 1945; dalam Bab XI Pasal 29 ayat 1 dan 2 berbunyi: Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaan itu. TAP MPRS mengeluarkan Ketetapan No. II/MPRS/1960 yang dalam Bab 2 Pasal 2 ayat (2) menyatakan: AMZAH Bab 2 Pendidikan Islam 41 “Pendidikan agama menjadi pelajaran di sekolah-sekolah mulai dari sekolah dasar sampai universitas negeri, dengan pengertian bahwa murid-murid berhak untuk tidak ikut serta jika wali murid-murid yang sudah dewasa menyatakan keberatannya.” Walaupun dengan ketetapan ini pendidikan agama di sekolah umum mulai mendapat status yang agak kuat karena tidak mempengaruhi kenaikan kelas, dan tidak dievaluasi seperti bidang studi lain serta tidak mempengaruhi nilai prestasi anak. Ketetapan MPRS tanggal 5 Juli 1966 No. XXVII/MPRS/1966 Pasal 1 yang berbunyi: “Mengubah diktum Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960 Bab II Pasal 2 ayat (2), dengan menghapuskan kata” dengan pengertian bahwa murid-murid berhak ikut serta, apabila wali murid/murid dewasa menyatakan keberatannya, sehingga kalimatnya berbunyi: Menetapkan pendidikan agama menjadi pelajaran di sekolah-sekolah dari Sekolah Dasar sampai dengan Universitas. Dengan adanya ketetapan tersebut, status pendidikan agama tidak lagi bersifat fakultatif, tetapi sudah mempunyai kedudukan yang sama dengan mata pelajaran lain. Namun, sekolah swasta tidak disebut dalam ketetapan ini. Selain itu, terakhir dikokohkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional seperti berikut: Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam rumusan itu lebih ditegaskan, antara lain bahwa tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk meningkatkan kualitas manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dengan sendirinya bidang studi Pendidikan Agama haruslah menyatu dalam seperangkat kurikulum dalam setiap jenjang pendidikan, apakah itu perguruan tinggi negeri atau swasta.31 E. PENGARUH PENDIDIKAN ISLAM TERHADAP ANAK Sesungguhnya, anak itu adalah amanah Allah yang harus dibina, dipelihara, dan diurus secara bersama serta sempurna agar kelak menjadi insan kamil, berguna 31 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 18–22. AMZAH 42 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam bagi agama, bangsa dan negara, dan secara khusus dapat menjadi pelipur lara orangtua, penenang hati ayah dan bunda serta sebagai kebanggaan keluarga. Semua pengharapan yang positif dari anak tersebut tidaklah dapat terpenuhi tanpa adanya bimbingan yang memadai, selaras, dan seimbang dengan tuntutan dan kebutuhan fitrah manusi secara kodrat. Namun, semua itu tidak akan didapatkan secara sempurna kecuali pada ajaran Islam, bersumber kepada wahyu Illahi yang paling mengerti tentang hakikat manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya. Pendidikan Islamlah yang paling tepat untuk diterapkan kepada anak-anak karena sesuai dengan fitrah manusia. Pendidikan Islam mempunyai pengaruh yang sangat penting bagi pembentukan kepribadian anak. Jika kita mendidik anak dengan pendidikan Islam maka akan berpengaruh pada pola pikir tingkah laku anak dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, kita sebagai orangtua haruslah membiasakan anak-anak dengan menerapkan pendidikkan Islam. Sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah  dan setiap muslim harus aktif menyuarakan kebenaran, melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar.32 F. SISTEM DAN METODE PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Sistem berasal dari bahasa Yunani “sistema” yang berarti suatu keseluruhan yang tersusun dari banyak bagian (whole compounded of several parts).33 Di antara bagian-bagian itu terdapat hubungan yang berlangsung secara teratur. Definisi sistem yang lain dikemukakan Anas Sudjana yang mengutip pendapat Johnson, Kost, dan Rosenzweig sebagai berikut: “Suatu sistem adalah suatu kebulatan/keseluruhan yang kompleks atau terorganisir; suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan/ keseluruhan yang kompleks.”34 32 Khoirurrijal dan Ihsan Dacholfany, Dampak LGBT dan Antisipasinya di Masyarakat, Jurai Siwo Metro, Jurnal Nizham STAIN Jurai Siwo Metro, Vol. 05, No. 01 Januari–Juni 2016, hlm. 114. 33 Tatang Amirin, Pengantar Sistem, Jakarta: Rajawali Press, 1886, hlm. 11. 34 Anas Sudjana, Pengantar Administrasi Pendidikan Sebagai suatu Sistem, Bandung: Rosda Karya, 1997, hlm. 21–26. AMZAH Bab 2 Pendidikan Islam 43 Menurut Campbel menyatakan bahwa sistem itu merupakan himpunan komponen atau bagian yang saling berkaitan yang bersama-sama berfungsi untuk mencapai suatu tujuan. Menurut D.G. Ryans sistem adalah sejumlah elemen (objek, orang, aktivitas, rekaman, informasi, dan lain sebagainya) yang saling berkaitan dengan proses dan struktur secara teratur dan merupakan kesatuan organisasi yang berfungsi untuk mewujudkan hasil yang dapat diamati (dapat dikenal wujudnya), sedangkan tujuan yang tercapai. Menurut Sanafiah Faisal istilah sistem menuju kepada totalitas yang bertujuan dan tersusun dari rangkaian unsur dari komponen. J.W. Getzel and E.G. Guba mengemukakan pada umumnya sistem sosial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut. 1. Terdiri dari unsur-unsur yang berkaitan antara satu sama lainnya. 2. Berorientasi pada tujuan (goal oriented) yang telah ditetapkan. 3. Di dalamnya terdapat peraturan-peraturan tata tertib berbagai kegiatan sebagainya.35 Pengertian lainnya yang umum dipahami di kalangan awam adalah bahwa sistem itu merupakan suatu cara untuk mencapai tujuan tertentu yang dalam penggunaannya bergantung pada berbagai faktor yang erat hubungannya dengan usaha pencapaian tujuan tersebut. Dari keterangan di atas dapat dikatakan bahwa sistem merupakan hal penting yang harus dibangun untuk menjalankan/menggerakkan maksud dari sebuah cita-cita atau sebuah pekerjaan yang akan kita capai. Setiap kegiatan pendidikan agama Islam seharusnya diorientasikan pada pencapaian kompetensi yang berhubungan dengan pengembangan kecerdasan emosional, sosial, intelektual, intelligence, terlebih lagi pada aspek spiritual,36 dalam mencapai tujuan yang diharapkan maka diperlukan media yang relevan di antaranya yang berupa sistem dan metode. 35 Eneng Muslihah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Diadit Media, 2010, hlm. 123–124. 36 M. Ihsan Dacholfany, Reformasi Pendidikan Islam dalam Menghadapi Era Globalisasi: Sebuah Tantangan dan Harapan, Jurnal Akademika, Vol. 20, No. 01 Januari–Juni 2015, hlm. 182. AMZAH 44 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Sistem adalah keseluruhan yang terdiri dari komponen-komponen yang masing-masing bekerja sendiri dalam fungsinya yang bersatu dari fungsi komponen lainnya yang secara terpadu bergerak menuju ke arah satu tujuan yang telah ditetapkan.37 Komponen sistem tersebut terdiri dari tujuan, materi, dan evaluasi komponen ini membantu tercapainya tujuan pendidikan. Sistem pendidikan khususnya secara makro merupakan usaha pengorganisasian proses kependidikan yang berdasarkan proses ajaran Islam, yang berdasarkan pendekatan sistematik sehingga dalam pelaksanaan operasionalnya terdiri dari berbagai substansi dari jenjang pendidikan pradasar, menengah, hingga perguruan tinggi yang harus memiliki kualitas keilmuan dan keteknologian yang makin optimal bahwa setiap tingkat keimanan dan ketakwaan kepada Allah Ø tetap menjiwai peserta pendidik sejalan dengan tuntunan Alquran yang menyatakan bahwa Allah akan meninggikan derajat lebih tinggi bagi orang-orang yang beriman, dan berilmu pengetahuan. Sesuai dengan Surah Al-Mujadilah ayat 11 Allah berfirman:38 Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mujadilah (58): 11) Sistem secara mikro, sistem kegiatan mengajar diprogram ke dalam struktur kurikulum yang berjenjang pula sejak pendidikan pradasar sampai dengan 37 H.M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 1996, Cet. ke-5, hlm. 14. 38 QS. Al-Mujadilah (58): 11. AMZAH Bab 2 Pendidikan Islam 45 perguruan tinggi bahwa mutu dan tujuannya harus saling berkaitan sehingga benar-benar efektif (tepat guna) dan efisien (berhasil guna) yang konsisten dan relevan untuk tujuan alami pendidikan agama Islam yang mudah dicapai. Metode berasal dari bahasa Yunani, “Methodos” yang berarti cara atau jalan yang ditempuh, sehubungan dengan upaya ilmiah. Metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang terjadi sasaran ilmu yang akan dicapai. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia metode adalah cara kerja yang sistematis dan terpikir secara baik untuk mencapai tujuan yang ditentukan.39 Kata metode berasal dari bahasa Greek (Yunani) yang terdiri dari kata “meta” yang berarti melalui, dan kata “hodos” yang berarti jalan. Jadi, metode berarti jalan yang dilalui. Sebagaimana yang dikutip oleh Muhammad Noor Syam, secara teknis menerangkan bahwa metode adalah sebagai berikut. 1. Suatu prosedur yang dipakai untuk mencapai suatu tujuan. 2. Suatu teknik mengetahui yang dipakai dalam proses mencari ilmu pengetahuan dari suatu materi tertentu. 3. Suatu ilmu yang merumuskan aturan-aturan dari suatu prosedur. Selain itu, ada pula yang menyebutkan metode merupakan suatu alat dalam pelaksanaan pendidikan, yaitu yang digunakan dalam penyampaian materi tersebut. Materi pelajaran yang mudah pun kadang-kadang sulit berkembang dan sulit diterima oleh peserta didik, jika cara atau metode yang digunakannya kurang tepat. Sebaliknya, suatu pelajaran yang sulit akan mudah diterima oleh peserta didik, jika penyampaian dan metode yang digunakan mudah dipahami, tepat, dan menarik. Dalam dunia pendidikan terdapat berbagai macam metode mengajar yang dalam penggunaannya harus disesuaikan dengan berbagai hal, seperti situasi dan kondisi kegiatan belajar mengajar yang sedang berlangsung, fasilitas yang tersedia, dan sebagainya harus disesuaikan dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai. 39 Surayin, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Bandung: Yrama Widya, 2001, hlm. 342. AMZAH 46 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Metode pendidikan agama Islam adalah sebagai jalan untuk menanamkan pengetahuan agama pada diri seseorang sehingga terlihat dalam pribadi objek sasaran, yaitu pribadi muslim. Selain itu, dengan kata lain metode pendidikan agama Islam adalah sebagai cara untuk memahami, menggali, dan mengembangkan ajaran Islam, berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Namun, dalam pelaksanaannya, faktor gurulah yang sangat menentukan keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Jadi, bukan hanya terletak pada bentuk metode mengajar maupun pada fasilitas yang tersedia. Dengan demikian, keterampilan guru dalam penggunaan metode mengajar merupakan jaminan tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan secara efektif dan efisien. Dalam proses pendidikan Islam, metode mempunyai kedudukan sangat signifikan untuk mencapai tujuan bahkan metode sebagai seni dalam mentransfer ilmu pengetahuan atau materi pelajaran kepada siswa dianggap lebih signifikan dibanding dengan materi sendiri. Suatu realita bahwa cara penyampaian yang komunikatif lebih disenangi siswa walaupun sebenarnya materi yang disampaikan sesungguhnya tidak terlalu menarik. Sebaliknya, materi yang cukup baik, disampaikan dengan cara yang kurang menarik maka materi itu sendiri kurang dapat dicerna siswa. Oleh karena itu, penerapan metode yang sangat tepat akan mempengaruhi pencapaian keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Metode yang tidak tepat akan berakibat terhadap pemakaian waktu yang tidak efisien. Ada ungkapan yang harus diketahui bahwa “metode” lebih penting lebih baik dengan bahan/materi, guru lebih penting dari metode itu sendiri, namun roh (jiwa) pribadi guru jauh lebih penting dari kaidah dan guru itu sendiri, dalam bahasa Arabnya: “Ath-thariqot ahammu minal maddah, wa al-mudarrisu ahammu minal-atthoriqoh, wa ruhu-l-mudarissu ahammu min-al-mudarris nafsishi.”40 Metode jauh lebih penting dibanding materi, sebaik apa pun tujuan pendidikan, tidak didukung oleh metode yang tepat, tujuan tersebut sangat sulit untuk dapat tercapai dengan baik, dan sebaik apa pun metodenya jika tidak didukung oleh gurunya, akan sia-sia. Namun yang lebih penting adalah roh guru sangat lebih 40 M. Ihsan Dacholfany, Pendidikan Karakter Belajar ala Pesantren Gontor, CV Wali Media Utama, Tangerang, 2015, hlm. 106. AMZAH Bab 2 Pendidikan Islam 47 penting dari segalanya. Oleh sebab itu, pemilihan metode pendidikan harus dilakukan secara cermat, disesuaikan dengan berbagai faktor terkait, namun guru juga tidak kalah pentingnya dari metode bahkan rohnya guru itu lebih segalanya sehingga hasil pendidikan dapat sehingga menghasilkan mukmin yang beriman dan bertakwa kepada Allah Ø41 karena semua yang dilakukan hanya keikhlasan yang berlandaskan ibadah. Namun, metode juga penting karena metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang telah disusun dalam kegiatan nyata, agar tujuan yang disusun tercapai secara optimal.42 Khusus yang mengenai metode pendidikan agama Islam, sasaran prosesnya tidak hanya terbatas pada masalah internalisasi dan tranformasi nilai-nilai agama atau tidak saja mengajarkan agama, tetapi juga ilmu dan teknologi. Oleh sebab itu, metode pendidikan agama Islam merupakan metode yang paling sesuai untuk diterapkan, dan faktor iman dan takwa yang pada gilirannya melalui proses pengalaman dalam perilaku pribadi atau individu maupun interaksi sosial dalam dunia pendidikan dapat dijadikan dasar utama program kurikulum, baik dalam lembaga pendidikan umum maupun keagamaan di Indonesia. Keberhasilan pendidikan Islam pada masa Nabi, yaitu karena kepiawaian Nabi dalam menggunakan metode pembelajaran yang tepat. Di antara metodemetode yang sering digunakan oleh Nabi adalah metode ceramah, hafalan, tanya jawab, dan sosiodrama dalam bentuk penulisan dan pengamalan.43 Namun, pada umumnya metode pendidikan agama Islam yang sering digunakan di madrasah adalah sebagai berikut: metode ceramah, diskusi, metode tanya jawab, dan lain sebagainya. Dari beberapa pengertian yang diformulasikan oleh para pakar di atas tentang pengertian metode pendidikan Islam dapat diartikan sebagai jalan untuk menanamkan pengetahuan agama pada diri seseorang sehingga dapat 41 M. Ihsan Dacholfany, Leadership Style in Character Education at The Darussalam Gontor Islamic Boarding, Journal Al-Ulum, Volume 15 Number 2 December 2015, hlm. 447–464. 42 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, Jakarta: Kencana, 2008, hlm. 90. 43 Taqiyuddin, Sejarah Pendidikan: Melacak Geneologi Pendidikan Islam di Indonesia, Bandung: Mulia Press, 2008, hlm. 67. AMZAH 48 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam terlihat dalam pribadi objek sasaran, yaitu pribadi Islami. Selain itu, metode pendidikan Islam dapat diartikan sebagai cara untuk memahami, menggali, dan mengembangkan ajaran Islam, terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Nabi Muhammad  juga telah memberikan beberapa metode atau cara mendidik, contohnya dalam hadis sebagai berikut. Suruhlah anak-anakmu bersembahyang apabila ia telah berumur tujuh tahun dan apabila ia sudah berumur sepuluh tahun ia meninggalkan sembahyang itu maka pukul ia. (HR. Tirmizi) Adapun metode menurut Muhammad Qutb di dalam bukunya Minhajut Tarbiyah Islamiyah menyatakan bahwa teknik metode pendidikan Islam itu ada lima macam, yaitu sebagai berikut. 1. Metode pendidikan melalui teladan, yaitu merupakan salah satu teknik pedidikan yang efektif dan sukses. 2. Metode pendidikan melalui nasihat. Di dalam jiwa terdapat pembawaan untuk terpengaruh oleh kata-kata yang didengar, pembawaan itu biasanya tidak tetap dan kata-kata harus diulang-ulang. 3. Metode pendidikan melalui cerita. Cerita mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan manusia, bagaimanapun cerita sudah merajut hati manusia dan akan mempengaruhi kehidupan mereka. 4. Metode pendidikan melalui kebiasaan. Kebiasaan mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia karena itu menghemat banyak sekali kekuatan manusia karena kebiasaan yang mudah melekat dan spontan agar kekuatan itu dapat dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat. 5. Metode pendidikan melalui peristiwa-peristiwa. Hidup ini penuh perjuangan dan merupakan pengalaman-pengalaman dengan berbagai peristiwa, baik yang timbul karena tindakannya sendiri, maupun karena sebab-sebab di luar kemampuannya. Guru yang baik tidak akan membiarkan peristiwa-peristiwa itu berlalu begitu saja tanpa diambil menjadi pengalaman yang berharga, AMZAH Bab 2 Pendidikan Islam 49 ia mesti menggunakannya untuk membina, mengasuh, dan mendidik jiwa. Oleh karena itu, pengaruhnya tidak boleh hanya sebentar itu saja. Pada zaman sekarang pendidikan sangat beragam dan menggunakan alat yang serba canggih, ada yang menggunakan televisi, komputer, dan lain sebagainya. Maka dari itulah metode yang akurat adalah bagaimana caranya menggunakan alat yang serba canggih itu supaya mudah menyampaikan materi kepada anak-anak didik. Antara materi, metode, dan tujuan pendidikan harus saling berkaitan dan mengembangkan sehingga benar-benar efektif (tepat guna) dan efisien (berhasil guna). Sehingga konsisten dan relevan dengan tujuan akhir pendidikan Islam yang hendak dicapai. Metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup umat Islam khususnya di Indonesia adalah metode-metode yang digali dari sumber-sumber pokok ajaran Islam sendiri, serta metode-metode yang baru muncul akhir-akhir ini di dalam dunia pendidikan yang tidak menghilangkan faktor keimanan dan nilai moralitas Islami. Masa depan manusia adalah masa depan kehidupan Tekno, Bio, dan Sosio, dan umat manusia berada dalam tahap kehidupan yang banyak diberi kemudahan-kemudahan IPTEK yang canggih, di samping itu kehidupan masa depan juga terkena dampak-dampak negatif dari kemajuan IPTEK yang pada dasarnya lebih mengandalkan rasio (akal dan kecerdasan otak) daripada nilainilai moral dan spiritual. Pendidikan secara metodologis merupakan serangkaian proses berdasarkan kaidah-kaidah teknologis yang pertama-tama dideteksi input-nya lebih dahulu, apakah sesuai dengan produk yang hendak dicapai, kemudian disiapkan seperangkat instrumen untuk memproses input tersebut, seefektif mungkin, dan terakhir adalah produk kependidikan yang diharapkan bermutu sesuai yang direncanakan. Pendidikan Islam harus dilaksanakan oleh para pendidik yang profesional karena memang sejalan dengan sabda Rasulullah  sebagai berikut. Jika suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah akan saat kehancurannya (na’udzu billahi min dzalik). AMZAH 50 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Arah perkembangan yang semakin maju dalam pendidikan Islam harus dipandang sebagai tantangan yang penuh perjuangan. Oleh karena itu, perlu perencanaan kegiatan pendidikan yang strategis. Strategi tersebut diwujudkan dalam program pendidikan, mengintegrasikan pendidikan agama dengan ilmu pengetahuan umum, atau memberi napas keimanan dan ketakwaan kepada Allah pada setiap bidang studi pendidikan umum di semua jenjang sekolah atau madrasah. Khusus mengenai metode pendidikan Islam, sasaran prosesnya tidak hanya terbatas pada masalah internalisasi dan transformasi nilai-nilai agama atau tidak saja mengajarkan agama tetapi juga ilmu dan teknologi. Metode pendidikan Islam adalah jalan yang harus dilalui bahwa faktor iman dan kemampuan bertakwa dalam perilaku pribadi dan sosial, dijadikan pusat program kurikuler, baik di lembaga pendidikan umum maupun keagamaan. Tidak ada sebuah metode apa pun yang dianggap paling efektif tanpa dikaitkan dengan kemampuan pendidikan dalam penerapannya. Oleh karena itu, pendidikan profesional keguruan yang menjadikan produknya memiliki kompetensi sebagai guru yang profesional, menjadi lebih penting lagi. Pendidikan secara metodologis merupakan serangakaian proses berdasarkan kaidah-kaidah teknologi, kemudian disiapkan seperangkat instrumen untuk memproses metode tersebut seefektif mungkin. Jadi, jelas bahwa suatu jenis metode yang efektif dan efisien direncanakan kaum teknolog didasarkan atas pola dan mekanisme mesin-mesin. Pada era kehidupan saat ini masyarakat banyak menyerahkan pendidikan anak-anaknya kepada sekolah, padahal saat ini banyak terjadi krisis kependidikan yang dikaitkan dengan faktor moralitas dan keterampilan yang kurang siap pakai dalam dunia kerja. Umat manusia perlu berani melakukan terobosan-terobosan baru dalam menerapkan sistem dan metode yang mampu mengintegrasikan antara iman dan ilmu serta teknologi modern. Inilah yang menjadi problem pokok dalam strategi pendidikan Islam masa kini dan akan datang. Krisis pendidikan itu pada hakikatnya bersumber dari krisis nilai-nilai dalam masyarakat yang belum menemukan metode efektif. Nilai-nilai yang sangat rawan AMZAH Bab 2 Pendidikan Islam 51 terhadap dampak Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) tersebut adalah nilai-nilai kultural yang sifat dasarnya relatif, berubah-ubah sesuai kecenderungan masyarakat. Untuk itu, sistem dan metode pendidikan Islam yang seharusnya antara materi, metode, dan tujuan pendidikan harus saling berkaitan dan mengembangkan sehingga benar-benar efektif (tepat guna) dan efisien (berhasil guna), konsisten, dan relevan dengan tujuan akhir pendidikan Islam yang hendak dicapai dan tentunya tanpa mengenyampingkan peran guru dan rohnya guru dalam mengajar. AMZAH 52 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam A. FILOSOFI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI Anak merupakan orang yang dianggap belum mampu bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri di bawah tanggung jawab orang lain, yaitu keluarga (orangtua), masyarakat, dan pemerintah (negara).1 Anak lahir ke dunia sebagai tabularasa, atau lembar kosong menurut John Locke. Anak sebagai lembaran kosong (children as blank tablets) mengasumsikan tidak ada kode genetik atau watak bawaan lahir, yaitu anak lahir tanpa kecenderungan apa pun terhadap perilaku apa pun kecuali sifat-sifat dasar yang mencirikan manusia pada umumnya. Bagaimana anak menjadi sesuatu nantinya bergantung semata-mata kepada hakikat dan kualitas pengalaman. Dengan kata lain, lingkungan adalah penentu mereka. Perspektif “lembaran kosong” mempunyai beberapa implikasi bagi pengajaran dan pengasuhan anak. Jika anak dipandang seperti wadah kosong yang harus diisi pengalaman baik, menjadi tugas guru untuk mengisinya, yaitu menyajikan pengetahuan tanpa perlu menimbang kebutuhan, minat, atau kesiapan untuk belajar. Yang terpenting adalah anak belajar apa pun yang diajarkan padanya. Anak menjadi apa yang orang dewasa perbuat kepada mereka.2 1 Rahmat Rosyadi, Pendidikan Islam dalam Pembentukan Karakter Anak Usia Dini, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013, hlm. 32. 2 George S. Morrison, Pendidikan Usia Dini Saat Ini, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016, hlm. 216–217. PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI BAB 3 AMZAH Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 53 Selain itu, anak dipandang oleh Rousseau dan Froebel sebagai tanaman yang bertumbuh (children as growing plants), dan guru dan orangtua berperan layaknya tukang kebun. Ini sebabnya Froebel menamai programnya kindergarten yaitu “garden of children” atau taman/kebun anak-anak. Kelas dan rumah adalah kebun bahwa anak tumbuh dan menjadi dewasa dalam harmoni pola pertumbuhan alami mereka. Ketika anak bertumbuh kembang menjadi semakin dewasa, mereka menyingkapkan (unfolding) dirinya, layaknya bunga yang mekar di dalam kondisi yang tepat. Dengan kata lain, akan menjadi apa anak nantinya adalah hasil dari pertumbuhan alami dan sebuah lingkungan yang membuatnya tumbuh. Dua kunci utama penyingkapan alamiah ini adalah bermain dan kesiapan. Isi dan proses pembelajaran dimasukkan ke dalam permainan, dengan bahan dan aktivitas pembelajaran dimasukkan dalam permainan, ketika bahan dan aktivitas pembelajaran dirancang untuk mempromosikan permainan. Kurangnya kesiapan untuk belajar mengindikasikan bahwa anak belum cukup matang dan proses alamiah “penyingkapan” diri belum terjadi. Selanjutnya, anak dipandang sebagai properti (children as property) sudah lama muncul dalam sejarah. Dasarnya adalah anak merupakan properti orangtuanya atau lembaga sosial tertentu. Pandangan ini dijustifikasi sebagian oleh ide, sebagai pencipta anak, orangtua memiliki hak atas diri mereka dan masa depannya. Orangtua memiliki otoritas luas dan yurisdiksi pasti atas anakanaknya. Definisi anak usia dini menurut National Association for the Education Young Children (NAEYC) menyatakan bahwa anak usia dini atau “early childhood” merupakan anak yang berada pada usia nol sampai delapan tahun. Pada masa tersebut merupakan proses pertumbuhan dan perkembangan dalam berbagai aspek dalam rentang kehidupan manusia. Proses pembelajaran terhadap anak harus memperhatikan karakteristik yang dimiliki dalam tahap perkembangan anak.3 3 Ahmad Susanto, Pendidikan Anak Usia Dini: Konsep dan Teori, Jakarta: Bumi Aksara, 2017, hlm. 1. AMZAH 54 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Masa usia dini merupakan masa paling penting untuk sepanjang kehidupannya, masa usia dini adalah masa pembentukan fondasi dan dasar kepribadian yang akan menentukan pengalaman selanjutnya. Demikian pentingnya usia dini, kebutuhan anak usia dini mutlak dipenuhi. Perubahan dalam satu dimensi akan mempengaruhi dimensi lainnya. Banyak para ahli yang menilai bahwa periode 5 tahun sejak kelahiran akan menentukan perkembangan selanjutnya. Baik ahli pendidikan, pakar psikologi anak, maupun kalangan ahli gizi melihat betapa pentingnya pemberian pengasuhan dan pemenuhan kebutuhan bagi anak usia dini.4 Anak usia dini adalah usia 0–7 tahun disebut sebagai masa anak kecil (masa bermain) usia 7–14 tahun disebut masa anak-anak (masa belajar atau masa sekolah rendah).5 Anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai usia 6 tahun. Usia ini merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan dan kepribadian anak. Usia dini merupakan usia ketika anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Usia dini merupakan periode awal yang paling penting dan mendasar dalam sepanjang rentang pertumbuhan serta perkembangan kehidupan manusia. Masa ini ditandai oleh berbagai periode yang mendasar dalam kehidupan anak selanjutnya sampai periode akhir perkembangannya. Salah satu periode yang menjadi penciri masa usia dini adalah the golden age atau periode keemasan.6 Anak usia dini merupakan usia yang paling penting dalam membentuk potensi yang dimiliki anak. Potensi jasmani, rohani, maupun akal dan keterampilan akan berkembang menjadi lebih baik ketika dibina sejak usia dini ini. Sejak dalam kandungan, orangtua hendaknya sudah harus merawat anak dengan baik. Memperhatikan hal-hal yang akan memengaruhi tumbuh kembang anak sehingga ia akan tumbuh normal. Begitu pula ketika lahir, orangtua harus mengetahui bagaimana cara merawat, memelihara, menjaga, mengasuh, dan 4 Hasnida, Analisis Kebutuhan Anak Usia Dini, Jakarta: Luxima, 2014, hlm. 1. 5 Yedi Kurniawan, Pendidikan Anak Sejak Dini Hingga Masa Depan (Tinjauan Islam dan Permasalahannya), Jakarta: CV Firdaus, 1992, hlm. 16. 6 Novan Ardy Wiyani & Barnawi, Format PAUD: Konsep, Karakteristik, & Implementasi Pendidikan Anak Usia Dini, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2016, hlm. 32. AMZAH Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 55 mendidik mereka. Jika ada hal-hal yang belum diketahui tentang bagaimana cara merawat, menjaga, mengasuh, memelihara, dan mendidik anak-anak, orangtua harus belajar.7 Masa anak menjadi masa yang paling tepat untuk menginternalisasikan nilai-nilai yang diyakini kemanfaatannya, agar dapat diaplikasikan dalam kehidupannya. Pada masa usia anak-anak, seseorang memiliki nuansa spesifik dan kondisi yang “siap” untuk merespons input-input baru. Robert Havighurst sebagaimana dikutip oleh Muhibbin Syah, menjelaskan ciri-ciri utama masa anak-anak late childhood, yang berlangsung antara usia 6 sampai 12 tahun, yaitu sebagai berikut. Memiliki dorongan untuk keluar dari rumah dan memasuki kelompok sebaya (peer group). Keadaan fisik yang memungkinkan atau mendorong anak memasuki dunia permainan dan pekerjaan yang membutuhkan keterampilan jasmani. Memiliki dorongan mental untuk memasuki dunia konsep, logika, simbol, dan komunikasi yang luas. Ciri tersebut akan memberikan dampak pada pertumbuhan dan perkembangan anak yang siap untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan yang ada di sekitarnya, khususnya lingkungan keluarga. Sebab itu, ke mana pun anak bercengkerama dan berpetualang dengan lingkungannya, ia akan senantiasa merindukan dan berharap dari lingkungan keluarganya.8 Pendidikan masa kanak-kanak memegang peran penting dan sangat esensial memberikan pengaruh yang sangat dalam, yang mendasari proses pendidikan dan perkembangan anak selanjutnya. Freud memandang usia lima tahun pertama pada masa kanak-kanak sebagai masa terbentuknya kepribadian dasar individu.9 Setiap anak yang dilahirkan mempunyai fitrah Ilahiah, yaitu kekuatan untuk mendekati Tuhan dan cenderung berperilaku baik. Ibarat bangunan, fitrah adalah fondasi sehingga bangunan (manusia) yang berdiri di 7 Helmawati, Mengenal dan Memahami PAUD, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015, hlm. 41–42. 8 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010, hlm. 48. 9 Eti Nurhayati, Psikologi Pendidikan Inovatif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011, hlm. 3. AMZAH 56 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam atasnya mestinya adalah bangunan kebaikan dan jika terjadi sebaliknya, pasti ada faktor penyebabnya.10 Anak merupakan amanah yang harus ditunaikan oleh orangtuanya, anak pada usia dini hatinya masih suci, bersih putih. Ia bagaikan permata yang berharga lagi indah terbebas dari semua kotoran dan kontaminasi, ia siap dipola, diwarnai, dan mempunyai sifat yang cenderung untuk mengikuti siapa yang mempengaruhinya. Seandainya ia berbuat baik, kebaikan itu tidak hanya akan kembali kepada dirinya, namun juga kepada orangtuanya dan setiap pendidik yang telah mendidiknya. Sebaliknya, ia berbuat kejahatan maka kejahatan itu tidak hanya akan kembali kepada dirinya saja, namun kepada pendidik yang mendidiknya. Bagi para pendidik selayaknyalah untuk mengetahui fase-fase perkembangan anak agar dalam melaksanakan pendidikan kepada anak tidak jauh dari kesadaran yang diharapkan. Dengan mengetahui fase-fase perkembangan akan memudahkan untuk mempelajari dan memahami jiwa anak. PAUD sebagai pendidikan yang diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, memiliki kelompok sasaran anak usia 0–6 tahun yang sering disebut sebagai masa emas perkembangan. Di samping itu, pada usia ini anakanak masih sangat rentan yang apabila penanganannya tidak tepat justru dapat merugikan anak itu sendiri. Oleh karena itu, penyelenggaraan PAUD harus memperhatikan dan sesuai dengan tahap-tahap perkembangan anak.11 PAUD adalah usaha sadar dan terprogram dalam memberikan stimulasi edukatif yang ditujukan untuk menumbuhkembangkan potensi anak usia 0–6 tahun secara optimal di lembaga PAUD. Potensi yang ditumbuhkan secara optimal, yaitu potensi fisik anak usia dini yang mencakup motorik kasar dan motorik halus. Namun, potensi yang dikembangkan mencakup potensi, di antaranya, yaitu agama, moral, intelektual (kognitif), bahasa, seni, sosial, dan emosi.12 10 Munif Chatib, Orangtuanya Manusia, Bandung: Kaifa, 2012, hlm. 24. 11 Mukhtar Latif, Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta: Kencana, 2016, hlm. 3. 12 Novan Ardy Wiyani, Kapita Selekta PAUD: Alternatif-Solusi Problematika Penyelenggaraan PAUD, Yogyakarta: Gava Media, hlm. 181. AMZAH Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 57 Pada hakikatnya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan pendidikan yang diselenggarakan dengan tujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh atau menekankan pada pengembangan seluruh aspek kepribadian anak. Oleh karena itu, PAUD memberi kesempatan kepada anak untuk mengembangkan kepribadian dan potensi secara maksimal. Konsekuensinya, lembaga PAUD perlu menyediakan berbagai aspek perkembangan, seperti: kognitif, bahasa, sosial, emosi, fisik, dan motorik. Secara institusional, PAUD juga dapat diartikan sebagai salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan, baik koordinasi motorik (halus dan kasar), kecerdasan emosi, kecerdasan jamak, maupun kecerdasan spiritual. Sesuai dengan keunikan dan pertumbuhan anak usia dini, penyelenggaraan pendidikan bagi anak usia dini disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini itu sendiri.13 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) diarahkan untuk memfasilitasi tumbuh kembang anak secara sehat dan optimal sesuai dengan nilai, norma, dan harapan masyarakat. Pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia.14 Pendidikan tersebut dilakukan melalui pemberian pengalaman dan rangsangan yang kaya dan maksimal. Oleh karena itu, diperlukan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.15 Pendidikan anak usia dini dapat dimaknakan sebagai semua proses yang mengarah pada bantuan pemeliharaan jiwa manusia untuk selalu berada dalam kemaslahatan hidup, baik di dunia maupun di akhirat, dan membantu agar fitrah yang merupakan kecakapan potensial yang dibawa sejak kelahirannya 13 Suyadi & Maulidya Ulfah, Konsep Dasar PAUD, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015, hlm. 17. 14 M. Ihsan Dacholfany, Inisiasi Strategi Manajemen Lembaga Pendidikan Islam dalam Daya Manusia Meningkatkan Mutu Sumber Islami di Indonesia dalam Menghadapi Era Globalisasi, Jurnal At-Tajdid, Volume 1, No. 1 Januari–Juni 2017, hlm. 12. 15 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Model Penyelenggaraan PAUD Terpadu dengan Perpustakaan Mainan, Balai Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal Regional I, Medan, 2011, hlm. 1. AMZAH 58 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam dapat berkembang secara maksimal sesuai dengan ketentuan dalam syariat Islam.16 Adapun definisi pendidikan anak usia dini, para ahli memaparkan tentang definisi pendidikan anak usia dini, di antaranya sebagai berikut.17 Jean Jacques Rousseau, menyarankan bahwa pendidikan anak usia dini hendaklah “kembali ke alam” (a return to nature) dan pendekatan yang digunakan bersifat alamiah yang dikenal dengan “naturalisme”, dalam artian bahwa anak akan berkembang tanpa hambatan. Dengan pendidikan yang bersifat alamiah akan menghasilkan dan memacu berkembangnya kualitas semacam kebahagiaan, spontanitas, dan rasa ingin tahu. Friederich Wilhelm Froebel. Beliau dikenal karena menciptakan “Garden of Children atau Kindergarten” (Taman Kanak-Kanak) pandangan Froebel terhadap pendidikan merupakan sarana untuk membantu perkembangan anak secara wajar. Ia menggunakan taman sebagai suatu simbol dari pendidikan anak. Selain itu, pendidikan TK harus mengikuti sifat dari anak, bermain dipandang sebagai suatu metode dari pendidikan dan cara dari anak untuk meniru kehidupan orang dewasa dengan wajar. Kurikulum yang dirancang oleh Froebel meliputi pekerjaan, kegiatan seni dan keahlian dengan bermain lilin (clay), kayu dan kotak-kotak, juga dengan menggunting-gunting kertas, menganyam, melipat kertas serta menusuk-nusuk kertas. Adapun kegiatan lain menyanyi, bermain, berbahasa, dan aritmatika. Maria Montessori, beliau adalah dokter dan antropolog wanita Italia yang pertama. Montessori memandang bahwa perkembangan anak usia dini merupakan suatu proses yang berkesinambungan. Ia juga memahami bahwa pendidikan merupakan aktivitas diri, mengarah pada pembentukan disiplin pribadi, kemandirian, dan pengarahan diri. Montessori menyebut sekolahnya dengan Casa Dei Bambini atau rumah anak. Adapun tujuan utama dari pendidikan ialah perkembangan secara individual yang menitikberatkan pada 16 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, Cet. ke-2, 2004, hlm. 9. 17 Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Prasekolah, Jakarta: Rineka Cipta, 2003, hlm. 3. AMZAH Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 59 perkembangan fisik, sosial, emosional, dan keterampilan intelektual yang meliputi: pengembangan konsentrasi, keterampilan mengamati, kesadaran memahami tingkatan dan urutan, koordinasi, kesadaran dalam melakukan persepsi dan keterampilan membaca dan menulis, terbiasa dengan hal-hal yang bersifat seni yang kreatif, memahami dunia alam lingkungan, memahami ilmu sosial, berpengalaman dengan keterampilan yang bersifat teknik menyelesaikan masalah. J. McVicker Hunt, menyatakan bahwa dalam pendidikan prasekolah hendaklah sering melakukan program intervensi, program ini akan dapat meningkatkan pengalaman anak, baik melalui pengamatan maupun percakapan. Adapun tokoh-tokoh mutakhir dalam bidang PAUD, di antaranya sebagai berikut. 1. Constance Kamii, menurut beliau pendidikan harus didasarkan pada tujuan jangka panjang suatu perkembangan dari seluruh kepribadian, khususnya ditekankan pada perkembangan intelektual dan moral. Bahwa konsep autonomy merupakan tujuan dari semua aspek bentuk pendidikan. Ia yakin bahwa anak-anak sebaiknya mengetahui apakah pekerjaan yang dilakukan benar atau salah tanpa banyak bergantung kepada orang dewasa. 2. David Elkind, menurut beliau bahwa anak-anak membutuhkan dukungan yang kuat untuk bermain dan berkegiatan yang dipilih sendiri dengan tujuan untuk dapat bertahan dalam stres yang ada sekarang dalam lingkungan anak. Beliau percaya bahwa anak-anak tidak dapat dipersiapkan untuk menghadapi stres dengan mengalami lebih dahulu pada awal kehidupan mereka. Elkind mengingatkan akan bahaya terhadap pemaksaan anakanak yang terlalu muda dengan tugas akademik yang belum waktunya. 3. Lilian Katz, menitikberatkan PAUD pada proses belajar mengajar. Selain itu, tugas guru ialah memikirkan tentang dampak pendidikan terhadap pengalaman anak. Bagi Katz sekolah merupakan tempat pemerolehan pengetahuan, sikap, keterampilan, dan watak.18 18 Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Prasekolah, Jakarta: Rineka Cipta, 2003, hlm. 14. AMZAH 60 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Pada saat perkembangan tertentu, anak-anak secara umum memperlihatkan ciri-ciri dan tingkah laku yang hampir sama, kecuali pada pribadi tertentu. Karena itu, para psikolog membagi masa perkembangan ke dalam beberapa fase. Para psikolog ini membagi fase-fase perkembangan ini secara berbeda-beda sesuai dengan dasar pemikiran dan latar belakang serta kepentingannya masing-masing. Pada masa pra operasional proses berpikir anak berpusat kepada penguasaan simbol-simbol (kata-kata) yang mampu mengungkapkan pengalaman masa lalu. Menurut pandangan orang dewasa cara berpikir dan tingkah laku anak tidak logis, dan masa operasional konkret proses bahwa anak telah mampu membedabedakan sifat dalam mengenal bagian-bagiannya, sudah mulai berpikir secara abstrak dan mencapai tingkat berpikir abstrak dan pengamatannya sudah nyata. Anak usia dini tidak dapat melihat sesuatu dari pandangan orang lain, pada tahap ini sifat egosentrisme (mementingkan diri sendiri) bukanlah sesuatu yang negatif, tetapi merupakan suatu proses perkembangan yang normal. Pada periode itulah diletakkan dasar struktur perilaku kompleks yang dibangun sepanjang kehidupan anak. Aktivitas anak yang berhubungan langsung dengan bendabenda yang konkret merupakan makanan bagi kecerdasan anak. Kewajiban orangtua, guru, atau orang dewasa lainnya untuk menyediakan kemungkinan yang optimal bagi perkembangan anak, baik di rumah maupun sekolah.19 B. ASPEK PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang masih harus dikembangkan. Anak memiliki karakteristik tertentu yang khas dan tidak sama dengan orang dewasa, mereka selalu aktif, dinamis, antusias, dan ingin tahu terhadap apa yang dilihat, didengar, dirasakan, mereka seolah-olah tidak pernah bereksplorasi dan belajar. Anak bersifat egosentris, memiliki rasa ingin tahu secara alamiah, merupakan makhluk sosial, unik, kaya dengan fantasi, memiliki daya perhatian yang pendek, dan merupakan masa yang paling potensial untuk belajar.20 19 Kartini Kartono, Mengenal Dunia Kanak-Kanak, Jakarta: Rajawali, 1985, Cet. ke-1, hlm. 62. 20 Mursid, Belajar dan Pembelajaran PAUD, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015, hlm. 33–34. AMZAH Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 61 Pada rentang usia lahir sampai 6 tahun anak mengalami masa keemasan (the golden years) yang merupakan masa ketika anak mulai peka/sensitif untuk menerima berbagai rangsangan. Masa peka adalah masa terjadinya kematangan fungsi fisik dan psikis, masa peka anak masing-masing berbeda, seiring dengan laju pertumbuhan dan perkembangan anak secara individual. Masa ini juga merupakan masa peletak dasar pertama untuk mengembangkan kemampuan kognitif, sosio emosional, gerak motorik, bahasa pada anak usia dini. Usia dini merupakan masa perkembangan yang sangat menentukan masa depan bangsa.21 Anak usia dini merupakan masa yang tepat untuk melakukan pendidikan. Pada masa ini anak sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang luar biasa. Anak belum memiliki pengaruh negatif yang banyak dari luar atau lingkungannya. Dengan kata lain, orangtua maupun pendidik akan lebih mudah mengarahkan anak menjadi lebih baik. Anak usia dini merupakan masa yang sangat cemerlang untuk dilakukan dan diberikan pendidikan. Banyak ahli menyebutnya masa tersebut sebagai golden age, yaitu masa-masa keemasan yang dimiliki oleh seorang anak, atau masa bahwa anak mempunyai potensi yang sangat besar untuk berkembang. Pada usia ini 90% dari fisik otak anak sudah terbentuk.22 Setiap organisme pasti mengalami peristiwa perkembangan selama hidupnya. Perkembangan ini meliputi seluruh bagian dengan keadaan yang dimiliki oleh organisme ini, baik yang bersifat konkret maupun yang bersifat abstrak. Jadi, arti peristiwa perkembangan itu, khususnya perkembangan manusia, tidak hanya tertuju pada aspek psikologis saja, tetapi juga aspek biologis. Perkembangan merupakan suatu perubahan, dan perubahan ini tidak bersifat kuantitatif, melainkan kualitatif. Perkembangan tidak ditekankan segi material, melainkan pada segi fungsional.23 21 Yuliani Nurani Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta: PT Indeks, 2009, hlm. 2. 22 Maimunah Hasan, Pendidikan Anak Usia Dini, Yogyakarta: Diva Press, 2009, hlm. 30. 23 Ahmad Susanto, Perkembangan Anak Usia Dini: Pengantar dalam Berbagai Aspeknya, Jakarta: Kencana, 2011, hlm. 19. AMZAH 62 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Salah satu ciri tertentu masa bayi merupakan ciri khas yang membedakannya dengan periode-periode lain dalam rentang kehidupan, demikian pula halnya dengan ciri tertentu dari periode awal masa kanak-kanak. Dalam kehidupan anak ada 2 proses yang beroperasi secara continue, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Kedua proses ini berlangsung secara independen, saling bergantung satu dengan yang lainnya. Kedua proses ini tidak berlaku dipisahkan dalam bentuk yang murni dan berdiri sendiri. Agar lebih mudah dipahami, penulis akan memberikan pengertian tentang pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik, yang berlangsung secara normal pada diri anak yang sehat dalam waktu tertentu.24 Perkembangan adalah perubahan-perubahan yang dialami individu atau organisme menuju kedewasaannya atau kematangannya yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan, baik fisik maupun psikis.25 Selain itu, arti pertumbuhan (growth) menunjuk pada perubahan kuantitatif, yaitu yang dapat dihitung dan diukur, seperti panjang atau berat tubuh. Akan tetapi, perkembangan tidak terbatas pada pengertian pertumbuhan yang semakin membesar, melainkan di dalamnya juga terkandung serangkaian perubahan yang berlangsung secara terus-menerus dan bersifat tetap dari fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah yang dimiliki individu menuju ke tahap kematangan melalui pertumbuhan, pematangan, dan belajar.26 Perkembangan anak usia dini yang terentang antara usia empat sampai dengan enam tahun merupakan bagian dari perkembangan manusia secara keseluruhan. Anak merupakan bagian terpenting dari seluruh proses pertumbuhan manusia, pada masa anak-anaklah sesungguhnya nilai karakter dasar seseorang dibentuk. Berkualitas atau tidaknya seseorang di masa dewasa sangat dipengaruhi oleh proses pengasuhan dan pendidikan yang diterima di masa kanak-kanaknya. 24 Zusy Aryanti, Psikologi Perkembangan, Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2015, hlm. 3. 25 Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000, Cet. ke-1, hlm. 15. 26 Desmita, Psikologi Perkembangan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013, hlm. 4–5. AMZAH Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 63 Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi pembentukan dan pertumbuhan anak adalah orangtua, sekolah, dan lingkungan yang ketiganya saling berkaitan. Terdapat 6 aspek perkembangan anak usia dini, yaitu sebagai berikut. 1. Kesadaran personal. Permainan yang kreatif memungkinkan perkembangan kesadaran personal. Bermain mendukung anak untuk tumbuh secara mandiri dan memiliki kontrol atas lingkungannya. Melalui bermain, anak dapat menemukan hal yang baru, bereksplorasi, meniru, dan mempraktikkan kehidupan sehari-hari sebagai sebuah langkah dalam membangun keterampilan menolong dirinya sendiri, keterampilan ini membuat anak merasa kompeten. 2. Pengembangan emosi. Melalui bermain, anak dapat belajar menerima, berekspresi dan mengatasi masalah dengan cara yang positif. Bermain juga memberikan kesempatan pada anak untuk mengenal diri mereka sendiri dan untuk mengembangkan pola perilaku yang memuaskan dalam hidup. 3. Membangun sosialisasi. Bermain memberikan jalan bagi perkembangan sosial anak ketika berbagi dengan anak lain. Bermain adalah sarana yang paling utama bagi pengembangan kemampuan bersosialisasi dan memperluas empati terhadap orang lain serta mengurangi sikap egosentrisme. Bermain dapat menumbuhkan dan meningkatkan rasa sosialisasi anak. Melalui bermain anak dapat belajar perilaku prososial seperti: menunggu giliran, kerja sama, saling membantu, dan berbagi. 4. Pengembangan komunikasi. Bermain merupakan alat yang paling kuat untuk membelajarkan kemampuan berbahasa anak. Melalui komunikasi inilah anak dapat memperluas kosakata dan mengembangkan daya penerimaan serta pengekspresian kemampuan berbahasa mereka melalui interaksi dengan anak-anak lain dan orang dewasa pada situasi bermain spontan. 5. Pengembangan kognitif. Bermain dapat memenuhi kebutuhan anak untuk secara aktif terlibat dengan lingkungan, untuk bermain dan bekerja dalam menghasilkan suatu karya, serta untuk memenuhi tugas-tugas perkembangan kognitif lainnya. Selama bermain, anak menerima pengalaman baru, memanipulasi bahan dan alat, berinteraksi dengan orang lain dan mulai AMZAH 64 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam merasakan dunia mereka. Bermain menyediakan kerangka kerja pada anak untuk mengembangkan pemahaman tentang diri mereka sendiri, orang lain dan lingkungan. 6. Pengembangan kemampuan motorik. Bermain memberikan kesempatan yang luas untuk bergerak pada anak, pengalaman belajar untuk menemukan aktivitas sensori motor, yang meliputi penggunaan otot-otot besar dan kecil memungkinkan anak untuk memenuhi perkembangan perseptual motorik.27 Tabel 1.1. Tingkat Pencapaian Perkembangan Kelompok Usia 4 Tahun – ≤6 Tahun28 Usia 4–<5 Tahun Usia 5–≤6 Tahun I. Nilai-Nilai Agama dan Moral - Mengenal Tuhan melalui agama yang dianutnya. - Meniru gerakan beribadah. - Mengucapkan doa sebelum dan sesudah melakukan sesuatu. - Mengenal perilaku baik/ sopan dan buruk. - Membiasakan diri berperilaku baik. - Mengucapkan salam dan membalas salam. - Mengenal agama yang dianut. - Membiasakan diri beribadah. - Memahami perilaku mulia (jujur, penolong, sopan, dan hormat). - Membedakan perilaku baik dan buruk. - Mengenal ritual dan hari besar agama. - Menghormati agama orang lain. 27 Yuliani Nurani Sujono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta: PT Indeks, 2009, hlm. 62. 28 Novan Ardy Wiyani & Barnawi, Format PAUD: Konsep, Karakteristik, & Implementasi Pendidikan Anak Usia Dini, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2016, hlm. 193–197. No. Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapaian Perkembangan AMZAH Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 65 II. Fisik Motorik Kasar - Menirukan gerakan binatang, pohon tertiup angin, pesawat terbang, dan sebagainya. - Melakukan gerakan menggantung atau bergelayut. - Melakukan gerakan melompat, meloncat, dan berlari secara terkoordinasi. - Melempar sesuatu secara terarah. - Menangkap sesuatu secara tepat. - Melakukan gerakan antisipasi. - Menendang sesuatu secara terarah. - Memanfaatkan alat permainan di luar kelas. - Melakukan gerakan tubuh secara terkoordinasi untuk melatih kelenturan, keseimbangan, dan kelincahan. - Melakukan koordinasi gerakan kaki, tangan, kepala dalam menirukan tarian atau senam. - Melakukan permainan fisik dengan aturan. - Terampil menggunakan tangan kanan dan kiri. - Melakukan kegiatan kebersihan diri. Motorik Halus - Membuat garis vertikal, horizontal, lengkung kiri/kanan, miring kiri/ kanan, dan lingkaran. - Menjiplak bentuk. - Mengoordinasikan mata dan tangan untuk melakukan gerakan yang rumit. - Melakukan gerakan manipulatif untuk menghasilkan suatu bentuk dengan menggunakan berbagai media. - Mengekspresikan diri dengan berkarya seni menggunakan berbagai media. - Menggambar sesuai gagasannya. - Meniru bentuk. - Melakukan eksplorasi dengan berbagai media dan kegiatan. - Menggunakan alat tulis dengan benar. - Menggunting sesuai dengan pola. - Menempel gambar dengan tepat. - Mengekspresikan diri melalui gerakan menggambar secara detail. AMZAH 66 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam III. Kognitif Pengetahuan Umum dan Sains - Mengenal benda berdasarkan fungsi (pisau untuk memotong, pensil untuk menulis). - Menggunakan bendabenda sebagai permainan simbolik (kursi sebagai mobil). - Mengenal gejala sebabakibat yang terkait dengan dirinya. - Mengenal konsep sederhana dalam kehidupan sehari-hari (gerimis, hujan, gelap, terang, temaram, dan sebagainya). - Mengkreasikan sesuatu sesuai dengan idenya sendiri. - Mengklasifikasikan benda berdasarkan fungsi. - Menunjukkan aktivitas yang bersifat eksploratif dan menyelidik (seperti apa yang terjadi ketika air ditumpahkan). - Menyusun perencanaan kegiatan yang akan dilakukan. - Mengenal sebab-akibat tentang lingkungannya (angin bertiup menyebabkan daun bergerak, air dapat menyebabkan sesuatu menjadi basah). - Menunjukkan inisiatif dalam memilih tema permainan (seperti: “ayo kita bermain pura-pura seperti burung”). - Memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Konsep Bentuk, Warna, Ukuran, dan Pola - Mengklasifikasikan benda berdasarkan bentuk atau warna atau ukuran. - Mengklasifikasikan benda ke dalam kelompok yang sama atau kelompok yang sejenis atau kelompok yang berpasangan dengan dua variasi. - Mengenal pola AB-AB dan ABC-ABC. - Mengurutkan 5 benda berdasarkan sesuai ukuran atau warna. - Mengenal perbedaan berdasarkan ukuran: “lebih dari”, dan “paling/ter”. - Mengklasifikasikan benda berdasarkan warna, bentuk, dan ukuran (tiga variasi). - Mengklasifikasikan benda yang lebih banyak ke dalam kelompok yang sama atau kelompok yang sejenis atau kelompok yang berpasangan yang lebih dari dua variasi. - Mengenal pola ABCDABCD dan mengurutkan benda berdasarkan ukuran dari yang paling kecil ke paling besar atau sebaliknya. AMZAH Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 67 Konsep Bilangan, Lambang Bilangan, dan Huruf - Mengetahui konsep banyak dan sedikit. - Membilang banyak benda satu sampai sepuluh. - Mengenal konsep bilangan. - Mengenal lambang bilangan. - Mengenal lambang huruf. - Menyebutkan lambang bilangan 1–10. - Mencocokkan bilangan dengan lambang bilangan. - Mengenal berbagai macam lambang huruf vokal dan konsonan. IV. Bahasa Menerima Bahasa - Menyimak perkataan orang lain. - Mengerti dua perintah yang diberikan bersamaan. - Memahami cerita yang dibacakan. - Mengenal perbendaharaan kata mengenai kata sifat (nakal, pelit, baik hati, berani, dan jelek). - Mengerti beberapa perintah secara bersamaan. - Mengulang kalimat yang lebih kompleks. - Memahami aturan dalam suatu permainan. Mengungkapkan Bahasa - Mengulang kalimat sederhana. - Menjawab pertanyaan sederhana. - Mengungkapkan perasaan dengan kata sifat (baik, senang, nakal, pelit, dan sebagainya). - Menyebutkan kata-kata yang dikenal. - Mengutarakan pendapat kepada orang lain. - Menyatakan alasan terhadap sesuatu yang diinginkan atau ketidaksetujuan. - Menceritakan kembali cerita/dongeng yang pernah didengar. - Menjawab pertanyaan yang lebih kompleks. - Menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi yang sama. - Berkomunikasi secara lisan, memiliki perbendaharaan kata, serta mengenal simbolsimbol untuk persiapan membaca, menulis, dan berhitung. - Menyusun kalimat sederhana dalam struktur lengkap (pokok kalimatpredikat-keterangan). - Memiliki lebih banyak kata-kata untuk mengekspresikan ide pada orang lain. - Melanjutkan sebagian cerita/dongeng yang telah diperdengarkan. AMZAH 68 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Keaksaraan - Mengenal simbol-simbol. - Mengenal suara-suara hewan/benda yang ada di sekitarnya. - Membuat coretan yang bermakna. - Meniru huruf. - Menyebutkan simbolsimbol huruf yang dikenal. - Mengenal suara huruf awal dari nama bendabenda yang ada di sekitarnya. - Menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi/huruf awal yang sama. - Memahami hubungan antara bunyi dan bentuk huruf. - Membaca nama sendiri. - Menuliskan nama sendiri. V. Sosial Emosional - Menunjukkan sikap mandiri dalam memilih kegiatan. - Mau berbagi, menolong, dan membantu teman. - Menunjukkan antusiasme dalam melakukan permainan kompetitif secara positif. - Mengendalikan perasaan. - Menaati aturan yang berlaku dalam suatu permainan. - Menunjukkan rasa percaya diri. - Menjaga diri sendiri dari lingkungannya. - Menghargai orang lain. - Bersikap kooperatif dengan teman. - Menunjukkan sikap toleran. - Mengekspresikan emosi yang sesuai dengan kondisi yang ada (senang, sedih, antusias, dan sebagainya). - Mengenal tata krama dan sopan santun sesuai dengan nilai sosial budaya setempat. - Memahami peraturan dan disiplin. - Menunjukkan rasa empati. - Memiliki sikap gigih (tidak mudah menyerah), bangga terhadap hasil karya sendiri. - Menghargai keunggulan orang lain. AMZAH Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 69 Pada dasarnya perkembangan perilaku mengikuti tahapan yang dilalui oleh setiap individu meskipun kecepatan setiap anak berbeda-beda. Karakteristik setiap individu berbeda satu dengan yang lainnya, namun pada dasarnya terdapat karakteristik tertentu yang mewarnai perilaku anak pada setiap tahapnya. Adapun ciri-ciri perkembangan anak usia dini adalah sebagai berikut. 1. Perkembangan Fisik Perkembangan fisik mengikuti hukum perkembangan yang disebut cephalocaudal dan proximodistal. Hukum cephalocaudal mengemukakan bahwa perkembangan dimulai dari kepala kemudian menyebar ke seluruh tubuh sampai ke kaki. Sementara itu, hukum proximodistal merupakan perkembangan bergerak dari pusat sumbu ke ujungnya atau dari sebagian yang dekat sumbu pusat tubuh ke bagian yang lebih jauh.29 Pertumbuhan selama awal masa kanak-kanak berlangsung lambat dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan masa bayi. Awal masa kanak-kanak merupakan masa pertumbuhan yang relatif seimbang meskipun terdapat perbedaan musim.30 Pada saat anak mencapai tahapan prasekolah (3–6 tahun) dan tahapan sekolah dasar (7–12 tahun) tampak ada ciri-ciri yang jelas berbeda antara usia bayi, usia prasekolah, dan usia sekolah dasar. Perbedaannya terletak dalam penampilan, proporsi tubuh, berat, panjang badan, dan keterampilan yang mereka miliki. Perkembangan fisik merupakan dasar dalam perkembangan mental, maksudnya perkembangan mental dapat berjalan dengan baik, apabila perkembangan fisik juga baik. Perkembangan jasmani dan rohani sangat erat kaitannya, begitu juga dengan perkembangan akal, erat hubungannya dengan perkembangan jasmani. 29 Ahmad Susanto, Pendidikan Anak Usia Dini: Konsep dan Teori, Jakarta: Bumi Aksara, 2017, hlm. 13. 30 Elizabeth B. Hurlock, alih bahasa oleh Med. Meitasari Tjandrasa dan Muslich Zarkasih, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Erlangga, 1980, hlm. 110. AMZAH 70 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam 2. Perkembangan Moral Istilah moral berasal dari kata Latin “Moris” yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan/nilai-nilai, atau tata cara kehidupan. Akan tetapi, moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai, atau prinsipprinsip moral. Perkembangan moral seorang anak sangat dipengaruhi oleh lingkungannya, terutama dari orangtuanya. Ia belajar untuk mengenal nilainilai dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Dalam mengembangkan moral anak, peranan orangtua sangatlah penting, terutama pada waktu anak masih kecil. Adapun proses perkembangan moral anak dapat berlangsung melalui beberapa cara, yaitu di antaranya: a. pendidikan langsung, yaitu melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku yang salah dan benar, atau baik dan buruk oleh orangtuanya, guru, atau orang dewasa lainnya; b. identifikasi, yaitu dengan cara mengidentifikasi atau meniru penampilan atau tingkah laku moral seseorang yang menjadi idolanya (seperti orangtua, guru, kiai, artis, atau orang dewasa lainnya); c. proses coba-coba (trial and error), yaitu dengan cara mengembangkan tingkah laku moral secara coba-coba. Tingkah laku yang mendapatkan pujian atau penghargaan akan terus dikembangkan, sementara tingkah laku yang mendatangkan hukuman atau celaan akan dihentikan.31 Proses penguatan, penghukuman, dan peniruan digunakan untuk menjelaskan perilaku moral seorang anak. Apabila anak diberi hadiah (penguatan) atas perilakunya, kemungkinan terbesar mereka akan mengulangi perilaku itu. Apabila anak dihukum (penghukuman) atas perilakunya, perilaku itu akan berkurang atau menghilang. Selain itu, anak memiliki kecenderungan meniru tindakan sang seseorang yang ia amati.32 31 Amirulloh Syarbini, Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016, hlm. 57–58. 32 John W. Santrock, Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup, alih bahasa Juda Damanik dan Ahmad Chusairi, Jakarta: Erlangga, 2002, hlm. 288. AMZAH Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 71 Adapun komponen-komponen dalam moralitas, yaitu di antaranya: a. afektif moralitas (moral affect). Afektif moralitas terdiri dari berbagai jenis perasaan seperti, perasaan bersalah dan malu, perhatian terhadap perasaan orang lain, tindakan benar dan salah yang memotivasi pemikiran dan tindakan moral; b. kognitif moralitas (moral reasoning). Kognitif moralitas merupakan pikiran yang ditunjukkan seseorang ketika memutuskan berbagai tindakan yang benar atau yang salah; c. perilaku moralitas (moral behavior). Perilaku moral mencerminkan bagaimana seseorang berperilaku ketika menghadapi suatu godaan untuk berdusta, curang, mencuri, atau melanggar aturan moral lainnya.33 3. Perkembangan Kognitif Istilah “cognitive” berasal dari kata “cognition” yang padanannya “knowing”, mengetahui. Dalam arti yang luas, cognition (kognitif) ialah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif menjadi populer sebagai salah satu domain atau wilayah/ranah psikologis manusia yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, dan keyakinan. Ranah kejiwaan dan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa.34 Kognitif adalah suatu proses berpikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Proses kognitif berhubungan dengan tingkat kecerdasan yang menandai seseorang dengan berbagai minat terutama sekali ditujukan kepada ide-ide dan belajar. 33 Novan Ardy Wiyani, Bina Karakter AUD, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013, hlm. 88. 34 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010, hlm. 65. AMZAH 72 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Pada dasarnya pengembangan kognitif dimaksudkan agar anak mampu melakukan eksplorasi terhadap dunia sekitar melalui pancaindranya, dengan pengetahuan yang didapatkannya tersebut anak akan dapat melangsungkan hidupnya dan menjadi manusia yang utuh sesuai dengan kodratnya sebagai makhluk Tuhan yang harus memberdayakan apa yang ada di dunia ini untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Adapun proses kognisi meliputi berbagai aspek, seperti persepsi, ingatan, pikiran, simbol, penalaran, dan pemecahan masalah. Sehubungan dengan hal ini Piaget berpendapat bahwa pentingnya guru mengembangkan kognitif pada anak, di antaranya adalah35 a. agar anak mampu mengembangkan daya persepsinya berdasarkan apa yang dilihat, di dengar dan dirasakan, anak akan memiliki pemahaman yang utuh dan komprehensif; b. agar anak mampu melatih ingatannya terhadap semua peristiwa dan kejadian yang pernah dialaminya; c. agar anak mampu mengembangkan pemikiran-pemikirannya dalam rangka menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa lainnya; d. agar anak mampu memahami simbol-simbol yang tersebar di dunia sekitarnya; e. agar anak mampu melakukan penalaran-penalaran, baik yang terjadi secara alamiah (spontan), maupun melalui proses ilmiah (percobaan); f. agar anak mampu memecahkan persoalan hidup yang dihadapinya, pada akhirnya anak akan menjadi individu yang mampu menolong dirinya sendiri. Kognitif seringkali diartikan sebagai kecerdasan atau berpikir. Kognitif adalah pengertian yang luas mengenai berpikir dan mengamati, merupakan tingkah laku yang mengakibatkan orang memperoleh pengetahuan, perkembangan kognitif menunjukkan perkembangan dari cara berpikir anak. Kemampuan anak mengkoordinasikan berbagai cara berpikir untuk menyelesaikan berbagai masalah dapat dipergunakan sebagai tolak ukur pertumbuhan kecerdasan. 35 Ahmad Susanto, Perkembangan Anak Usia Dini: Pengantar dalam Berbagai Aspeknya, Jakarta: Kencana, 2011, hlm. 47–48. AMZAH Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 73 Adapun tahap-tahap perkembangan menurut Piaget ini diringkas dalam Tabel 1.2. berikut.36 Tabel 1.2. Tahap Perkembangan Kognitif Piaget Tahap Usia/ Tahun Gambaran Sensorimotor 0–2 Bayi bergerak dari tindakan refleks instingtif pada saat lahir sampai permulaan pemikiran simbolis. Bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia melalui pengkoordinasian pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan fisik. Preoperational 2–7 Anak mulai mempresentasikan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar. Kata-kata dan gambar-gambar ini menunjukkan adanya peningkatan pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi sensor dan tindak fisik. Concrete Operational 7–11 Pada saat ini anak dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda. Formal Operational 11–15 Anak remaja berpikir dengan cara yang lebih abstrak dan logis, pemikiran lebih idealistik. Dalam proses perkembangan kognitif, Piaget mengatakan bahwa anak melewati empat tahap, yaitu sebagai berikut.37 a. Tahap sensorimotor. Berlangsung dari prakelahiran hingga usia kisaran 2 tahun. Dalam tahap ini bayi membentuk pemahaman tentang dunia dan mengoordinasikan pengalaman-pengalaman sensorik (seperti melihat, 36 Desmita, Psikologi Perkembangan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013, hlm. 46–47. 37 Zusy Aryanti, Psikologi Perkembangan, Yogyakarta: Kaukaba, 2015, hlm. 63–74. AMZAH 74 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam mendengar) dengan tindakan fisik, motorik, disebut sensorimotor. Pada awal tahapan ini, bayi yang baru lahir berusia 2 tahun mampu menghasilkan pola-pola sensorimotor yang kompleks dan menggunakan simbol-simbol primitif. Tahap sensorimotor dibagi menjadi dua subtahap. Refleks-refleks sederhana. Gerakan-gerakan bayi dikoordinasikan melalui gerakan refleks seperti gerakan menyusu. Awalnya bayi menunjukkan gerakan refleks hanya jika diberikan rangsangan untuk memunculkan gerakan refleks tersebut. Setelah itu, bayi akan melakukan gerakan menyusu ketika botol atau puting susu ibu berada di dekatnya. Bayi tersebut sedang mempelajari sebuah tindakan dan secara aktif sedang menyusun berbagai pengalaman pada bulan pertama hidupnya. b. Tahap praoperasional. Pada tahap ini berlangsung sekitar usia 2–7 tahun. Beberapa ciri khas yang dimiliki anak pada tahap pra operasional ini akan dijabarkan satu persatu. Tahap ini juga dibagi lagi menjadi dua tahap, yaitu sebagai berikut. 1) Pemikiran simbolis. Subtahap ini terjadi kira-kira antara usia dua sampai empat tahun. Dalam subtahap ini anak mulai dapat memahami simbolsimbol. Secara mental anak mulai dapat merepresentasikan objek yang tak hadir. Anak dapat menjelaskan atau bahkan memperagakan objek yang tidak ada di depan mata, tetapi terdapat dalam pikirannya. Penggunaan bahasa yang mulai berkembang dan kemunculan sikap bermain menunjukkan terjadi peningkatan kemampuan dalam berpikir secara simbolis. Misalnya, seorang anak yang sedang bermain perangperangan, menggunakan tongkat sebagai pedangnya, atau anak yang sedang menggambar pemandangan, dan terdapat burung yang sedang terbang, kemudian ditambahkan topi. Dalam imajinasinya, agar burung tidak kepanasan saat terbang. Anak mulai simbolisme ini sederhana tetapi kuat. Meskipun pada saat pertama menggambar burung, bentuknya sangat abstrak, tetapi anak memiliki makna tersendiri. 2) Pemikiran intuitif. Subtahap kedua dalam pemikiran praoperasional dimulai sekitar usia 4–7 tahun. Pada subtahap ini, anak merasa yakin terhadap apa yang mereka pikirkan. Piaget menyebut tahap ini sebagai “intuitif” karena anak-anak tampaknya merasa yakin terhadap AMZAH Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 75 pengetahuan dan pemahaman mereka, tetapi tidak menyadari bagaimana mereka bisa mengetahui apa-apa yang ingin mereka ketahui. Artinya, mereka mengatakan bahwa mereka tahu sesuatu tetapi mereka mengetahuinya tanpa menggunakan pemikiran rasional. c. Tahap operasional konkret. Tahap ini dimulai sekitar usia 7–11 tahun. Hal yang paling menonjol dalam tahap ini adalah kemampuan mencakup penggunaan operasi. Penalaran logika menggantikan penalaran intuitif, tetapi hanya dalam situasi konkret. Kemampuan untuk mengklasifikasikan sudah ada, tetapi belum bisa memecahkan problem-problem abstrak. Anak sudah memiliki kemampuan pengklasifikasian atau membagi sesuatu menjadi sub yang berbeda-beda dan memahami hubungannya. Penalaran terhadap pohon keluarga yang terdiri dari empat generasi mengungkapkan kemampuan operasional konkret. Pada tahap operasional konkret terdapat dua subtahap, yaitu 1) kemampuan memahami hubungan sebab-akibat; 2) kemampuan conservation. Kemampuan memahami hubungan sebab-akibat menurut Piaget, operasional konkret adalah tindakan mental atau pemikiran yang bisa dibalikkan yang berkaitan dengan objek konkret nyata. Anak bisa mengoordinasikan beberapa karakteristik, jadi bukan hanya fokus pada satu kualitas dari objek. Kemampuan conservation, yaitu bahwa secara mental anak dapat melakukan sesuatu yang sebelumnya hanya dapat dilakukan secara fisik, dan mereka dapat membalikkan operasi konkret ini. Misalnya, untuk menguji kemampuan persoalan conservation, anak diberi dua lempung berbentuk bola dengan ukuran sama. Sesudah itu, diubah salah satu bola lempung menjadi bentuk panjang dan ramping. Anak diberi pertanyaan mana lempung yang lebih banyak, yang berbentuk bola atau yang berbentuk panjang. Jika anak itu berusia 7 atau 8 tahun, besar kemungkinan mereka akan menjawab bahwa jumlah lempung dalam kedua bentuk adalah sama. Untuk menjawab problem ini dengan benar, anak harus membayangkan bahwa bola lempung bisa diremas-remas dibentuk ulang menjadi bentuk panjang dan kemudian bisa pula dikembalikan ke bentuk bola lagi. AMZAH 76 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam d. Tahap operasional formal. Pada tahap ini, yang muncul pada usia 11 sampai 15 tahun, yaitu remaja. Pada tahap ini, individu sudah mulai memikirkan pengalaman di luar pengalaman konkret, dan memikirkannya secara lebih abstrak, idealis, dan logis. Saat remaja berpikir secara lebih abstrak dan idealis, pada saat yang sama mereka juga mulai berpikir secara logis. Sebagai pemikir operasional formal, mereka juga mulai mirip ilmuwan. Mereka menyusun rencana untuk memecahkan masalah dan secara sistematis menguji solusinya. Perkembangan kognitif pada masa ini berada pada periode operasional, yaitu tahapan bahwa anak belum mampu menguasai operasi mental secara logis (kegiatan yang dilakukan atau diselesaikan secara mental bukan fisik).38 Mengenai perkembangan kognitif ini, pada tahun-tahun pertama ini baru sedikit yang berkembang, dan pada usia 4 tahun perkembangannya akan meningkat. Cara belajarnya melalui inisiatif, pengalaman dan juga pembiasaan belajar dari pengalaman. Di sini anak akan belajar terus mengenai hal-hal tertentu hingga menjadi suatu perilaku yang baku bagi anak. Adapun peran pendidik dalam meningkatkan kemampuan perkembangan kognitif, di antaranya meliputi: a. mendorong permainan anak; b. mempertanyakan pandangan-pandangan tradisional dari perkembangan kognitif anak; c. mengenali bahwa anak menyusun pengertian atau pemahamannya sendiri; d. mendiskusikan cara-cara pengelompokan atau penggolongan sesuatu; e. mengenali bahwa perhatian anak akan diarahkan pada apa yang penting dan relevan dengan mereka; f. membantu anak-anak menjadi menyadari tentang berbagai strategi untuk mengolah informasi; g. mendukung interaksi di antara anak-anak, dan di antara orang dewasa dan anak-anak; 38 Laurence E. Shapiro, Mengajarkan Emotional Intelligence Pada Anak, alih bahasa oleh Alex Tri Kantjono, Jakarta: Gramedia, 1994, Cet. IV, hlm. 180. AMZAH Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 77 h. mendorong anak-anak untuk mengenali hubungan antara konsep-konsep; i. memberikan contoh-contoh pemecahan masalah; j. mendiskusikan bagaimana cara masalah dapat diidentifikasi dan dipecahkan; k. meningkatkan pemikiran reflektif; l. mengakui pengaruh-pengaruh sosial dan budaya pada permainan dan pembelajaran; m. menganjurkan anak-anak menggunakan imajinasinya untuk berpartisipasi dalam pengalaman-pengalaman baru; n. merespons pertanyaan dan ide anak dengan anak dengan antusias dan berminat.39 4. Perkembangan Bahasa Nikmat paling besar yang dikhususkan Allah Ø bagi manusia, sekaligus yang membedakannya dari binatang adalah kemampuan mempelajari bahasa. Pada umumnya anak usia dini atau usia taman kanak-kanak, mereka sudah terampil dalam berbahasa. Sebagian besar mereka senang bicara, khususnya dalam kelompoknya. Selain diberi kesempatan untuk berbicara, sebaiknya anak diberi kesempatan pula untuk berlatih menjadi pendengar yang baik. Salah satu bidang pengembangan dalam pertumbuhan kemampuan dasar di taman kanak-kanak adalah pengembangan bahasa. Bahasa memungkinkan anak untuk menerjemahkan pengalaman ke dalam simbol-simbol yang dapat digunakan untuk berkomunikasi dan berpikir. Bahasa erat sekali kaitannya dengan perkembangan kognitif. Bahasa merupakan alat untuk mengekspresikan ide dan bertanya, dan bahasa juga menghasilkan konsep dan kategori-kategori untuk berpikir. Bahasa berkembang dimulai dengan peniruan bunyi dan meraban. Perkembangan selanjutnya berhubungan erat dengan perkembangan kemampuan intelektual dan sosial. Bahasa merupakan alat untuk berpikir. Berpikir merupakan 39 Rita Eka Izzaty, Perilaku Anak Prasekolah, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2017, hlm. 89–90. AMZAH 78 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam suatu proses memahami dan melihat hubungan. Proses ini tidak mungkin dapat berlangsung dengan baik tanpa alat bantu, yaitu bahasa. Bahasa juga merupakan alat berkomunikasi dengan orang lain dan kemudian berlangsung dalam suatu interaksi sosial. Belajar bahasa yang sangat krusial terjadi pada anak sebelum enam tahun. Oleh karena itu, taman kanak-kanak atau pendidikan prasekolah merupakan wahana yang sangat penting dalam mengembangkan bahasa anak. Anak memperoleh bahasa dari lingkungan keluarga dan lingkungan tetangga.40 Belajar dan menggunakan bahasa adalah salah satu tugas paling penting yang dilakukan oleh manusia. Bayi mempelajari bahasa pada usia dini dalam kehidupannya. Ia mendengar banyak suara yang berbeda dan memproduksi banyak bunyi, mulai dari menangis, menggumam lalu berceloteh. Anak kecil dapat mengerti bahasa sebelum ia mengekspresikan dirinya. Pada umumnya anak yang berusia 18 bulan akan mengerti permintaan tetapi tidak mampu merespons dalam kata-kata. Ketika anak tumbuh besar, penguasaan dan penggunaan bahasanya bertambah. Pada usia 1 tahun, kebanyakan anak sudah memiliki banyak kata yang dapat diidentifikasikan, biasanya kata benda. Pada tahun ketiga, ia sudah memiliki perbendaharaan beratus-ratus kata. Bahasa adalah bagian yang penting dari komunitas dan sangat penting dalam mewariskan tradisi, sama pentingnya untuk membantu mengekspresikan cinta, kasih sayang, dan nilai-nilai budaya bahwa anak bertumbuh kembang.41 Anak prasekolah biasanya telah mampu mengembangkan keterampilan bicara melalui percakapan yang dapat memikat orang lain. Mereka dapat menggunakan bahasa dengan berbagai cara, seperti bertanya, berdialog, dan menyanyi. Sejak usia dua tahun, anak sangat berminat untuk menyebut nama benda. Minat tersebut terus berlangsung sehingga dapat menambah perbendaharaan kata.42 40 Ahmad Susanto, Perkembangan Anak Usia Dini: Pengantar dalam Berbagai Aspeknya, Jakarta: Kencana, 2011, hlm. 73–74. 41 M. Fauzi Rachman, Islamic Parenting, Jakarta: Erlangga, 2011, hlm. 20–22. 42 Novan Ardy Wiyani & Barnawi, Format PAUD: Konsep, Karakteristik, & Implementasi Pendidikan Anak Usia Dini, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2016, hlm. 85–86. AMZAH Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 79 Selama masa awal masa kanak-kanak, anak-anak memiliki keinginan yang kuat untuk belajar berbicara. Hal ini disebabkan karena dua hal. Pertama, belajar berbicara merupakan sarana pokok dalam bersosialisasi. Kedua, belajar berbicara merupakan sarana untuk memperoleh kemandirian. Anak umur 1,5 tahun hingga 3 tahun, anak belajar bahasa ibu dan orangorang sekitarnya. Pada saat anak berumur 4 tahun perbendaharaan bahasa mereka semakin banyak dan mereka dapat membuat kalimat yang sesuai dengan tata bahasa. Meskipun toddler sudah dapat mengatakan kalimat yang sesuai dengan tata bahasa, dan kosakatanya semakin banyak, masih banyak yang belum dapat mereka lakukan dengan bahasanya itu. Mereka belum mampu memakai instruksi verbal secara efektif untuk memandu perilakunya.43 Bahasa merupakan tanda atau simbol dari benda-benda dan menunjuk maksud tertentu serta dapat menampilkan arti-arti tertentu pula. Bahasa dipakai juga sebagai alat untuk menghayati pengertian-pengertian dan peristiwa dimasa lampau, masa kini dan masa yang akan datang. Oleh karena itu, bahasa sangat besar artinya bagi anak sebagai alat bantu mengembangkan fungsi-fungsi rohaninya. Untuk meningkatkan komunikasi, anak-anak harus menguasai dua tugas pokok yang merupakan unsur penting dalam berbicara. Pertama, mereka harus meningkatkan kemampuan untuk mengerti apa yang dikatakan orang lain dan kedua, mereka harus meningkatkan kemampuan bicaranya sehingga dapat dimengerti orang lain.44 Sementara anak tumbuh dan berkembang, produk bahasa mereka meningkat dalam kuantitas, keluasan, dan kerumitannya. Mempelajari perkembangan bahasa biasanya ditujukan kepada rangkaian dan percepatan perkembangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi perolehan bahasa sejak usia dini dan dalam kehidupan selanjutnya. 43 Helmawati, Mengenal dan Memahami PAUD, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015, hlm. 81. 44 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, hlm. 117. AMZAH 80 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi bahasa, di antaranya adalah sebagai berikut. a. Faktor Biologis Faktor biologis sangat mempengaruhi kesiapan anak dalam berbicara. Organ fisik seperti kesiapan organ bicara sangat berperan terhadap cepat lambatnya kemampuan bicara muncul. Terkadang lingkungan sudah tersedia dengan baik. Sebagai contohnya: Orangtua sudah memberikan teladan yang baik untuk anaknya. b. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan atau keluarga ketika anak tinggal yang mendorong anak untuk berbicara sesuai kaidah tata bahasa (gramatikal), akan mempunyai pengetahuan tentang bahasa yang lebih baik dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki lingkungan yang mendukung. c. Faktor Belajar Pada awalnya seorang anak akan mempelajari bahasa dengan cara meniru apa yang telah diucapkan oleh orang lain di sekitarnya. Orangtua akan memberikan penguatan dan mengajarkan bagaimana bahasa yang tepat.45 Belajar esensinya adalah proses perubahan perilaku pada diri anak, dengan atau tanpa bantuan orang lain. Tabel berikut ini menyajikan gambaran umum kemampuan bahasa sepanjang perkembangan manusia.46 45 Zusy Aryanti, Psikologi Perkembangan, (Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2015), hlm. 92–93. 46 Ibid., hlm. 91–92. AMZAH Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 81 Tabel 1.3. Kemampuan Perkembangan Bahasa Anak Usia Perkembangan/Perilaku Anak 0–6 Bulan Sekadar bersuara. Membedakan huruf hidup. Berceloteh pada akhir periode. 6–12 Bulan Celoteh bertambah dengan mencakup suara dari bahasa ucap. Isyarat digunakan untuk mengomunikasikan suatu objek. 12–18 Bulan Kata pertama diucapkan. Rata-rata memahami 50 kosakata lebih. 18–24 Bulan Kosa kata bertambah sampai rata-rata 200 buah. Kombinasi dua kata. 2 Tahun Kosakata bertambah cepat. Penggunaan bentuk jamak secara tepat. Penggunaan past tense (kata lampau). Penggunaan beberapa preposisi atau awalan. 3–4 Tahun Rata-rata panjang ucapan naik dari 3 sampai 4 morfem per kalimat. Menggunakan pertanyaan “ya” dan “tidak” dan pertanyaan “mengapa”, “di mana”, ”siapa”, “kapan”. Menggunakan bentuk negatif dan perintah. Pemahaman pragmatis bertambah. 5–6 Tahun Kosakata mencapai rata-rata 10.000 kata. Koordinasi kalimat sederhana. 6–8 Tahun Kosakata terus bertambah cepat. Lebih ahli menggunakan aturan sintaksis. Keahlian bercakap meningkat. 9–11 Tahun Definisi kata mencakup sinonim. Strategi berbicara terus bertambah. 11–14 Tahun Kosakata bertambah dengan kata-kata abstrak. Pemahaman bentuk tata bahasa kompleks. Pemahaman fungsi kata dalam kalimat. Memahami metafora dan satir. 15–20 Tahun Dapat memahami karya sastra dewasa. AMZAH 82 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Bahasa merupakan instrumen pokok bagi manusia dalam berpikir, memperoleh pengetahuan, dan menghasilkan berbagai ilmu. Bahasa dalam kapasitasnya sebagai simbol-simbol konsepsi, memungkinkan manusia memperoleh semua konsepsi dalam pemikirannya secara simbolik. Hal ini membantu manusia untuk merealisasikan kemajuan yang mencengangkan dalam memperoleh pengetahuan serta menghasilkan berbagai ilmu dan keterampilan yang beragam. Ketika bahasa memiliki tingkat urgensi yang besar dalam kehidupan manusia serta membuat manusia mampu menggapai kemajuan yang berkesinambungan dalam belajar dan berpikir, hal pertama yang diajarkan Allah Ø kepada Adam Û adalah nama-nama segala sesuatu.47 Sebagaimana Allah berfirman dalam Alquran Surah Al-Baqarah ayat 31–33: Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar!” Mereka menjawab: “Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” Allah berfirman: “Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini.” Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: “Bukankah sudah Ku-katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?” (QS. Al-Baqarah (2): 31–33) 47 Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Alquran (Terapi Qur’ani dalam Penyembuhan Gangguan Kejiwaan), Bandung: CV Pustaka Setia, 2005, hlm. 252. AMZAH Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 83 Adapun peran pendidik dalam meningkatkan kemampuan perkembangan bahasa, di antaranya meliputi: a. mengakui dan mempertahankan bahasa ibu dari anak-anak itu, apakah itu berupa dialek atau bahasa lain selain bahasa Inggris Australia yang diajarkan; b. memberi kesempatan bagi anak untuk berbicara dengan bahasa ibu, dan mendengarkan orang lain berbicara dengan bahasa itu; c. menganjurkan penggunaan bahasa ibu; d. menyediakan media cetak, dalam bentuk buku-buku, poster, dan kemasan makanan dengan bahasa yang tepat; e. menyediakan lingkungan yang kaya bahasa dengan pemodelan bahasa untuk anak-anak, terlibat dalam percakapan dengan anak-anak secara individu, dan memperluas bahasa anak; f. memfasilitasi penggunaan bahasa anak dalam konteks yang bermakna, misalnya melalui pengalaman-pengalaman kelompok kecil; g. mendorong anak-anak dalam memperluas daftar fungsi-fungsi bahasa mereka, khususnya fungsi-fungsi pada level yang lebih tinggi, seperti penalaran dan peramalan; h. membantu anak-anak mengungkapkan pengertian mereka dengan katakata, misalnya dengan menyampaikan pertanyaan yang akan mendorong jenis bahasa ini; i. memberikan contoh tipe bahasa yang Anda ingin anak gunakan; j. memfokuskan pada pengertian yang anak-anak coba ungkapkan bukannya mengoreksi bahasanya; k. memberi anak dengan sedikit kesempatan untuk terlibat dalam pengalaman bermain, khususnya permainan drama, dan mereka dapat mempraktikkan bahasa dalam lingkungan yang tidak mengancam; l. mendorong anak bermain dengan media cetak dan membuat taksiran tertulis; m. membantu perkembangan pengertian anak dari alat tulis melalui keterlibatan orang dewasa dalam permainan; AMZAH 84 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam n. menyediakan bagi anak-anak prasekolah dengan pusat-pusat yang mendorong penulisan melalui alat pena, kertas bergaris, bloknot, dan komputer; o. mengelilingi anak dengan hasil cetak, seperti bagan, tabel, dan poster yang sesuai dengan kehidupan sehari-hari mereka, dan baca instrumen tersebut bersama anak-anak untuk membantu pengertian mereka mengenai peran media cetak; p. memberikan contoh bagi anak dengan terlibat secara teratur dalam membaca dan menulis secara sengaja, seperti: menulis daftar belanja atau memberitahukan dan menulis catatan dari orangtua; q. sekali-kali bertindak sebagai juru tulis bagi anak-anak dengan menuliskan pesan mereka, apakah pada kartu ucapan, surat untuk teman, atau pada tanda yang menjadi bagian dari susunan balok; r. memberi kesempatan bagi anak untuk mengembangkan kecakapan pengaturan buku dan lebih lanjut pengertian mereka tentang proses membaca dengan berbagai buku dengan anak-anak secara teratur, lebih disukai dalam situasi satu demi satu.48 5. Perkembangan Sosial dan Emosi Makna sosial dipahami sebagai upaya pengenalan (sosialisasi) anak terhadap orang lain yang ada di luar dirinya dan lingkungannya, serta pengaruh timbal balik dari berbagai segi kehidupan bersama yang mengadakan hubungan satu dengan lainnya, baik dalam bentuk perorangan maupun kelompok. Dalam kaitannya dengan proses sosial, emosi dapat muncul sebagai akibat adanya hubungan atau interaksi sosial antara individu, kelompok, dan masyarakat. Emosi dapat muncul sebagai reaksi fisiologis, perasaan, dan perubahan perilaku yang tampak. Emosi pada anak usia dini lebih kompleks dan real, anak cenderung mengekspresikan emosinya dengan bebas dan terbuka. Secara umum, emosi mempunyai fungsi untuk mencapai suatu pemuasan, pemenuhan, atau perlindungan diri, atau bahkan kesejahteraan pribadi pada saat keadaan tidak nyaman dengan lingkungan atau objek tertentu. 48 Rita Eka Izzaty, Perilaku Anak Prasekolah, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2017, hlm. 90–93. AMZAH Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 85 Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi; meleburkan diri menjadi suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama. Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orangtua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial, atau norma-norma kehidupan bermasyarakat serta mendorong dan memberikan contoh kepada anak bagaimana menerapkan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Proses bimbingan orangtua ini lazim dikenal dengan sosialisasi. Selanjutnya, emosi diartikan sebagai suatu keadaan atau perasaan yang bergejolak dalam diri seseorang yang disadari dan diungkapkan melalui wajah atau tindakan, yang berfungsi sebagai inner adjustment (penyesuaian dari dalam) terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan individu.49 Karakteristik emosi anak usia dini yang sering terlihat seperti emosi anak berlangsung singkat lalu tiba-tiba berhenti. Emosi anak usia dini sifatnya mendalam, tetapi mudah berganti, dan selain sifatnya terbuka juga lebih sering terjadi. Sebagai contoh, anak kalau sedang marah ia akan menangis keras atau berteriak-teriak, tetapi kalau kemauannya dituruti atau terpenuhi, tibatiba tangisannya berhenti dan biasanya langsung tertawa.50 Perkembangan emosi berhubungan dengan seluruh aspek perkembangan anak, setiap orang akan mempunyai emosi rasa senang, marah, jengkel dalam menghadapi lingkungannya sehari-hari. Sejak usia dini, setiap anak menjalin kelekatan dengan pengasuh pertamanya yang kemudian perlu diperluas hubungan tersebut apabila dunia lingkungannya berkembang. Anak-anak perlu dibantu dalam menjalin hubungan dengan lingkungannya agar mereka secara emosional dapat menyesuaikan diri, menemukan kepuasan dalam hidupnya, dan sehat secara fisik dan mental. Setiap anak akan menunjukkan ekspresi 49 Ihsana El-Khuluqo, Manajemen PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini): Pendidikan Taman Kehidupan Anak, hlm. 25. 50 Ahmad Susanto, Perkembangan Anak Usia Dini: Pengantar dalam Berbagai Aspeknya, Jakarta: Kencana, 2011, hlm. 134–136. AMZAH 86 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam yang berbeda sesuai dengan suasana hati dan dipengaruhi oleh pengalaman yang diperoleh sepanjang perkembangannya.51 Selama awal masa dini emosi anak sangat kuat. Saat ini merupakan saat ketidakseimbangan karena anak-anak “keluar dari fokus” dalam arti ia mudah terbawa ledak-ledakan emosional sehingga sulit dibimbing dan diarahkan. Pada masa ini perkembangan mental anak memperoleh kesempatan semaksimal mungkin untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan menjadi terbelakang. Dalam perkembangan mental inilah anak memerlukan bantuan yang intensif, terencana yang tepat. Perkembangan emosi memainkan peranan penting dalam hidup individu. Setiap bentuk emosi pada dasarnya membuat hidup terasa lebih menyenangkan, emosi anak akan merasakan getaran-getaran perasaan dalam dirinya maupun orang lain. Menurut Ashiabi dalam Rita Eka Izzaty mengemukakan bahwa emosi merupakan reaksi yang terorganisir terhadap suatu hal yang berhubungan dengan kebutuhan, tujuan, dan ketertarikan serta minat individu. Emosi terlihat dari reaksi fisiologis, perasaan, dan perubahan perilaku yang tampak. Ada dua fungsi emosi pada anak-anak usia dini, yaitu sebagai pendorong dan sebagai alat komunikasi. Sebagai pendorong, emosi akan menentukan perilaku anak melakukan sesuatu. Misalnya: anak merasa senang dengan jenis permainan puzzle, perilaku yang tampak pada anak adalah apabila melihat puzzle, ia akan melakukannya. Namun, sebagai alat komunikasi, dengan reaksi emosi anak akan memperlihatkan apa yang dirasakannya. Misalnya: pada awal permulaan masuk TK, anak menunjukkan reaksi menangis jika berpisah dengan ibunya.52 Perkembangan sosial biasanya dimaksudkan sebagai perkembangan tingkah laku anak dalam menyesuaikan diri dengan aturan-aturan yang berlaku di dalam masyarakat di mana anak berada. Tingkah laku sosial adalah sesuatu yang dipelajari, bukan sekadar hasil dari kematangan. Perkembangan sosial seorang anak diperoleh selain dari proses kematangan juga melalui kesempatan belajar respons terhadap tingkah laku anak. 51 Bisri Mustofa, Dasar-Dasar Pendidikan Anak Pra Sekolah, Yogyakarta: Parama Ilmu, 2016, hlm. 18–19. 52 Rita Eka Izzaty, Perilaku Anak Prasekolah, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2017, hlm. 93–94. AMZAH Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 87 Selain itu, beberapa masalah sosial dan emosional yang sering muncul pada anak usia dini, di antaranya sebagai berikut.53 a. Rasa cemas yang berkepanjangan atau takut yang tidak sesuai dengan kenyataan. b. Kecenderungan depresi, permulaan dari sikap apatis, dan menghindar dari orang-orang di lingkungannya. c. Sikap yang bermusuhan terhadap anak dan orang lain. d. Gangguan tidur, gelisah, mengigau, mimpi buruk. e. Gangguan makan, misalnya nafsu makan sangat menurun. Optimalisasi terhadap perkembangan sosial emosional pada anak usia dini dilakukan agar anak memiliki kemampuan sosial emosional berikut ini.54 Tabel 1.4. Kemampuan Sosial Emosional Usia Kemampuan Sosial Emosional 0–3 bulan - Menatap dan tersenyum. - Menangis untuk mengekspresikan ketidaknyamanan. 3–6 bulan - Merespons dengan gerakan tangan dan kaki. - Menangis jika tidak mendapatkan yang diinginkan. 6–9 bulan - Mengulurkan tangan atau menolak untuk diangkat (digendong). - Menunjuk kepada sesuatu yang diinginkan. 9–12 bulan - Menempelkan kepala bila merasa nyaman dalam pelukan (gendongan) atau meronta kalau merasa tidak nyaman. - Menyatakan keinginan dengan berbagai gerakan tubuh dan ungkapan kata-kata sederhana. - Meniru cara menyatakan perasaan sayang dengan memeluk. 53 Bisri Mustofa, Dasar-Dasar Pendidikan Anak Pra Sekolah, hlm. 21. 54 Novan Ardy Wiyani, Konsep Dasar PAUD, Yogyakarta: Gava Media, 2016, hlm. 129–131. AMZAH 88 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam 12–18 bulan - Menunjukkan reaksi marah jika permainannya diambil. - Menunjukkan reaksi yang berbeda terhadap orang yang baru dikenal. - Bermain bersama teman tetapi sibuk dengan mainannya sendiri (solitary play). - Memperhatikan/mengamati teman-temannya beraktivitas. 18–24 bulan - Mengekspresikan berbagai reaksi emosi (senang, marah, takut, kecewa). - Menunjukkan reaksi menerima atau menolak kehadiran orang lain. - Bermain bersama teman dengan mainan yang sama. - Berekspresi dalam bermain peran (pura-pura). 2–3 tahun - Memahami hak orang lain (harus antre, menunggu giliran). - Menunjukkan sikap berbagi, membantu, dan bekerja sama. - Menyatakan perasaan terhadap anak lain (suka dengan teman karena baik, tidak suka dengan teman karena nakal, dan lainnya). - Berbagi peran dalam suatu permainan (menjadi dokter, perawat atau pasien, menjadi penjaga toko atau pembeli). 3–4 tahun - Bersabar menunggu antrean. - Bereaksi terhadap hal-hal yang dianggap tidak benar (marah jika diganggu atau diperlakukan berbeda). - Menunjukkan reaksi menyesal saat melakukan kesalahan. - Menunjukkan sikap toleran sehingga dapat bekerja dengan kelompok. AMZAH Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 89 4–5 tahun - Mampu berbagi, menolong, dan membantu teman. - Antusias dalam melakukan perlombaan. - Menahan perasaan dan mengendalikan reaksi (sakit tetapi tidak menangis, marah tetapi tidak memukul). - Menaati aturan yang berlaku dalam suatu permainan. 5–6 tahun - Bersikap kooperatif dengan teman. - Menunjukkan sikap toleran. - Mengekspresikan emosi dalam berbagai situasi (senang, gembira, antusias, dan sebagainya). - Memahami peraturan dan disiplin. - Mengenal tata krama dan sopan santun sesuai dengan nilai sosial budaya setempat. Aspek sosial emosional anak penting untuk dikembangkan karena alasan berikut ini: semakin kompleksnya permasalahan kehidupan di sekitar anak, termasuk di dalamnya perkembangan IPTEK yang banyak memberikan tekanan pada anak dan mempengaruhi perkembangan sosial emosionalnya. Anak adalah praktisi dan investasi masa depan yang perlu dipersiapkan secara maksimal, baik aspek perkembangan sosialnya maupun emosionalnya. Rentang usia penting pada anak terbatas, jadi anak harus difasilitasi seoptimal mungkin agar tidak ada satu fase pun yang terlewatkan. Ternyata anak tidak bisa hidup hanya mengandalkan kecerdasan intelektual saja, tetapi juga lebih mengandalkan kecerdasan sosial emosionalnya.55 Adapun ciri sosial anak usia dini adalah mudah bersosialisasi dengan orang sekitarnya. Umumnya anak usia dini mempunyai satu atau dua sahabat, tetapi sahabat ini mudah berganti. Mereka umumnya mudah dan cepat menyesuaikan diri secara sosial. Sahabat yang dipilih biasanya yang memiliki jenis kelamin yang sama, kemudian berkembang kepada jenis kelamin yang berbeda. Kelompok 55 Ali Nugraha dan Yeni Rachmawati, Metode Pengembangan Sosial Emosional, Jakarta: Universitas Terbuka, 2011, hlm. 515. AMZAH 90 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam bermain anak usia dini cenderung kecil dan tidak terorganisasi secara baik oleh karena itu kelompok ini cepat berganti. Di antara tingkah laku anak usia dini ketika sedang bermain bebas, yaitu sebagai berikut. a. Tingkah laku unoccupied artinya anak tidak bermain dengan sesungguhnya. Ia mungkin berdiri di sekitar anak lain dan memandang temannya tanpa melakukan kegiatan apa pun. b. Bermain soliter artinya anak bermain sendiri dengan menggunakan alat permainan berbeda dengan apa yang dimainkan oleh teman yang ada di dekatnya. Mereka tidak berusaha untuk saling bicara. c. Tingkah laku onlooker artinya anak menghabiskan waktu dengan mengamati. Kadang memberi komentar tentang apa yang dimainkan anak lain, tetapi tidak berusaha untuk bermain bersama. d. Bermain parallel. Bermain parallel artinya anak bermain dengan saling berdekatan, tetapi tidak sepenuhnya bermain bersama dengan anak yang lain. Mereka menggunakan alat mainan yang sama, berdekatan tetapi dengan cara yang tidak saling bergantung. e. Bermain asosiatif. Bermain asosiatif artinya anak bermain dengan anak lain tetapi tanpa organisasi. Tidak ada peran tertentu, masing-masing anak bermain dengan caranya sendiri-sendiri. f. Bermain kooperatif. Bermain kooperatif artinya anak bermain dalam kelompok bahwa ada organisasi, ada pimpinannya. Masing-masing anak melakukan kegiatan bermain dalam kegiatan bersama, misalnya: perang-perangan, sekolah-sekolahan, dan lain sebagainya. Permainan pada masa ini ditandai dengan bermain khayal atau pura-pura, banyak bertanya dan menjawab pertanyaan, mencoba bermain dengan berbagai hal yang berhubungan dengan konsep ruang, jumlah dan angka, seringkali bertanya tanpa mempedulikan jawaban. Oleh sebab itu, anak seringkali bertanya, walau pertanyaannya sudah dijawab. Abdul Rahman Shaleh & Muhbib Abdul Wahab mengemukakan bahwa terdapat dua jenis pendapat tentang terjadinya emosi, pendapat yang nativistik mengatakan bahwa emosi pada dasarnya merupakan bawaan sejak lahir. AMZAH Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 91 Akan tetapi, menurut pendapat yang empiristik mengatakan bahwa emosi dibentuk oleh pengalaman dan proses belajar. Sejak lahir manusia memiliki 6 emosi dasar, antara lain: cinta, kegembiraan, keinginan, benci, sedih, dan kagum.56 Namun, ciri emosional pada anak usia dini adalah anak cenderung mengekspresikan emosinya dengan bebas. Sikap marah sering diperlihatkan oleh anak pada usia ini. Iri hati pada anak usia dini ini sering terjadi. Mereka sering memperebutkan perhatian dari guru atau orangtuanya. Emosi yang tinggi pada umumnya disebabkan masalah psikologis dibanding masalah fisiologis. Di antara pola-pola emosi pada anak usia dini, yaitu sebagai berikut.57 a. Ingin tahu. Anak mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi terhadap halhal yang baru dilihatnya, juga mengenai tubuhnya sendiri dan tubuh orang lain. Reaksi pertama ialah dalam bentuk penjelajahan sensori motorik, kemudian sebagai akibat dari tekanan sosial dan hukuman, anak bereaksi dan bertanya. b. Iri hati. Anak-anak sering iri hati mengenai kemampuan atau barang yang dimiliki oleh orang lain. Adapun cara yang sering diungkapkan adalah dengan mengeluh barangnya sendiri, dengan mengungkapkan keinginan untuk memiliki barang yang dimiliki oleh orang lain. c. Sedih. Anak-anak merasa sedih karena kehilangan segala sesuatu yang dicintai atau yang dianggap penting bagi dirinya, apakah itu orang, benda mati seperti mainan, binatang, atau lainnya. Anak memiliki ciri khas, yaitu menangis sebagai ungkapan kesedihannya dan menghilangkan kebiasaan normal, yaitu kehilangan minat untuk makan. d. Gembira. Anak mengungkapkan kegembiraan dengan tertawa dan tersenyum, melompat-lompat bertepuk tangan, memeluk benda, atau orang yang membuat bahagia. 56 Abdul Rahman Shaleh & Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar (dalam Perspektif Islam), Jakarta: Kencana, 2004, hlm. 168. 57 Ahmad Susanto, Perkembangan Anak Usia Dini: Pengantar dalam Berbagai Aspeknya, Jakarta: Kencana, 2011, hlm. 148–151. AMZAH 92 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam e. Kasih sayang. Anak mengungkapkan kasih sayang secara lisan bila sudah besar, tetapi ketika masih kecil anak mengungkapkan kasih sayang secara fisik misalnya, dengan memeluk, menepuk, dan mencium objek kasih sayangnya. Anak-anak belajar mencintai orang lain, binatang atau benda yang menyenangkan. f. Amarah. Anak mengungkapkan rasa marah dengan ledakan amarah yang ditandai dengan menangis, berteriak, menendang, menggertak, melompatlompat, atau memukul. g. Takut. Pada mulanya pembiasaan reaksi anak terhadap rasa takut ialah panik, kemudian menjadi lebih khusus lagi, seperti lari, menghindar, bersembunyi, dan menangis. Pada umumnya, penyebab amarah adalah pertengkaran mengenai permainan, tidak tercapainya keinginan, dan serangan yang hebat dari anak lain. h. Cemburu. Anak yang lebih muda dapat mengungkapkan kecemburuannya secara terbuka atau menunjukkan dengan kembali berperilaku seperti anak kecil seperti pura-pura sakit, mengompol, menjadi nakal berlebihan. Semua perilaku ini semata-mata hanya untuk menarik perhatian dari orangtuanya. C. TIMBULNYA JIWA KEAGAMAAN PADA ANAK Pada masa prasekolah dan masa sekolah anak mulai banyak pertanyaan yang ditujukan kepada orangtuanya dan guru, baik mengenai keadaan yang berhubungan dengan dirinya sendiri. Seperti tentang masalah asal usul dirinya, pertanyaan tentang masalah Tuhan, dan berbagai pertanyaan yang terkadang susah dijawab oleh para pendidiknya. Potensi keagamaan terhadap seorang anak telah ada sejak dalam kandungan (zaman ajali), sebagaimana firman Allah Ø dalam Alquran Surah Al-A‘râf ayat 172: AMZAH Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 93 Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini.” (QS. Al-A‘âraf (7): 172)58 Dari ayat tersebut jelaslah bahwa dalam tabiat manusia terdapat kesiapan alamiah untuk mengenal Allah dan mengesakan-Nya. Pengakuan terhadap kedudukan Allah sebagai Tuhan tertanam kuat dalam fitrahnya, tinggal bagaimana pengembangan serta pemeliharaan potensi (perasaan religius) yang ada pada anak tersebut. Di sinilah peran para pendidik dalam mengembangkan keagamaan anak. Dalam kehidupan manusia memiliki potensi beragama bahkan potensi tersebut sudah dianggap sebagai kebutuhan spiritual manusia. Menurut Jalaluddin, potensi bawaan (agama) tersebut memerlukan pengembangan melalui bimbingan dan pemeliharaan yang mantap lebih-lebih pada usia dini. Tanda-tanda keagamaan pada diri anak tumbuh terjalin secara integral dengan perkembangan fungsi-fungsi kejiwaan pada diri anak. Belum terlihatnya tindakan keagamaan pada diri anak karena beberapa fungsi kejiwaan yang belum sempurna. Namun, pengalaman-pengalaman yang diterima oleh anak dari lingkungan akan membentuk rasa keagamaan pada diri anak. Oleh karena itu, perlu usaha bimbingan dan latihan dari pendidik seiring dengan perkembangan anak. Perkembangan jiwa agama pada anak semakin berkembang bila diiringai dengan kasih sayang dari orang-orang yang ada di sekelilingnya. Perkembangan jiwa agama pada anak dimulai sejak lahir dan akan terus berkembang dimulai dengan anak bisa bicara dan menyebut nama Tuhan sampai akhirnya ia melihat orang di sekitarnya mengerjakan ibadah sebagai perintah Allah yang akhirnya jiwa agama pada anak akan terus berkembang seiring dengan perilaku orangtua yang agamis dan mengarahkan anaknya dengan pendidikan yang benar. 58 QS. Al-A‘râf (7): 172. AMZAH 94 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam A. NILAI-NILAI YANG DITANAMKAN PADA ANAK USIA DINI Anak-anak adalah generasi penerus bangsa. Di pundak merekalah kelak kita menyerahkan peradaban yang telah kita bangun dan akan kita tinggalkan. Kesadaran akan arti penting generasi penerus yang berkualitas mengharuskan kita serius membekali anak dengan pendidikan yang baik agar dirinya menjadi manusia seutuhnya dan menjadi generasi yang lebih baik dari pendahulunya. Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia delapan tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.1 Anak usia dini disebut sebagai masa kritis dan sensitif yang akan menentukan sikap, nilai, dan pola perilaku seorang anak di kemudian hari. Di masa kritis ini potensi dan kecenderungan serta kepekaannya akan mengalami aktualisasi apabila mendapatkan rangsangan yang tepat. Periode kritis dan sensitif perlu diberi rangsangan, perlakuan secara tepat agar mempunyai dampak positif. Sebaliknya, kalau periode ini terlewatkan maka pengaruh dari luar tidak akan bermanfaat bagi pembentukan karakter anak. Periode 1 Partini, Pengantar Pendidikan Anak Usia Dini, Yogyakarta: Grafindo Litera Media, 2010, hlm. 1–2. PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TERHADAP ANAK USIA DINI BAB 4 AMZAH Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 95 pertumbuhan kritis pada usia dini erat hubungannya dengan perkembangan biologis terutama perkembangan otak seorang anak, otak bagian susunan syaraf yang berfungsi mengontrol aktivitas fisik maupun mental seseorang mulai tumbuh. Pada usia dini ini, pertumbuhan otak seseorang belum berkembang secara optimal, rangsangan yang tepat dilakukan pada periode kritis ini akan berdampak pada pertumbuhan otak secara optimal.2 Seluruh umat Islam di dunia menyadari bahwa agama merupakan fondasi utama dalam membina dan mendidik anak-anak melalui sarana-sarana pendidikan. Oleh karena itu, dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan agama akan sangat membantu terbina dan terbentuknya sikap dan kepribadian anak kelak pada masa dewasa.3 Adapun penanaman nilai-nilai agama tersebut adalah sebagai berikut. 1. Nilai Ketuhanan Nilai yang dititipkan Tuhan melalui para rasul-Nya, yang berbentuk takwa, iman, adil yang diabadikan dalam wahyu Ilahi. Religi merupakan sumber yang pertama dan utama bagi para penganutnya. Nilai ketuhanan selamanya tidak mengalami perubahan. Nilai-nilai ketuhanan yang fundamental mengandung kemutlakan bagi kehidupan manusia selaku pribadi dan selaku anggota masyarakat, serta tidak berkecenderungan untuk berubah mengikuti selera hawa nafsu manusia akan berubah-ubah sesuai dengan tuntutan individual. Konfigurasi dari nilai-nilai ketuhanan mungkin dapat mengalami perubahan namun secara intrinsiknya tetap tidak berubah. Pada nilai ketuhanan ini, tugas manusia adalah menginterpretasikan nilai-nilai itu. Dengan interpretasi itu, manusia akan mampu menghadapi ajaran agama yang dianut.4 2 Rahmat Rosyadi, Pendidikan Islam dalam Pembentukan Karakter Anak Usia Dini, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013, hlm. 21. 3 Zuhairini dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1992, hlm. 152. 4 Muhaimin, Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalnya, Bandung: Trigenda Karya, 1993, Cet. I, hlm. 111. AMZAH 96 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam 2. Nilai tentang Kebenaran Kitabullah Di dalam menaati Allah Ø haruslah dibuktikan dengan menaati isi Alquran sebagai wahyu-Nya. Tidak diragukan lagi bahwa Alquran merupakan kitab suci umat Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad . Selain itu, mengenai Alquran ini, Allah Ø menegaskan dalam firman-Nya Surah AlFurqân ayat 32: Dan orang-orang kafir berkata, “Mengapa Alquran itu tidak diturunkan kepadanya sekaligus?” Demikianlah, agar Kami memperteguh hatimu (Muhammad) dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (berangsur-angsur, perlahan dan benar). (QS. Al-Furqân (25): 32)5 Dari ayat di atas dapat diambil dua isyarat yang berhubungan dengan pendidikan, yaitu pengokohan hati dan pemantapan keimanan dan sikap tartil dalam membaca Alquran. 3. Nilai Keteladanan Rasulullah Rasulullah  sebagai panutan umat hingga akhir zaman. Untuk itu, Allah Ø berfirman dalam Alquran Surah Al-Ahzâb ayat 21: Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah. (QS. Al-Ahzâb (33): 21)6 5 QS. Al-Furqân (25): 32. 6 QS. Al-Ahzâb (33): 21. AMZAH Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 97 Berdasarkan ayat tersebut di atas, Nabi Muhammad  merupakan panutan umat Islam dari berbagai aspek, termasuk dalam hal ini aspek pendidikan. Dengan demikian, beliau merupakan pendidik yang utama, dan telah berhasil mendidik dan membina keluarganya, para sahabatnya dan umat Islam pada masa itu. Wajarlah bila seseorang pendidik muslim mengikuti kiat-kiat pelaksanaan pendidikan yang telah dilakukan oleh beliau, hal ini merupakan realisasi menaatinya. Islam sebagai agama fitrah sanggup menciptakan keseimbangan itu, dalam ajarannya berisi iman yang menjadi pegangan rohani manusia agar dapat seimbang dengan jasmaninya yang merupakan alat kehidupannya. Sehingga antara jasmani dan rohani seorang yang beriman akan terjalin kerja sama yang harmonis, yang berisi iman dan terbimbing ke arah jalan hidup yang diridai Allah Ø. Abul A’la Al-Maududi mengatakan: “Tiap-tiap orang yang menuntut kebenaran dan ingin menjadi seorang hamba yang berserah diri kepada Allah Ø tidak boleh tidak ia harus beriman kepada penutup sekalian nabi, dan tunduk sepenuhnya kepada petunjuk-petunjuk dan keterangan-keterangan yang nyata yang dibawanya dan mengikuti perjalanannya.”7 4. Nilai Moral Yang dimaksud dengan moral adalah kelakuan yang sesuai dengan ukuranukuran masyarakat, yang timbul dari hati sendiri (bukan paksaan dari luar). Jika kita ambil ajaran agama, misalnya agama Islam, yang terpenting adalah akhlak (moral), ajarannya yang terpokok adalah untuk memberikan bimbingan moral. Nilai moral itu tidak bisa lepas dari nilai agama. Penanaman jiwa agama itu harus dilaksanakan sejak si anak lahir, misalnya dalam agama Islam setiap bayi lahir diazankan, ini berarti bahwa pengalaman pertama yang diterimanya diharapkan kalimah suci dari Tuhan. Selanjutnya, pengalaman yang dilaluinya pada tahun-tahun pertama dapat pula menjadi bahan pokok dalam pembinaan 7 Abul A’la Al-Maududi, Dasar-Dasar Iman, terj. Afif Muhammad dan Chotib Saifullah, Bandung: Pustaka, 1986, Cet. I, hlm. 63. AMZAH 98 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam mental dan moralnya. Oleh karena itu, pendidikan yang diterima oleh anak sejak dini dari orangtua dan para pendidik, baik dalam pergaulan hidup, maupun dalam cara mereka berbicara, bertindak, bersikap, dan sebagainya menjadi teladan atau pedoman yang akan ditiru oleh anak-anaknya. 5. Nilai Peradaban Yang dimaksud peradaban adalah segala yang ditampilkan oleh zaman, berupa sarana perlengkapan modern lagi canggih dan penemuan-penemuannya, yang berperan sangat efektif di dalam membentuk generasi, yaitu dapat mengubah pemikiran, perasaan, dan daya cipta mereka. Di antara yang sangat terkenal lagi memasyarakat, kemudian mempunyai pengaruh yang sangat penting dan besar adalah apa yang dikenal dengan istilah “media penerangan”. Tak diragukan lagi bahwasanya televisi adalah salah satu sarana yang terpenting secara mutlak di antara apa-apa yang telah disajikan oleh peradaban modern ini. Terlebih lagi setelah ditemukannya satelit yang mampu mengirimkan berita peristiwa lengkap dengan gambar dan suaranya dari ujung dunia ke ujung dunia lainnya. Pada alat itu terletak bahaya yang cukup besar terutama pada usa dini apabila penggunaanya tidak dijalankan dengan baik. Padahal apabila programnya baik, alat televisi tersebut dapat digunakan untuk membangun, bukannya untuk menghancurkan. Oleh karena itu, seluruh para pendidik hendaknya bekerja sama secara baik dengan niat yang jujur dan membimbing anak tersebut dengan baik. Selain itu, terdapat penerapan nilai-nilai dasar karakter anak dalam keluarga supaya menjadi sikap, perilaku, dan tindakan anak dalam menghadapi hidup dan kehidupan anak ke arah yang lebih baik di antaranya, yaitu sebagai berikut. 1. Keimanan. Keimanan, yaitu mempercayai dan meyakini terhadap enam rukun iman dalam agama Islam serta mengamalkan segala ajaran agamanya. Keimanan merupakan kebutuhan rohani setiap manusia, dengan keimanan tersebut, manusia bisa hidup tenteram dan sadar akan adanya yang lebih kuasa. Nilai keimanan tersebut bisa dipupuk terhadap anak-anak. Contohnya: Membiasakan anak menjalankan ibadah secara bersama di AMZAH Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 99 rumah atau di masjid, melatih anak untuk bersedekah kepada orang yang tidak mampu, serta selalu mengucap syukur atas keberhasilan dan sabar atas musibah. 2. Ketakwaan. Ketakwaan, yaitu mengamalkan segala yang diperintahkan dan menghindari segala yang dilarang oleh Allah. Menanamkan ketakwaan bisa juga melalui cerita tentang malaikat, nabi/rasul, orang-orang saleh, dan sebagainya yang mempunyai perilaku dan nilai-nilai ketakwaan yang tinggi. Dengan cara-cara ini, diharapkan anak-anak kita mampu mengambil teladan, selain kita juga telah meneladani dalam perilaku sehari-hari untuk menjalankan segala perintah dan menghindari segala larangan Allah Ø. 3. Kejujuran. Kejujuran, yaitu memperoleh kepercayaan dari orang lain dengan melaporkan dan menyampaikan sesuatu apa adanya. Menerapkan kejujuran dari orangtua terhadap anak-anak sebaiknya dilakukan dengan enam cara, yaitu: peneladanan, penyontohan, keterlibatan, penguatan, kebersamaan, dan membicarakannya. 4. Tenggang rasa. Tenggang rasa, yaitu menyadari bahwa setiap orang berbeda dalam sifat dan karakternya, keinginan dan kebutuhannya. Menanamkan sikap tenggang rasa dalam kehidupan keluarga, berkaitan dengan kemampuan orangtua dan anak-anak kita untuk menghargai perbedaan dan menjaga kerukunan serta mendengar orang lain sebelum menyatakan pendapat. 5. Bersyukur. Bersyukur, yaitu menerima apa adanya dan menggunakan segala sesuatu itu sesuai dengan peruntukannya. Menanamkan sikap bersyukur dalam kehidupan keluarga, berkaitan dengan kemampuan orangtua dan anak-anak kita untuk selalu menerima apa adanya setiap pemberian dan membiasakan mengucapkan terima kasih serta menggunakan pemberian itu sesuai dengan peruntukannya tanpa mengingkari sedikit pun. 6. Berperilaku rajin. Berperilaku rajin, yaitu menyediakan waktu dan tenaga dalam menyelesaikan tugas dengan berusaha untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Menumbuhkan sifat berperilaku rajin dalam kehidupan keluarga, berkaitan dengan kemampuan orangtua dan anak-anak agar AMZAH 100 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam selalu berusaha dengan melakukan tugas dengan baik dan benar, selalu menyediakan waktu untuk menyelesaikan tugas, serta bertanggung jawab atas pekerjaan. 7. Nilai kesalehan. Nilai kesalehan, yaitu moral yang tinggi dengan melakukan sesuatu yang benar secara konsisten. Penerapan citra kesalehan ini dapat dimulai dari keluarga dengan membiasakan anak-anak kita selalu tetap melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan benar. Ketika anak-anak melakukan kesalahan, segera diluruskan secara bijaksana dengan memberitahu kesalahannya. 8. Ketaatan. Ketaatan, yaitu segera dan senang hati melaksanakan apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Pencerminan sikap ketaatan dalam kehidupan keluarga, berkenaan dengan sikap dan perilaku orangtua atau anak-anak dapat menjalankan kewajiban agama, mengikuti aturan, melaksanakan pekerjaan dengan segera, dan senang hati lebih dari yang diharapkan. 9. Suka menolong. Suka menolong, yaitu kebiasaan membantu orang lain tanpa mengharapkan imbalan. Menanamkan sifat suka membantu dalam kehidupan keluarga, berhubungan dengan kemauan orangtua dan anakanaknya untuk selalu siap mengulurkan tangan dalam membantu orang lain tanpa pamrih, tidak berharap mendapat imbalan dari orang yang dibantunya. 10. Sikap peduli. Sikap peduli, yaitu menanggapi perasaan dan pengalaman orang lain. Menumbuhkan sikap peduli dalam kehidupan keluarga, berkenaan dengan bimbingan orangtua terhadap anak-anak agar mengakui keberadaan dan merasakan penderitaan orang lain untuk memberikan bantuan tanpa membedakan suku, agama, dan perbedaan gender. 11. Disiplin. Disiplin, yaitu menepati waktu, mematuhi aturan yang telah disepakati. Agama apa pun selalu menuntut umatnya agar bersikap disiplin dalam segala hal. Islam mengajarkan sikap disiplin melalui perilaku ibadah. Misalnya, shalat harus dikerjakan di awal waktu. Untuk menanamkan sikap disiplin di rumah, orangtua bersama anak-anak bisa melakukan shalat berjamaah tepat waktu. AMZAH Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 101 12. Sopan santun. Sopan santun, yaitu perilaku yang sesuai dengan normanorma dan nilai-nilai agama. Adapun cara menerapkan sopan santun pada anak adalah dengan cara peneladanan, penyontohan, keterlibatan, penguatan, kebersamaan, dan membicarakannya. 13. Kesabaran. Kesabaran, yaitu menahan diri untuk menginginkan sesuatu atau dalam menghadapi kesulitan. Menanamkan sikap sabar dalam kehidupan keluarga, berkenaan dengan kemampuan orangtua atau anakanak bersedia menahan diri ketika menginginkan sesuatu dan menghadapi kesulitan secara tenang, tidak cepat puas, serta tidak mudah marah. 14. Kasih sayang. Kasih sayang adalah ungkapan perasaan dengan penuh perhatian, kesadaran, dan kecintaan terhadap seseorang. Orang yang bersikap kasih sayang dicirikan dengan adanya perhatian yang tulus dan rela berkorban untuk orang lain, baik itu diminta maupun tidak. 15. Gotong-royong. Gotong-royong adalah melakukan pekerjaan secara bersama-sama yang dilandasi oleh sukarela dan kekeluargaan. Gotong-royong dapat dilihat dengan adanya saling menolong sesama dan melakukan pekerjan tanpa mengharapkan imbalan. 16. Kerukunan. Kerukunan adalah hidup berdampingan dalam keberagaman secara damai dan harmonis. Sikap rukun antarsesama ini, orangtua dapat membicarakannya bersama anak-anak yang berkaitan dengan perbedaan sifat, watak, dan tabiat seseorang. Adanya aneka ragam sosial dan budaya di masyarakat, dengan perbedaan ini, anak-anak selalu menjaga kerukunan. 17. Kebersamaan. Kebersamaan merupakan perasaan bersatu, sependapat, dan sekepentingan. Hal ini dapat dilihat dengan kemampuan seseorang untuk setia pada keluarga, teman, dan kelompok untuk seia sekata dalam suka maupun duka. 18. Toleransi. Toleransi adalah bersikap menghargai pendapat dan pendirian yang berbeda atau bertentangan dengan pendapat dan pendirian sendiri. Kemampuan ini dapat dilihat melalui menerima dan menghargai perbedaan pendapat, sikap, kepercayaan, sosial, agama, dan budaya. AMZAH 102 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam 19. Kebangsaan. Kebangsaan merupakan kesadaran diri sebagai warga negara Indonesia yang harus menjunjung tingi harkat dan mertabat bangsa. Hal ini dapat dicirikan dengan kemampuan untuk menghargai nilai-nilai sejarah kepahlawanan, mencintai produksi dalam negeri, menyadari adanya pengaruh global terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 20. Empati. Empati adalah memahami dan mengerti akan perasaan orang lain. Hal ini dapat dilihat dengan kemampuan seseorang mengenali perasaan orang lain serta adanya keinginan membantu orang lain. 21. Akrab. Keakraban atau kedekatan adalah hubungan yang dilandasi oleh rasa kebersamaan dan kedekatan perasaan. Hal ini dapat dilihat melalui adanya saling memberi perhatian, dapat menikmati kebersamaan, serta memiliki rasa persahabatan. 22. Adil. Sikap adil adalah memperlakukan orang lain dengan sikap tidak memihak secara proporsional. Hal ini dapat dicirikan dengan kemampuan seseorang untuk memperlakukan orang lain secara wajar dan proporsional seperti kita ingin diperlakukan oleh orang lain, berpihak kepada kebenaran dan tidak pilih kasih terhadap sesama. 23. Pemaaf. Sikap pemaaf adalah dapat menerima kesalahan orang lain tanpa perasaan dendam. Hal ini tampak jika seseorang dapat memaafkan kesalahan orang lain, baik itu diminta maupun tidak serta tidak menyimpan dendam atas kesalahan. 24. Kesetiaan. Kesetiaan, yaitu cerminan pribadi dalam memenuhi harapan dan keinginan orang lain diminta atau tidak diminta. Menumbuhkan sikap setia dalam kehidupan keluarga, berkaitan dengan bimbingan orangtua terhadap anak-anak untuk membangun kesetiaan dalam keluarga, bersama teman-teman kelompok, atau dalam lingkungan masyarakat. 25. Pengorbanan. Pengorbanan, yaitu kerelaan memberikan sesuatu untuk membantu orang lain diminta atau tidak diminta. Mengembangkan sikap pengorbanan dalam kehidupan kelurga adalah berkaitan dengan kemampuan orangtua dan anak-anak selalu berlaku ikhlas untuk memberikan sebagian AMZAH Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 103 haknya dan bersedia mengambil risiko untuk membantu orang lain. Jiwa Keikhlasan maksudnya jiwa ini bermakna sepi ing pamrih, yaitu melakukan sesuatu bukan disebabkan oleh kemauan atau keinginan agar dilihat orang agar dipuji atau mendapatkan keuntungan tertentu. Jadi, apa yang dikerjakan dengan niat semata-mata untuk ibadah.8 26. Tanggung jawab. Tanggung jawab, yaitu mengetahui serta melakukan tugas yang diamanahkan kepada seseorang. Untuk menanamkan sikap tanggung jawab di rumah, orangtua sebaiknya memberikan tugas atau pekerjaan kepada anak-anak kita sesuai kemampuan. Misalnya, membereskan tempat tidur, menyapu halaman rumah, dan sebagainya. Berikan kesempatan pada anak-anak untuk mengerjakannya, apakah selesai dikerjakan atau tidak dan bagaimana cara melakukannya. Apabila tidak dikerjakan atau tidak selsesai, orangtua dapat menanyakan kenapa hari ini tidak membereskan tempat tidur. 27. Rasa aman. Rasa aman, yaitu suatu perasaan yang terbebas dari ketakutan dan kekhawatiran. Dalam kehidupan keluarga, penumbuhan rasa aman berkenaan dengan kewajiban orangtua memberikan perlindungan terhadap anak-anaknya dengan menciptakan rasa aman di mana saja dalam segala hal, agar anak-anak dapat tumbuh dan berkembang secara baik. 28. Sikap tanggap. Sikap tanggap, yaitu mengetahui dan menyadari sesuatu yang akan dihadapinya. Setiap orang membutuhkan perhatian dari orang lain dengan cara menanggapi perasaan dan permasalahan yang sedang dihadapi, kemudian membantu menyelesaikannya. Dalam kehidupan keluarga, pencerminan sikap tanggap berhubungan dengan kewajiban orangtua menunjukkan sikap tanggap terhadap permasalahan, kemudian membantunya bila diperlukan atau tidak diperlukan. 29. Bersikap tabah. Sikap tabah, yaitu mampu bertahan ketika menghadapi situasi yang tidak diharapkan. Setiap orang diharapkan memupuk sikap tabah agar mampu mengendalikan diri dan membangitkan semangat ketika 8 Ihsan Dacholfany, Pendidikan Tasawuf di Pondok Modern Darussalam Gontor, Jurnal Nizham, Vol. 4, No. 2, Juli–Desember 2015, hlm. 236. AMZAH 104 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam menghadapi masalah atau mendapat keberuntungan. Menumbuhkan sikap tabah dalam kehidupan keluarga berkaitan dengan kewajiban orangtua memberikan perlindungan terhadap anak-anaknya dengan menunjukkan sikap tabah terhadap situasi dan permasalahan. 30. Berperilaku sehat. Berperilaku sehat, yaitu keadaan sehat secara fisik dan psikis yang selalu diusahakannya. Setiap orang harus mampu menjaga kesehatan fisik maupun psikisnya. Apalagi sebagai orangtua, kita harus dapat membimbing anak-anak kita dan anggota keluarga lainnya dalam memelihara kesehatan, agar dapat hidup sehat dan bahagia. 31. Bersikap teguh. Sikap teguh, yaitu seseorang mampu menjaga diri dari halhal yang dihadapinya. Menanamkan keteguhan dalam kehidupan keluarga, pada anak dalam keluarga adalah berkaitan dengan kemampuan orangtua dan anak-anak kita dalam mempertahankan pendapat atau kepribadian selama yang dianggapnya benar tanpa menimbulkan perselisihan atau persengketaan yang mengakibatkan putus hubungan sosial. 32. Percaya diri. Percaya diri, yaitu kebebasan berbuat secara mandiri dengan mempertimbangkan dan memutuskan sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Menumbuhkan sifat percaya diri dalam kehidupan keluarga adalah berkaitan dengan kemampuan orangtua untuk menanamkan sifat kemandirian anak-anak untuk berbuat, bertindak, mengungkapkan dengan mempertimbangkan dan memutuskan tanpa bergantung kepada orang lain. 33. Bersikap luwes. Sikap luwes, yaitu mudah menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi di mana pun berada. Pencerminan sikap luwes dalam kehidupan keluarga berkenaan dengan sikap dan perilaku orangtua dan anak-anak agar dapat menyesuaikan diri dalam berbagai situasi dan kondisi, dapat menerima pendapat orang lain, serta siap berubah. 34. Bersikap bangga. Sikap bangga, yaitu perasaan senang yang dimiliki, ketika selesai melaksanakan tugas atau pekerjaan yang menantang kemudian berhasil meraih sesuatu yang diinginkan. Mengembangkan sikap bangga dari orangtua terhadap anak-anak agar menghargai dirinya sendiri, salah satunya melalui peneladanan. Orangtua harus membiasakan dirinya AMZAH Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 105 sendiri agar senantiasa menghargai keberhasilannya sendiri dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan termasuk keberhasilan anak-anaknya dengan memberitahukannya atau memberikan pujian kepada anak-anak yang berhasil meraih sesuatu. 35. Kreatif. Perilaku kreatif, yaitu mendapatkan banyak cara atau ide untuk melakukan sesuatu hingga berhasil. Menumbuhkan sifat kreativitas dalam kehidupan keluarga adalah berkaitan dengan kemampuan orangtua membimbing anak-anaknya supaya melakukan kegiatan untuk menghasilkan karya-karya baru yang bermanfaat dan berguna bagi dirinya sendiri maupun orang lain tanpa disuruh atau diperintah. 36. Kerja sama. Sikap kerja sama, yaitu melakukan sesuatu pekerjaan secara bersama-sama dengan ikhlas. Menanamkan sikap kerja sama dalam kehidupan keluarga berhubungan dengan kesedian orangtua dan anak-anak untuk saling menolong, kerja sama, setia kawan, dan adanya pembagian tugas dengan jelas. Menerapkan kerja sama oleh orangtua terhadap anak-anak di rumah bisa melalui peneladanan dengan melibatkan anakank. Misalnya, memindahakan perabotan rumah tangga, menata ruangan keluarga, dan sebagainya dilakukan secara bersama-sama. 37. Perilaku hemat. Perilaku hemat, yaitu kemampuan seseorang berlaku hatihati dalam membelanjakan uang atau menggunakan sesuatu secara efisien dan efektif. Menerapkan perilaku hemat adalah dengan cara mengajarkan anak untuk menyisihkan uang di rumah. Orangtua juga tidak boleh bersikap boros dan tidak memaksakan diri dalam memenuhi keinginan melainkan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan dalam membeli atau menggunakan sesuatu. 38. Bersikap teliti. Bersikap teliti, yaitu kemampuan seseorang berlaku cermat, saksama, dan hati-hati dalam segala hal. Menumbuhkan sikap teliti dalam kehidupan keluarga, berkenaan dengan kemampuan orangtua dan anak-anak dalam memperhitungkan segala sesuatunya secara teliti, dapat menghindari dan memperkecil kesalahan. Menerapkan sikap teliti dari orangtua terhadap anak-anak agar menjadi kepribadian salah satunya adalah melalui peneladanan dan melibatkan anak-anak. AMZAH 106 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Misalnya, orangtua bersama anak-anak membeli keperluan sekolah ke toko buku, biarkan anak-anak memilih dan mengemas belanjaannya atau menghitung kembaliannya. 39. Bersikap ulet. Sikap ulet, yaitu kemauan keras seseorang dalam berusaha mencapai tujuan, cita-cita, keberhasilan, dan keberuntungan. Menanamkan sikap ulet dalam kehidupan keluarga, berkaitan dengan kemampuan orangtua dan anak-anak untuk terus berusaha tanpa mengenal lelah dalam meraih keberhasilan dan tidak menyerah atau putus asa ketika mengalami kegagalan. Orangtua dan anak-anak bisa juga membicarakan sikap dan perilaku ulet ini dalam hidup keseharian untuk mencapai cita-cita sekolah bagi anak-anak, atau melakukan pekerjaan di rumah agar mencapai hasil yang maksimal. 40. Perilaku bersih. Perilaku bersih, yaitu upaya untuk berperilaku bersih dalam keadaan apa pun dan di mana pun. Dalam menerapkan perilaku bersih terhadap anak-anak, di antaranya, yaitu dapat memberikan bimbingan dalam hal membiasakan anak-anak agar mandi teratur dengan menggunakan sabun dan sikat gigi, membereskan tempat tidur ketika anak-anak bangun tidur, membuang sampah pada tempatnya, dan lain sebagainya.9 B. KARAKTERISTIK ANAK USIA DINI Karakter merupakan sifat yang mantap, stabil, dan khusus yang melekat dalam diri seseorang yang membuatnya bersikap dan bertindak secara otomatis, tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan, dan tanpa memerlukan pemikiran/ pertimbangan terlebih dahulu. Pengertian karakter tersebut diartikan sebagai perbuatan yang telah menyatu dalam jiwa/diri seseorang, atau spontanitas manusia dalam bersikap sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi.10 9 Rahmat Rosyadi, Pendidikan Islam dalam Pembentukan Karakter Anak Usia Dini, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013, hlm. 37–95. 10 Amirulloh Syarbini, Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016, hlm. 30. AMZAH Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 107 Karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem yang melandasi pemikiran, perasaan, sikap, dan perilaku yang ditampilkan seseorang. Untuk membentuk karakter yang baik dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan secara terus-menerus yang dimulai dalam keluarga, sifat karakter dapat dipengaruhi lingkungannya, penanaman nilai-nilai agama, moral, dan budi pekerti sangat penting dilakukan sejak dini. Dalam ilmu pendidikan, PAUD terbagi menjadi empat tahapan, yaitu infant atau bayi usia (0–1 tahun), toddler usia (2–3 tahun), preschool/kindergarten children atau anak usia TK (3–6 tahun), dan early primary school (SD kelas awal) usia (6–8 tahun).11 Anak usia dini (0–8) tahun adalah individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Bahkan dikatakan sebagai the golden age (usia emas), yaitu usia yang sangat berharga dibandingkan usia-usia selanjutnya. Usia tersebut merupakan fase kehidupan yang unik. Secara rinci dapat dijelaskan karakteristik anak usia dini sebagai berikut.12 1. Usia 0–1 tahun, pada masa bayi perkembangan fisik mengalami kecepatan luar biasa, paling cepat dibanding usia selanjutnya. Berbagai kemampuan dan keterampilan dasar dipelajari anak pada usia ini. Di antara karakteristiknya adalah: Pertama, ia mempelajari keterampilan motorik mulai dari berguling, merangkak, duduk, berdiri, dan berjalan. Kedua, ia mempelajari keterampilan menggunakan pancaindra seperti melihat, mengamati, meraba, mencium, mendengar, mengecap, memasukkan benda ke dalam mulut. Ketiga, ia mempelajari komunikasi sosial, komunikasi yang responsif dari orang dewasa akan mendorong dan memperluas respons verbal dan nonverbal bayi. 2. Usia 2–3 tahun, pada usia ini anak memiliki beberapa kesamaan karakteristik dengan masa sebelumnya. Karakteristik pertama, anak sangat mengeksplorasi benda-benda yang ada di sekitarnya. Kedua, diawali dengan 11 A. Fatih Syuhud, Pendidikan Islam: Cara Mendidik Anak Saleh, Smart dan Pekerja Keras, Malang: Pustaka Al-Khoirot, 2011, hlm. 12. 12 Ahmad Susanto, Pendidikan Anak Usia Dini: Konsep dan Teori, Jakarta: Bumi Aksara, 2017, hlm. 5–7. AMZAH 108 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam berceloteh, anak mulai mengembangkan kemampuan berbahasa. Ketiga, anak mulai belajar mengembangkan emosi. 3. Usia 4–6 tahun pada usia ini seorang anak memiliki karakteristik antara lain sebagai berikut: Pertama, berkaitan dengan perkembangan fisik. Anak akan sangat aktif melakukan berbagai kegiatan. Hal itu bermanfaat untuk pengembangan otot-otot kecil maupun besar. Kedua, perkembangan bahasa juga semakin baik. Anak sudah mampu memahami pembicaraan orang lain dan mampu mengungkapkan pikirannya dalam batas-batas tertentu. Ketiga, perkembangan kognitif (daya pikir) sangat pesat, ditunjukkan dengan rasa ingin tahu anak yang luar biasa terhadap lingkungan sekitar. Hal itu terlihat dari seringnya anak menanyakan segala sesuatu yang dilihat. Keempat, bentuk permainan anak masih bersifat individu, bukan permainan sosial. Walaupun aktivitas bermain dilakukan secara bersama. 4. Usia 7–8 tahun, karakteristik perkembangan seorang anak usia 7–8 tahun sebagai berikut: Pertama, perkembangan kognitif anak masih berada pada masa yang cepat. Dari segi kemampuan, secara kognitif anak sudah mampu berpikir bagian per bagian. Kedua, perkembangan sosial anak mulai ingin melepaskan diri dari otoritas orangtuanya. Hal tersebut ditunjukkan dengan kecenderungan anak untuk selalu bermain di luar rumah bergaul dengan teman sebaya. Ketiga, anak mulai menyukai permainan sosial, yaitu bentuk permainan yang melibatkan banyak orang dengan saling berinteraksi. Keempat, yaitu perkembangan emosi anak sudah mulai terbentuk dan tampak sebagai bagian dari kepribadian anak. Walaupun pada usia ini masih taraf pembentukan, namun pengalaman anak telah menampakkan hasil. Anak usia dini daya ingatnya masih kuat dan hafalannya masih bersih, belum dipengaruhi oleh berbagai macam problem dan kesulitan. Oleh karenanya, ia banyak menghafal sesuatu meski ia tidak memahaminya. Ihsana El-Khuluqo dalam bukunya mengutarakan perkembangan karakter anak usia dini, yaitu sebagai berikut.13 13 Ihsana El-Khuluqo, Manajemen PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini): Pendidikan Taman Kehidupan Anak, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015, hlm. 17–26. AMZAH Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 109 1. Senang dimotivasi. Pemberian motivasi sangat penting diberikan kepada anak usia dini terutama ketika ia menentang, tidak bisa membedakan salah dan benar dan ketika banyak bergerak serta tidak mau diam. 2. Senang bermain dan bersenang-senang. Bermain bukan sesuatu yang tercela bagi anak usia dini, bahkan permainan itu menjadi sarana untuk memperoleh keterampilan-keterampilan, mengumpulkan pengalaman, dan mengembangkan kecerdasan. Anak perlu dididik agar suka belajar. 3. Bermain sambil belajar. Anak belajar dengan bermain dengan bantuan permainan edukatif. 4. Membaca, berbicara, dan bertanya. Membacakan buku untuk anak sangat berguna pada saat anak-anak mulai dapat memusatkan perhatian untuk jangka waktu yang pendek. 5. Bermain game. Bermain game mengajarkan keterampilan sosial yang sangat berguna. Anak belajar mengenal giliran dan tahu bahwa mereka tidak bisa selalu menjadi pemain yang pertama. Ini merupakan keterampilan dasar yang akan sangat berguna ketika anak masuk prasekolah atau bermainmain di taman bermain. Belajar menerima kekalahan dan tidak bermain curang bukanlah hal yang mudah bagi anak. 6. Menonton televisi. Acara anak-anak di TV dan komputer juga sangat bermanfaat bagi anak. Acara TV seperti Barney atau Sesame Street mengajarkan nilai-nilai yang baik dan mendorong anak untuk berpartisipasi dalam bernyanyi, belajar, dan bermain. Di sisi lain, terus-terusan menonton TV akan membuat anak bergantung pada sumber hiburan yang satu itu dan tak banyak melakukan aktivitas permainan lain. 7. Bermain komputer. Komputer bisa membantu anak belajar. Banyak anak prasekolah belajar matematika dasar dan membaca dengan menggunakan komputer. 8. Senang berkompetisi dan berkelahi. Potensi ini jika diarahkan niscaya menjadi faktor yang penting untuk menjadikan anak yang unggul dan kreatif. 9. Berpikir imajinatif. Anak usia dini itu akalnya belum matang, karena itu imajinasi sering menguasai pikirannya. AMZAH 110 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam 10. Cenderung ingin mendapat keterampilan. Jika ayahnya seorang pedagang, atlet, tukang besi, guru, anaknya akan berusaha memperoleh itu dari ayahnya dengan cara menirunya. Itu terjadi pada anak usia dini yang belum berusia 6 tahun. Adapun sesudah 6 tahun kecenderungan itu akan berkurang. 11. Perkembangan bahasa yang cepat. Kosakata anak akan terus bertambah, itu dipengaruhi oleh kesehatannya secara umum terutama oleh gizi yang bagus. Demikian juga, hubungan kekeluargaan, muatan sosial dan ekonomi dan tingkatan bahasa yang dimiliki ayah dan ibunya, anak kecil yang tidak sehat perkembangan bahasanya tidak sama dengan yang sehat. 12. Cenderung suka merusak dan merakit kembali. Kecenderungan ini oleh sebagian dianggap suatu jenis perusakan padahal tidak demikian. Akan tetapi, itu adalah karakteristik tahapan, jadi sebaiknya anak dijauhkan dari sesuatu yang rentan pecah atau rusak, sebaliknya diberikan permainan khusus, seperti kereta-keretaan, bor-boran, kubus, kertas, dan sebagainya. 13. Perkembangan emosi yang kuat. Emosi merupakan suatu keadaan atau perasaan yang bergejolak dalam diri seseorang yang disadari dan diungkapkan melalui wajah atau tindakan, yang berfungsi sebagai inner adjustment (penyesuaian dari dalam) terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan individu. 14. Rasa takut. Perasaan takut itu lebih kuat pada anak perempuan. Maka tidak sewajarnya menghukum anak dengan menakuti-nakutinya. 15. Marah dan cemburu. Di antara gejala-gejala anak sedang marah dan cemburu adalah tidak mau makan atau memecahkan sesuatu benda atau memukul dirinya. Adapun yang menjadi timbulnya marah adalah celaan, larangan untuk berbuat sesuatu, dan kritikan dari yang lain. Marah dan cemburu sering terjadi pada anak-anak perempuan dan seringkali disebabkan oleh kelahiran adiknya. Ia merasa kurang mendapatkan kasih sayang dari kedua orangtuanya sehingga ia suka menyakiti adiknya, cemburu terhadap adiknya. Anak pada usia dini belum mampu menangkap konsep abstrak. Anak masih pada fase berpikir konkret. Mereka hanya dapat mengerti tentang hal yang ditangkap oleh indranya. Hal yang bersifat abstrak dan berupa konsep, seperti: AMZAH Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 111 kejujuran, masih sulit diterima oleh akalnya, kecuali bila dijelaskan dengan contoh yang bersifat konkret pula. Segala hal yang bersifat teoretis, kaku, banyak nasihat, dan monoton membuat mereka kehilangan minat dan tidak segan untuk mengalihkan perhatiannya pada hal lain yang lebih memuaskan hatinya, namun mereka akan sangat antusias terhadap segala bacaan atau tontonan yang dapat membangkitkan imajinasi dan daya fantasinya, seperti: menggambar, bermain peran, bermain, dan mendengarkan cerita.14 Biechler dan Snowman menegaskan anak usia prasekolah, yaitu anak yang berusia antara 3–6 tahun. Pemerintah Indonesia menetapkan bahwa anak TK dan RA adalah anak yang berada dalam rentang usia 4 sampai 6 tahun. Di bawah ini adalah karakteristik anak usia prasekolah menurut para ahli, yaitu sebagai berikut.15 Tabel 1.5. Karakteristik Anak Usia Prasekolah Menurut Ahli No. Tokoh Ciri Umum Ciri Khusus 1. Bowlby (Menunjukkan perkembangan aspek psikososial) Membentuk kerja sama. Anak sudah dapat terpisah untuk waktu yang tidak terlalu lama dan mengerti mengapa harus terpisah; ia dapat diajak kerja sama. 2. Piaget (menunjukkan perkembangan kognitif) Kemampuan menggunakan simbol (fungsi simbolik). Penggunaan simbol dan penyusunan tanggapan internal, misalnya dalam permainan, bahasa dan peniruan. 14 Zubaedi, Strategi Taktis Pendidikan Karakter (Untuk PAUD dan Sekolah), Depok: Rajawali Pers, 2017, hlm. 38. 15 Anita Yus, Penilaian Perkembangan Belajar Anak Taman Kanak-Kanak, Jakarta: Kencana, 2011, hlm. 16–18. AMZAH 112 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam 3. Montessori (Pengindraan) Indra berkembang dengan menangkap rangsangan yang kemudian diorganisasikan dalam pikirannya sehingga membentuk persepsi. Anak sensitif untuk belajar membaca. 4. Froebel Daya abstraksi anak mulai berkembang. Anak belajar tentang bentuk, ukuran, warna, serta konsep yang diperoleh melalui menghitung, mengukur, membedakan, dan membandingkan. Selain itu, menurut Kementerian Pendidikan Nasional, terdapat delapan belas nilai pendidikan karakter, yaitu sebagai berikut.16 1. Religius, yaitu sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. 2. Jujur, yaitu perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. 3. Toleransi, yaitu sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. 4. Disiplin, yaitu tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. 5. Kerja keras, yaitu perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. 6. Kreatif, yaitu berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. 16 Anas Salahudin & Irwanto Alkrienciehie, Pendidikan Karakter (Pendidikan Berbasis Agama dan Budaya Bangsa), Bandung: CV Pustaka Setia, 2013, hlm. 54. AMZAH Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 113 7. Mandiri, yaitu sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. 8. Demokratis, yaitu cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. 9. Rasa ingin tahu, yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. 10. Semangat kebangsaan, yaitu cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. 11. Cinta tanah air, yaitu cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa. 12. Menghargai prestasi, yaitu sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. 13. Bersahabat/komunikatif, yaitu tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain. 14. Cinta damai, yaitu sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya. 15. Gemar membaca, yaitu kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan manfaat bagi dirinya. 16. Peduli lingkungan, yaitu sikap dan tindakan yang berupaya mencegah kerusakan lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upayaupaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. 17. Peduli sosial, yaitu sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. 18. Tanggung jawab, yaitu sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya ia lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan alam (karakter dimulai dalam sosial budaya), negara, dan Tuhan Yang Maha Esa. AMZAH 114 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Adapun peserta didik yang berkarakter memiliki ciri-ciri, di antaranya yaitu 1. memiliki kesadaran spiritual; 2. memiliki integritas moral; 3. memiliki kemampuan berpikir holistik; 4. memiliki sikap terbuka; 5. memiliki sikap peduli.17 Dengan demikian, dasar pendidikan tersebut dapat diterapkan sejak usia kanak-kanak atau yang biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia emas (golden age), pada saat usia dini terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya. Setiap anak itu unik, kita tidak perlu membandingbandingkannya dengan anak yang lain. Yang perlu dilakukan adalah membantu mengenali potensi dan mengarahkannya. Tidak ada salahnya memberi reward pada anak seperti pujian, hadiah, dan lain sebagainya. Munculnya potensi anak bergantung pada rangsangan yang diberikan oleh pendidik dan orangtua. Pembentukan perilaku yang diharapkan pada anak juga merupakan hal yang harus dibiasakan sejak usia dini. Upaya ini penting dilakukan karena akan membangun fondasi yang kuat bagi perkembangan pola pribadi dan perilaku anak selanjutnya. Pola-pola interaksi yang berkembang pada masa anak usia dini akan menjadi kerangka dasar bagi perkembangan kepribadian dan perilaku anak selanjutnya. C. TUJUAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI Adapun tujuan dari pendidikan anak usia dini adalah membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak sehingga memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan lebih lanjut.18 Secara umum tujuan pendidikan anak usia dini adalah memberikan stimulasi atau rangsangan bagi perkembangan potensi 17 Anas Salahudin & Irwanto Alkrienciehie, Pendidikan Karakter (Pendidikan Berbasis Agama dan Budaya Bangsa), Bandung: CV Pustaka Setia, 2013, hlm. 56. 18 Ihsana El-Khuluqo, Manajemen PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini): Pendidikan Taman Kehidupan Anak, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015, hlm. 37. AMZAH Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 115 anak agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.19 Pendidikan prasekolah merupakan periode yang sangat penting, pendidikan prasekolah adalah sebagai berikut. 1. Periode pembentukan dasar pengetahuan, sikap, dan keterampilan. 2. Periode yang sangat berpengaruh terhadap kualitas anak pada masa berikutnya. 3. Periode untuk meletakkan dasar-dasar tentang keyakinan agama, etika, dan budaya. Keyakinan agama penting untuk membangun kesadaran anak tentang adanya Tuhan dan hubungan antara Khalik dan makhluknya yang perlu dibangun sejak dini. Pendidikan tentang etika juga penting agar anak mampu berinteraksi dengan lingkungan sosial dan fisik secara santun dan etis. Pendidikan budaya penting agar anak tumbuh dan berkembang dalam lingkup kebudayaan dan anak tidak tercerabut dari akar budayanya sehingga menjadi asing dengan lingkungan budayanya. 4. Periode untuk mengembangkan potensi anak. Potensi anak bisa dikembangkan secara maksimal melalui proses pendidikan yang tepat dan periode prasekolah merupakan salah satu fondasinya. 5. Periode yang tak bisa dikonversikan pada masa mendatang. 6. Periode perkembangan otak secara maksimal sehingga faktor gizi dan stimulus yang tepat sangat mempengaruhi. Gizi buruk berdampak pada kualitas pikir anak dan juga bisa menyebabkan kematian anak di bawah usia lima tahun.20 Selain itu, menurut Partini mengemukakan bahwa tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini, adalah: Pertama, membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai 19 Suyadi & Maulidya Ulfah, Konsep Dasar PAUD, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012, hlm. 19. 20 Taqiyuddin, Sejarah Pendidikan: Melacak Geneologi Pendidikan Islam di Indonesia, Bandung: Mulia Press, 2008, hlm. 226–227. AMZAH 116 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa. Kedua, membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar akademik di sekolah.21 D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KARAKTER PADA ANAK USIA DINI Anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik, dalam arti memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan (koordinasi motorik halus dan kasar), intelegensi (daya pikir, daya cipta, kecerdasan spiritual), sosial emosional, (sikap dan perilaku serta agama), bahasa dan komunikasi yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang masih harus dikembangkan. Anak memiliki karakteristik tertentu yang khas dan tidak sama dengan orang dewasa, mereka selalu aktif, dinamis, antusias, dan ingin tahu terhadap apa yang dilihat, didengar, dirasakan, mereka seolah-olah tidak pernah bereksplorasi dan belajar. Anak bersifat egosentris, memiliki rasa ingin tahu secara alamiah, merupakan makhluk sosial, unik, kaya dengan fantasi, memiliki daya perhatian yang pendek, dan merupakan masa yang paling potensial untuk belajar. Pendidikan anak dapat dilaksanakan melalui jalur formal, nonformal, dan informal. Pendidikan formal (pendidikan yang dikelola oleh pemerintah) seorang anak dapat diperoleh dari bangku PAUD, TK, SD, SMA, dan sampai tingkat jenjang pendidikan selanjutnya. Pendidikan nonformal (pendidikan yang dikelola oleh yayasan) dapat diperoleh mulai dari PAUD, TPA, KB, atau sejenisnya dan sampai pada selanjutnya. Namun, pendidikan informal diperoleh sejak dari masih berada dalam kandungan seorang ibu (pendidikan prenatal) 21 Partini, Pengantar Pendidikan Anak Usia Dini, Yogyakarta: Grafindo Litera Media, 2010, hlm. 7. AMZAH Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 117 dan dari lingkungan anak.22 Pada hakikatnya pendidikan mengandung beberapa unsur pokok,23 yaitu 1. menjaga fitrah anak; 2. menumbuhkembangkan bakat anak; 3. mengarahkan fitrah dan bakat yang dimiliki anak; 4. adanya tahapan-tahapan yang sistematis dalam merealisasikannya. Fitrah kemanusiaan yang menjadi entitas kunci pada unsur-unsur pokok dalam memaknai pendidikan, harus diketahui secara pasti. Hal pokok dari fitrah berpusat pada konsepsi manusia. Islam dengan tegas menyatakan bahwa manusia adalah makhluk Allah yang memiliki tugas kekhalifahan dan kehambaan. Mengapa pendidikan anak itu penting dilakukan sejak usia dini? Pada dasarnya manusia terlahir ke dunia ini tanpa identitas, tidak mengenal apa-apa dan siapa-siapa serta untuk apa dilahirkan. Ia juga dilahirkan tidak pernah berpesan terlebih dahulu untuk dijadikan apa, bagaimana dan mau ke mana selanjutnya, kecuali hanya satu bahwa manusia dilahirkan hanya membawa fitrah yang telah dianugerahi Allah Ø. Sebagaimana Allah Ø berfirman dalam Alquran Surah Al-Insân ayat 1: Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang ia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut. (QS. Al-Insân (76): 1)24 Firman Allah Ø itu memberi gambaran kepada kita, manusia lahir ke dunia tidak mempunyai apa-apa. Manusia lahir tidak disebut siapa pun. Manusia lahir tidak membawa harta, jabatan, dan kekayaan. Manusia lahir tidak mempunyai nama apa pun. Manusia lahir tidak membawa moral etika, dan agama apa pun yang menjadi karakter perilaku dan tindakannya, kecuali memiliki potensi dan nilai-nilai keimanan yang bersifat sederhana. Selain 22 Mursid, Belajar dan Pembelajaran PAUD, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015, hlm. 34. 23 Dindin Jamaluddin, Paradigma Pendidikan Anak dalam Islam, hlm. 104. 24 QS. Al-Insân (76): 1. AMZAH 118 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam potensi keimanan, manusia juga memiliki potensi untuk kafir apabila tidak diberi penguatan terhadap fitrah keimanannya itu. Manusia lahir dalam keadaan netral dari berbagai nilai, norma, dan agama. Sebagaimana dalam perspektif ahli psikologi bernama John Locke, mengemukakan bahwa anak lahir bagaikan kertas putih yang belum ada gambarnya.25 Seorang anak yang pada masa usia dini tidak mendapatkan pendidikan agama dan tidak pula mempunyai pengalaman keagamaan maka ia nanti setelah dewasa akan cenderung bersikap negatif terhadap agama dan dalam menjalankan kehidupannya. Pandangan Alquran mengenai pendidikan agama di usia dini terdapat dalam firman Allah Ø dalam Alquran Surah Tâhâ ayat 132: Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa. (QS. Tâhâ (20): 132)26 Ayat tersebut menjelaskan bahwa orangtua akan dimintai tanggung jawabnya tentang pendidikan anak-anaknya. Di dalam Islam anak-anak mempunyai hak untuk menuntut dari orangtuanya pendidikan yang layak untuk kebahagiaannya di dunia dan akhirat dengan menjadi orang yang bertakwa kepada Allah Ø. Masa usia dini adalah masa keemasan, artinya masa tersebut merupakan masa terbaik dalam proses belajar yang hanya sekali dan tidak pernah akan terulang kembali. Pertumbuhan dan perkembangan anak pada masa ini berlangsung sangat cepat dan akan menjadi penentu bagi sifat-sifat atau karakter 25 Rahmat Rosyadi, Pendidikan Islam dalam Pembentukan Karakter Anak Usia Dini, Konsep dan Praktik PAUD Islami, Jakarta: Rajawali Pers, 2013, hlm. 6–7. 26 QS. Surat Thâhâ (20): 132. AMZAH Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 119 anak di masa dewasa.27 Pembentukan karakter dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu 1) faktor bawaan; 2) faktor lingkungan.28 1. Faktor Bawaan Ada yang menyebut faktor hereditas ini dengan istilah nature. Faktor hereditas atau nature merupakan karakteristik bawaan yang diturunkan dari orangtua biologis atau orangtua kandung kepada anaknya. Jadi, faktor tersebut merupakan pemberian biologis sejak lahir. Faktor hereditas ini merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi perkembangan anak usia dini. Menurut penelitian, faktor hereditas ini mempengaruhi kemampuan intelektual dan kepribadian seseorang. Islam telah mengindikasikan pentingnya faktor hereditas dalam perkembangan anak sejak 14 abad yang lalu. Dalam sudut pandang hereditas, karakteristik seseorang dipengaruhi oleh gen yang merupakan karakteristik bawaan yang diwariskan (genotip) dari orangtuanya, yang akan terlihat sebagai karakteristik yang dapat diobservasi (fenotip). Gen merupakan cetak biru dari perkembangan yang tetap diturunkan dari generasi ke generasi. Fenotip merupakan karakter individu yang terlihat langsung oleh mata sehari-hari yang tercipta dari cetak biru tersebut. Gen orangtua diwariskan kepada anak-anaknya melalui proses pembuahan.29 Gen yang diterima anak dari orangtuanya pada saat pembuahan akan mempengaruhi semua karakteristik dan keterampilan anak kelak. Dalam disiplin ilmu pendidikan, orang yang mempercayai bahwa perkembangan seorang anak dipengaruhi oleh faktor hereditas disebut aliran nativisme yang dipelopori oleh Schopenhauer. Aliran tersebut berpendapat bahwa perkembangan anak telah ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir. Hereditas oleh aliran ini juga disebut pembawaan. Pembawaan yang telah terdapat pada anak sejak dilahirkan itulah yang menentukan perkembangannya kelak. Dalam perspektif hereditas, perkembangan seorang anak sangat dipengaruhi oleh hal berikut. 27 Nana Prasetyo, Membangun Karakter Anak Usia Dini, Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini, 2013, hlm. 12. 28 Nana Prasetyo, Membangun Karakter Anak Usia Dini, Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini, 2013, hlm. 8. 29 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, Jakarta: Rajawali Press, 2009, hlm. 47. AMZAH 120 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam a. Bakat. Anak dilahirkan dengan membawa bakat-bakat tertentu. Bakat tersebut diibaratkan seperti bibit kesanggupan atau bibit kemungkinan yang terkandung dalam diri anak. Setiap anak memiliki berbagai macam bakat sebagai pembawaannya, seperti bakat musik, seni, agama, akal yang tajam, dan sebagainya. Bakat yang dimiliki oleh si anak tersebut pada dasarnya diwarisi oleh orangtuanya, bisa bapak atau ibunya atau bahkan nenek moyangnya. b. Sifat-sifat keturunan. Sifat-sifat keturunan yang diwariskan oleh orangtua atau nenek moyangnya terhadap seorang anak dapat berupa fisik maupun psikis. Mengenai fisik misalnya bentuk hidungnya, bentuk badannya, dan suatu penyakit. Sementara itu, mengenai psikisnya seperti sifat pemalas, sifat pemarah, pandai, gemar bicara, dan sebagainya. Setiap anak sudah berbeda sejak lahir. Namun, bukan lebih pada karena ia laki-laki atau perempuan, tetapi karena memang setiap individu berbeda. Anak-anak membawa keunikannya (misalnya: sifat, bakat, dan kondisi fisik), masingmasing yang harus dihargai oleh orang-orang dewasa di sekelilingnya.30 2. Faktor Lingkungan Anak-anak belajar bahasa dan keterampilan hidup dari lingkungan bahwa mereka menghabiskan waktu mereka. Karena alasan itulah ia berpikir bahwa lingkungan untuk anak-anak perlu indah dan teratur rapi sehingga anak-anak dapat belajar tata tertib dari lingkungan itu.31 Faktor lingkungan ini sering disebut dengan istilah nurture. Faktor lingkungan diartikan sebagai kekuatan kompleks dari dunia fisik dan sosial yang mempengaruhi susunan biologis dan pengalaman psikologis anak sejak sebelum ada dan sesudah lahir. Faktor ini meliputi semua pengaruh lingkungan, termasuk di dalamnya pengaruhpengaruh berikut ini. 30 Elga Andriana, Tanya-Jawab Problema Anak Usia Dini Berbasis Gender, Yogyakarta: Kanisius, 2006, hlm. 19–20. 31 Rita Eka Izzaty, Perilaku Anak Prasekolah, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2017, hlm. 32. AMZAH Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 121 a. Keluarga. Proses pembentukan karakter diawali dengan kondisi pribadi ibuayah sebagai figur yang berpengaruh untuk menjadi panutan, keteladanan, dan diidolakan atau ditiru anak-anak. Dalam keluarga, ayah berkewajiban mendidik anak-anaknya, sedangkan ibu wajib mengajarkan kebaikan kepada anak-anaknya. Suami menjadi teladan bagi istrinya, menjadi pemimpin yang mengayomi keluarganya, sedangkan istri harus taat dan berbakti kepada keluarganya dengan dasar agama dan nilai-nilai budaya yang positif.32 Lembaga keluarga merupakan tempat pembentukan karakter anak yang utama, terlebih pada masa-masa awal pertumbuhan mereka sebagai manusia. Dalam hal ini, keluarga memiliki investasi afeksi yang tidak dapat tergantikan oleh peranan lembaga lain di luar keluarga, seperti sekolah, lembaga agama, dan masyarakat. Jadi, sedekat apa pun hubungan emosional antara pendidik dan siswa, katakanlah seandainya mereka memiliki keterikatan emosional mereka dengan orangtua mereka di rumah, ikatan emosional ayah dan ibu merupakan sebuah pengalaman tak tergantikan yang menjadi modal dasar pertumbuhan emosi dan kedewasaan anak. Selain memiliki fungsi sebagai lembaga pertama tempat sang anak menjalani apa yang disebut sosialisasi, keluarga merupakan sebuah tempat anak-anak menerima pendidikan nilai. Anak banyak belajar dari cara bertindak dan cara berpikir orangtua. Merekalah yang menjadi model peran pertama dalam hal pendidikan nilai. Singkatnya, orangtualah yang menjadi tempat pertama pembentukan karakter anak. Meskipun memiliki posisi sangat strategis sebagai tempat investasi emosional pertama sang anak dalam masa-masa awal pertumbuhannya, posisi istimewa orangtua ini juga bisa menjadi titik lemah bagi pembentukan karakter anak. Oleh sebab itu, tidak ada korelasi antara kemampuan untuk melahirkan anak dan kemampuan diri dari orangtua untuk menjadi pendidik. Untuk menjadi orangtua hanya prasyarat biologis yang diperlukan, sedangkan untuk menjadi pendidik dibutuhkan pengalaman, keahlian, dan pemahaman tentang paedagogi. Jadi, visi pendidikan dan dan keyakinan filosofis, dan pengalaman pribadi 32 Tatang, Ilmu Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2012, hlm. 79. AMZAH 122 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam orangtua tentang pendidikan anak inilah yang menentukan berhasil tidaknya orangtua menjadi pendidik nilai bagi anak-anaknya.33 b. Lingkungan yang positif akan membentuk karakter yang positif pula pada anak. Karakter seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh pembawaan, namun juga lingkungan (terutama dalam keluarga) memiliki pengaruh yang sangat besar. Pada hakikatnya anak adalah makhluk individu yang membangun sendiri pengetahuannya. Itu artinya, pendidik dan pendidik anak usia dini lainnya tidaklah dapat menuangkan air begitu saja ke dalam gelas yang seolah-olah kosong melompong. Anak lahir dengan membawa sejumlah potensi yang siap untuk ditumbuhkembangkan, asalkan lingkungan menyiapkan situasi dan kondisi yang dapat merangsang kemunculan dari potensi yang tersembunyi tersebut.34 Salah satu contoh kisah nyata, seorang anak laki-laki dibesarkan dalam lingkungan binatang. Si anak berjalan dengan merangkak, makan, bertingkah laku, dan bersuara seperti binatang karena ia tidak bisa bicara. Orang yang menemukan si anak berusaha mendidiknya kembali seperti halnya anak-anak pada umumnya. Hasilnya, si anak tetap memiliki pribadi seperti binatang karena sebagian besar hidupnya dilalui bersama binatang sejak usia dini. Tampak di sini betapa besar pengaruh lingkungan terhadap pembentukan karakter. Dari contoh tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa karakter seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh bawaan, tetapi juga lingkungan (terutama, dalam keluarga) memiliki pengaruh yang sangat besar.35 Dengan demikian, lingkungan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan anak. Oleh karena itu, lingkungan perlu dirancang sedemikian rupa agar dapat mengembangkan dan menyempurnakan apa yang dibawa anak sejak lahir. 33 Doni Koesoema A., Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, Jakarta: PT Grasindo, 2010, hlm. 181. 34 Yuliani Nurani Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta: PT Indeks, 2009, hlm. 55. 35 Nana Prasetyo, Membangun Karakter Anak Usia Dini, Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini, 2013, hlm. 8–9. AMZAH Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 123 Pendidik adalah seorang administrator, informator, konduktor, dan sebagainya, harus berkelakuan menurut harapan masyarakatnya. Pendidik sebagai pendidik dan pembangun generasi baru diharapkan tingkah laku yang bermoral tinggi demi masa depan bangsa dan negara. Kepribadian pendidik dapat mempengaruhi suasana kelas/sekolah, baik kebebasan yang dinikmati anak dalam mengeluarkan buah pikiran dan mengembangkan kreativitasnya ataupun pengekangan dan keterbatasan yang dialami dalam pengembangan pribadinya. Anak dalam perkembangannya dipengaruhi oleh orangtua/wali murid dalam lingkungan keluarga, pendidik-pendidik dalam lingkungan sekolah, masyarakat beserta lingkungannya yang merupakan tripusat pendidikan. Keberhasilan pendidikan di sekolah bukan hanya ditentukan oleh usaha murid secara individual atau berkat interaksi murid dan pendidik dalam proses belajar mengajar (PBM), melainkan juga interaksi anak/siswa dengan lingkungan sosialnya yang berlainan dalam berbagai budaya yang dihadapi di dalam maupun di luar sekolah.36 Para pendidik anak usia dini hendaknya terlibat aktif dalam proses pendidikan anak. Pemberian kesempatan yang luas untuk anak-anak mengenali lingkungannya dengan cara bereksplorasi merupakan tugas utama para pendidik. Pemaksaan dan pengekangan daya eksplorasi dapat mematikan pengembangan potensi anak bahkan dapat menyebabkan anak mengalami tekanan atau kebingungan dalam melakukan sesuatu bila ia tidak menyukainya. Hal yang menjadi fokus utama bagi para pendidik adalah mengelola proses pendidikan dalam pelaksanaan program kegiatan yang membuat setiap anak merasa senang dengan apa yang dilakukannya dan baik pendidik maupun anak-anak selalu mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang baru. Untuk itu, Montessori menyatakan bahwa pendidik anak-anak usia dini harus: a. Memberikan pengenalan alat yang riil yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti: pisau, gunting, alat-alat kebersihan dan alat-alat pertukangan. Hal ini dimaksudkan agar anak-anak secara bertahap mengenali alat-alat yang membantu kelancaran proses kehidupan. 36 Ruminiati, Sosio Antropologi Pendidikan: Suatu Kajian Multikultural, Malang: Penerbit Gunung Samudera, 2016, hlm. 24. AMZAH 124 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam b. Menyimpan dan meletakkan bahan-bahan serta peralatan di tempat yang dapat dijangkau anak-anak dan ditata secara teratur, mereka dapat menemukan dan mengambil apa yang mereka butuhkan. Merancang ruang kelas dengan rak-rak yang rendah dan terbuka, berarti anak-anak dapat melihat apa yang ada dan mendapatkan apa yang mereka inginkan tanpa bantuan dari pendidik. c. Menciptakan keindahan dan kerapian di ruang kelas. Menurut Montessori, mengetahui bagaimana merancang lingkungan yang indah dan menarik bagi anak-anak sama pentingnya dengan bagian pengajaran seperti mengetahui bagaimana memilih buku anak-anak yang baik untuk perpustakaan.37 Dalam hal ini diharapkan kepada seluruh para pendidik untuk memahami segala masalah yang timbul pada anak dini dan berusaha menanggulanginya sedini mungkin, dengan demikian dapat mengamalkan dan melaksanakan pendidikan agamanya dengan baik dan benar. Pendidikan usia dini tidak dapat dikesampingkan dan diremehkan, pengaruhnya berdampak sangat besar terhadap kehidupan anak selanjutnya. Di sini peranan para pendidik terutama orangtua dituntut untuk memahami hal-hal yang berkaitan dengan pertumbuhan Intellegence Quotient (IQ) anak; di samping hal lainnya agar anak tersebut memiliki kemampuan berpikir yang baik dan menjadi anak saleh. E. METODE DALAM MEMBENTUK ANAK BERKARAKTER SEJAK USIA DINI Dalam dunia pendidikan, metode pengajaran berfungsi sebagai salah satu alat untuk menyajikan bahan pelajaran dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam pendidikan, khususnya jenjang pendidikan prasekolah dan sekolah dasar, tujuan pendidikan ini adalah untuk mengembangkan sikap, pengetahuan, daya cipta, dan keterampilan pada anak. Islam sangat memperhatikan masalah moral. Hal ini sesuai dengan misi diutusnya Rasulullah , yaitu untuk memperbaiki akhlak atau moral manusia. 37 Rita Eka Izzaty, Perilaku Anak Prasekolah, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2017, hlm. 34–36. AMZAH Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 125 Pendidikan karakter atau akhlak atau moral yang baik adalah menjalankan perintah agama dengan baik sesuai dengan yang dicontohkan rasul-Nya, seperti sopan, jujur, pemaaf, menghormati, dan menyayangi sesama makhluk ciptaanNya. Rasulullah  adalah sosok yang dapat dijadikan contoh sepanjang masa. Membentuk anak berkarakter tidak hanya dapat dilakukan melalui kata-kata atau perintah saja. Membentuk anak berkarakter sesuai harapan orangtua tentu harus diiringi dengan contoh-contoh atau keteladanan. Seperti halnya yang telah dikemukakan oleh ahli psikologi dan ahli pendidikan bahwa anak akan berperilaku seperti orangtuanya berperilaku. Hal ini menandakan bahwa anak mencontoh (imitate) apa pun yang diucapkan dan dilakukan para orangtuanya. Anak merupakan imitator ulung. Maka dari itu, pendidik atau orangtua memiliki peran sentral dalam membentuk karakter anak. Dengan demikian, pendidik atau orangtua seyogianya menggunakan ilmu pendidikan, khususnya ilmu metode pendidikan. Oleh karena itu, pendidik atau orangtua dapat menyampaikan sesuatu sesuai dengan metode yang tepat agar tujuannya dapat tercapai. Selain itu, dalam membentuk karakter anak, diperlukan berbagai macam metode, ada banyak karakter yang perlu dimiliki oleh anak dalam mengarungi kehidupannya sehingga akan selamat dunia dan akhirat. Metode pembelajaran merupakan prosedur atau suatu cara yang ditempuh oleh pendidik dalam mengelola pembelajaran yang efisien dan efektif. Sesuai dengan karakteristik dan tuntutan berbeda antara orang dewasa dan anak. Oleh karena itu, guru perlu mempersiapkan suatu metode pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan dunia anak secara optimal sehingga diharapkan tumbuhnya sikap dan kebiasaan berperilaku positif, yang mendukung pengembangan berbagai potensi dan kemampuan anak. Pemahaman dan penguasaan metode pembelajaran anak merupakan hal yang mutlak diperlukan oleh guru prasekolah. Pertama, sesuai dengan karakteristik anak yang lazimnya aktif dan memiliki kemampuan berkreasi sehingga metode pembelajaran bagi anak usia prasekolah, yaitu berpusat pada anak. Dengan demikian, artinya bahwa anak diberikan kesempatan yang luas guna berbuat aktif, baik secara mental maupun fisik. Kedua, pada dasarnya anak belajar pada situasi yang menyeluruh maka cara pembelajaran yang terpadu AMZAH 126 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam cocok untuk dilaksanakan bagi anak usia dini. Ketiga, adanya perbedaan pada individual anak yang menuntut guru untuk memahami dan menyediakan sejumlah alternatif kegiatan untuk memberi kesiapan pada anak dalam memilih kegiatan yang diminati. Keempat, hendaknya cara pembelajaran anak usia dini adalah dengan memberikan kesempatan kepada anak untuk berinteraksi, baik dengan guru, maupun teman-teman sebayanya. Kelima, cara pembelajaran bersifat tidak terstruktur dan fleksibel. Keenam, hal yang perlu diprioritaskan adalah penerapan bermain sebagai sarana belajar di TK.38 Adapun metode yang umum dan telah teruji dapat membentuk anak berkarakter di antaranya, yaitu sebagai berikut. 1. Metode Hiwar (Percakapan) Metode bercakap-cakap merupakan suatu cara bercakap-cakap dalam bentuk tanya jawab antara anak dengan anak, atau antara guru dengan anak.39 Bercakapcakap berarti saling mengomunikasikan pikiran dan perasaan secara verbal atau mewujudkan kemampuan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif. Bercakapcakap dapat pula diartikan sebagai dialog atau sebagai perwujudan bahasa reseptif dan ekspresif dalam suatu situasi. Sebagai bukti penguasaan bahasa reseptif adalah semakin banyaknya kata-kata baru yang dikuasai oleh anak yang diperolehnya dari kegiatan bercakap-cakap. Kemampuan bahasa reseptif ini meliputi kemampuan mendengarkan dan memahami bicara orang lain. Sebagai bukti berkembangnya kemampuan berbahasa ekspresif ialah semakin seringnya anak menyatakan keinginan, kebutuhan, pikiran, dan perasaan kepada orang lain secara lisan. Kemampuan berbahasa reseptif ini meliputi kemampuan menyatakan gagasan, perasaan, dan kebutuhan kepada orang lain.40 Dengan demikian, ada anak yang mengalami kesulitan dalam pengembangan kemampuan berbahasa reseptif dan ekspresif, guru harus memberikan perlakuan khusus, yaitu dengan percakapan. 38 Ahmad Susanto, Pendidikan Anak Usia Dini: Konsep dan Teori, Jakarta: Bumi Aksara, 2017, hlm. 20–121. 39 Ibid., hlm. 123. 40 Mursid, Pengembangan Pembelajaran PAUD, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015, hlm. 29. AMZAH Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 127 Metode hiwar maksudnya adalah percakapan antara dua pihak atau lebih melalui tanya jawab mengenai suatu topik. Metode ini mempunyai dampak yang dalam terhadap jiwa pendengar. Metode ini akan dapat membangkitkan berbagai perasaan dan kesan, yang mungkin melahirkan dampak paedagogis yang membantu tumbuh kokohnya ide tersebut dalam jiwa anak. Dalam konteks pendidikan usia dini, metode hiwar ini dapat diterapkan dengan catatan materi hiwar sesuai dengan perkembangan intelektual anak. Sesuai dengan ciri yang dimilki oleh anak usia dini, metode ini dapat dipadukan dengan metode dongeng atau bercerita. 2. Metode Pembiasaan Metode pembiasaan merupakan kegiatan yang dilakukan secara teratur dan berkesinambungan untuk melatih anak supaya mempunyai kebiasaan-kebiasaan tertentu. Pada umumnya, kebiasaan tersebut, antara lain berhubungan dengan pengembangan kepribadian anak, seperti emosi, disiplin, kemandirian, budi pekerti, hidup bermasyarakat, dan penyesuaian diri.41 Metode Pembiasaan adalah suatu keadaan ketika seseorang mengaplikasikan perilaku-perilaku yang belum pernah atau jarang dilaksanakan menjadi sering dilaksanakan hingga pada akhirnya menjadi kebiasaan. Kebiasaan-kebiasaan yang baik seperti halnya orangtua atau pendidik terbiasa mengucapkan salam dan membiasakan pada anaknya tentu akan membentuk anak untuk terbiasa mengucapkan salam. Kebiasaan mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, kebiasaan akan menghemat kekuatan pada manusia. Inti pembiasaan sebenarnya adalah pengulangan terhadap sesuatu yang dilaksanakan atau diucapkan oleh seseorang. Ditinjau dari segi perkembangan anak, pembentukan tingkah laku melalui pembiasaan akan membantu anak tumbuh dan berkembang secara seimbang. Dalam pendidikan prasekolah dan sekolah dasar, penerapan metode ini dapat dilakukan dengan guru melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik, seperti hidup bersih, hidup rukun, tolong-menolong, jujur, dan lain sebagainya. 41 Ahmad Susanto, Pendidikan Anak Usia Dini: Konsep dan Teori, Jakarta: Bumi Aksara, 2017, hlm. 122. AMZAH 128 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Gambar 1.1. Kata-Kata dalam Metode Pembiasaan 3. Metode Keteladanan Metode ini merupakan metode pendidikan dan pengajaran dengan cara pendidik memberikan contoh teladan yang baik kepada anak agar ditiru dan dilaksanakan. Suri teladan dari para pendidik merupakan faktor yang besar pengaruhnya dalam pendidikan anak. Pendidik, terutama orangtua dalam rumah tangga dan guru di sekolah merupakan contoh ideal bagi anak. Salah satu ciri utama anak adalah meniru. Disadari atau tidak, anak akan meneladani segala sikap, perilaku orangtuanya, tindakannya, baik dalam bentuk perkataan dan perbuatan maupun pemunculan sikap-sikap kejiwaan, seperti: emosi, kepekaan, dan sebagainya. Anak, meskipun memiliki watak fitrah, cenderung untuk menjadi manusia yang baik atau sebaliknya, menjadi manusia yang jahat. Meskipun anak memiliki kecenderungan besar untuk menjadi manusia mulia, namun kemuliaan tersebut tidak melekat pada dirinya tanpa contoh-contoh konkret yang dilihat, atau dengan secara sadar dan sengaja diperlihatkan kepadanya. Itulah sebabnya orangtua dan guru diharuskan memulai dalam mendidik anak dengan memberikan contoh dan teladan yang baik.42 42 Dindin Jamaluddin, Paradigma Pendidikan Anak Dalam Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2013, hlm. 71. AMZAH Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 129 Metode keteladanan ini merupakan salah satu teknik pendidikan yang efektif dan sukses. Dalam praktik pendidikan, anak didik cenderung meneladani pendidiknya dan ini diakui oleh hampir semua ahli pendidikan. Dasarnya adalah secara psikologis anak senang meniru, tidak saja yang baik-baik yang jelek pun akan ditiru, dan secara psikologis pula manusia membutuhkan tokoh teladan dalam hidupnya. Allah mengutus Nabi Muhammad  untuk menjadi teladan untuk manusia.43 Adapun kewajiban orangtua dalam pembinaan akhlak anak di antaranya sebagai berikut. a. Memberi contoh kepada anak dalam berakhlakul karimah atau menjadi suri teladan yang baik. b. Memberikan kesempatan pada anak untuk mempraktikkan akhlak mulia dalam keadaan bagaimanapun. c. Memberi tanggung jawab sesuai dengan perkembangan anak. d. Mengawasi serta mengarahkan anak dalam pergaulan.44 Selain itu, faktor model/keteladanan menurut teori Bandura memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut. a. Tingkat tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara mengonsep perilaku sejak awal kemudian mengulangi perilaku secara simbolik. b. Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan dirinya. c. Individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model/panutan tersebut disukai/dihargai dan perilakunya mempunya nilai yang bermanfaat.45 Dalam interaksi antara guru dan murid akan terjadi proses identifikasi oleh anak didik terutama kepada guru yang menjadi idola anak, dan dalam proses tersebut anak akan meniru atau mengimitasi segala tingkah laku dan gerak-gerik sang guru tersebut. 43 Hamdani Ihsan & Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2001, hlm. 195. 44 Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009, hlm. 271. 45 Sugiyatno, “Optimalisasi Peran Keluarga dalam Membangun Moral Remaja”. Disampaikan dalam rangka kegiatan MOS Maguwoharjo UNY, 2013, hlm. 9. AMZAH 130 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Dengan demikian, sudah selayaknya seorang guru menjadi figur teladan bagi anak didiknya dalam segala aspek perilakunya. Seorang guru dalam menerapkan metode keteladanan di sekolah, dapat memperhatikan beberapa hal di antaranya, yaitu sebagai berikut. a. Memberikan keteladanan dengan apa yang dilihat oleh anak dalam keseharian di sekolah. Misalnya, guru membiasakan diri mengucapkan salam sebelum masuk dan keluar kelas/ruangan, berdoa sebelum dan sesudah belajar, berdoa sebelum dan sesudah makan, menunjukkan sikap sabar dan lembut dalam mengajar dan mendidik, dan lain sebagainya. b. Metode keteladanan bisa dilakukan dalam proses pembelajaran melalui cerita atau kisah-kisah para nabi. Dalam hal ini guru bisa menggunakan metode pembelajaran bercerita, metode bercerita biasanya sangat disukai anak dan anak sangat antusias untuk mendengarkan cerita dari guru.46 Keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang paling berpengaruh bagi anak. Anak pertama kali melihat, mendengar, dan bersosialisasi dengan orangtuanya. Hal ini, berarti bahwa ucapan dan perbuatan orangtua akan dicontoh oleh anak-anaknya. Dalam hal ini, pendidik menjadi contoh terbaik dalam pandangan anak. 4. Metode Bermain Dunia anak itu dunianya bermain. Jadi, sudah selayaknya pembelajaran dikelola dengan cara bermain. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bermain berasal dari kata dasar “main” yang berarti melakukan aktivitas atau kegiatan untuk menyenangkan hati (dengan menggunakan alat-alat tertentu atau tidak).47 Artinya, bermain adalah aktivitas yang membuat hati seorang anak menjadi senang, nyaman, dan bersemangat. Adapun yang dimaksud bermain adalah melakukan sesuatu untuk bersenang-senang. 46 Fadlillah, M. & Khorida, L.M, Pendidikan Karakter AUD, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013, hlm. 168. 47 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Gramedia, 2008, hlm. 857. AMZAH Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 131 Anak memiliki karakteristik yang berbeda dengan orang dewasa dalam berperilaku. Dengan demikian, dalam hal belajar anak juga memiliki karakteristik yang tidak sama pula dengan orang dewasa. Karakteristik cara belajar anak merupakan fenomena yang harus dipahami dan dijadikan acuan dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran untuk anak usia dini. Adapun karakteristik pembelajaran pada anak usia dini, yaitu sebagai berikut. a. Anak belajar melalui bermain. Anak belajar dengan cara membangun pengetahuannya. b. Anak belajar secara alamiah. Anak belajar paling baik jika apa yang dipelajarinya mempertimbangkan keseluruhan aspek pengembangan, bermakna, menarik, dan fungsional. Dalam pembelajaran untuk anak usia dini menggunakan prinsip belajar, bermain, dan bernyanyi. Pembelajaran untuk anak usia dini diwujudkan sedemikian rupa sehingga dapat membuat anak aktif, senang, dan bebas memilih. Anak-anak belajar melalui interaksi dengan alat-alat permainan dan perlengkapan serta manusia. Anak belajar dengan bermain dalam suasana yang menyenangkan.48 Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian atau memberikan informasi, memberi kesenangan, maupun mengembangkan imajinasi pada anak.49 Dunia anak adalah dunia bermain, yang merupakan fenomena sangat menarik perhatian bagi para pendidik, psikolog, dan ahli filsafat sejak zaman dahulu.50 Bermain merupakan kebutuhan dan sebagai aktivitas penting yang dilakukan anak-anak. Dengan bermain, anak-anak akan bertambah pengalaman dan pengetahuannya. Mengingat dunia anak adalah dunia bermain, melalui 48 Novan Ardy Wiyani & Barnawi, Format PAUD: Konsep, Karakteristik, & Implementasi Pendidikan Anak Usia Dini, hlm. 89. 49 Anggani Sudono, Sumber Belajar dan Alat Permainan (untuk Pendidikan Anak Usia Dini), Jakarta: PT Grasindo, 2000, hlm. 1. 50 Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009, hlm. 149. AMZAH 132 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam bermain anak memperoleh pelajaran yang mengandung aspek perkembangan kognitif, sosial, emosi, dan fisik. Melalui kegiatan bermain dengan berbagai macam bentuk permainan, anak dirangsang untuk berkembang secara umum, baik perkembangan berpikir, emosi, maupun sosial.51 Bermain adalah salah satu pendekatan dalam melaksanakan kegiatan pendidikan untuk anak usia dini. Dengan menggunakan strategi, metode, materi/bahan, dan media yang menarik, permainan dapat diikuti anak secara menyenangkan. Melalui bermain anak diajak untuk bereksplorasi (penjajakan), menemukan, dan memanfaatkan benda-benda di sekitarnya.52 Bermain pada awalnya belum mendapat perhatian khusus dari para ahli ilmu jiwa, terbatasnya pengetahuan tentang psikologi perkembangan anak dan kurangnya perhatian mereka pada perkembangan anak. Salah satu tokoh yang dianggap berjasa untuk meletakkan dasar tentang bermain adalah Plato, seorang Filsuf Yunani. Plato dianggap sebagai orang pertama yang menyadari dan melihat pentingnya nilai praktis dari bermain. Menurut Plato, anak-anak akan lebih mudah dan mempelajari aritmetika dengan cara membagikan apel kepada anak-anak. Juga melalui pemberian alat permainan miniatur balokbalok kepada anak usia 3 tahun pada akhirnya akan mengantar anak tersebut menjadi seorang ahli bangunan.53 Menurut pendidik dan ahli psikologi, bermain merupakan pekerjaan masa usia dini dan cermin pertumbuhan anak. Bermain merupakan kegiatan yang memberikan kepuasaan bagi diri sendiri dan dengan bermain anak akan dapat memahami kehidupan.54 Dalam pengajaran agama terutama untuk membina kesadaran beragama, penerapan metode ini dapat diarahkan kepada permainam yang dapat menumbuhkan kesadaran beragama anak. Perkembangan jiwa 51 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Model Penyelenggaraan PAUD Terpadu dengan Perpustakaan Mainan, hlm. 21. 52 Suyadi & Maulidya Ulfah, Konsep Dasar PAUD, hlm. 34. 53 Dadan Suryana, Pendidikan Anak Usia Dini: Stimulasi dan Aspek Perkembangan Anak, Jakarta: Kencana, 2016, hlm. 199. 54 Moeslichatoen, Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak, Jakarta: Rineka Cipta, 2004, hlm. 24. AMZAH Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 133 agama pada anak usia dini dapat dilakukan melalui pendidikan, pengalaman, dan latihan-latihan dari sejak lahir. Selain itu, hal itu akan menjadi bekal yang dibawanya untuk menjadi dewasa. Bermain sambil belajar adalah kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa menggunakan alat yang menghasilkan pengertian atau memberikan informasi, memberikan kesenangan, maupun mengembangkan imajinasi anak dan menyebabkan terjadinya perubahan perilaku yang terjadi akibat interaksi antara individu dengan lingkungannya. Anak-anak yang sedang bermain dapat mengembangkan kemampuan kognisi dan motoriknya, serta belajar mengenai dunia sosial dan lingkungannya. Kemampuan kognisi anak berkembang karena anak ingin memaknai apa yang telah dilihatnya. Anak-anak dapat mengembangkan kemampuan sosialnya melalui interaksi dengan sebayanya atau orang dewasa lain selain ibunya. Mereka belajar mengenai peraturan-peraturan, belajar bekerja sama dan berbagi. Mereka membangun percaya diri dan menantang diri mereka sendiri, dengan berinteraksi dengan anak-anak lain dan dengan menguasai tantangan-tantangan pribadi, fisik intelektual, dan sosial.55 Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa menggunakan alat yang menghasilkan pengertian atau memberikan informasi, memberi kesenangan, maupun mengembangkan imajinasi pada anak. Jika pengertian bermain dipahami dan sangat kita kuasai, kemampuan itu akan berdampak positif pada cara kita dalam membantu proses belajar anak. Pengamatan ketika anak bermain secara aktif maupun pasif, akan banyak membantu memahami jalan pikiran anak, dan juga akan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Pada saat bermain kita perlu mengetahui saat yang tepat bagi kita untuk melakukan atau menghentikan intervensi, bila tidak memahami secara benar dan tepat, hal itu akan membuat anak frustasi atau tidak kooperatif dan sebaliknya. Dari bahasa tubuh si anak pun kita sudah dapat mengetahui kapan mereka membutuhkan kita untuk melakukan intervensi. Pemahaman tentang 55 Dwi Yulianti, Bermain Sambil Belajar Sains di Taman Kanak-Kanak, Jakarta: Indeks, 2010, hlm. 27. AMZAH 134 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam bermain juga akan membuka wawasan dan menjernihkan pendapat kita, akan lebih luwes terhadap kegiatan bermain itu sendiri. Akibatnya, akan mendukung segala aspek perkembangan anak.56 Terdapat 6 karakteristik kegiatan bermain pada anak, di antaranya sebagai berikut.57 a. Bermain muncul dari dalam diri anak. Keinginan bermain harus muncul dari dalam diri anak, anak dapat menikmati dan bermain sesuai dengan caranya sendiri. Itu artinya, bermain dilakukan dengan kesukarelaan, bukan paksaan. b. Bermain harus bebas dari aturan yang mengikat, kegiatan untuk dinikmati. Bermain pada anak usia dini harus terbebas dari aturan yang mengikat, anak usia dini memiliki cara bermainnya sendiri. Untuk itulah, bermain pada anak selalu menyenangkan, mengasyikkan, dan menggairahkan. c. Bermain adalah aktivitas nyata atau sesungguhnya. Dalam bermain anak melakukan aktivitas nyata, dan pada saat anak bermain dengan air, anak melakukan aktivitas dengan air dan mengenal air dari bermainnya. Bermain melibatkan partisipasi aktif, baik secara fisik maupun mental. d. Bermain harus difokuskan pada proses daripada hasil. Dalam bermain anak harus difokuskan pada proses, bukan hasil yang diciptakan oleh anak. Dalam bermain anak mengenal dan mengetahui apa yang ia mainkan dan mendapatkan keterampilan baru, mengembangkan perkembangan anak dan anak memperoleh pengetahuan dari apa yang ia mainkan. e. Bermain harus didominasi oleh pemain. Dalam bermain harus didominasi oleh pemain, yaitu anak itu sendiri tidak didominasi oleh orang dewasa, bermain didominasi oleh orang dewasa maka anak tidak akan mendapatkan makna apa pun dari bermainnya. f. Bermain harus melibatkan peran aktif dari pemain. Anak sebagai pemain harus terjun langsung dalam bermain. Jika anak pasif dalam bermain anak tidak akan memperoleh pengalaman baru, karena bagi anak bermain adalah bekerja untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan baru. 56 Anggani Sudono, Sumber Belajar dan Alat Permainan (Untuk Pendidikan Usia Dini), Jakarta: PT Grasindo, 2000, hlm. 1–2. 57 Yuliani Nurani Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta: PT Indeks, 2009, hlm. 146. AMZAH Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 135 Dunia bermain adalah dunia yang penuh warna dan menyenangkan. Para pelaku permainan akan merasa terhibur dan senang dengan melakukannya. Dari kata “bermain” saja sudah menunjukkan bahwa kegiatan ini berdampak memberikan penyegaran pikiran dari berbagai aktivitas menjenuhkan. Bagi anak-anak, bermain mempunyai peranan yang sangat penting. Beberapa pakar psikologi berpendapat bahwa kegiatan bermain dapat menjadi sarana untuk perkembangan anak. Dengan melakukan permainan, anak-anak akan terlatih secara fisik. Demikian juga dengan kemampuan kognitif dan sosialnya pun akan berkembang. Singkatnya, permainan di masa kecil akan mempengaruhi pertumbuhan fisik dan perkembangan jiwa anak kelak.58 Bermain, ditinjau dari sumber kegembiraannya dibagi menjadi dua, yaitu bermain aktif dan bermain pasif. Adapun jika ditinjau dari aktivitasnya, bermain dapat dibagi menjadi empat, yaitu bermain fisik, bermain kreatif, bermain imajinatif, dan bermain manipulatif. Jenis bermain tersebut juga merupakan ciri bermain pada anak usia prasekolah dengan menekankan permainan dengan alat (balok, bola, drama, dan sebagainya). Adapun tahapan kegiatan bermain menurut Piaget, di antaranya sebagai berikut.59 a. Permainan sensori motorik (+ ¾ bulan–½ tahun). Bermain diambil pada periode perkembangan sensori motorik, sebelum 3–4 bulan yang belum dapat dikategorikan sebagai kegiatan bermain. Kegiatan ini hanya merupakan kelanjutan kenikmatan yang diperoleh seperti kegiatan makan atau mengganti sesuatu. Jadi, merupakan pengulangan dari hal-hal sebelumnya dan disebut reproductive assimilation. b. Permainan simbolik (+ 2–7 tahun). Merupakan ciri periode praoperasional yang ditemukan pada usia 2–7 tahun ditandai dengan bermain khayal dan bermain pura-pura. Pada masa ini, anak lebih banyak bertanya dan menjawab pertanyaan, mencoba berbagai hal berkaitan dengan konsep angka, ruang, kuantitas, dan sebagainya. Seringkali anak hanya sekadar bertanya, 58 Pepen Supendi, Fun Game, Jakarta: Penebar Swadaya, 2008, hlm. 7–8. 59 Dadan Suryana, Pendidikan Anak Usia Dini: Stimulasi dan Aspek Perkembangan Anak, Jakarta: Kencana, 2016, hlm. 204–205. AMZAH 136 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam tidak terlalu mempedulikan jawaban yang sudah dijawab anak akan bertanya terus. Anak sudah menggunakan berbagai simbol atau representasi benda lain, misalnya sapu sebagai kuda-kudaan, sobekan kertas sebagai uang, dan lain sebagainya. Bermain simbolik juga berfungsi untuk mengasimilasikan dan mengonsolidasikan pengalaman emosional anak. Setiap hal yang berkesan bagi anak akan dilakukan kembali dalam kegiatan bermainnya. c. Permainan sosial yang memiliki aturan (+ 8–11 tahun). Pada usia 8–11 tahun anak lebih banyak terlibat dalam kegiatan games with rules bahwa kegiatan anak lebih banyak dikendalikan oleh peraturan permainan. d. Permainan yang memiliki aturan dan olahraga (11 tahun ke atas). Kegiatan bermain lain yang memiliki aturan adalah olahraga. Kegiatan bermain ini menyenangkan dan dinikmati anak-anak meskipun aturannya jauh lebih ketat dan diberlakukan secara kaku dibandingkan dengan permainan yang tergolong games, seperti kartu atau kasti. Anak senang melakukan berulang-ulang dan terpacu mencapai prestasi yang sebaik-baiknya. Jika dilihat tahapan perkembangan bermain Piaget maka dapat disimpulkan bahwa bermain yang tadinya dilakukan untuk kesenangan, lambat laun mempunyai tujuan untuk hasil tertentu, seperti ingin menang, memperoleh hasil kerja yang baik. Dalam bermain, anak-anak sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Berikut ini adalah beberapa faktor yang mempengaruhi permainan anak, di antaranya sebagai berikut. a. Kesehatan. Semakin sehat anak semakin banyak energinya untuk bermain aktif, seperti olahraga. Adapun yang kekurangan tenaga (tidak sehat) lebih menyukai hiburan. b. Perkembangan motorik. Permainan anak pada setiap usia melibatkan koordinasi motorik. Apa saja yang akan dilakukan waktu permainannya bergantung pada perkembangan motor mereka. Pengendalian motorik yang baik memungkinkan anak terlibat dalam permainan aktif. c. Inteligensi. Pada setiap usia, anak yang pandai lebih aktif daripada yang kurang pandai, dan permainan mereka lebih menunjukkan kecerdikan. Dengan bertambahnya usia mereka lebih menunjukkan perhatian dalam permainan kecerdasan, dramatik, konstruksi, dan membaca. AMZAH Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 137 d. Jenis kelamin. Anak laki-laki bermain lebih kasar dibandingkan anak perempuan. Anak laki-laki lebih menyukai permainan yang menantang, sedangkan anak perempuan lebih pada hal-hal sederhana dan kelembutan. e. Lingkungan. Lingkungan yang kurang mendukung akan dapat mempengaruhi anak dalam bermain. Lingkungan yang sepi dari anak-anak akan kurang rasa bermainnya dibandingkan dengan lingkungan yang terdapat banyak anak. f. Status sosial-ekonomi. Anak dari kelompok sosial-ekonomi yang lebih tinggi lebih menyukai kegiatan permainan yang mahal. Adapun golongan menengah ke bawah lebih menyukai permainan-permainan yang sifatnya sangat sederhana. g. Jumlah waktu bebas. Jumlah waktu bermain tergantung pada waktu bebas yang dimiliki anak. Artinya, anak yang memiliki waktu luang banyak lebih dapat memanfaatkannya untuk bermain. Dibandingkan dengan anak yang tidak cukup memiliki waktu luang, kemungkinan bermainnya sangat kurang. Sebab, ia sudah kehabisan tenaga untuk menyelesaikan tugas-tugas yang didapatkannya. h. Peralatan bermain. Peralatan bermain yang dimiliki anak mempengaruhi permainannya. Misalnya, dominasi boneka atau kartun lebih mendukung pada permainan pura-pura. Kemudian balok, kayu, cat air lebih mendukung pada permainan konstruktif dan berimajinatif.60 Selanjutnya, fungsi bermain adalah untuk mempermudah perkembangan kognitif anak. Dengan bermain akan memungkinkan anak untuk meneliti lingkungan, mempelajari segala sesuatu, dan memecahkan masalah yang dihadapinya. Bermain juga meningkatkan perkembangan sosial anak. Dengan menampilkan bermacam peran, anak akan berusaha untuk memahami peran orang lain dan menghayati peran yang akan diambilnya setelah ia dewasa kelak. Dalam hal ini, terjadi proses internalisasi nilai-nilai karakter dengan 60 M. Fadlillah, dkk., Edutainment Pendidikan Anak Usia Dini: Menciptakan Pembelajaran Menarik Kreatif, dan Menyenangkan, Jakarta: Kencana, 2014, hlm. 38–39. AMZAH 138 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam mengambil peran-peran baik dan meninggalkan peran-peran buruk lewat permainan yang dijalankannya.61 Pada prinsipnya, permainan juga merupakan kesempatan bagi anak untuk terlepas dari kesedihan, stres, dan berbagai kebosanan. Tentu saja, permainan yang dimainkan oleh anak-anak berbeda dengan permainan yang dilakukan oleh orang-orang dewasa. Oleh sebab itu, orangtua seharusnya memilihkan permainan yang sesuai dengan usia anak-anak. Sehingga tujuan edukasi yang diharapkan dari permainan tersebut bisa diwujudkan dan mampu menimbulkan efek positif.62 Bermain pada anak dapat dijadikan sebagai alat untuk bereksplorasi, menemukan, memanfaatkan, dan mengambil kesimpulan mengenai benda di sekitarnya. Lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa sehingga menarik dan menyenangkan dengan memerhatikan keamanan serta kenyamanan yang dapat mendukung kegiatan belajar mengajar melalui bermain. 5. Metode Demonstrasi Metode demonstrasi adalah suatu metode mengajar bahwa seorang guru atau orang lain yang sengaja diminta atau murid sendiri memperlihatkan pada seluruh kelas tentang suatu proses atau suatu kaifiyah melakukan sesuatu.63 Metode demonstrasi adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan meragakan atau mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi, atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya ataupun tiruan, yang sering disertai dengan penjelasan lisan. Metode demonstrasi adalah metode mengajar yang menggunakan perasaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana melakukan sesuatu kepada anak didik. Metode demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk memperlihatkan sesuatu proses atau cara kerja suatu 61 Zubaedi, Strategi Taktis Pendidikan Karakter (Untuk PAUD dan Sekolah), (Depok: Rajawali Pers, 2017, hlm. 45. 62 Yasir Sayyid Ahmad, 30 Hari Menjadi Ayah Idaman, Jakarta: Zaytuna, 2012, hlm. 81. 63 Zuhairini dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1992, hlm. 94. AMZAH Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 139 benda yang berkenaan dengan bahan pelajaran.64 Manfaat psikologis paedagogis dari metode demonstrasi, antara lain: a. perhatian siswa dapat lebih dipusatkan; b. proses belajar siswa lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari; c. pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat dalam diri siswa. Adapun kelebihan metode demonstrasi adalah sebagai berikut. a. Membantu anak didik memahami dengan jelas jalannya suatu proses atau kerja suatu benda. b. Memudahkan berbagai jenis penjelasan. Kesalahan-kesalahan yang terjadi dari hasil ceramah dapat diperbaiki melalui pengamatan dan contoh konkret, dengan menghadirkan objek sebenarnya. Sedangkan kelemahan metode demonstrasi adalah sebagai berikut. a. Anak didik terkadang sukar melihat dengan jelas benda yang akan dipertunjukkan. b. Tidak semua benda dapat didemonstrasikan. c. Sukar dimengerti bila didemonstrasikan oleh guru yang kurang menguasai apa yang didemonstrasikan. 6. Metode Pelatihan Latihan, yaitu mempraktikkan teori yang telah dipelajari. Banyak hal yang jika dilatih akan menghasilkan karakter tangguh dan pantang menyerah pada anak. 7. Metode Motivasi Manusia memiliki semangat yang terkadang naik turun, pada saat manusia mengalami kondisi yang semangatnya turun, ia perlu dimotivasi. Pendidik hendaknya memotivasi anak-anak, agar seluruh potensi yang dimilikinya berkembang. 64 Trianto, Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik: Bagi Anak Usia Dini TK/RA & Anak Usia Kelas Awal SD/MI, Jakarta: Kencana, 2013, hlm. 195. AMZAH 140 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam 8. Metode Pengawasan Pengawasan yang efektif dapat membentengi anak dari pengaruh hal-hal negatif yang dapat mempengaruhi jiwa, melarang dari perbuatan jelek yang dapat menjerumuskan pada perbuatan hina.65 F. PERANAN ISLAM DALAM PENDIDIKAN ANAK Anak-anak hidup akal pikiran mereka dalam alam yang nyata, yang hanya mereka ketahui melalui pancaindra. Mereka belum dapat memikirkan hal-hal yang abstrak dan teori-teori yang dalam. Seorang anak pada masanya sangatlah perasa, sebagai contoh waktu ia sedih dan menangis kemudian melihat sesuatu yang menggembirakannya, seketika itu juga ia gembira dan tertawa. Berdasarkan contoh di atas, orangtua atau para pendidik dapat mendidik anak mereka supaya ia berkelakuan baik dan berakhlak mulia dengan mempergunakan perasaan halusnya. Begitu sifat kanak-kanak suka meniru apa-apa yang dilihat oleh mereka akan mencontoh kelakuan orangtua dan pendidikan mereka. Imam Al-Ghazali mengemukakan tentang thariqah at-tarbiyah (sistem pendidikan) yang harus dilalui dalam mendidik anak, yaitu menyelamatkan anakanak dari neraka dunia dan neraka akhirat. Beliau berkata: “Anak itu amanah Allah yang dipertaruhkan kepada kedua orangtua. Jiwa anak yang suci dan murni itu bagai permata indah yang sangat sederhana, yang belum dibentuk. Ia menerima segala bentuk rupa. Oleh karena itu, anak yang masih murni jika kita biasakan ke jalan kebajikan, tentu sampai dewasa ia akan selamat. Sebaliknya, anak-anak kita dibiasakan ke jalan kejahatan dan melengahkan pendidikannya sebagai pendidikan binatang, celaka dan sesatlah akhirnya. Kesalahan itu menjadi tanggung jawab ayah dan ibunya.”66 Dengan demikian, tanggung jawab orangtua tersebut adalah menjaga keluarga dari api neraka. Sebagaimana firman Allah dalam Alquran Surah At-Tahrim ayat 6 berikut. 65 Helmawati, Pendidik Sebagai Model, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016, hlm. 178–182. 66 M. Fauzi Rachman, Islamic Parenting, Jakarta: PT Erlangga, 2011, hlm. 5. AMZAH Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 141 Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikatmalaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At-Tahrim (66): 6)67 Dengan demikian, ajaran Islam bagi anak di usia dini berperan menanamkan ke dalam hatinya perasaan cinta kepada Allah dan kepercayaanya yang benar. Selanjutnya, dengan mendidiknya sejak kecil, niscaya ia akan terbiasa dengan akhlak yang mulia dan rasa takut kepada Allah serta menginginkan pahalaNya. G. PERANAN ORANGTUA TERHADAP ANAKNYA Orangtua merupakan guru yang pertama dan utama bagi anak-anaknya. Peran strategis orangtua adalah membimbing dan menumbuhkan kemandirian anak. Adapun bentuk-bentuk bimbingan orangtua untuk menumbuhkembangkan kemandirian anak, di antaranya sebagai berikut.68 1. Memberikan pilihan. Kemandirian merupakan kemampuan menentukan pilihan dan menerima konsekuensi yang menyertai pilihannya. Kemampuan itu tumbuh dan berkembang secara optimal. Maka orangtua perlu memberikan alternatif atau pilihan kepadanya. Misalnya: Orangtua bertanya kepada anaknya dengan memilih buku atau alat tulis lebih dari satu jenis yang telah disediakan. 2. Dukungan. Dalam menumbuhkembangkan kemandirian anak, orangtua perlu memberikan dukungan kepada anaknya. 67 QS. At-Tahrim (66): 6. 68 Ahmad Susanto, Pendidikan Anak Usia Dini: Konsep dan Teori, Jakarta: Bumi Aksara, 2017, hlm. 59–60. AMZAH 142 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam 3. Pujian yang tulus. Ketika anak memperoleh prestasi yang bagus, orangtua perlu memberikan pujian dan penghargaan yang tulus kepada anak. 4. Komunikasi dengan baik/dialogis. Komunikasi yang baik menunjukkan bahwa orangtua peduli terhadap kegiatan yang dilakukan oleh anak. 5. Memberikan keteladanan. Keteladanan yang diberikan oleh orangtua dalam menumbuhkembangkan kemandirian anak adalah dengan cara menunjukkan sikap, ucapan, maupun perilaku baik yang dapat dicontoh oleh anak. 6. Pemecahan masalah. Kendala yang dihadapi oleh anak sangat berbeda satu dengan yang lainnya. Contohnya, kendala belajar, kesulitan bermain, dan lain sebagainya. 7. Pemahaman terhadap anak. Orangtua memiliki peranan dalam keluarga, sebagai panutan terhadap anak-anaknya. Oleh sebab itu, orangtua seyogianya harus memahami tentang kebiasaan, karakter, dan kesenangan serta ketidaksenangan anaknya. 8. Pembiasaan. Orangtua seyogianya menciptakan kebiasaan-kebiasaan baik dalam keluarga bagi anak-anaknya, melatih anak membiasakan melakukan sesuatu secara mandiri tanpa harus terus-menerus dibantu, melibatkan anak dalam mengambil keputusan-keputusan sehingga anak merasa bertanggung jawab dan dihargai. Pada prinsipnya, memotivasi anak-anak dengan menampakkan sikap kasih sayang kepada mereka adalah sesuatu yang sangat penting, tentu dengan tetap memperhatikan keseimbangan antara pemberian motivasi dalam bentuk sikap atau dalam bentuk materi. Di antara hal yang bisa dilakukan oleh orangtua adalah sebagai berikut. 1. Berbicara dengan anak sesuai dengan kemampuan otaknya, dengan tetap menjaga agar sikap demikian tidak begitu terlihat bagi anak. 2. Memanggil anak dengan nama yang paling ia sukai. Tentu saja nama tersebut tidak boleh mengandung unsur yang jelek yang akan menyebabkan ia akan diolok-olok. 3. Membacakan kisah dan cerita kepada anak mampu membantu meningkatkan rasa cinta dan kasih sayang. AMZAH Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 143 4. Memberikan hadiah dalam bentuk materi, seperti: mainan, permen, jam tangan, pulpen, sepeda, dan lain sebagainya. 5. Berbicara dengan kata-kata yang baik. Misalnya: “Kamu pintar.” “Semoga Allah memberkatimu, Nak.” Dan lain sebagainya. 6. Memaafkan anak ketika ia berbuat salah, dengan sebelumnya menjelaskan bahwa apa yang diperbuatnya pada dasarnya adalah sesuatu yang baik. 7. Memuji dan memberikan apresiasi terhadap anak di hadapan yang lain, seperti teman-temannya, karib kerabatnya, guru-gurunya, dan siapa pun yang mencintainya. 8. Orangtua, sesekali bersikap kekanak-kanakan dengan cara bermain dan bercanda ria. 9. Upayakan selalu untuk membiasakan mencium anak. Menunjukkan sikap kasih sayang dan kelembutan pada anak. Jangan sampai kita menghukum anak lantaran ia melakukan kesalahan seperti halnya dosa besar. Ketika itu, ia belum begitu mampu membedakan antara yang benar dan salah. 10. Memberikan sikap penyambutan yang hangat kepada anak dengan senyuman. Pada momen-momen istimewa, orangtua menampakkan perhatiannya kepada anak. 11. Orangtua, memberikan hadiah, hal demikian mampu memupuk rasa cinta dan kasih sayang. 12. Orangtua, mendengarkan pendapat dan saran yang anak kemukakan. 13. Mengukir namanya di papan hias lalu menambah saldo tabungannya dan berkomunikasi lewat telepon serta menghadiahinya dengan salam istimewa dan membantunya pada beberapa tugas.69 Selain itu, peran orangtua sebagai pendidik yang pertama dan yang utama ini merupakan dasar dari peranan lainnya. Jadi, peranan ini pula meliputi sebagai peranan yang dapat dijabarkan sebagai berikut. 69 Yasir Sayyid Ahmad, 30 Hari Menjadi Ayah Idaman, Jakarta: Zaytuna, 2012, hlm. 38–40. AMZAH 144 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam 1. Sebagai Teladan atau Pemberi Contoh Dalam lingkungan keluarga anak pertama kali mendapat didikan mengenai agama, baik melalui contoh, perbuatan, perlakuan, kata-kata, dan lain sebagainya. Segala yang ia lihat dan ia rasakan di dalam lingkungan keluarganya terutama orangtuanya, akan menjadi contoh yang baik atau ikutan bagi anak. Ayah dan ibu merupakan teladan utama bagi anak. Berbagai ucapan dan tingkah laku yang dilakukan oleh orangtua akan ditiru dan dicontoh oleh anak-anak. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Zakiyah Daradjat, yaitu: “Kepribadian orangtua, sikap, dan cara hidup mereka merupakan unsur-unsur pendidikan yang tidak langsung, yang sendirinya akan masuk ke dalam pribadi anak yang sedang berkembang.”70 Selain itu, ia juga mengatakan bahwa “Orangtua hendaknya menjadi contoh yang baik dalam segala aspek kehidupan bagi si anak.”71 Melihat uraian pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa keluarga dan orangtua sebagai contoh yang pertama dalam segala aspek kehidupannya. Maksudnya adalah orangtua harus dapat memberi contoh yang baik dalam kata-kata, sikap, dan lain sebagainya. Apa yang orangtua lakukan dapat menjadi contoh serta teladan bagi anak-anak mereka. Dalam memberikan pendidikan agama kepada anak-anak, orangtua bukan hanya memberikan pengetahuan keagamaan saja, tetapi juga yang lebih penting bagaimana agar anak-anak mereka dapat mengembangkan ajaran-ajaran agama yang didapatnya, terutama yang ia lihat di dalam keluarganya. Oleh karena itu, keaktifan orangtua dalam menjalankan ajaran agama yang dianutnyalah yang akan menjadi contoh suri teladan bagi anak-anak. 2. Sebagai Pembimbing dan Pembina Mengingat betapa besar peranan orangtua terhadap pendidikan keagamaan pada anak, orangtua dengan peranan dan pengaruhnya tersebut diharapkan 70 Yedi Kurniawan, Pendidikan Anak Sejak Dini Hingga Masa Depan, Jakarta: CV Firdaus, 1992, Cet. ke-1, hlm. 1. 71 Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, Jakarta: Bulan Bintang, 1975, Cet. ke-3, hlm. 105. AMZAH Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 145 dapat membimbing dan membina anak-anak mereka menuju tercapainya keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Khususnya para orangtua sebagai pembina dan pembimbing untuk memberikan pendidikan kepada anak-anaknya terlebih dahulu baru kepada orang lain. Sesuai fungsinya tersebut orangtua juga harus mampu memberikan bimbingan keagamaan kepada anak-anak mereka dengan peringatanperingatan atau nasihat-nasihat berupa pembinaan yang diiringi dengan contoh-contoh yang sesuai dari orangtua yang benar-benar sesuai dengan peringatan yang diberikan kepada anak mereka tersebut. Selain ayat di atas ada pula ayat yang menerangkan tentang pentingnya orang beriman untuk menjaga diri dan keluarganya dari api neraka, yaitu dalam Alquran Surah At-Tahrim ayat 6 Allah Ø berfirman: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikatmalaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At-Tahrim (66): 6)72 Ayat tersebut mengandung perintah kepada orang yang beriman agar mereka menjaga diri dan keluarga dari siksa api neraka. Hal tersebut bukan hanya untuk diketahui orangtua saja, tetapi juga harus diarahkan ke arah itu, yaitu dengan cara mempelajari ilmu agama, mengamalkan ilmu agama tersebut, serta mengajarkan kepada keluarga atau anak-anak mereka dengan membimbing mereka untuk mengamalkan ajaran-ajaran agama yang telah diketahuinya itu. Selain itu, orangtua juga harus dapat mendorong anak-anak mereka untuk menuntut ilmu agama di luar lingkungan keluarga dan sekolah, seperti mengaji bersama teman-temannya, membaca buku-buku agama, dan lain sebagainya. 72 QS. At-Tahrim (66): 6. AMZAH 146 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Hasil dari bimbingan dan pembinaan yang diberikan tergantung pada baik tidaknya pendidikan yang diberikan. Apabila bimbingan dan pembinaan orangtua pada anak mereka bersifat positif, perkembangan keagamaan anak pun akan bersifat positif sesuai yang diinginkan. Sebaliknya, apabila orangtua membimbing ke arah yang negatif dan acuh tak acuh maka anak-anak pun akan bersikap semaunya terhadap apa yang ia lakukan dan tidak memperhatikan apakah yang diperbuatnya itu baik atau buruk. Dalam menjalankan peranannya sebagai pembimbing dan pembina, orangtua dapat melakukannya dengan cara membiasakan dan melatih anak-anak semenjak dini untuk melakukan hal-hal yang baik dan yang bersifat terpuji serta dengan meninggalkan perbuatan yang kurang baik. Dengan itu, anak akan terbiasa untuk selalu berbuat baik dan takut untuk melakukan perbuatan yang tidak baik. Zakiyah Daradjat mengatakan: “Latihan-latihan keagamaan yang menyangkut ibadah seperti shalat, membaca doa, membaca Alquran atau menghafal ayat-ayat atau surah-surah pendek, shalat berjamaah di sekolah, masjid atau langgar, harus dibiasakan sejak kecil, lama-kelamaan akan tumbuh rasa senang melakukan hal tersebut. Ia dibiasakan sedemikian rupa sehingga dengan sendirinya ia akan terdorong untuk melakukannya, tanpa suruhan dari luar tetapi dorongan dari dalam.”73 Pada buku lain beliau juga mengatakan: “Pendidikan agama pada masa kanak-kanak seharusnya dilakukan oleh orangtua, yaitu dengan jalan membiasakan dengan tingkah laku dan akhlak yang diajarkan oleh agama dalam menumbuhkan kebiasaan berakhlak baik seperti kejujuran, adil, dan sebagainya. Orangtua harus memberikan contoh, si anak dalam umur ini belum dapat mengerti, mereka baru dapat meniru, apabila si anak telah terbiasa menerima perlakuan adil, akan tertanamlah rasa keadilan itu kepada jiwa dan menjadi salah satu unsur dari kepribadiannya.”74 73 Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, hlm. 107. 74 Yedi Kurniawan, Pendidikan Anak Sejak Dini Hingga Masa Depan, hlm. 1. AMZAH Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 147 Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan, orangtua sebagai pendidik harus dapat membimbing serta membina anak-anak mereka dengan berbagai cara, di antaranya adalah dengan cara melatih dan membiasakan anak untuk berbuat baik dan berakhlak terpuji semenjak dini, bila pendidikan agama tidak diberikan semenjak dini maka pada masa dewasanya nanti anak akan sukar menerima nilai-nilai agama yang diberikan atau disampaikan. 3. Sebagai Pengawas dan Pengontrol Di dalam keluarga biasanya diletakkan dasar-dasar pengalaman melalui rasa kasih sayang dan penuh kecintaaan, kebutuhan akan kewibawaan dan nilainilai kepatuhan. Orangtua sebagai penanggung jawab terhadap keselamatan dan kebahagiaan anak dapat mendidik anak dengan metode apa pun ke arah yang sesuai dengan nilai-nilai agama. Dalam suatu hadis Nabi Muhammad  bersabda: Setiap anak dilahirkan dengan keadaan suci, kedua orangtualah yang menjadikannya beragama yahudi, nasrani, atau majusi. (HR. Muslim)75 Hadis tersebut menunjukkan bahwa setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan suci dan membawa fitrah sejak lahir. Selanjutnya, tergantung kepada orangtua itu sendiri hendak dibawa ke mana anak itu. Bukan hanya mengarahkan tetapi orangtua juga harus mengiringnya dengan pengawasan serta kontrol yang ketat, terlebih bagi orangtua yang sangat sibuk di luar rumah, mereka harus dapat sekali-kali mengontrol segala gerak-gerik dan kelakuan anak-anak mereka, jangan sampai anak-anak diserahkan sepenuhnya pada pembantu rumah tangga. Apabila demikian keadaannya, diharapkan orangtua harus hati-hati dalam memilih pembantu rumah tangga dan harus dapat mengontrol dan mengawasi segala tingkah laku dari anak-anak mereka di bawah penjagaan pembantu rumah tangga. Namun, bagi orangtua yang tidak sibuk di luar rumah 75 Zuhairini, Methodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya: Usaha Nasional, 1981, hlm. l28. AMZAH 148 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam dan menangani sendiri terhadap anak-anaknya, dapat langsung mengawasi dan mengontrol sikap dan kelakuan anak-anak mereka serta melanjutkannya dengan menyarankan kepada anak-anak untuk dapat disiplin diri dalam melakukan perbuatan-perbuatan terpuji. Ahmad D. Marimba mengatakan bahwa: “Suruhan, anjuran, dan perintah adalah alat pembentuk disiplin secara positif. Disiplin perlu pembentukan kepribadian, terutama karena nanti akan menjadi disiplin sendiri tetapi sebelum itu perlu lebih dahulu ditanamkan disiplin dari luar.” Namun, selain perintah untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, orangtua juga harus melarang anak untuk tidak melakukan perbuatan– perbuatan yang tidak baik. Menyikapi pendapat tersebut, Ahmad D. Marimba juga mengatakan bahwa: “Larangan dan sejenisnya merupakan usaha yang tegas menghentikan perbuatan-perbuatan yang ternyata salah, alat-alat ini pun bertujuan membentuk disiplin, tetapi dari arah lain daripada yang dilaksanakan oleh anjuran, suruhan, dan perintah.”76 Selain metode-metode pendidikan yang telah disarankan sebelumnya, terdapat pula satu aspek pendidikan yang harus diperhatikan, yaitu keutuhan hubungan yang harmonis antara individu di dalam keluarga. Di dalam buku “Ilmu Jiwa Agama” dikatakan bahwa: “Hubungan orangtua sesama mereka sangat mempengaruhi pertumbuhan jiwa anak. Hubungan yang serasi, penuh pengertian, dan kasih sayang akan membawa kepada pembinaan pribadi yang tenang, terbuka dan mudah dididik, ia mendapatkan kesempatan yang cukup dan baik untuk tumbuh dan berkembang. Akan tetapi, hubungan orangtua yang tidak serasi banyak perselisihan dan percekcokan akan membawa anak kepada pertumbuhan pribadi yang sukar dan tidak mudah dibentuk, ia tidak mendapatkan suasana yang baik untuk berkembang, sebab selalu terganggu oleh suasana orangtuanya.”77 76 Ibid., hlm. 29. 77 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma’arif, 1974, hlm. 31–33. AMZAH Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 149 Senada dengan itu, buku “Keluarga Muslim dan Tantangannya” juga menyebutkan bahwa: “Sesungguhnya, lemahnya ikatan keluarga terutama jika bapak dan ibunya bekerja adalah dapat mengarah pada terjadinya pengabaian terhadap hubungan mereka dengan anak muda belia (anak-anaknya). Selain itu, hal ini merupakan pangkal masalah yang mendorong anak muda tersebut melakukan penyimpangan.” Dengan demikian, bukan hanya metode yang diterapkan saja yang dapat mempengaruhi anak, tetapi hubungan antara sesama anggota keluarga pun turut mempengaruhi jiwa anak, terlebih lagi bagi anak yang sedang dalam tahap perkembangan atau di bawah umur. Di dalam hubungan keluarga, orangtua yang selalu berselisih cenderung untuk tidak memperhatikan pendidikan anak karena sibuk mengurusi masalah mereka sendiri-sendiri, tidak terkecuali pendidikan agamanya. Jadi, salah satu cara untuk mendidik anak agar memiliki dan mengamalkan pengetahuan agama yang baik adalah dengan pengawasan yang ketat serta dengan menciptakan hubungan yang harmonis dalam keluarga. 4. Sebagai Fasilitator Di dalam menyelenggarakan pendidikan agama di lingkungan keluarga, tentu yang diinginkan adanya kelancaran dan keberhasilan. Oleh sebab itu, orangtua harus dapat mengetahui dan melengkapi kebutuhan-kebutuhan anak mereka di dalam mempelajari ilmu agama yang dimaksud, seperti Alquran, alat-alat tulis, perlengkapan shalat, kerudung, dan sebagainya. Rasanya kurang efektif bila orangtua hanya memerintahkan anak-anak mereka untuk melakukan shalat atau mengaji, sedangkan sarana penunjangnya, seperti alat perlengkapan shalat, alat tulis dan Alquran tidak dimilikinya, lalu bagaimana anak dapat melaksanakan perintah orangtua dimaksud. Biasanya bagi anak-anak usia di bawah umur bila sarana alat penunjang yang dipersiapkan untuk menuntut ilmu tidak tersedia, mereka akan merasa rendah diri di depan teman-temannya dan akan malas untuk belajar melaksanakan niatnya tersebut. AMZAH 150 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Dalam hal ini, masalah ekonomi sangat menentukan kelancaran pendidikan. Memang bagi yang ekonominya mencukupi, hal tersebut bukan masalah yang besar. Namun, bagi orangtua yang ekonominya lemah dan tidak mencukupi hal itu merupakan masalah besar. Oleh sebab itu, bagi orangtua yang dapat mencukupi sarana pendidikan anak-anaknya diharapkan agar mampu memberikan pengertian kepada anak-anak mereka, di samping orangtua juga tetap berusaha mencari jalan keluar untuk mencukupi sarana pendidikan mereka. Artinya, orangtua sebagai fasilitator mengerti apa yang seharusnya mereka perbuat di dalam menyelenggarakan pendidikan agama bagi anak-anak mereka demi terciptanya keberhasilan cita-cita anak yang mereka miliki. AMZAH Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 151 A. PENGERTIAN KELUARGA Pada dasarnya setiap orang di dunia ini, pasti sudah mengenal istilah keluarga. Akan tetapi, pada praktiknya, masih banyak orang yang tidak mengetahui arti kata keluarga ataupun menjalankan fungsi keluarga yang sebenarnya. Keluarga merupakan benih awal penyusunan kematangan individu dan struktur kepribadian. Anak-anak mengikuti orangtua dan berbagai kebiasaan dan perilaku dengan demikian keluarga adalah elemen pendidikan lain yang paling nyata, tepat, dan amat besar. Keluarga merupakan salah satu elemen pokok pembangunan entitas-entitas pendidikan, menciptakan proses naturalisasi sosial, membentuk kepribadian-kepribadian, serta memberi berbagai kebiasaan baik pada anak-anak yang akan terus bertahan lama. Ditinjau dari aspek kebahasaan, di dalam bahasa Inggris kata “keluarga” adalah “family” yang berasal dari kata “familier” yang berarti dikenal dengan baik atau terkenal. Selanjutnya, kata family tidak terbatas pada keluarga manusia saja; akan tetapi membentang dan meluas sehingga meliputi setiap anggotanya untuk saling mengenal. Keluarga adalah suatu sistem sosial yang terdiri dari subsistem yang berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Subsistem dalam keluarga adalah fungsi-fungsi hubungan antaranggota keluarga yang ada dalam keluarga. Di samping itu, dalam keluarga terjadi atau berlaku hubungan timbal balik di antara para anggotanya.1 1 Ahmad Tafsir, dkk., Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Mimbar Pustaka, 2004, hlm. 103–104. POLA ASUH DAN PERLINDUNGAN HAK-HAK ANAK DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK USIA DINI DALAM KELUARGA BAB 5 AMZAH 152 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Keluarga menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah kaum kerabat, sanak saudara, dan seisi rumah yang menjadi tanggungan, seperti ibu, bapak, dan anak-anaknya serta satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat.2 Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia. Di sanalah awal pembentukan dan perkembangan sosial manusia termasuk pembentukan norma-norma sosial, interaksi sosial, frame of reference, sense of belongingness, dan lainnya.3 Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang utama dan pertama bagi seorang anak. Sebelum ia berkenalan dengan dunia sekitarnya, seorang anak akan berkenalan terlebih dahulu dengan situasi keluarga. Pengalaman pergaulan dalam keluarga akan memberikan pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan anak untuk masa yang akan datang. Keluarga sebagai pendidikan yang pertama dan utama bagi anak.4 Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan bahwa keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-istri atau suami-istri dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas, atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga.5 Keluarga merupakan tempat pertama bahwa anak dididik dan dibesarkan, pola asuh orangtua sangat berpengaruh dalam membentuk karakter anak. Orangtua adalah orang yang mempunyai peran pertama dalam mendidik karakter anak, nilai karakter mana yang mau ditekankan di sekolah, perlu dikomunikasikan dengan orangtua sehingga ada kerja sama, antara guru dan orangtua. Misalnya, di sekolah ditekankan agar anak menghargai orang lain tanpa membedakan warna kulit, golongan, suku, ekonomi, agama dan sebagainya, orangtua juga diajak untuk menanamkan nilai ini kepada anak. Keluarga merupakan fondasi awal pendidikan karakter anak. Selanjutnya, orangtua harus mengusahakan 2 Surayin, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Bandung: Yrama Widya, 2001, hlm. 226. 3 W.A. Gerungan, Psikologi Sosial, Bandung: Refika Aditama, 2000, hlm. 180. 4 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001, hlm. 155. 5 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Bab I Pasal I, Jakarta: Indonesia Legal Center Publishing, 2003, hlm. 3. AMZAH Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 153 agar rumah benar-benar terasa sebagai sekolah bagi anaknya. Sehingga tercipta suasana yang mendukung bagi anak untuk mendapatkan pengetahuan yang berguna bagi dirinya.6 Keluarga merupakan suatu institusi yang terbentuk karena suatu ikatan perkawinan antara sepasang suami-istri untuk hidup bersama seia-sekata, seiring dan setujuan, dalam membina mahligai rumah tangga untuk mencapai keluarga sakinah dalam lindungan dan rida Allah Ø. Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang bersifat informal, yaitu pendidikan yang tidak mempunyai program yang jelas dan resmi, keluarga juga merupakan lembaga yang bersifat kodrati, terdapatnya hubungan darah antara pendidik dan anak didiknya.7 Dalam istilah sosiologi pertama kali diperkenalkan oleh Auguste Comte. Walaupun Ibnu Khaldun dianggap sebagai bapak sosiologi. Perspektif sosiologi mengemukakan bahwa keluarga merupakan suatu kelompok sosial terkecil yang ditandai oleh tempat tinggal bersama, kerja sama ekonomi, dan reproduksi. Di dalam sosiologi keluarga memiliki definisi, yaitu batih. Batih menjadi sendi masyarakat yang utama. Batih adalah tempat lahir, tempat pendidikan, dan tempat perkembangan budi pekerti anak. Batih berarti juga lambang, tempat, dan tujuan hidup bersama istri. Dalam bahasa Inggris, keluarga dikenal dengan istilah family, sedangkan dalam bahasa Prancis disebut famille. Kedua istilah tersebut lebih banyak mengacu pada keluarga dalam konteks yang sangat luas, artinya orang yang dianggap saling mengenal. Pemaknaan istilah keluarga dalam kedua bahasa tersebut dianggap terlalu luas, bermakna setiap kelompok yang anggotanya saling mengenal. Akan tetapi, dalam terminologi Arab, istilah keluarga disamakan dengan kata usrah, yang secara asal-usul kata tersebut bermakna ikatan atau menjadikannya sebagai tahanan. Berasal dari kata al-asru yang bermakna mengikat dengan tali, kemudian meluas menjadi segala ikatan yang diikat, baik dengan tali maupun yang lain.8 6 Nurla Isna Aunillah, Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah, Yogyakarta: Laksana, 2011, hlm. 161. 7 Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan Jakarta: Rineka Cipta, 1992, hlm. 66. 8 Dindin Jamaluddin, Paradigma Pendidikan Anak dalam Islam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2013, hlm. 116–117. AMZAH 154 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Selain itu, keluarga dalam perspektif antropologi merupakan kesatuankesatuan kecil yang memiliki tempat tinggal dan ditandai dengan kerja sama yang sangat erat. Orangtua mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk mendidik anak-anaknya. Pada dasarnya, kewajiban ayah adalah memberikan perlindungan kepada semua anggota keluarga, baik secara fisik maupun secara psikis. Selain itu, tugas ibu adalah menjaga, memeliharanya dengan mendidik dan merawat anak-anaknya. Keluarga adalah tempat pertama dan utama bahwa seorang anak dididik dan dibesarkan. Fungsi utama keluarga adalah sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh, dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya supaya dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera.9 Keluarga memiliki dampak yang besar dalam pembentukan perilaku individu serta pembentukan vitalitas dan ketenangan dalam benak anak-anak karena melalui keluarga anak-anak mendapatkan bahasa, nilai-nilai, serta kecenderungan mereka. Keluarga bertanggung jawab mendidik anak-anak dengan benar dalam kriteria yang benar, jauh dari penyimpangan. Untuk itu, dalam keluarga memiliki sejumlah tugas dan tanggung jawab. Tugas dan kewajiban keluarga adalah bertanggung jawab menyelamatkan faktor-faktor cinta kasih serta kedamaian dalam rumah, menghilangkan kekerasan, keluarga harus mengawasi prosesproses pendidikan, orangtua harus menerapkan langkah-langkah sebagai tugas mereka. Adapun pendidikan karakter tidak hanya sekadar mengajarkan tentang benar dan salah. Lebih dari itu, ia menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal yang baik sehingga siswa didik menjadi paham (domain kognitif) tentang mana yang baik dan salah, dan mampu merasakan (domain afektif) nilai yang baik, serta mau melakukannya (domain psikomotor). Pendidikan karakter berbeda dengan pendidikan moral. Jika pendidikan moral hanya terfokus pada pengetahuan tentang moral atau menekankan aspek kognisi maka pendidikan 9 Zubaedi, Strategi Taktis Pendidikan Karakter (Untuk PAUD dan Sekolah), Depok: Rajawali Pers, 2017, hlm. 27. AMZAH Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 155 karakter tidak hanya menekankan pada pembentukan karakter anak saja, tetapi juga mengembangkan kemampuan anak dalam aspek kognitifnya.10 B. MENJADI ORANGTUANYA MANUSIA Orangtua dalam rumah tangga adalah contoh ideal bagi anak-anaknya. Anak yang salah satu ciri utamanya adalah meniru, dengan sendirinya anak akan meneladani segala sikap, tindakan, dan perilaku orangtuanya, baik dalam bentuk perkataan, perbuatan, maupun pemunculan sikap-sikap kejiwaan.11 Anak meskipun memiliki kecenderungan fitrah (untuk menjadi manusia baik), namun kecenderungan itu tidak akan diterima olehnya tanpa contoh-contoh konkret yang terlihat olehnya. Sebagaimana dalam Alquran Surah An-Nahl ayat 78: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (QS. An-Nahl (16): 78)12 Orangtua adalah pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, dari merekalah anak mulai menerima pendidikan. Oleh sebab itu, pendidikan pertama dibentuk dalam kehidupan keluarga. Orangtua atau ayah dan ibu memegang peranan yang penting dan amat berpengaruh atas pendidikan anakanaknya. Sejak seorang anak lahir, ibunyalah yang selalu ada di sampingnya. Oleh sebab itu, anak meniru perilaku ibunya dan biasanya seorang anak lebih cinta kepada ibunya, ibunya menjalankan tugasnya dengan baik. Ibu adalah orang yang pertama dikenal oleh anak, yang mula-mula menjadi teman dan 10 M. Ihsan Dacholfany, Pendidikan Karakter Belajar ala Pesantren Gontor, Tangerang: CV Wali Media Utama, 2015, hlm. 96. 11 Ahmad Tafsir, dkk., Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Mimbar Pustaka, 2004, hlm. 150. 12 QS. An-Nahl (16): 78. AMZAH 156 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam yang mula-mula dipercayainya. Apa pun yang dilakukan ibu, dapat dimaafkan, kecuali jika ia tinggalkan. Dengan memahami segala sesuatu yang terkandung di dalam hati anaknya, juga jika anak telah mulai agak besar, disertai kasih sayang, dapatlah ibu mengambil hati anaknya untuk selama-lamanya. Pengaruh ayah terhadap anaknya besar pula. Di mata anaknya ia seorang yang tertinggi gengsinya dan orang terpandai di antara orang-orang yang dikenalnya. Cara ayah itu melakukan pekerjaannya sehari-hari berpengaruh pada cara pekerjaan anaknya. Ayah merupakan penolong utama, lebih-lebih bagi anak yang agak besar, baik laki-laki maupun perempuan, bila ia mau mendekati dan dapat memahami hati anaknya.13 Menjadi orangtua ... Tidak hanya sebagai takdir, Namun seperti hadirnya sebuah kesempatan Untuk membuktikan Peranan kita di muka bumi. Gambar 1.2. Menjadi Orangtuanya Manusia Itulah salah satu puisi dari karya Munif Chatib, dan dalam buku Orangtuanya Manusia, Munif Chatib menjelaskan bahwa seorang anak terdiri dari dua dimensi, yaitu jasmani dan rohani. Sebagai orangtua, seharusnya memperhatikan kedua dimensi tersebut sebab jasmani dan rohani anak berkembang, yang menimbulkan kebutuhan-kebutuhan mereka. Kita harus memenuhi kedua kebutuhan itu secara adil. Namun, kebanyakan orangtua terjebak dalam melihat 13 Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2009, hlm. 35–36. AMZAH Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 157 perkembangan anak, hanya satu dimensi, yaitu jasmani dan mengabaikan rohani, yang memang abstrak. Dalam ilmu psikologi perkembangan, ada dua dimensi pula, yaitu fisiologi dan psikologi. Fisiologi melihat perkembangan anak pada jasmaninya: fisik dan sel-sel otot, yaitu yang membentuk kematangan fisik, seperti perkembangan sel-sel otak yang matang untuk kemampuan menangkap stimulus yang masuk atau perkembangan otot-otot kaki dan tangan yang menjadi keras untuk keterampilan berjalan dan mengambil sesuatu. Sementara psikologi melihat perkembangan anak pada kehidupan masyarakat yang mengarah ke perkembangan mental, daya nalar (kognitif), perasaan (afektif), dan aktivitas (motorik). Kedua dimensi ini sangat berhubungan dan saling berkaitan. Setiap anak dilahirkan mempunyai fitrah Ilahiah, yaitu kekuatan untuk mendekati Tuhan dan cenderung berperilaku baik. Ibarat bangunan, fitrah adalah fondasi sehingga bangunan (manusia) yang berdiri di atasnya mestinya adalah bangunan kebaikan dan jika terjadi sebaliknya, pasti ada faktor penyebabnya. Siapakah anak kita? Munif Chatib membagi fase perkembangan anak berdasarkan riwayat Rasulullah  dalam membagi tahap perkembangan kehidupan seseorang. Fase pertama, anak itu adalah raja. Fase kedua, anak itu adalah pembantu (yang harus taat dalam menjalankan perintah). Dan fase ketiga, anak adalah wazir (menteri) yang bertanggung jawab terhadap tugas-tugasnya. Jadi, tahapannya anak itu adalah raja, pembantu, dan wazir.14 Fase pertama, anak pada usia 7 tahun pertama, yaitu usia antara 0–7 tahun adalah sebagai raja kecil, yang ternyata punya ruang lingkup dan khas, yaitu bermain. Status raja ini akan berakhir ketika anak memasuki masa tujuh tahun keduanya. Pada tahap ini, sang raja kecil harus diberi kesempatan untuk melakukan eksplorasi dan kebebasan beraktivitas. Pada tahap ini, orangtua hanya menjaga agar kebutuhan anak akan kebebasan senantiasa terpenuhi tanpa harus melupakan keamanan dan keselamatannya. Pada usia 0–7 tahun, sebagai orangtua, harus melakukan dua tahapan, yaitu tahap pemenuhan kebutuhan rasa ingin tahu dan tahap pengalaman belajar menjadi kebiasaan. Orangtua harus 14 Munif Chatib, Orangtuanya Manusia, Bandung: Kaifa, 2012, hlm. 18–25. AMZAH 158 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam memenuhi tahap pertama, sedangkan pada tahap kedua, untuk membangun kebiasaan yang baik dibutuhkan peraturan dan kedisiplinan untuk membangun karakter positif anak. Sang raja kecil tidak membutuhkan kewenangan untuk menghukum atau membuat peraturan bagi rakyatnya. Mereka hanya butuh kelembutan dan kasih sayang dari orangtuanya. Berbicaralah yang lembut, memeluk atau menciumnya, dan biasa memanggil mereka dengan sebutansebutan yang indah dan positif. Fase kedua, anak pada usia 7 tahun kedua, yaitu usia antara 7–14 tahun adalah anak disebut sebagai pembantu, yang harus dididik dan dibimbing. Orangtua menjadi tuan dan anak menjadi pembantu. Masa 7 tahun kedua, kala status anak kita menjadi pembantu, adalah masa penanaman karakter atau akhlak dan masa belajar. Pada masa inilah terdapat momen spesial, yaitu puber (akil-balig), yang diibaratkan anak kita berhadapan dengan petunjuk arah. Jalan kehidupan yang dipilih anak setelah masa puber sangat menentukan keberhasilan anak kita di masa mendatang. Pada masa ini, orangtua punya kewajiban memberikan pendidikan, pengajaran, dan pengarahan kepada anak-anaknya yang sudah memasuki usia praremaja. Jika dalam masa jenjang sekolah, masa ini berada pada jenjang SD dan awal memasuki jenjang SMP. Sementara itu, status pembantu diartikan sebagai masa ketaatan saat menjalani pendidikan atau juga disebut dengan masa belajar. Fase ketiga, pada usia 7 tahun ketiga, anak disebut dengan status wazir. Wazir adalah jabatan terhormat, yang biasanya berperan penting dalam kehidupan bernegara. Keluarga adalah miniatur negara. Sebagai wazir, remaja atau pemuda berada pada masa terbaik untuk menunjukkan kualitas jati dirinya. Terutama menjadi tempat bergantung orangtua yang secara alami sudah berusia lanjut dan membutuhkan pendamping untuk bersama-sama menyelesaikan masalah. Jika di dalam rumah ada anak yang berstatus wazir, tentu akan sangat membantu, anak punya hak dan kewenangan musyawarah dan bersama menjalankan tugas atau kerja sama. Tentunya, dalam kehidupan berkeluarga banyak masalah yang kompleks yang terjadi. Dalam status wazir, anak kita bisa jadi selalu membantu untuk mencari jalan keluarnya, selalu memberikan sumbangsih pikiran dan ikhlas membantu orangtua untuk bersama-sama menghadapi dinamika masalah dalam keluarga. AMZAH Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 159 C. MODEL POLA ASUH ORANGTUA TERHADAP ANAK Orangtua memiliki gaya masing-masing dalam mendidik anak mulai dari dalam kandungan, bayi, remaja, bahkan sampai usia dewasa. Pola pengasuhan orangtua yang diterapkan pada setiap tahapan usia akan terus mempengaruhi perkembangan fisik dan psikis seseorang. Artinya, perilaku seseorang pada usia dewasa adalah cerminan dari usia yang dilalui setiap individu, yaitu usia remaja, kanak-kanak, bayi, dan dalam kandungan. Bagaimana orangtua mendidik seseorang mulai dari usia bayi akan terus mempengaruhi perilaku seseorang ketika mencapai usia dewasa. Anak adalah amanah Allah yang harus dijaga dan diasuh dengan baik oleh setiap orangtua. Memiliki dan mencetak anak yang memiliki perilaku yang matang bukanlah tugas yang mudah bagi orangtua, butuh kematangan pikiran, pengalaman, keterampilan, dan tingkat ekonomi yang matang. Pengertian pola asuh berasal dari dua kata, yaitu pertama, kata “pola” dan kedua kata “asuh”. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dikemukakan bahwa pengertian pola asuh sendiri adalah kata pola memiliki arti, yaitu pertama, sistem, cara kerja; kedua, bentuk atau struktur yang tetap; ketiga, kombinasi sifat kecenderungan membentuk karangan yang taat asas dan bersifat khas.15 Selain itu, kata asuh memiliki arti sebagai berikut: 1) menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil; 2) membimbing (membantu, melatih, dan sebagainya) supaya dapat berdiri sendiri.16 Adapun gaya orangtua dalam pengasuhan anak, di antaranya, yaitu: pertama, pola pengasuhan orangtua yang menganggap dirinya harus berhasil (succesfull parenting). Hal ini berkaitan dengan bagaimana anak bertingkah laku seperti diharapkan orangtua. Anak harus melakukan tugas orangtua yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya. Kedua, pola pengasuhan orangtua yang menganggap dirinya efektif (effective parenting). Pola ini menganggap bahwa anak bukan harus bertingkah laku saja, tetapi melibatkan 15 Surayin, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Bandung: Yrama Widya, 2001, hlm. 447. 16 Ibid., hlm. 25. AMZAH 160 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam sikap dan perasaannya. Anak mau bekerja sama karena ia tahu yang diminta orangtua itu masuk akal, dan ia sayang serta peduli terhadap orangtuanya.17 Pola asuh dapat diartikan sebagai sistem, cara kerja, atau bentuk dalam upaya menjaga, merawat, mendidik, dan membimbing anak kecil supaya dapat berdiri sendiri. Selain itu, pola asuh orangtua dapat diartikan sebagai interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pola pengasuhan adalah proses memanusiakan atau mendewasakan manusia secara manusiawi, yang harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta perkembangan zaman.18 Pola asuh yang tepat dari orangtua kepada anaknya dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak anak mempunyai hubungan yang kuat terhadap pembentukan karakter anak ketika ia dewasa. Anak-anak pada usia di bawah lima tahun memiliki potensi inteligensi yang luar biasa, namun pada umumnya orangtua dan guru hanya bisa mengajarkan sesuatu sedikit saja pada anak-anak. Sesungguhnya, anak-anak usia dini tidak ruwet dalam belajar, tetapi orangtua atau guru yang bermasalah. Pada umumnya, kita selalu menyalahkan anak-anak apabila tingkah laku mereka tidak sesuai dengan keinginan kita. Hal ini lebih banyak disebabkan kurangnya pengetahuan dan pemahaman kita terhadap perkembangan anak sehingga kita sering memperlakukan anak dengan kurang tepat.19 Anak adalah generasi penerus bangsa. Anak dan masa depan adalah satu kesatuan yang dapat diwujudkan untuk membentuk suatu generasi yang dibutuhkan oleh bangsa terutama bangsa yang sedang membangun. Peningkatan keterampilan, pembinaan mental dan moral harus lebih ditingkatkan begitu juga dengan aspek-aspek lainnya. Menghadapi era globalisasi yang ditandai dengan berbagai perubahan tata nilai, anak harus mendapat pembinaan intensif dan terpadu. Untuk itu, orangtua harus memperhatikan perkembangan jasmani, 17 Rahmat Rosyadi, Pendidikan Islam Dalam Pembentukan Karakter Anak Usia Dini, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013, hlm. 23–24. 18 Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2000, hlm. 55. 19 Novan Ardy Wiyani & Barnawi, Format PAUD: Konsep, Karakteristik, & Implementasi Pendidikan Anak Usia Dini, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2016, hlm. 24–25. AMZAH Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 161 rohani, dan akal anak-anaknya.20 Orangtua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka karena dari merekalah anak mulai menerima pendidikan.21 Orangtua yang konsisten dalam berperilaku yang menampilkan secara maksimal perilaku Rasulullah  dapat membuat anak dapat mengimitasi perilaku orangtua dan mengidentifikasi untuk menjadi bagian pribadinya sehingga menjadi pribadi yang positif.22 Anak adalah amanah bagi orangtua, hatinya yang suci bagaikan mutiara yang bagus dan bersih dari setiap kotoran dan goresan. Anak merupakan anugerah dan amanah dari Allah kepada manusia yang menjadi orangtuanya. Oleh karena itu, orangtua bertanggung jawab penuh agar supaya anak dapat tumbuh dan berkembang manjadi manusia yang berguna bagi dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, negara, dan agamanya sesuai dengan tujuan dan kehendak Tuhan. Anak merupakan sebuah amanah yang dititipkan oleh Sang Maha Pencipta kepada manusia, kelak akan diminta pertanggungjawaban atas apa yang telah diupayakan dalam menjaga amanah tersebut. Dalam Alquran terdapat empat istilah anak yang digunakan, antara lain: Pertama, anak sebagai amanah. Kedua, anak sebagai ujian. Ketiga, anak sebagai perhiasan dunia. Keempat, anak sebagai musuh. Sebagaimana yang keempatnya tersebut, terdapat dalam Alquran. 1. Anak sebagai Amanah Sebagaimana firman Allah dalam Alquran Surah At-Tahrim ayat 6:23 20 Hery Noer Aly, Munzier, Watak Pendidikan Islam, Jakarta: Friska Agung Insani, 2003, hlm. 220. 21 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2002, hlm. 76. 22 Moh. Sochib, Pola Asuh Orangtua: (dalam Membantu Mengembangkan Disiplin Diri sebagai Pribadi yang Berkarakter), Jakarta: Rineka Cipta, 2010, hlm. 208. 23 QS. At-Tahrim (66): 6. AMZAH 162 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. AtTahrim (66): 6) Dengan demikian, mendidik dan mengajar anak adalah bukan pekerjaan mudah dan bukan kewajiban yang dapat dilakukan secara spontan. Dalam Islam, anak juga merupakan bagian penting dari keluarga yang harus dijaga oleh orangtuanya. 2. Anak sebagai Ujian Sebagaimana dalam Alquran Surah Al-Anfâl ayat 28 Allah berfirman:24 Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar. (QS. Al-Anfâl (8): 28) 3. Anak sebagai Perhiasan Dunia Sebagaimana dalam Alquran Surah Al-Kahf ayat 46 Allah berfirman:25 Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (QS. Al-Kahf (18): 46) 24 QS. Al-Anfâl (8): 28. 25 QS. Al-Kahf (18): 46. AMZAH Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 163 4. Anak sebagai Musuh Sebagaimana dalam Alquran Surah At-Taghâbun ayat 14 Allah berfirman:26 Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anakanakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. At-Taghâbun (64): 14) D. NASIHAT ORANGTUA KEPADA ANAK Dalam Islam dijelaskan bahwa anak merupakan amanah Allah yang tidak boleh disia-siakan, menyia-nyiakan anak berarti menyia-nyiakan amanah Allah Ø. Anak wajib dijaga, dirawat, diberikan kasih sayang, dan dipelihara sesuai dengan norma-norma dan nilai Islami. Maka kita sebagai orangtua, sudah seharusnya memberikan nasihat kepada anak-anaknya. Pada hakikatnya posisi anak sebagai manusia umumnya memiliki tiga macam tenaga dalam (yang ada pada unsur psikis).27 Keberadaan tenaga dalam itu akan memberikan pengaruh pada dirinya untuk melakukan berbagai kegiatan atau aktivitas, baik berupa sifat positif maupun yang negatif. Dorongan dari ketiga tenaga dalam inilah yang perlu dicermati oleh para guru. Motivasi terhadap para peserta didik untuk menentukan dan mengarahkan anak didik pada kegiatan positif. Kegiatan akan sangat berarti bagi peserta didik apabila mampu membuahkan hasil adanya perubahan sikap dan perilaku ke arah yang positif. Kegiatan akan sangat berarti bagi peserta didik apabila mampu membuahkan hasil adanya perubahan sikap dan perilaku ke arah yang positif. Ketiga tenaga dalam itu menurut istilah psikologi dikenal dengan Id, Ego, dan Super Ego. 26 QS. At-Taghâbun (64): 14. 27 Mursid, Belajar dan Pembelajaran PAUD, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015, hlm. 80. AMZAH 164 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam 1. Id. Id adalah suatu dorongan yang berasal dari dalam diri seseorang untuk mendahulukan rasa, enak, untuk mencapai kenikmatan dan nafsu belaka. Sikap semacam ini mempunyai kecenderungan anak-anak bersikap instan dalam meraih kehidupan. 2. Ego. Ego adalah ibarat suatu dorongan atau tenaga dalam yang berasal dari jiwa seseorang yang berfungsi menyeimbangkan kemauan dari Id dengan mencoba mengarahkan dorongan tersebut dalam kenyataan hidup. 3. Super Ego. Super Ego adalah dorongan atau tenaga dalam yang berfungsi sebagai alat kontrol terhadap suatu dorongan yang berasal dari kemauan Id. Kontrol dari Super Ego di sini berasal dari ajaran agama, moral, atau norma yang diajarkan dan diterima manusia. Setiap manusia, kita selaku orangtua pasti menginginkan anaknya menjadi anak yang saleh dan salehah dengan perilaku yang baik dan tindakan yang mulia. Akan tetapi, dalam kenyataannya hal itu sulit diwujudkan dan dibuktikan oleh kita semua dalam kehidupan sehari-hari. Orangtua lebih disibukkan dengan hal yang bersifat materi, daripada mendidik anak-anak. Betapa malang orangtua jika di dunia, membiarkan si anak terjerumus dalam hal kemaksiatan. Sementara anak tidak diajak beribadah untuk bekal menuju ke akhirat.28 Sebaiknya, orangtua itu memahami bahwa anak yang mereka miliki sekarang adalah amanah dari Allah Ø yang harus dijaga dan dibina. Hatinya yang suci adalah permata yang sangat mahal harganya. Anak membutuhkan pemeliharaan, kasih sayang, perhatian, dan penjagaan. Jika anak dibiarkan seperti binatang dan dibiasakan dengan kejahatan, anak akan celaka dan binasa. Dengan demikian, orangtua memegang faktor kunci yang bisa menjadikan anak memiliki jiwa Islami, yaitu dengan cara memelihara pendidikan akhlak yang baik. Islam mengupayakan pembinaan seluruh potensi manusia secara serasi dan seimbang. Dengan terbinanya seluruh potensi manusia secara sempurna diharapkan ia dapat melaksanakan fungsi pengabdiannya sebagai khalifah di muka bumi. Untuk dapat melaksanakan pengabdian tersebut, harus dibina 28 Rahmat Rosyadi, Pendidikan Islam dalam Pembentukan Karakter Anak Usia Dini, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013, hlm. 115–116. AMZAH Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 165 seluruh potensi yang dimiliki, seperti potensi spiritual, kecerdasan, kepekaan, dan perasaan. Potensi-potensi itu merupakan kekayaan dalam diri manusia yang berharga. Pendidikan anak, yaitu bimbingan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak-anak, dalam pertumbuhannya (jasmani dan rohani) supaya bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat.29 Dengan demikian, pendidikan terhadap anak dipandang sebagai salah satu aspek yang memiliki peranan pokok sebagai pembentukan insan kamil atau memiliki kepribadian yang utama. Selain itu, sangat penting nasihat orangtua kepada anaknya. Sebagaimana terdapat dalam kandungan Alquran Surah Luqmân ayat 1–16: 29 Dindin Jamaluddin, Paradigma Pendidikan Anak dalam Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2013, hlm. 38–40. AMZAH 166 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Alif Laam Miim. Inilah ayat-ayat Alquran yang mengandung hikmah. Menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang berbuat kebaikan. (Yaitu) orangorang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka yakin akan adanya negeri akhirat. Mereka itulah orang-orang yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan. Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami ia berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah ia belum mendengarnya, seakanakan ada sumbat di kedua telinganya; maka beri kabar gembiralah ia dengan azab yang pedih. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, bagi mereka surga-surga yang penuh kenikmatan. Kekal mereka di dalamnya; sebagai janji Allah yang benar. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu; dan memperkembangbiakkan padanya segala macam jenis binatang. Dan Kami turunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik. Inilah ciptaan Allah, maka perlihatkanlah olehmu kepadaku apa yang telah diciptakan oleh sembahan-sembahan(mu) selain Allah. Sebenarnya orang-orang yang zalim itu berada di dalam kesesatan yang nyata. Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka AMZAH Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 167 sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji”. Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Luqman berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Maha Mengetahui.” (QS. Luqmân (31): 1–16)30 Dalam upaya orangtua dalam mendidik anak ini adalah tuntutan Alquran yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, terutama yang berkaitan dengan pendidikan akidah dan akhlak mereka. Allah memberikan gambaran melalui kisah Luqman yang memberikan nasihat kepada anaknya tentang hal-hal prinsip yang harus dimiliki dan dihayati serta diamalkan oleh anak, yaitu akidah yang lurus dan akhlak yang baik.31 Dari ayat di atas tersebut, penulis dapat mengambil hikmah mengenai pendidikan yang harus ditanamkan orangtua kepada anaknya, di antaranya, yaitu sebagai berikut. 1. Menanamkan tauhid dan akidah yang benar kepada anak. Memiliki tauhid atau iman yang mantap adalah sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan 30 QS. Luqmân (31): 1–16. 31 Amirulloh Syarbini, Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga: Studi tentang Model Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016, hlm. 77. AMZAH 168 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam seorang muslim. Tauhid merupakan pusat segala usaha dan tujuan dalam setiap amal dan perbuatan, tauhid merupakan landasan Islam. Jika seorang anak benar tauhidnya, ia akan mendapatkan keselamatan di dunia dan di akhirat. Sebaliknya, seorang anak tidak memiliki tauhid, anak tersebut akan jatuh dalam kesyirikan dan akan menemui kecelakaan, baik di dunia maupun di akhirat. 2. Mengajarkan anak untuk melaksanakan ibadah. Hendaknya sejak kecil, anak-anak diajarkan untuk beribadah dengan benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah . Mulai dari tata cara bersuci, shalat, puasa, dan ibadah lainnya. Jika anak-anak dapat menjaga ketertiban dalam shalat, orangtua sebaiknya mengajak anak untuk menghadiri shalat berjamaah di masjid. Dengan demikian, ketika anak dilatih sejak usia dini, akan terbiasa dilakukan ketika anak tersebut beranjak dewasa. 3. Anak diajarkan untuk pandai bersyukur. Orangtua mengajarkan anak sikap bersyukur. Bersyukur artinya ungkapan rasa terima kasih kepada Allah Ø atas rezeki yang kita terima. Dengan bersyukur hati kita akan merasa damai karena kita tidak lagi khawatir terhadap apa yang ada di diri kita. Rasa syukur, di antaranya, yaitu: a) Bersyukur dengan hati. Bersyukur dengan hati dilakukan dengan menyadari sepenuhnya bahwa segala nikmat dan rezeki yang didapatkan semata-mata merupakan karunia dan kemurahan Allah. b) Bersyukur dengan lisan. Apabila hati seseorang telah sangat yakin bahwa segala nikmat yang didapatkan berasal dari Allah Ø. Ia pasti akan mengucapkan alhamdulillah (segala puji bagi Allah). c) Bersyukur dengan tindakan. Bersyukur dengan tindakan bermakna bahwa semua nikmat yang diperoleh harus dimanfaatkan di jalan yang diridai-Nya. d) Merawat kenikmatan. Apabila mendapatkan nikmat dari Allah Ø usahakan untuk merawatnya agar tidak rusak. Hal ini seperti menjaga amanah dari Allah. 4. Mengajarkan berbuat baik kepada orangtua. Orangtua mengajarkan anak untuk berbuat baik kepadanya dan tidak durhaka kepadanya, sesungguhnya jasa kedua orangtua terhadap anaknya sangat besar. Fakta ini tidak bisa diingkari oleh siapa pun juga. Seorang ibu telah mengandung anaknya dalam keadaan lemah dan susah. Ia menyabung nyawa untuk melahirkan anaknya, AMZAH Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 169 memelihara dan menyusui dengan penuh kelelahan dan perjuangan selama dua tahun. Demikian juga sang bapak menantang panas dan hujan guna mencukupi kebutuhan keluarganya. Pantaslah jika keduanya memiliki hak yang harus dipenuhi oleh sang anak, bahkan hak orangtua itu mengiringi hak Allah. 5. Mengajarkan Alquran, doa, dan zikir yang ringan kepada anak. Dalam mengajarkan Alquran, sebaiknya dimulai dari Surah Al-Fâtihah dan surahsurah pendek lainnya untuk dihafalkan pada anak. Sebaiknya, anak harus dibiasakan membaca doa-doa dan zikir dalam melakukan aktivitas sehariharinya. Contohnya, mengajarkan anak untuk menghafal doa ketika mau tidur dan bangun tidur, doa masuk WC dan Keluar dari WC, serta doa mau makan dan selesai makan, atau lain sebagainya. 6. Mendidik anak dengan berbagai adab dan akhlak yang mulia. Orangtua harus menanamkan akhlak yang mulia pada anak dengan berbagai adab yang Islami. Contohnya: Ketika anak hendak memakan nasi, dimulai dengan tangan kanan, menjaga kebersihan dengan mencuci tangan terlebih dahulu, tidak lupa mengajak anak untuk memulainya dengan lafal basmallah. 7. Melarang anak dari perbuatan yang diharamkan. Orangtua berkewajiban membimbing anaknya supaya terbina ketenangan dan ketertiban dalam masyarakat. Orangtua juga harus mengajarkan anak-anaknya agar dapat menghindari dan mencegah orang-orang yang berbuat kemungkaran. Sejak usia dini, sebaiknya anak diajarkan untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak baik atau diharamkan. Contohnya: Mengajak anak untuk memakan makanan yang halal dan menjauhi makanan yang diharamkan dalam Islam, mengajarkan anak untuk tidak mengambil apa pun yang bukan menjadi haknya, dan lain sebagainya. Dengan demikian, hendaknya sebagai orangtua harus memperhatikan anak dari segi muraqabah Allah Ø, yaitu mengajak anak untuk mendirikan shalat, menunaikan zakat, tidak sembarangan dalam berbicara, mengajak untuk bersyukur kepada Allah atas nikmat yang Allah berikan, jangan mempersekutukan Allah, dan jangan durhaka kepada kedua orangtuanya. Selain itu, AMZAH 170 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam orangtua menjadikan anak merasa bahwa selamanya Allah melihat setiap gerak-geriknya, mengetahui hal rahasia yang disembunyikan dan dirahasiakan, serta mendengar bisikan dan pembicaraannya. E. KESALAHAN ORANGTUA DALAM MENDIDIK ANAK Orangtua merupakan sumber pembelajaran pertama dan utama bagi anak supaya dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal. Kualitas pengasuhan yang diberikan orangtua akan mempengaruhi perkembangan kepribadian anaknya. Orangtua adalah penopang tata nilai dan standar moral masyarakat. Kelestarian tata nilai dan standar moral sangat tergantung pada keluarga, khususnya orangtua untuk menyediakan lingkungan yang positif bagi anaknya. Sehingga anak dapat berperilaku dan bertindak sesuai dengan tata nilai dan moral yang berlaku.32 Sebagai orangtua kita harus mampu memahami kebutuhan anak dan memfasilitasinya, dan mengarahkan untuk melakukan hal-hal yang mulia dengan mencontohkan perbuatan-perbuatan yang terpuji, agar anak mematuhi dan mau mencontoh. Ada beberapa kesalahan yang dilakukan oleh orangtua akibat ketidaktahuan dalam memberi rangsangan pada anak agar otaknya berfungsi maksimal. Adapun kesalahan-kesalahan yang dilakukan orangtua yang menghambat pembentukan pola perilaku anak, yaitu sebagai berikut.33 1. Inkonsistensi, sebagai orangtua yang menjadi teladan bagi anak sikap konsisten dalam segala hal harus selalu dijaga. Karena itu, kita mengajarkan kepada anak suatu kebaikan dan suatu ketika kita sendiri yang melanggarnya di depan anak maka anak akan sulit mempercayai apa yang kita katakan. 2. Terlalu banyak intervensi, orangtua kerap kali melakukan intervensi pada anak yang mengakibatkan anak ketergantungan terhadap pertolongan orangtuanya. 32 Rahmat Rosyadi, Pendidikan Islam dalam Pembentukan Karakter Anak Usia Dini, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013, hlm. 24. 33 Agus Sutiyono, Dahsyatnya Hypnoparenting, Jakarta: Penebar Plus, 2011, hlm. 52–55. AMZAH Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 171 3. Membanding-bandingkan, disadari atau tidak orangtua seringkali membanding-bandingkan kondisi yang dialami dengan apa yang dirasakan anak sekarang. Seharusnya kita mengubah sudut pandang dengan berusaha menyelami apa yang anak-anak kita rasakan dan alami di zaman mereka. F. PERAN DAN FUNGSI KELUARGA Keluarga merupakan pendidikan pertama dan yang utama bagi anak. Oleh karena itu, dalam keluargalah anak mengawali perkembangannya. Baik itu perkembangan jasmani maupun perkembangan rohani. Peran keluarga dalam pendidikan bagi anak yang paling utama ialah dalam penanaman sikap dan nilai hidup, pengembangan bakat dan minat, serta pembinaan kepribadian. Adapun yang bertindak sebagai pendidik dalam pendidikan agama dalam keluarga ialah orangtua, yaitu ayah dan ibu serta semua orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak itu seperti kakek, nenek, paman, bibi, dan kakak. Namun, yang paling utama ialah ayah dan ibu.34 Selain itu, Mantep Miharso menjelaskan bahwa keluarga merupakan satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat, yang terdiri atas ibu, bapak, dan anak atau orang seisi rumah yang menjadi tanggungannya. Keluarga batih disebut juga keluarga inti, yaitu keluarga yang terdiri atas suami, istri, dan anak.35 Dalam pengertian menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 7 ayat 1–2 berbunyi: 1. Orangtua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya. 2. Orangtua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya.36 34 Ali Abdul Halim Mahmud, Pendidikan Rohani, Jakarta: Gema Insani, 2000, hlm. 46. 35 Mantep Miharso, Pendidikan Keluarga Qurani, Yogyakarta: Safira Insania Press, 2004, hlm. 13. 36 Depdiknas, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, No. 20 Tahun 2003, hlm. 11. AMZAH 172 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Keluarga merupakan lingkungan pertama anak yang mempunyai pengaruh vital terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak atau generasi muda. Suasana lingkungan keluarga yang kurang mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak atau generasi muda tersebut, antara lain terlihat dalam berbagai masalah yang dihadapi oleh orangtua dan juga oleh anak-anak itu sendiri di dalam keluarganya, antara lain adalah sebagai berikut. 1. Adanya gejala-gejala perselisihan atau pertentangan antara anak, terutama yang telah menginjak dewasa atau remaja, dengan orangtuanya sehingga anak dikatakan tak patuh terhadap orangtua, sedangkan orangtua dianggap tak dapat memahami tingkah laku si anak. 2. Kurang terpenuhinya secara memadai kebutuhan-kebutuhan dan perlengkapan-perlengkapan bagi pembinaan pertumbuhan dan perkembangan di lingkungan keluarga, baik dari segi fisik, biologis maupun dari sosial, psikologis, dan spiritual. 3. Kebiasaan-kebiasaan tradisional dan konvensional, terutama pada keluargakeluarga di lingkungan masyarakat-masyarakat daerah pedesaan, seperti tradisi perkawinan usia muda, anak-anak disuruh kerja untuk mendapatkan nafkah tambahan bagi keluarganya, dan sebagainya, yang dalam batas tertentu merupakan kekangan serta hambatan bagi pertumbuhan dan perkembangan generasi muda.37 Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Perawatan orangtua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikannya merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi yang sehat. Adapun pola dan pelaksanaan peran keluarga, di antaranya sebagai berikut.38 37 Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, Bandung: Pustaka Setia, 2008, hlm. 89. 38 Amirulloh Syarbini, Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga: Studi tentang Model Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016, hlm. 75. AMZAH Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 173 1. Fungsi Edukasi Fungsi edukasi keluarga adalah fungsi yang berkaitan dengan pendidikan anak khususnya dan pendidikan anggota keluarga pada umumnya. Fungsi edukasi ini tidak sekadar menyangkut pelaksanaannya, melainkan menyangkut pula penentuan dan pengokohan landasan yang mendasari upaya pendidikan itu, pengarahan dan perumusan tujuan pendidikan, perencanaan dan pengelolaannya, penyediaan dana dan sarananya, pengayaan wawasannya, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan upaya pendidikan itu. Pelaksanaan fungsi edukasi keluarga pada dasarnya merupakan realisasi salah satu tanggung jawab yang dipikul orangtua terhadap anak-anaknya. Oleh karena itu, orangtua adalah pendidik pertama dan utama bagi anak. Hal ini karena si anak memperoleh pendidikan pertama kali.39 Menurut Syaikhul Islam Al-Hadad dalam Ahmad Tafsir dkk., menyatakan bahwa: “Sesungguhnya bagi anak-anak itu, ada hak-hak yang menjadi beban dan tanggungan orangtuanya, yaitu dalam memenuhi kebutuhan hidupnya selama mereka masih membutuhkan bantuan (belum dewasa atau belum mampu berdiri sendiri). Juga dalam hal pendidikan mereka, bimbingan budi pekerti, pengarahannya kepada sifat-sifat yang baik, dan kelakuan yang terpuji”.40 Tanggung jawab besar orangtua untuk mendidik anak menjadi pribadi yang saleh, tertuang dalam firman Allah Ø Surah At-Tahrim ayat 6:41 39 Amirulloh Syarbini, Model Pendidikan Karakter dalam Keluarga, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2014, hlm. 23. 40 Ahmad Tafsir, dkk., Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Mimbar Pustaka, 2004, hlm. 123. 41 QS. At-Tahrim (66): 6. AMZAH 174 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikatmalaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At-Tahrim (66): 6) 2. Fungsi Proteksi Fungsi proteksi maksudnya keluarga menjadi tempat perlindungan yang memberikan rasa aman, tenteram lahir dan batin sejak anak-anak berada dalam kandungan ibunya sampai mereka menjadi dewasa dan lanjut usia. Perlindungan di sini termasuk fisik, mental, dan moral. Perlindungan fisik berarti melindungi anggotanya agar tidak kepanasan, kelaparan, kehausan, kedinginan, dan sebagainya. Namun, perlindungan mental dimaksudkan agar anggota keluarga memiliki ketahanan psikis yang kuat supaya tidak frustasi ketika mengalami problematika hidup.42 3. Fungsi Afeksi Ciri utama sebuah keluarga adalah adanya ikatan emosional yang kuat antara para anggotanya (suami, istri, dan anak). Dalam keluarga terbentuk suatu rasa kebersamaan, rasa kasih sayang, rasa keseikatan, dan keakraban yang menjiwai anggotanya. Di sinilah fungsi afeksi keluarga dibutuhkan, yaitu sebagai pemupuk dan pencipta rasa kasih sayang dan cinta antara sesama anggotanya. Oleh karena itu, orangtua berkewajiban untuk memberikan kasih sayang dan cinta yang tulus kepada anak-anaknya, selain juga kasih sayang dan cinta yang harus dijaga antara suami dan istri. Bentuk kasih sayang yang muncul dalam keluarga biasanya sangat bervariasi, baik verbal (ucapan/perkataan) maupun nonverbal (sikap/perbuatan).43 42 Amirulloh Syarbini, Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga: Studi tentang Model Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016, hlm. 79–80. 43 Amirulloh Syarbini, Model Pendidikan Karakter dalam Keluarga, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2014, hlm. 25. AMZAH Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 175 Dalam Alquran menyebutkan bahwa terbentuknya sebuah keluarga bertujuan untuk menciptakan ketenangan, keindahan, kasih sayang dan cinta, baik bagi suami, istri, dan anak. Mengenai tujuan tersebut dalam Alquran Surah Ar-Rûm ayat 21 Allah berfirman:44 Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasanganpasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir. (QS. Ar-Rûm (30): 21) 4. Fungsi Sosialisasi Fungsi sosialisasi keluarga terkait erat dengan tugas mengantarkan anak ke dalam kehidupan sosial yang lebih nyata dan luas. Karena bagaimanapun, anak harus diantarkan pada kehidupan berkawan, bergaul dengan famili, bertetangga, dan menjadi warga masyarakat di lingkungannya. Dalam mencapai kehidupan ini, mustahil tanpa bantuan orangtua, di sini ia harus mampu memilih dan menafsirkan norma yang ada di masyarakatnya.45 Dalam konteks ini, dalam fungsi sosialisasi adalah agar keluarga menciptakan komunikasi yang harmonis, mengembangkan nilai-nilai kebersamaan, dan merumuskan nilai-nilai sosial yang berlaku bagi semua anggotanya. Sebagaimana dalam Alquran Surah An-Nûr ayat 61 Allah berfirman:46 44 QS. Ar-Rûm (30): 21. 45 Amirulloh Syarbini, Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga (Studi tentang Model Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam), Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016, hlm. 81. 46 QS. An-Nûr (24): 61. AMZAH 176 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan (bersamasama mereka) di rumah kamu sendiri atau di rumah bapak-bapakmu, di rumah ibu-ibumu, di rumah saudara-saudaramu yang laki-laki, di rumah saudaramu yang perempuan, di rumah saudara bapakmu yang laki-laki, di rumah saudara bapakmu yang perempuan, di rumah saudara ibumu yang laki-laki, di rumah saudara ibumu yang perempuan, di rumah yang kamu miliki kuncinya atau di rumah kawan-kawanmu. Tidak ada halangan bagi kamu makan bersamasama mereka atau sendirian. Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkah lagi baik. Demikianlah Allah menjelaskan ayatayatnya(Nya) bagimu, agar kamu memahaminya. (QS. An-Nûr (24): 61) Dengan demikian, dalam rangka melaksanakan fungsi sosialisasi, penulis beranggapan bahwa fungsi sosialisasi keluarga terkait erat dengan tugas mengantarkan anak ke dalam kehidupan sosial yang lebih nyata dan luas, bagaimanapun, anak harus diantarkan pada kehidupan berkawan, bergaul dengan famili, bertetangga, dan menjadi warga masyarakat di lingkungannya. Keluarga memiliki kedudukan sebagai penghubung atau perekat anak dalam kehidupan sosial dan norma-norma sosial. AMZAH Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 177 Selain itu, faktor yang menyebabkan peran keluarga sangat penting dalam proses sosialisasi anak adalah sebagai berikut. a. Keluarga merupakan kelompok kecil yang anggotanya berinteraksi face to face secara tertutup. b. Orangtua mempunyai motivasi kuat untuk mendidik anak. Anak merupakan buah dari kasih sayang hubungan suami-istri. c. Karena hubungan sosial dalam keluarga bersifat tetap. Fungsi sosialisasi menunjukkan peran keluarga dalam membentuk kepribadian anak. Melalui interaksi sosial dalam keluarga, anak mempelajari pola-pola sikap, tingkah laku, keyakinan, cita-cita, dan nilai-nilai di masyarakat dalam rangka perkembangan kepribadiannya. 5. Fungsi Reproduksi Keluarga sebagai sebuah organisme memiliki fungsi reproduksi, dan setiap pasangan suami-istri yang diikat dengan tali perkawinan yang sah dapat memberi keturunan yang berkualitas sehingga dapat melahirkan anak sebagai keturunan yang akan mewarisi dan menjadi penerus tugas kemanusiaan. Dalam keluarga, setiap individu memperoleh tempat dalam memenuhi kebutuhan dasar hidup, seperti pangan, sandang, dan papan dengan syarat tertentu sehingga memungkinkannya dapat hidup atau mempertahankan hidup. Hanya dengan cara itulah individu dapat menjalani kehidupan tidak asal hidup, tetapi sebuah kehidupan yang ditopang oleh sistem norma yang memungkinkan individu hidup berguna dan bermakna.47 Dalam Alquran Surah An-Nisâ ayat 1 menjelaskan bahwa salah satu fungsi dari adanya keluarga adalah untuk melahirkan keturunan sebagai penerus kedua orangtua. Sebagaimana dalam Alquran Surah An-Nisâ ayat 1 Allah berfirman:48 47 Amirulloh Syarbini, Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga (Studi tentang Model Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam), Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016, hlm. 84. 48 QS. An-Nisâ (4): 1. AMZAH 178 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. An-Nisâ (4): 1) 6. Fungsi Religi Keluarga mempunyai fungsi religi. Artinya, keluarga berkewajiban untuk memperkenalkan dan mengajak serta anak dan anggota keluarga lainnya kepada kehidupan beragama. Tujuannya, bukan sekadar untuk mengetahui kaidahkaidah agama, melainkan untuk menjadi insan beragama sebagai individu yang sadar akan kedudukannya sebagai makhluk yang diciptakan dan dilimpahi nikmat tanpa henti sehingga menggugahnya untuk mengisi dan mengarahkan hidupnya untuk mengabdi kepada Allah menuju rida-Nya.49 Berkaitan dengan fungsi religi keluarga, Alquran berpandangan bahwa keluarga merupakan sarana utama dan pertama dalam mendidik serta menanamkan pemahaman dan pengalaman keagamaan pada anak. Dalam hal ini tentu saja orangtua (ayah dan ibu) memiliki tanggung jawab terbesar. Mengenai hal ini, dalam Alquran Surah Maryam ayat 55 Allah berfirman:50 49 Amirulloh Syarbini, Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga (Studi tentang Model Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam), Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016, hlm. 84–85. 50 QS. Maryam (19): 55. AMZAH Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 179 Dan ia menyuruh ahlinya untuk bersembahyang dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridai di sisi Tuhannya. (QS. Maryam (19): 55) 7. Fungsi Ekonomi Fungsi ekonomi bertujuan agar setiap keluarga meningkatkan taraf hidup yang tercerminkan pada pemenuhan alat hidup seperti makan, minum, kesehatan, dan sebagainya yang menjadi prasyarat dasar dalam memenuhi kebutuhan hidup sebuah keluarga dalam perspektif ekonomis. Tidak saja kemampuan dalam usaha ekonomi produktif untuk memperoleh pendapatan keluarga guna memenuhi kebutuhan hidup, tetapi termasuk di dalamnya mengenai kepengaturan diri dalam mempergunakan sumber-sumber pendapatan keluarga dalam memenuhi kebutuhan dengan cara yang efektif dan efisien.51 Sehubungan dengan adanya fungsi keluarga berupa fungsi ekonomi, Alquran menjelaskan bahwa dengan terbentuknya keluarga, seorang suami harus bertanggung jawab atas istri dan anak-anaknya, yaitu dalam memberikan nafkah bagi kehidupan mereka. Karena itulah, Allah “melebihkan” laki-laki utamanya dalam hal fisik daripada perempuan, yaitu agar mereka bertanggung jawab terhadap keluarganya, yaitu mencari rezeki dengan tujuan untuk memenuhi dan menopang kehidupan keluarga mereka dalam hal sandang, pangan, dan papan. Sebagaimana dalam Alquran Surah An-Nisâ ayat 34 Allah berfirman:52 51 Amirulloh Syarbini, Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga (Studi tentang Model Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam), Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016, hlm. 86. 52 QS. An-Nisâ (4): 34. AMZAH 180 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar. (QS. AnNisâ (4): 34) 8. Fungsi Rekreasi Fungsi rekreasi adalah fungsi yang berkaitan dengan peran keluarga menjadi lingkungan yang nyaman, menyenangkan, hangat, dan penuh gairah bagi setiap anggota keluarga untuk dapat menghilangkan rasa keletihan. Keluarga yang diliputi suasana akrab, ramah, dan hangat di antara anggota-anggotanya akan terbangun hubungan antaranggota keluarga yang bersifat saling mempercayai, bebas tanpa beban, dan diwarnai suasana santai. Sebaliknya, suasana keluarga yang kering dan gersang sukar untuk membangkitkan rasa nyaman dan aman pada anggotanya.53 Fungsi rekreasi keluarga adalah fungsi yang berkaitan dengan peran keluarga menjadi lingkungan yang nyaman, menyenangkan, hangat, dan penuh gairah bagi setiap anggota keluarga untuk dapat menghilangkan rasa keletihan. Keluarga yang diliputi suasana akrab, ramah, dan hangat di antara anggotaanggotanya, akan terbangun hubungan antaranggota keluarga yang bersifat saling mempercayai, bebas tanpa beban, dan diwarnai suasana santai. Anakanak dijadikan berada di bawah pengawasan ayah dan ibunya selama mereka masih kecil. Apabila mereka telah besar atau dewasa, mereka hidup mandiri, mengarungi bahtera hajat sendiri beserta anggota masyarakat yang lain. Dengan 53 Amirulloh Syarbini, Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga (Studi tentang Model Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam), Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016, hlm. 87–88. AMZAH Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 181 kata lain, anak-anak yang tinggal di bawah pengasuhan orangtuanya hanya sekadar menanti masa besarnya. Karena itu, ayah dan ibu perlu memberi bekal dan perhatian yang sempurna kepada anaknya sejak dalam kandungan hingga sampai dapat dilepaskan dan mandiri ke masyarakat.54 9. Fungsi Biologis Dalam kehidupannya, manusia memiliki berbagai kebutuhan, salah satunya yang cukup vital adalah kebutuhan biologis. Maka untuk memenuhi kebutuhan biologis ini, keluarga menyandang fungsi biologis. Fungsi biologis keluarga berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan biologis anggota keluarga. Di antara kebutuhan biologis ini, yaitu kebutuhan akan keterlindungan fisik guna melangsungkan kehidupannya, seperti keterlindungan kesehatan, keterlindungan dari rasa lapar, haus, kedinginan, kepanasan, kelelahan, bahkan juga kenyamanan dan kesegaran fisik. Termasuk juga kebutuhan biologis adalah kebutuhan seksual. Dalam keluarga antara suami dan istri, kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan wajar dan layak dalam hubungan suami-istri dalam keluarga.55 Hal yang harus diperhatikan oleh orangtua, di antaranya adalah orangtua harus memperhatikan makanan dan minuman atau apa pun yang dikonsumsi oleh anak. Oleh sebab itu, salah satu fungsi keluarga adalah fungsi biologis. Dalam Alquran terdapat dua kriteria yang telah digariskan oleh Allah Ø adalah pertama, makanan dan minuman yang memiliki kriteria halal, dan kedua adalah makanan dan minuman yang memiliki kriteria bergizi (thayyib). Sebagaimana dalam Alquran Surah Al-Baqarah ayat 168, Allah berfirman:56 54 M. Fauzi Rachman, Islamic Parenting, Jakarta: PT Erlangga, 2011, hlm. 3. 55 Amirulloh Syarbini, Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga (Studi tentang Model Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam), Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016, hlm. 90. 56 QS. Al-Baqarah (2): 168. AMZAH 182 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqarah (2): 168) 10. Fungsi Transformasi Fungsi transformasi adalah berkaitan dengan peran keluarga dalam hal pewarisan tradisi dan budaya kepada generasi setelahnya, baik tradisi baik maupun buruk.57 Sehubungan hal ini, Alquran Surah Az-Zukhruf ayat 22 menjelaskan bahwa orangtua merupakan pewaris budaya bagi anak-anaknya, dan anak-anaknya itu juga menjadi pewaris budaya bagi keturunannya kelak. Sebagaimana dalam Alquran Surah Az-Zukhruf ayat 22 Allah berfirman:58 Bahkan mereka berkata: “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka.” (QS. Az-Zukhruf (43): 22) Seorang anak dalam menuju kedewasaannya, memerlukan bermacam-macam proses yang diperankan oleh bapak dan ibu dalam lingkungan keluarga. Keluarga sebagai wadah yang pertama dan dasar bagi perkembangan dan pertumbuhan anak. Pengalaman yang empiris membuktikan bahwa institusi lain di luar keluarga tidak dapat menggantikan seluruhnya peran lembaga bahkan pada institusi nonkeluarga. Kesadaran orangtua akan peran dan tanggung jawabnya sebagai pendidik pertama dan utama dalam keluarga sangat diperlukan. Seto Mulyadi dalam Anas Salahudin dan Irwanto Alkrinciehie mengemukakan bahwa pendidikan yang sejati itu ada dalam keluarga. Pendidikan dalam keluarga pada dasarnya mengarah pada aspek individual. Artinya, setiap anak 57 Amirulloh Syarbini, Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga (Studi tentang Model Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam), Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016, hlm. 92. 58 QS. Az-Zukhruf (43): 22. AMZAH Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 183 dihargai secara khusus dan unik serta tidak dalam bentuk massal. Pendidikan itu harus individual, dari hati yang jernih, sama halnya seperti mengajarkan bahasa ibunya, mengajari anak sopan santun, mengajarkan anak untuk hormat kepada orangtua, mengajarkan doa-doa, dan mengajarkan shalat pada waktunya. Halhal seperti inilah yang disebut sebagai proses pendidikan. Singkatnya, keluarga memiliki peran penting dalam proses internalisasi nilai-nilai agama dan moral pada manusia, khususnya pada anak usia awal. Namun, pendidikan moral seperti itu tidak boleh sesaat, tetapi harus dilakukan secara terus-menerus hingga anak tersebut menjadi besar. Oleh karena itu, hanya mengandalkan pendidikan di sekolah, tidak mungkin. Sekolah hanya sebuah institusi yang bergerak pada proses pengajaran dalam aspek IPTEK, tetapi bagaimana etika dan estetikanya, hal itu dapat dilakukan melalui pendidikan dalam keluarga. Jadi, pendidikan dalam keluarga jauh lebih penting perannya dalam pendidikan anak.59 G. POLA ASUH ORANGTUA DALAM DELAPAN FUNGSI KELUARGA Pola asuh orangtua adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak, baik negatif maupun positifnya. Pola asuh orangtua merupakan gambaran tentang sikap dan perilaku orangtua dan anak dalam berinteraksi, berkomunikasi selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Setiap orangtua mempunyai pola asuh yang berbeda. Oleh karena itu, akan menghasilhan pola hasil yang berbeda pada setiap anak, atau anak akan memiliki karakter yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dalam kegiatan memberikan pengasuhan ini, orangtua akan memberikan perhatian, peraturan, disiplin, hadiah, dan hukuman serta tanggapan terhadap keinginan anaknya. Sikap, perilaku, dan kebiasaan orangtua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang kemudian secara sadar dan tidak sadar akan diresapi dan menjadi kebiasaan bagi anak-anaknya.60 59 Anas Salahudin dan Irwanto Alkrienciehie, Pendidikan Karakter: Pendidikan Berbasis Agama dan Budaya Bangsa, Bandung: CV Pustaka Setia, 2013, hlm. 286. 60 Eli Rohaeli Badrial & Wedi Fitriana, Pola Asuh Orangtua dalam Mengembangkan Potensi Anak Melalui Homeschooling Di Kancil Cendikia, Jurnal Comm-Edu, Volume 1, Nomor 1, Januari 2018, hlm. 4. AMZAH 184 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Pola asuh dapat diartikan sebagai sistem, cara kerja atau bentuk dalam upaya menjaga, merawat, mendidik, dan membimbing anak kecil supaya dapat berdiri sendiri. Selain itu, pola asuh orangtua dapat diartikan sebagai interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pola pengasuhan adalah proses memanusiakan atau mendewasakan manusia secara manusiawi, yang harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta perkembangan zaman.61 Adapun tipe pola asuh menurut Jeanne Ellis Ormrod dalam Uswatun Hasanah yang umum dalam keluarga di antaranya, yaitu sebagai berikut.62 1. Otoritatif. Pola asuh otoritatif (authoritative parenting). Para orangtua yang menggunakan pola asuh ini menghadirkan lingkungan rumah yang penuh kasih dan dukungan, menerapkan ekspektasi dan standar yang tinggi dalam berperilaku, memberikan penjelasan mengapa suatu perilaku dapat (atau tidak dapat) diterima, menegakkan aturan-aturan keluarga secara konsisten, melibatkan anak dalam pengambilan keputusan dan menyediakan kesempatan-kesempatan anak menikmati kebebasan berperilaku sesuai usianya. Dalam pola asuh tipe otoritatif ini, orangtua cenderung menganggap sederajat hak dan kewajiban anak dibanding dirinya karena pada praktiknya tipe pola asuh otoritatif ini, para orangtua memberi kebebasan dan bimbingan kepada anak. 2. Otoritarian. Kondisi ekonomi yang serba kekurangan membutuhkan jenis pola asuh otoritarian. Dalam lingkungan keluarga yang berpenghasilan rendah atau lingkungan yang kumuh yang penuh bahaya di setiap sudutnya, para orangtua lebih jarang menampilkan kehangatan emosional dibandingkan keluarga otoritatif, menerapkan ekspektasi dan standar tinggi dalam berperilaku, menegakkan aturan-aturan berperilaku tanpa mempertimbangkan kebutuhan anak, mengharapkan anak mematuhi peraturan tanpa pertanyaan, sedikitnya ruang bagi dialog timbal balik antara orangtua dan anak (sedikit ruang bagi anak untuk memberi umpan balik 61 Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2000, hlm. 55. 62 Uswatun Hasanah, Pola Asuh Orangtua dalam Membentuk Karakter Anak, Jurnal Elementary, Volume 2, Edisi 2 Juli 2016, hlm. 75–77. AMZAH Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 185 kepada orangtua). Adanya tekanan-tekanan yang timbul akibat kemiskinan, sedemikian kuatnya sehingga menghambat kemampuan orangtua untuk mengajak anak-anaknya bertukar pikiran mengenai peraturan-peraturan yang ada di lingkungan keluarga. Adapun anak yang diasuh oleh orangtua tipe otoritarian, anak cenderung tidak bahagia, cemas, anak memiliki kepercayaan diri yang rendah, kurang inisiatif, anak sangat bergantung pada orang lain, kurang memiliki keterampilan sosial dan perilaku prososial, memiliki gaya komunikasi yang koersif dalam berhubungan dengan orang lain, serta memiliki sifat pembangkang. 3. Permisif. Pola asuh tipe permisif adalah pola bahwa orangtua tidak mau terlibat dan tidak mau pula peduli terhadap kehidupan anaknya. Jangan salahkan bila anak menganggap bahwa aspek-aspek lain dalam kehidupan orangtuanya lebih penting daripada keberadaan dirinya. Walaupun tinggal di bawah atap yang sama, bisa jadi orangtua tidak begitu tahu perkembangan anaknya menimbulkan serangkaian dampak buruk. Di antaranya anak akan egois, tidak patuh terhadap orangtuanya, tidak termotivasi, bergantung pada orang lain, menuntut perhatian orang lain, anak mempunyai harga diri yang rendah, tidak punya kontrol diri yang baik, kemampuan sosialnya buruk, dan merasa bukan bagian yang penting untuk orangtuanya. Bukan tidak mungkin serangkaian dampak buruk ini akan terbawa sampai ia dewasa. Tidak tertutup kemungkinan pula anak akan melakukan hal yang sama terhadap anaknya kelak. 4. Acuh tak acuh. Pola asuh tipe acuh tak acuh adalah pola bahwa orangtua hanya menyediakan sedikit dukungan emosional terhadap anak (terkadang tidak sama sekali), menerapkan sedikit ekspektasi atau standar berperilaku bagi anak, menunjukkan sedikit minat dalam kehidupan anak, orangtua tampaknya sibuk dengan masalahnya sendiri. Pada pola asuh tipe acuh tak acuh ini akan berdampak negatif terhadap perkembangan anak kelak, yaitu anak cenderung bersikap tidak patuh terhadap orangtuanya, banyak menuntut, memiliki kontrol diri yang rendah, kesulitan mengelola perasaan frustasi, dan kurang memiliki sasaran-sasaran jangka panjang. Berikut ini terdapat tabel Pengaruh Parenting Style Orangtua terhadap Perilaku Anak. AMZAH 186 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Tabel 1.6. Pengaruh Parenting Style Orangtua Terhadap Perilaku Anak63 Parenting Styles Sikap atau Perilaku Orangtua Profil Perilaku Anak Authoritarian - Sikap “acceptance” rendah, namun kontrol tingggi. - Suka menghukum secara fisik. - Bersikap mengomando (memerintah anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi). - Bersikap kaku (keras). - Cenderung emosional dan bersikap menolak. - Mudah tersinggung. - Pemurung, tidak bahagia. - Penakut. - Mudah terpengaruh. - Mudah stres. - Tidak mempunyai arah masa depan yang jelas. - Tidak bersahabat. Permissive - Sikap “acceptance” tinggi, namun kontrolnya rendah. - Memberi kebebasan kepada anak untuk melakukan keinginannya. - Bersikap impulsif dan agresif. - Suka memberontak. - Kurang memiliki rasa percaya diri dan pengendalian diri. - Suka mendominasi. - Tidak jelas arah hidupnya. - Prestasinya rendah. 63 Amirulloh Syarbini, Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016, hlm. 65–66. AMZAH Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 187 Authoritative - Sikap “acceptance” dan kontrolnya tinggi. - Bersikap responsif terhadap kebutuhan anak. - Mendorong anak untuk menyatakan pendapat dan pertanyaan. - Memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan baik dan buruk. - Bersikap bersahabat. - Memiliki rasa percaya diri. - Mampu mengendalikan diri. - Bersikap sopan. - Mau bekerja sama. - Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. - Mempunyai tujuan/arah hidup yang jelas. - Berorientasi terhadap prestasi. Dengan demikian, para orangtua dapat mempengaruhi karakter anak-anak secara signifikan melalui berbagai macam hal mereka lakukan. Peran orangtua pada dasarnya mengarahkan anak-anak sebagai generasi unggul, potensi anak tidak akan tumbuh dengan sendirinya tanpa bantuan orangtua. Orangtua (ayah dan ibu) adalah pendidik yang terutama dan yang sudah semestinya. Merekalah pendidik asli, yang menerima tugas dari Tuhan untuk mendidik anak-anaknya. Oleh karena itu, orangtua memegang peranan penting dalam menciptakan lingkungan tersebut dengan tujuan memotivasi anak agar dapat lebih siap dalam menghadapi berbagai tantangan di masa depan. Memahami anak dan keberhasilan suatu pendidikan sering dikaitkan dengan kemampuan para orangtua dalam hal memahami anak sebagai individu yang unik, dan setiap anak memiliki potensi-potensi yang berbeda satu sama lain namun saling melengkapi dan berharga. Dalam hal ini, ada cara yang dilakukan oleh ayah dan ibu untuk melakukan pengasuhan yang tepat dalam rangka mengembangkan karakter yang baik pada anak di antaranya, yaitu sebagai berikut. 1. Menempatkan tugas dan kewajiban ayah dan ibu sebagai agenda utama. Ayah dan ibu yang baik, akan secara sadar merencanakan dan memberikan waktu yang cukup untuk tugas keayahbundaan (parenting). Mereka akan meletakkan agenda pembentukan karakter anak sebagai prioritas utama. AMZAH 188 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam 2. Mengevaluasi cara ayah-ibu dalam menghabiskan waktu selama seminggu. Ayah-ibu perlu memikirkan jumlah waktu yang ia lalui bersama anakanak. 3. Menyiapkan diri menjadi contoh yang baik. Setiap anak memerlukan contoh yang baik dari lingkungannya. Ayah-ibu, baik atau buruk merupakan lingkungan terdekat yang paling banyak ditiru oleh anak. Hal ini tidak dapat dihindari, anak sedang dalam masa imitasi dan identifikasi. 4. Membuka mata dan telinga terhadap apa saja yang sedang mereka serap/ alami. Anak-anak ibarat spons kering yang cepat menyerap air. Kebanyakan yang mereka serap adalah yang berkaitan dengan nilai-nilai moral dan karakter. Berbagai media seperti TV, buku, lagu, Playstation, internet, konten handphone, dan Blackberry secara terus-menerus memberikan pesan pada anak dengan cara yang mengesankan, baik pesan yang bermoral maupun tidak bermoral. Oleh sebab itu, ayah-ibu harus menjadi pengamat yang baik untuk menyeleksi berbagai pesan-pesan dari berbagai media yang digunakan anak. 5. Menggunakan bahasa karakter. Anak-anak dapat mengembangkan karakternya jika ayah-ibu menggunakan bahasa yang lugas dan jelas tentang tingkah laku baik dan buruk. 6. Memberikan hukuman dengan kasih sayang. Hukuman yang diberikan kepada anak ketika ia melanggar batasan atau rambu-rambu moral atau karakter. Hukuman yang diberikan untuk mencegah sikap manja anak yang akibatnya anak akan menjadi susah diatur. Oleh sebab itu, hukuman yang diberikan bersifat mendidik, agar ia mau belajar. Anak-anak perlu memahami bahwa jika ayah-ibu memberikan hukuman adalah karena ayah dan ibu sayang terhadap mereka. 7. Belajar untuk mendengarkan anak. Ayah dan ibu perlu selalu mengalokasikan waktu untuk mendengarkan anak-anak. Ayah dan ibu perlu menegaskan agar anak-anak tahu bahwa apa pun yang mereka ceritakan itu sangat penting dan menarik. 8. Terlibat dalam kehidupan sekolah anak. Sekolah merupakan bagian penting dalam kehidupan sehari-hari anak. Selama di sekolah, anak bukan hanya AMZAH Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 189 mengalami hal-hal menyenangkan, tetapi juga menghadapi berbagai permasalahan, kekecewaan, perselisihan pendapat, ataupun kekalahan. 9. Tidak mendidik karakter melalui kata-kata saja. Ayah-ibu meskipun sibuk, perlu meluangkan waktu untuk makan malam bersama anak, setidaknya sekali dalam sehari (makan pagi atau makan malam). Makan bersama merupakan sarana yang baik untuk berkomunikasi dan menanamkan nilai yang baik. Melalui percakapan ringan saat makan, anak tanpa sadar akan menyerap berbagai peraturan dan perilaku yang baik. 10. Tidak mendidik karakter melalui kata-kata saja. Ayah dan ibu perlu membantu anak dalam mengembangkan karakter yang baik melalui contoh tentang berbagai sikap dan kebiasaan baik, seperti kedisiplinan, tolong-menolong, hormat, dan santun. Karakter anak tidak akan berkembang dengan baik, hanya melalui nasihat ayah dan ibu. Fondasi dalam pengembangan karakter adalah perilaku. Oleh sebab itu, ayah dan ibu harus berupaya berperilaku baik agar dapat dicontoh langsung oleh anak. Menjadi ayah pada generasi sekarang tidak mudah, selain mencari nafkah, ayah juga diharapkan dapat mengusahakan keutuhan keluarga dan menciptakan kebersamaan dalam keluarga. Pada generasi sebelumnya, pengasuhan anak cenderung dilimpahkan pada ibu saja. Akan tetapi, pada saat ini terjadi pergeseran konsep, dari pengasuhan motherhood menjadi parenthood. Konsep parenthood menitikberatkan pada peran kedua orangtua atau ayah dan ibu. Di sinilah peluang terbuka bagi ayah dalam keterlibatan pengasuhan anak.64 64 Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2012, hlm. 145–147. AMZAH 190 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam A. PENGERTIAN AKHLAK Kata akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu “akhlaq”, kata tersebut adalah jama’ dari kata “khuluqun” yang secara linguistik diartikan dengan budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. Kata “akhlaq” juga berasal dari kata “khalaqa” atau “khalqun” artinya kejadian, serta erat hubungannya dengan “khaliq”, artinya menciptakan tindakan atau perbuatan, sebagaimana terdapat kata “al-khaliq”, artinya pencipta dan “makhluq”, artinya yang diciptakan.1 Dalam hal ini, Muchtar Solihin dan Rosyid Anwar berpendapat bahwa dalam mendefinisikan kata “akhlaq” terdapat dua pendekatan, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan) dan pendekatan terminologik (peristilahan). Secara bahasa kata “akhlaq” berasal dari bahasa Arab, yaitu isim mashdar (bentuk infinitif) dari kata akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, yaitu sesuai dengan timbangan (wajan) tsulasi majid ‘af’ala, yuf’ilu, if’alan yang berarti as-sajiyah (perangai), aththabiah (karakter, tabiat, watak), al-adat (kebiasaan), al-muru’ah (kehormatan), dan ad-din (agama). Namun, akar kata akhlak dari kata “akhlaqa” sebagaimana tersebut tampaknya kurang tepat, isim mashdar dari akhlaqa adalah ikhlaq bukan akhlaq. Berkenaan dengan hal itu, timbul pendapat yang mengatakan bahwa kata akhlaq merupakan isim jamid atau isim ghair munsharif, yaitu isim yang tidak 1 Hamzah Ya’qub, Etika Islam, Bandung: Diponegoro, 1996, hlm. 11. PENDIDIKAN AKHLAK ANAK USIA DINI BAB 6 AMZAH Bab 6 Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini 191 memiliki akar kata, tetapi kata tersebut memang sudah terbentuk demikian adanya.2 Definisi akhlak menurut terminologis adalah pranata perilaku manusia dalam aspek kehidupan. Dalam definisi secara umum, akhlak dapat dipadankan dengan moral atau etika.3 Al-Ghazali mengemukakan bahwa akhlak merupakan suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dapat memunculkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pertimbangan dan pemikiran.4 Akhlak pada dasarnya mengajarkan bagaimana seseorang seharusnya berhubungan dengan Tuhan, Allah Penciptanya, sekaligus bagaimana seharusnya hubungan seseorang dengan sesama manusia. Inti ajaran akhlak adalah niat kuat untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu sesuai dengan rida Allah.5 Berdasarkan beberapa definisi akhlak, terdapat lima ciri dalam perbuatan akhlak, di antaranya, yaitu 1. perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, telah menjadi kepribadiannya; 2. perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran; 3. perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar; 4. perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara; 5. perbuatan akhlak (khusus akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin mendapatkan sesuatu pujian.6 2 Muchtar Solihin & Rosyid Anwar, Akhlak Tasawuf, Bandung: Nuansa Cendekia, 2006, hlm. 17–18. 3 Beni Ahmad Saebani & Abdul Hamid, Ilmu Akhlak, Bandung: Pustaka Setia, 2010, hlm. 14. 4 Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Mesir: Dar Al-Ma’arif, 1972, hlm. 20. 5 Sutarjo Adisusilo, J.R., Pembelajaran Nilai Karakter Konstruktivisme dan VCT Sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013, hlm. 55. 6 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008, hlm. 4–6. AMZAH 192 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Akhlak dalam Islam dibangun atas fondasi kebaikan dan keburukan. Namun, kebaikan dan keburukan itu berada dalam fitrah yang selamat dan akal yang lurus, segala sesuatu yang dianggap baik oleh fitrah dan akal yang lurus, ia termasuk bagian dari akhlak yang baik dan mulia. Setiap sesuatu yang dianggap jelek, ia termasuk akhlak yang buruk. Oleh karena itu, akal dan fitrah itu mempunyai kemampuan yang terbatas, perlu adanya bimbingan dan petunjuk yang lainnya, yaitu Alquran dan As-Sunah.7 Adapun akhlak yang baik tersebut, didasarkan kepada empat fondasi sebagai berikut: ash-shabru (sabar), yaitu menguasai diri, menahan amarah, tidak mengganggu orang lain, lemah lembut, dan tidak gegabah, serta tidak tergesagesa. Akhlak manusia kepada Allah Ø membutuhkan rasa cinta kepada-Nya dan menunjukkan ketakwaan manusia sebagai khalifah di bumi. Akan tetapi, akhlak manusia kepada sesama menunjukkan kemuliaannya, mengoptimalkan potensi yang dibekalkan kepadanya sebagai khalifah. Selain akhlak yang baik, terdapat juga empat sumber yang menjadi dasar akhlak tercela, sebagai berikut: al-jahl, (kebodohan), adz-dzalim (kezaliman), asy-syahwat (syahwat), dan alghadab (kemarahan). Anak didik sebagai makhluk beradab dan berakhlak. Terdapat adab-adab dan akhlak yang harus diperhatikan oleh anak, yaitu: adab yang berhubungan dengan kepribadiannya, adab kepada ilmu yang sedang dicarinya, dan adab yang berhubungan dengan gurunya (murabbi). Ia juga menegaskan bahwa anak yang baik adalah anak yang mempunyai tekad kuat untuk meraih kesempurnaan ilmu. Kata kuncinya adalah hendaknya tidak melakukan kemaksiatan dan senantiasa menundukkan pandangannya dari hal-hal yang diharamkan; yang demikian itu akan membukakan beberapa pintu ilmu, menjernihkan hati, dan memudahkan cahaya ilmu akan menyinari hatinya.8 Dengan demikian, akhlak dapat digolongkan pada akhlak mahmudah dan akhlak mazmumah. Akhlak mahmudah adalah segala macam sikap dan tingkah 7 Hasan bin Ali, Al-Fikrut Tarabawy Inda Ibnu Qayyim (Manhaj Tarbiyah Ibnu Qayyim), terj. Muziadi Hasbullah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001, hlm. 202–203. 8 Suyadi & Maulidya Ulfah, Konsep Dasar PAUD, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015, hlm. 124–125. AMZAH Bab 6 Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini 193 laku yang baik (yang terpuji). Sebaliknya, akhlak mazmumah adalah segala macam sikap dan tingkah laku yang tercela.9 Pendidikan sebagai suatu proses kegiatan pemberdayaan manusia menjadi sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, harus dilandasi oleh sifat dan sikap yang “arif serta bijaksana.” “Sikap dan sifat perenungan” melalui pemikiran yang mendalam tentang hal-hal baik dan buruk (filsafat). Namun, budaya yang melekat pada diri manusia sebagai hasil karsa, rasa, citra, cita, cipta dan karya, menjadi karakter manusia dalam kehidupan bermasyarakat dalam bentuk kebudayaan. Dalam konteks ini landasan budaya yang dimaksud adalah “budaya manusia beradab”. Selanjutnya, manusia yang menghendaki hidup damai, aman, tenteram, nyaman, dan penuh kepuasan, modal dasarnya terletak pada kadar serta bobot moral (akhlak) yang melekat pada dirinya. Landasan moral ini, dalam proses kegiatan pendidikan sangat berkaitan dengan landasan agama.10 Beberapa contoh sikap dan perilaku dari akhlak mahmudah ialah antara lain: berbuat baik, berbakti kepada orangtua, tolong-menolong, silaturrahim, merendahkan diri, sabar, dan lemah lembut. Bentuk-bentuk akhlak mazmumah antara lain: sombong, kikir dan bakhil, mencaci dan mencela, dan dusta.11 Adapun beberapa bentuk dari akhlak mahmudah, yaitu sebagai berikut. 1. Berbuat baik (al-ihsan). Sebagaimana dalam Alquran Surah Al-Qashash ayat 77 Allah berfirman: 9 Mustofa, Akhlaq Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia, 2014, hlm. 198. 10 M. Ihsan Dacholfany, Peranan Pengambilan Keputusan Dalam Rangka Menciptakan Inovasi Di Bidang Pendidikan, Jurnal Dewantara Vol. I, No. 01 Januari–Juni 2016, hlm. 20. 11 Abu Abdillah, Mendidik Anak Menjadi Pintar dan Shalih, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2015, hlm. 252. AMZAH 194 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al-Qashash (28): 77)12 2. Berbakti kepada orangtua. Sebagaimana dalam Alquran Surah Al-Isrâ’ ayat 23 Allah berfirman: Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (QS. Al-Isrâ’ (17): 23)13 3. Merendahkan hati (at-tawadhu’). Sebagaimana dalam Alquran Surah Al-Furqân ayat 63 Allah berfirman: Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. (QS. Al-Furqân (25): 63)14 12 QS. Al-Qashash (28): 77. 13 QS. Al-Isrâ’ (17): 23. 14 QS. Al-Furqân (25): 63. AMZAH Bab 6 Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini 195 4. Sabar. Sebagaimana dalam Alquran Surah Ali ‘Imrân ayat 134 Allah Ø berfirman: (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS. Ali ‘Imrân (3): 134)15 5. Lemah lembut. Sebagaimana dalam Alquran Surah Al-Isrâ’ ayat 28 Allah berfirman: Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan lemah lembut. (QS. Al-Isrâ’ (17): 28)16 6. Tolong-menolong (at-ta’awun). Sebagaimana dalam Alquran Surah AlMâ’idah ayat 2 Allah berfirman: 15 QS. Ali ‘Imrân (3): 134. 16 QS. Al-Isrâ’ (17): 28. AMZAH 196 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang hadya, dan binatang-binatang qalaaid, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari karunia dan keridaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS. Al-Mâ’idah (5): 2)17 7. Silaturrahim. Sebagaimana dalam Alquran Surah Ar-Ra‘d ayat 21 Allah berfirman: Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk. (QS. Ar-Ra‘d (7): 21)18 Adapun beberapa bentuk dari akhlak mazmumah di antaranya, yaitu sebagai berikut. 1. Sombong. Sebagaimana dalam Alquran Surah Luqmân ayat 18 Allah berfirman: 17 QS. Al-Mâ’idah (5): 2. 18 QS. Ar-Râ‘d (13): 21. AMZAH Bab 6 Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini 197 Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS. Luqmân (31): 18)19 2. Kikir dan bakhil. Sebagaimana dalam Alquran Surah Ali ‘Imrân ayat 180 Allah berfirman: Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Ali ‘Imrân (3): 180)20 3. Mencaci dan mencela. Sebagaimana dalam Alquran Surah Al-Hujurât ayat 11 Allah berfirman: Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh 19 QS. Luqmân (31): 18. 20 QS. Ali ‘Imrân (3): 180. AMZAH 198 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS. Al-Hujurât (49): 11)21 4. Dusta. Sebagaimana dalam Alquran Surah An-Nahl ayat 105 Allah Ø berfirman: Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta. (QS. An-Nahl (16): 105)22 B. URGENSI PENDIDIKAN AKHLAK ANAK USIA DINI Corak pendidikan dan kebiasaan anak-anak sewaktu mereka kecil sehingga remaja dijadikan kayu pengukur kepada pembentukan pribadi anak-anak apabila mereka dewasa. Seorang dewasa yang beretika, berdisiplin, dan berbudi bahasa merupakan kelompok kanak-kanak yang terdidik dengan etika, disiplin, dan berbudi bahasa. Akan tetapi, seorang dewasa yang kejam, ganas, dan tidak beretika disebabkan kelompok kanak-kanak dan remaja yang terbiasa dengan persekitaran yang kejam, ganas, dan tidak beretika.23 Krisis akhlak menjadi persoalan besar bangsa Indonesia saat ini. Apabila kita membaca dan melihat tayangan-tayangan di media massa, banyak kita jumpai kasus-kasus kekerasan seperti pembunuhan, tawuran yang melibatkan lembaga pendidikan, dan yang lebih miris lagi kasus perzinaan yang melibatkan 21 QS. Al-Hujurât (49): 11. 22 QS. An-Nahl (16): 105. 23 Kamarul Azmi Jasmi & Siti Fauziyani Md. Saleh @ Masrom, Pendidikan dan Pembangunan Keluarga Cemerlang, Malaysia: Universiti Teknologi Malaysia, 2007, hlm. 31. AMZAH Bab 6 Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini 199 anak di bawah umur tidak luput dari pemberitaan. Tidak bisa dipungkiri kemerosotan akhlak yang terjadi adalah akibat dari pengaruh keluarga dan lingkungan sejak kecil. Penanaman akhlak sejak usia dini menjadi poin penting untuk menghadapi dekadensi akhlak yang terjadi, ketika keluarga mempunyai peran utama dalam membentuk akhlak anak. Pendidikan adalah proses yang paling bertanggung jawab dalam melahirkan warga negara Indonesia yang memiliki karakter kuat sebagai modal dalam membangun peradaban unggul dan tinggi. Karakter bangsa yang kuat merupakan produk dari pendidikan yang bagus dan mengembangkan karakter. Seorang anak menjadi cerdas emosinya, pendidikan karakter diterapkannya secara sistematis dan berkelanjutan. Kecerdasan emosi merupakan bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, seorang anak akan lebih mudah dan berhasil menghadapi tantangan kehidupan, termasuk tantangan berhasil dalam bidang akademis.24 Manusia memiliki dimensi potensi, keunikan, dan dinamika tersendiri sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Potensi yang dimiliki manusia sangat menentukan dalam setiap rentang kehidupannya sejak manusia lahir sampai meninggal. Selain itu, manusia memiliki keunikan dan dinamika tersendiri yang menjadi ciri khas dan tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Sasaran pendidikan adalah manusia, dengan sendirinya pengembangan dimensi hakikat manusia tugas pendidikan. Manusia lahir telah dikaruniai dimensi hakikat manusia tetapi masih dalam wujud potensi, belum teraktualisasi menjadi wujud kenyataan atau “aktualisasi”.25 Anak memiliki kemampuan seluas samudra: kemampuan kognitif yang menghasilkan daya pikir positif, kemampuan psikomotorik yang menghasilkan karya bermanfaat dan penampilan yang dahsyat, serta kemampuan afektif yang menghasilkan nilai dan karakter yang manusiawi sesuai fitrahnya.26 24 Dindin Jamaluddin, Paradigma Pendidikan Anak dalam Islam, hlm. 93–94. 25 Dadan Suryana, Pendidikan Anak Usia Dini, Stimulasi dan Aspek Perkembangan Anak, Jakarta: Kencana, 2016, hlm. 1. 26 Munif Chatib, Orangtuanya Manusia, Bandung: Kaifa, 2012, hlm. 86. AMZAH 200 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Anak adalah anugerah Allah yang tidak dapat dinilai dengan materi apa pun. Ia adalah amanah Allah yang harus dididik dengan sebaik-baiknya sedari kecil sampai dewasa, ia menjadi anak yang saleh dan senantiasa menaati Allah dan berbakti kepada kedua orangtuanya. Dengan demikian, kedudukan anak menjadi demikan kompleks; sebagai perhiasan, penghibur, pemberi kesejukan, dan pengangkat martabat orangtuanya. Satu hal yang perlu diingat bahwa doa anak saleh dapat menjadi penolong kedua orangtuanya setelah mereka wafat.27 Anak adalah “mutiara” bagi setiap orangtuanya. Selain sebagai penerus generasi, anak selalu diharapkan mampu menjadi “manusia unggul”, lebih daripada yang dapat dicapai oleh ayah dan ibunya. Untuk itu, setiap orangtua akan berusaha keras memberikan yang terbaik bagi anaknya.28 Athiyah Al-Abrasyi dalam Dindin Jamaluddin menyatakan bahwa masa yang paling penting dalam mendidik anak adalah masa anak-anak. Jika menghiraukan masa tersebut, kita akan mendapatkan perilaku yang tidak baik. Menurutnya, mencegah lebih baik daripada mengobati, ia mengutip syair Arab untuk menjelaskan pentingnya usia anak, yaitu: “Anak kerap menjadi entitas penting dalam kehidupan manusia. Tentu dari sanalah kehidupan manusia akan terus terjaga dan lestari. Dalam ajaran Islam, anak tidak hanya dinilai sebagai investasi masa depan, tetapi juga dapat menjadi investasi masa yang akan datang.”29 Anak adalah titipan atau amanah dari Sang Maha Pencipta, yaitu Allah Ø kepada orangtua. Sebagai titipan atau amanah, anak harus dijaga dengan baik sesuai dengan keinginan dari Sang Maha Pencipta itu sendiri. Selain harus dijaga dan dirawat dengan baik sedari kecil, anak juga harus dididik sejak dini. Pendidikan anak yang dimulai sejak dini ini dikenal dengan sebutan pendidikan anak usia dini (PAUD). Ketika anak dijaga dan dirawat dengan baik mulai sejak dini, anak akan tumbuh dan berkembang fisik (jasmani) dan psikis (jiwa/roh) sesuai harapan. Begitu pula melalui pengetahuan dan pendidikan, akal (kognitif) 27 Ummi Aghla, Mengakrabkan Anak Pada Ibadah, Jakarta: Almahira, 2004, hlm. 7. 28 J.I.G.M. Drost, S.J., dkk., Perilaku Anak Usia Dini: Kasus dan Pemecahannya, Yogyakarta: Kanisius, 2003, hlm. 9. 29 Dindin Jamaluddin, Paradigma Pendidikan Anak dalam Islam, hlm. 19. AMZAH Bab 6 Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini 201 anak akan tumbuh sehat dan berkembang secara maksimal. Demikianlah, agar anak tumbuh kembang sesuai harapan, anak harus diperhatikan sejak dini dengan dirawat dan diberi pendidikan secara maksimal.30 Anak adalah karunia Allah yang tidak dapat dinilai dengan apa pun. Ia menjadi tempat curahan kasih sayang orangtua. Namun, sejalan dengan bertambahnya usia sang anak, muncul “agenda persoalan” yang tiada kunjung habisnya. Ketika beranjak dewasa, anak dapat menampakkan wajah manis dan santun penuh bakti kepada orangtua, berprestasi di sekolah, bergaul dengan baik dengan lingkungan masyarakatnya, tetapi di lain pihak, dapat pula terjadi sebaliknya. Perilaku semakin tidak terkendali, bentuk kenakalan berubah menjadi kejahatan, dan orangtua pun selalu cemas memikirkannya. Sementara itu, pendidikan yang disampaikan sekolah belum dapat menjamin perilaku anak sesuai dengan harapan orangtua dan pendidik. Nilai yang diberikan oleh pendidik bukanlah wujud nyata sebagai cerminan akhlak yang baik bagi anak (peserta didik) dalam kehidupan. Usia anak-anak berkisar antara 6–12 tahun, pada masa ini orangtua mulai menyerahkan pendidikan anaknya ke sekolah sehingga guru menggantikan peran orangtua dalam pendidikan anak. Karena itu, guru perlu mempersonifikasikan dirinya sebagai orangtuanya sendiri dan anak yang dihadapi (seolah-olah) sebagai anaknya sendiri.31 Tujuan pendidikan akhlak diberikan kepada anak supaya dapat membersihkan diri dari perbuatan dosa dan maksiat. Karena itu, sebagai manusia yang memiliki jasmani dan rohani, jasmani dibersihkan secara lahiriah melalui fiqh, sedangkan rohani dibersihkan secara batiniah melalui akhlak.32 Orang yang memiliki batin yang bersih akan melahirkan perbuatan yang terpuji sehingga dengan perbuatan terpuji maka akan melahirkan masyarakat yang saling menghargai dan hidup rukun serta bahagia dunia dan akhirat. 30 Helmawati, Mengenal dan Memahami PAUD, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015, hlm. 1–2. 31 Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003, hlm. 292. 32 Ibrahim Amini, Agar Tak Salah Mendidik, Jakarta: Al-Huda, 2006, hlm. 14. AMZAH 202 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Sebelum anak dapat berpikir logis dan memahami hal-hal yang abstrak, serta belum sanggup menentukan mana yang baik dan mana yang buruk (tamyiz) mana yang benar dan mana yang salah, contoh-contoh, latihan-latihan, dan pembiasaan-pembiasaan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembinaan pribadi anak. Masa anak usia dini adalah masa yang paling baik untuk menanamkan dasar-dasar pendidikan akhlak. Al-Ghazali mengemukakan metode mendidik anak dengan memberi contoh, latihan, dan pembiasaan kemudian nasihat dan anjuran sebagai alat pendidikan dalam rangka membina kepribadian anak sesuai dengan ajaran agama Islam. Pembentukan kepribadian itu berlangsung secara berangsur-angsur dan berkembang sehingga merupakan proses menuju kesempurnaan.33 Pendidikan akhlak merupakan pendidikan nilai yang pertama didapat anak dari keluarganya. Hasil penelitian Rohner menunjukkan bahwa pengalaman masa kecil seseorang sangat mempengaruhi perkembangan kepribadiannya. Pola asuh orangtua, baik yang menerima atau yang menolak anaknya, akan mempengaruhi perkembangan emosi, perilaku, sosial-kognitif, dan kesehatan fungsi psikologisnya ketika dewasa. Ada beberapa kesalahan orangtua dalam mendidik anak yang dapat mempengaruhi perkembangan kecerdasan emosi anak yang berakibat pada pembentukan karakternya, yaitu: 1) kurang menunjukkan ekspresi kasih sayang, baik secara verbal maupun fisik; 2) kurang meluangkan waktu yang cukup untuk anak; 3) bersikap kasar secara verbal, seperti berkata-kata kasar; 4) bersikap kasar secara fisik, contohnya memukul; 5) terlalu memaksa anak untuk menguasai kemampuan kognitif secara dini; 6) tidak menanamkan “good character” kepada anak.34 C. MENGAJARKAN ADAB DAN ETIKA SEHARI-HARI Islam merupakan agama yang penuh dengan adab dan etika. Adab dan etika tersebut pada hakikatnya bertujuan untuk membentuk insan yang penuh 33 Zainuddin, dkk., Seluk Beluk Pendidikan Al-Ghazali, Jakarta: Bumi Aksara, 1991, hlm. 106. 34 Masnur Muslich, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional, Jakarta: Bumi Aksara, 2011, hlm. 104. AMZAH Bab 6 Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini 203 dengan kesantunan. Oleh karena itu, seyogianya anak pada usia emas telah diajarkan adab sehari-hari, agar ketika ia dewasa kelak, ia telah terbiasa dengan adab-adab Islami tersebut. Mendidik anak untuk mengenal adab-adab Islami sudah harus dilakukan dan diajarkan sejak usia bayi. Pada umumnya, bayi usia 12 bulan atau mulai 14 bulan sudah mulai memperhatikan apa yang dilakukan orangtuanya dan bayi akan mencoba untuk mengikuti gerakannya. Bahkan cara bicara pun akan diikuti. Dengan demikian, pada saat-saat inilah kesempatan bagi orangtua untuk memberikan contoh-contoh adab Islami dan menghindarkan dari segala perilaku dan perkataan yang buruk. Karena itu, anak akan mengikuti atau meniru perilaku orangtua dan orang yang berada di sekitarnya, baik perilaku yang terpuji maupun perilaku yang tercela.35 Di sini terdapat beberapa perkara-perkara atau adab Islami yang bisa diajarkan kepada anak usia dini meskipun hanya gerakan dan ucapan. Adapun adab tersebut, di antaranya adalah sebagai berikut. 1. Adab Makan dan Minum Anak usia dini sebagai individu yang sedang mengalami proses tumbuh kembang yang sangat pesat, bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan. Anak usia dini memiliki rentang yang sangat berharga dibanding usia-usia selanjutnya karena perkembangan kecerdasannya tengah berlangsung luar biasa. Anak yang tumbuh dan berkembang sejak dalam kandungan hingga meninggal, mengalami proses tahap demi tahap. Untuk itu, upaya membina dan mengembangkan pribadi anak yang terdiri dari aspek jasmaniah dan rohaniahnya melalui pendidikan juga harus dilaksanakan secara bertahap. Karena itu, hanya dengan pendidikan, kemampuan, kematangan, dan kesempurnaan pribadi anak akan dicapainya.36 Pendidikan itu dimulai dari keluarga, salah satu halnya adalah cara makan yang terjadi pada anak usia dini. Keluarga adalah tempat pertama dan utama 35 M. Fauzi Rachman, Islamic Parenting, Jakarta: PT Erlangga, 2011, hlm. 82. 36 M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2000, hlm. 11. AMZAH 204 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam bagi pembentukan dan pendidikan anak. Jika ingin membentuk anak yang saleh dan salehah, cerdas serta terampil, harus dimulai dari keluarga. Agar terbentuk keluarga yang sehat dan bahagia pun para orangtua perlu pengetahuan yang cukup sehingga mampu membimbing dan mengarahkan setiap anggota keluarga menuju tujuan yang diharapkan.37 Sifat buruk yang pertama kali mendominasi anak adalah rakus dalam hal makan. Maka orangtua dalam hal ini harus mendidiknya. Misalnya: tidak mengambil makanan kecuali dengan tangan kanan, membaca basmallah saat mengambil makanan, mengambil makanan yang dekat jaraknya, tidak lamalama memandang makanan dan memperhatikan orang lain yang makan, tidak makan dengan terburu-buru, mengunyah makanan dengan baik, tidak berturut-turut antara suapan dengan suapan berikutnya, tidak menjilati tangannya kecuali jarinya yang tiga, tidak menjilat bajunya ketika ada makanan yang jatuh ke bajunya, sekalikali anak dibiasakan roti kering, agar ia tidak menganggap lauk pauk sebagai keharusan, ketika anak makan banyak, katakanlah kepadanya bahwa itu hal yang buruk. Orang yang banyak makan itu tidak berbeda dengan binatang, mereka mencela anak yang suka makan banyak dan menyanjung anak yang makannya sedikit. Ajari anak untuk senang mengutamakan orang lain ketimbang dirinya, dalam hal makan tidak begitu peduli. Ajari ia agar merasa cukup dengan makanan yang tidak mewah, apa pun jenis makanannya.38 37 Helmawati, Mengenal dan Memahami PAUD, hlm. 67. 38 Ihsana El-Khuluqo, Manajemen PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini): Pendidikan Taman Kehidupan Anak, Yogyakarta: PT Pustaka Pelajar, 2015, hlm. 92–93. Gambar 1.3. Adab Makan dan Minum AMZAH Bab 6 Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini 205 Selanjutnya, orangtua dan guru mengajarkan: a. Doa Sebelum Makan Ya Allah, berkatilah rezeki yang Engkau berikan kepada kami, dan peliharalah kami dari siksa api neraka. b. Doa Sesudah Makan Segala puji bagi Allah yang memberi kami makan dan minum serta menjadikan kami memeluk agama Islam. Orangtua harus membiasakan anak untuk makan dan minum dengan tangan kanan, sebab yang demikian adalah sunah. Menurut kisah Salamah bin Al-Akwa; bahwasanya seseorang pernah makan di sisi Rasulullah dengan tangan kirinya. Maka beliau berkata, “Makanlah dengan tangan kananmu!” Orang itu berkata: “Saya tidak bisa.” (Maka) beliau berkata: “Kamu tidak akan bisa.” Tidak ada yang menghalangi orang tersebut (untuk makan dengan tangan kanannya) melainkan hanya kesombongan. Berkata Salamah bin Al-Akwa, “Maka orang itu pun (akhirnya) tidak bisa mengangkat tangan (kanan)-nya ke mulutnya.” (HR. Muslim no. 2021) Selain itu, faktor lingkungan sangat berpengaruh dalam perkembangan dan perubahan perilaku anak. Dalam pendidikan anak termasuk hal yang prinsip, menjauhkan anak dari berbagai jenis lingkungan yang tidak baik. Di samping itu, orangtua hendaknya menjadi contoh utama dalam kehidupan seorang anak. Hal apa saja yang dilakukan oleh orangtua atau pendidik akan ditiru oleh anak didik. Karena itu, orangtua harus memberikan contoh nyata atau keteladanan yang baik pada anak-anak. Anak-anak adalah cermin dari orangtuanya. Selain itu, anak-anak akan meniru dari lingkungan sekitar atau media lain di antaranya seperti televisi, Playstation, teman sebaya, juga saudara-saudara yang lebih dewasa.39 39 Ahmad Susanto, Perkembangan Anak Usia Dini: Pengantar dalam Berbagai Aspeknya, Jakarta: Kencana, 2011, hlm. 3. AMZAH 206 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam 2. Adab Memakai Pakaian Peran orangtua dan pendidik pada dasarnya mengarahkan anak-anak sebagai generasi unggul, potensi anak tidak akan tumbuh dengan sendirinya tanpa bantuan orangtua. Mereka memerlukan lingkungan yang subur yang sengaja diciptakan untuk itu, yang memungkinkan potensi mereka tumbuh dengan optimal. Orangtua memegang peranan penting menciptakan lingkungan tersebut guna memotivasi anak agar dapat lebih siap dalam menghadapi berbagai tantangan di masa depan.40 Menurut Al-Ghazali, etika berpakaian bagi anak usia dini, di antaranya sebagai berikut. a. Membiasakan anak menyenangi pakaian warna putih, bukan yang berwarna, bukan dari bahan sutra. Katakan kepadanya bahwa pakaian seperti itu adalah kebiasaan perempuan dan banci sedangkan lelaki harus menjauhinya. Ketika anak mengenakan pakaian sutra atau yang berwarna hendaklah dicela dan diingatkan. b. Jauhkan anak dari teman-temannya yang biasa hidup senang-senang, mewah, dan mengenakan pakaian yang mewah. c. Jauhkan anak dari pergaulan orang-orang yang suka menceritakan hal-hal yang mendorong anak untuk hidup mewah. Oleh sebab itu, pada tahap perkembangan pertama, anak dibiarkan nantinya ia biasanya memiliki akhlak buruk, tukang bohong, pendengki, suka maling, suka mengadu domba, keras kepala, berlebih-lebihan dalam berbicara dan tertawa, suka menipu, dan berkelakar (melawak). Namun, untuk menjauhkan anak dari semua itu harus menggunakan pendidikan yang baik.41 Selanjutnya, orangtua dan guru mengajarkan doa cara berpakaian, yaitu sebagai berikut. 40 Ahmad Susanto, Perkembangan Anak Usia Dini: Pengantar dalam Berbagai Aspeknya, Jakarta: Kencana, 2011, hlm. 2. 41 Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Mesir: Dar Al-Ma’arif, 1972, hlm. 72. AMZAH Bab 6 Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini 207 Doa Memakai Pakaian Segala puji bagi Allah yang telah memberikan pakaian ini kepadaku sebagai rezeki dari-Nya tanpa daya dan kekuatan dariku. (HR. Abu Daud no. 4023. Hasan) Orangtua mengajarkannya sejak bayi, ketika memulai mengenakan pakaian dari sebelah kanan. Aisyah ra. di dalam hadisnya berkata: “Rasulullah  suka bertayamum (memulai dengan yang kanan) di dalam segala perihalnya, ketika memakai sandal, menyisir rambut, dan bersuci.” (HR. Muttafaq ‘Alaih) Selain itu, orangtua harus mengajarkan pada anak untuk membiasakan pakaian muslim. Contohnya membuatkannya gamis untuk anak perempuan dan membuatkannya jubah untuk anak laki-laki. 3. Adab Sebelum Tidur dan Bangun Tidur pada Anak Usia Dini Hal ini bisa diajarkan ketika anak akan tidur malam agar ia terbiasa mendengarkan lafal doa sebelum tidur dan bisa cepat menghafalnya. Bacakan kepadanya. a. Doa Sebelum Tidur Dengan menyebut nama-Mu ya Allah, aku hidup dan aku mati. Lalu tiup kedua telapak tangannya dan mengusapkannya dari ujung kepala sampai ke mata kaki. b. Doa Bangun Tidur Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami sesudah kami mati (membangunkan dari tidur) dan hanya kepada-Nya kami dikembalikan.42 Bacakan anak setelah bangun tidur. 42 M. Fauzi Rachman, Islamic Parenting, Jakarta: PT Erlangga, 2011, hlm. 88. AMZAH 208 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Orangtua harus membiasakan anak untuk bangun pagi sebelum pukul 06.00 dan langsung mandikan, sebagai pembelajaran nanti ketika ia dewasa untuk shalat Subuh bersama. Kalau anak terbiasa mandi siang, anak tersebut akan malas untuk mandi pagi. Dengan demikian, sikap orangtua adalah mandi pagi sebelum shalat Subuh, hal demikian merupakan bagian dari memberikan keteladanan pada anak usia dini. 4. Belajar Azan, Shalat, dan Berdoa Orangtua harus membiasakan anak untuk diperdengarkan suara azan, supaya anak tersebut mengetahui bahwa suara azan adalah lafalnya seperti itu. Ajarkan pada anak untuk memperagakannya dengan gerakan menempelkan tangan di telinga. Sewaktu-waktu terdengar azan dari masjid atau radio, dengan gerakan refleks anak akan spontan menempelkan tangan ke telinga memberitahu kita bahwa ada yang azan. Selanjutnya, mengajarkan anak untuk terbiasa melakukan shalat dengan cara membiasakan shalat dan berdoa dalam keadaan sepengetahuan anak, anak sudah hafal gerakan shalat dari takbiratul ihram, bersedekap, ruku, dan sujud.43 Orangtua melakukan tanya jawab kepada anaknya, misalnya: “Bagaimana Shalatnya sayang?” Ketika kita ucapkan “Allahu Akbar”, dengan spontan anak akan membuat gerakan takbir, bersedekap, lalu ruku, dan sujud. Subhanallah. Selain itu, orangtua mempraktikkan berdoa dengan cara mengangkat kedua tangan dan menempelkan keduanya. Maka kalau orangtua mengatakan “Ayo kita berdoa, Sayang,” dengan spontan anak akan membuat gerakan berdoa. Subhanallah. 5. Ajarkan Toilet Training Buang air adalah hal penting yang harus diajarkan sejak dini. Orangtua harus membiasakan anak pipis (buang air kecil) di kamar mandi, tidak boleh pipis dengan cara mengompol. Biasakan sebelum tidur malam, orangtua mengajak anaknya ke kamar mandi untuk pipis. Selain itu, mengajarkan untuk membersihkan 43 M. Fauzi Rachman, Islamic Parenting, Jakarta: PT Erlangga, 2011, hlm. 84–85. AMZAH Bab 6 Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini 209 kemaluannya agar kemaluannya suci dari najis. Setelah itu, membiasakannya untuk cuci tangan dan cuci kaki. Ajarkan anak untuk doa masuk ke kamar mandi dan doa keluar dari kamar mandi.44 a. Doa Masuk Kamar Mandi Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari setan besar laki-laki dan perempuan. b. Doa Keluar Kamar Mandi Dengan mengharap ampunan-Mu, segala puji milik Allah yang telah menghilangkan kotoran dari badanku dan yang telah menyejahterakan. Dalam mengajarkan toilet training, terdapat dua hal yang harus diajarkan kepada anak, yaitu pertama, ketika anak mengalami enuresis (mengompol) dan kedua, encopresis (buang air besar di celana). Enuresis adalah mengompol atau buang air kecil di celana, seperti di sekolah ataupun pada saat tidur. Secara biologis, anak usia TK sudah tidak lagi mengompol, otot-otot yang mengatur kontraksi urine sudah berkembang secara sempurna. Encopresis adalah buang air besar di sembarang tempat, baik itu di dalam kelas maupun di celana. Seperti halnya enuresis, pada anak usia TK harusnya sudah tidak terjadi hal demikian ini. Adapun penyebab terjadinya enuresis dan encopresis di antaranya adalah sebagai berikut. 1. Fisiologis. Adanya gangguan pada mekanisme pengontrolan urine atau buang air besar pada tubuh anak, seperti infeksi saluran kencing, gangguan ginjal, gangguan pencernaan atau metabolisme tubuh atau bisa juga trauma fisik, seperti benturan di tulang belakangnya akibat jatuh atau terbentur dengan keras. 44 M. Fauzi Rachman, Islamic Parenting, Jakarta: PT Erlangga, 2011, hlm. 86. AMZAH 210 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam 2. Psikologis. Anak merasa takut atau cemas disebabkan beberapa hal. Misalnya, karena merasa terancam oleh teman, pendidik, keadaan sekolah yang dianggap tidak “ramah” atau karena ketakutan terhadap orangtua. Selain itu, disebabkan kehadiran adik baru. Dalam hal ini, anak menjadi cemburu dan ingin diperhatikan. Akibatnya, anak akan melakukan tindakan yang membuat orangtuanya kembali memberikan perhatian padanya. 3. Faktor kelelahan. Misalnya, anak kebanyakan minum, banyaknya aktivitas motorik yang dilakukan anak akhirnya kelelahan dan suhu yang dingin. 4. Gugup/tidak biasa menahan, takut kedinginan, malu bilang pada pendidiknya, banyak minum susu, dan lain sebagainya. 5. Karena sakit perut, kebanyakan makan buah, pendiam, sering terbiasa buang air di tempat sembarangan, sering tegang, tergesa-gesa berangkat ke sekolah, anak belum bisa cara memakai celana kembali.45 Sebagian orangtua merasakan kegemasan sekaligus cemas, ketika melihat buah hatinya masih Buang Air Kecil (BAK) atau Buang Air Besar (BAB) sembarangan. Terutama, setelah usia anak menginjak tahun kedua. Kecemasan itu bukan hanya karena melihat seprei yang baru saja diganti harus masuk ke dalam keranjang pakaian kotor yang sudah menggunung. Bukan pula lantaran lantai yang sudah bersih kembali kotor oleh ompol atau tinja yang menyengat indra penciuman. Sungguh yang dikhawatirkan adalah masalah kebersihan rumah dari najis yang tidak terdeteksi. Padahal kebersihan dari najis (hadas kecil dan hadas besar) merupakan syarat supaya ibadah yang kita jalankan seperti shalat, dapat diterima oleh Allah.46 Toilet training merupakan usaha orangtua maupun pendidik untuk melatih anak agar mampu mendidik diri sendiri saat buang air kecil ataupun besar. Adapun toilet training di antaranya, yaitu sebagai berikut.47 45 Rita Eka Izzaty, Perilaku Anak Prasekolah, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2017, hlm. 251–254. 46 M. Fauzi Rachman, Islamic Parenting, Jakarta: PT Erlangga, 2011, hlm. 89–91. 47 Rita Eka Izzaty, Perilaku Anak Prasekolah, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2017, hlm. 257–261. AMZAH Bab 6 Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini 211 a. Bowel Control Bowel Control, yaitu kemampuan si anak untuk menahan dan melepaskan keinginannya membuang air besar. Pada umumnya, anak-anak mulai dapat dilatih melakukan kontrol setelah usia 18 bulan sampai dengan usia 2 tahun. Akan tetapi, sebagian besar anak perempuan dapat diberikan toilet training lebih dini daripada anak laki-laki. Pada usia 2 tahun untuk anak perempuan dan usia 3 tahun untuk anak laki-laki. Setiap anak memiliki cara sendiri untuk menunjukkan keinginannya membuang air besar. Ada yang mengerutkan tubuh, mukanya merah, menangis, dan lain sebagainya. Pada saat toilet training inilah, orangtua atau pendidik dapat menuntunnya ke kamar mandi dan melakukan langkah berikut: Pertama, dudukkan anak pada kloset atau pispot dengan sikap tenang. Kedua, katakan kepadanya dengan lemah lembut, inilah tempat untuk membuang air besar dan kecil. Ketiga, Usahakan supaya anak tidak duduk lebih dari 5 menit. Keempat, orangtua memberikan pujian kepada anak, yaitu anak berhasil membuang air besar tanpa banyak kesulitan. Kelima, hindari memberi “iming-iming” pada anak agar ia mau buang air besar dan jangan memarahinya bila ia tidak berhasil. Keenam, hindari membicarakan ketidakberhasilan anak, hal ini akan berdampak sikap malu pada anak. b. Bladder Control Bladder Control, yaitu kemampuan anak untuk menahan dan melepaskan keinginan untuk membuang air kecil. Karena itu, secara biologis, kantong air seni perlu lebih sering dikosongkan. Bladder Control memerlukan waktu lebih lama dibandingkan bowel control. Dalam melatih anak untuk tidak mengompol di antaranya, lakukan langkah berikut: Pertama, orangtua harus bersiap sedia untuk mengikuti pola buang air kecil anak yang belum teratur. Kedua, orangtua memberikan kebebasan pada anak untuk membentuk kebiasaan menahan buang air kecilnya, untuk waktu yang semakin lama. Ketiga, ajarkan anak agar memberi tanda atau bicara, ingin buang air kecil, sebelum membasahi celananya. AMZAH 212 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Dengan demikian, toilet training merupakan cara untuk melatih anak agar bisa mengontrol hajatnya, apakah itu saat ingin buang air kecil atau buang air besar. Selain itu, anak diharapkan mampu buang air kecil maupun buang air besar di tempat yang telah ditentukan. Selain itu, mengajarkan anak untuk dapat membersihkan kotorannya sendiri dan memakainya kembali. Konsep ini melatih anak terampil dalam mengkoordinasikan motoriknya. Secara menyeluruh, metode ini melatih anak untuk percaya pada kemampuan dirinya sekaligus menumbuhkan kemandiriannya. 6. Ajarkan Kemandirian pada Anak Kemandirian adalah kemampuan untuk mengambil pilihan dan menerima konsekuensi yang menyertainya. Kemandirian pada anak-anak terlihat ketika anak menggunakan pikirannya sendiri dalam mengambil berbagai keputusan; dari memilih teman sebayanya untuk bermain, memilih perlengkapan belajar yang ingin digunakannya, sampai dengan memutuskan hal-hal yang lebih rumit. Tumbuhnya kemandirian pada anak berdampingan dengan munculnya rasa takut dalam berbagai bentuk dengan intensitas yang berbeda-beda. Rasa takut dalam hal yang wajar dapat berfungsi sebagai “emosi perlindungan” (protective emotion) bagi anak-anak, yang memungkinkannya untuk mengetahui kapan waktunya meminta perlindungan kepada orang dewasa atau orangtuanya.48 Kemandirian (otonomi) harus mulai diperkenalkan kepada anak sedini mungkin. Dengan menanamkan kemandirian, akan menghindarkan anak dari sifat ketergantungan pada orang lain. Kemandirian dapat menumbuhkan keberanian anak, anak diberikan motivasi untuk terus mengetahui pengetahuanpengetahuan baru melalui pengawasan orangtua. Dengan pemberian motivasi sangat penting diberikan sehingga mau banyak berbuat dan akan menjadi pendorong semangat untuk melakukan suatu aktivitas dari apa yang diinginkan, diharapkan, dan menjadi antusias untuk mencapai apa yang diharapkan. 48 Ahmad Susanto, Pendidikan Anak Usia Dini: Konsep dan Teori, Jakarta: Bumi Aksara, 2017, hlm. 35. AMZAH Bab 6 Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini 213 Pada prinsipnya, upaya untuk mengembangkan kemandirian pada anak dengan memberikan kesempatan untuk terlibat dalam berbagai aktivitas. Semakin banyak kesempatan yang diberikan kepada anak, akan semakin terampil skill yang diperoleh anak tersebut untuk lebih tampil percaya diri. Di antara upaya dalam rangka menumbuhkan kemandirian anak, yaitu sebagai berikut. a. Anak-anak didorong supaya mau melakukan kegiatan yang ia jalani dilakukan secara sendiri. Misalnya: mandi sendiri, gosok gigi sendiri, minum sendiri, makan sendiri, bersisir, dan berpakaian sendiri. b. Orangtua memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil keputusan sendiri. Misalnya: memilih baju yang akan dipakai. c. Orangtua mengatur ruangan tempat bermain sehingga tidak ada barang yang membahayakan dan orangtua memberikan kesempatan kepada anak untuk bermain sendiri tanpa ditemani sehingga terlatih untuk mengembangkan ide dan berpikir untuk dirinya. d. Orangtua membiarkan anak untuk mengerjakan segala sesuatunya secara sendiri, walaupun si anak sering membuat kesalahan. e. Pada saat bermain bersama anak, bermainlah sesuai keinginan anak. Namun, anak tergantung pada orangtua, orangtua harus memberikan dorongan untuk berinisiatif dan memberikan dukungan atas keputusan si anak. f. Orangtua mendorong si anak untuk mengungkapkan perasaan dan idenya. g. Anak dilatih untuk mensosialisasikan diri sehingga anak belajar menghadapi problem sosial yang lebih kompleks. Namun, anak ragu-ragu atau takut, orangtua harus mencoba untuk menemaninya terlebih dahulu sehingga tidak ada keterpaksaan. h. Ketika di rumah ada anak yang lebih besar, orangtua sebaiknya mengajak anak untuk membantu mengurus rumah tangga, seperti menyiram tanaman, menyapu ruangan, dan membersihkan meja. i. Pada saat anak mulai memahami konsep waktu, orangtua harus mendorong anak untuk mengatur jadwal pribadinya, seperti kapan akan belajar dan bermain. j. Orangtua mengajarkan anak untuk bertanggung jawab atas apa yang ia kerjakan, dan memberikan konsekuensinya jika anak tidak memenuhi tanggung jawabnya. AMZAH 214 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam k. Pada biasanya, kesehatan dan kekuatan berkaitan juga dengan kemandirian anak, orangtua perlu memberikan menu yang sehat pada anak dan mengajak anak untuk berolahraga.49 Kemandirian muncul dan berfungsi ketika anak berperan menemukan diri pada posisi yang menuntut suatu tingkatan kepercayaan diri. Kunci kemandirian anak sebenarnya ada di tangan orangtua. Kemandirian yang dihasilkan dari kehadiran dan bimbingan orangtua akan menghasilkan kemandirian yang utuh. Untuk dapat mandiri, anak membutuhkan kesempatan, dukungan, dan dorongan dari keluarga khususnya pola asuh orangtua serta lingkungan sekitarnya supaya dapat mencapai otonomi atas diri sendiri.50 7. Ajarkan Kedisiplinan pada Anak Kedisiplinan anak usia dini pada dasarnya adalah sikap taat dan patuh terhadap aturan yang berlaku, baik di rumah, sekolah, maupun masyarakat yang dilakukan oleh anak usia 0–6 tahun. Disiplin sangat penting artinya bagi anak. Oleh karena itu, disiplin harus dibentuk secara terus-menerus pada anak. Ada tiga unsur kedisiplinan, antara lain kebiasaan, peraturan, dan hukuman. Disiplin yang dibentuk secara terus-menerus akan menjadikan disiplin tersebut menjadi kebiasaan. Namun, pada umumnya orangtua membentuk kedisiplinan anak dengan cara membuat dan menerapkan peraturan serta memberi hukuman bagi anak yang melanggar peraturan tersebut. Membentuk karakter disiplin pada anak usia dini merupakan upaya membentuk karakter anak agar bisa mengendalikan diri dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai tertentu. Disiplin juga dapat memberi rasa aman kepada anak dengan memberitahukan mana yang boleh dilakukannya dan mana yang tidak boleh dilakukannya. 49 Ahmad Susanto, Pendidikan Anak Usia Dini: Konsep dan Teori, Jakarta: Bumi Aksara, 2017, hlm. 41–42. 50 Zubaedi, Strategi Taktis Pendidikan Karakter (Untuk PAUD dan Sekolah), Depok: Rajawali Pers, 2017, hlm. 274. AMZAH Bab 6 Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini 215 Seseorang dikatakan berdisiplin, ketika anak dapat menguasai diri, dan karena ia dapat mengatur perilakunya ketika itu diperlukan untuk mengikuti sejumlah peraturan dalam kehidupan. Konsep disiplin aktif semacam itu memang tidak mudah untuk dipahami dan diterapkan.51 Adapun cara terbaik dalam menerapkan disiplin pada anak, di antaranya, yaitu sebagai berikut. a. Menerapkan Aturan. Cara terbaik untuk meletakkan dasar disiplin adalah membuat semua aturan di rumah terasa sederhana dan jelas. Contohnya, “Tidak boleh memukul,” atau, “Tidak boleh naik-naik ke meja.” b. Menangani Perilaku Buruk. Pilih hal-hal apa saja yang mau Anda masalahkan. Putuskan apakah suatu reaksi yang Anda lakukan itu perlu dilakukan. Jika Anda keras terhadap segala hal, dari anak merengek saat mau tidur sampai menggigit orang lain, Anda hanya akan membuat siapa pun kesal. Selain itu, usaha Anda untuk menerapkan disiplin akan sangat jauh dari efektif, jika Anda fokus kepada hal-hal yang menjadi masalah Anda saja. c. Katakan Tidak. Jika anak melakukan kesalahan, seperti memukul temannya, katakan segera dengan tegas, “Tidak boleh memukul.” Jika anak sudah lebih besar, Anda juga bisa meminta ia meminta maaf. Walaupun begitu, batasi penggunaan kata “tidak” hanya untuk perilaku buruknya saja. Karena itu, kalau tidak, anak akan mengabaikan Anda. Jika ia melakukan sesuatu yang tidak Anda sukai, yang sebenarnya tidak terlalu berbahaya atau menyakiti siapa pun (misalnya, mencoret-coret tangannya dengan spidol), katakan saja, “Kalau mau menggambar, di kertas saja, ya, Nak.” d. Buat Konsekuensi. Carilah konsekuensi yang berpengaruh terhadap anak. Ini bisa saja mengambil atau menahan satu hal istimewa yang ia miliki, atau meminta ia melakukan sesuatu yang tidak ia sukai. Anak usia 2 tahun ke atas bisa khawatir dengan sebuah peringatan, seperti, “Kalau kamu terus-terusan melempar-lempar pasir, kamu tidak boleh main di kotak pasir itu.” Anda harus serius dengan konsekuensi yang sudah Anda katakan. Anak tidak akan menganggap Anda serius, kalau Anda sendiri juga tidak serius. 51 Montessori, Maria, 2015, Metode Montessori, dengan judul asli The Montessori Method, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 173. AMZAH 216 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam e. Konsisten. Anak-anak senang menguji Anda, dan tanpa konsistensi, aturanaturan akan sangat mudah dirobohkan. Jika Anda teguh dengan aturanaturan yang sudah dibuat, pada akhirnya anak akan menyadari bahwa tingkah polahnya yang tidak Anda sukai mempunyai konsekuensi yang ia tidak suka. f. Miliki Empati. Tunjukkan kepada anak bahwa Anda tahu perasaannya. “Mama tahu bagaimana kesalnya kamu. Mama juga ingin, sih, bisa bermain di taman sepanjang hari, tetapi....” Tahu bahwa Anda memahami ia, akan membuat anak lebih tenang. g. Buat Kesepakatan. Jika anak tidak juga mau tidur, tawarkan kepada ia apakah lampu di lorong depan kamarnya tetap menyala. Baginya, ini semacam kompromi, tetapi Anda tidak terlihat mundur dan lebih kendur. Contoh lainnya, alih-alih menawari ia sogokan, memberi ia permen, ia berhenti menangis, berikan penghargaan untuk perilakunya yang baik. Misalnya, ia tetap berada di sisi Anda saat berbelanja di supermarket, Anda berjanji akan berhenti di sebuah taman dalam perjalanan pulang nanti. h. Tawarkan Opsi Lain. Saat anak melanggar sebuah peraturan, tunjukkan sebanyak mungkin perilaku alternatif yang bisa diterima. Jadi, saat Anda mengatakan, “Jangan buang-buang dompet Mama, dong!” Ikuti dengan nasihat, “Yuk, buang kayu-kayu mainan ini saja....” i. Berikan Pujian. Bentuk disiplin yang paling kuat adalah memberikan pujian terhadap perilaku baik, dan ini berlaku untuk semua usia anak. Makin sering dipuji, anak makin kuat keinginannya untuk berperilaku baik.52 52 http://www.parenting.co.id/balita/cara-terbaik-menerapkan-disiplin-pada-anak. AMZAH Bab 7 Kesimpulan dan Saran 217 A. KESIMPULAN 1. Pendidikan agama Islam merupakan pendidikan yang harus diberikan kepada anak, khususnya anak pada usia dini karena pendidikan agama Islam merupakan bekal baginya setelah ia menjadi manusia dewasa. 2. Tanpa dasar agama yang kuat, seorang anak tidak akan dapat mencapai kebahagiaan yang hakiki yang diridai oleh-Nya. 3. Tujuan pendidikan anak pada usia dini adalah untuk menumbuhkan rasa keimanan dan ketakwaan dalam jiwa anak agar dapat terwujud dalam bentuk kegiatan menjalankan agama dalam kehidupan dengan baik. 4. Perkembangan dan pendidikan agama pada masa anak terjadi melalui pengalaman hidupnya sejak kecil dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Seorang anak yang pada waktu kecilnya tidak pernah mendapatkan pendidikan agama, ia tidak akan merasakan pentingnya agama dalam hidupnya. 5. Pengenalan kepada Allah dan wahyu-Nya dapat mempengaruhi warna pendidikan bagi anak-anak melalui mengenal Tuhan, melalui bahasa, dari kata-kata orang yang ada dalam lingkungannya. 6. Para pendidik mempunyai tugas dan tanggung jawab terhadap Allah Ø dan membantu anak didik sehingga dapat terbentuknya sikap dan kepribadian untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. KESIMPULAN DAN SARAN BAB 7 AMZAH 218 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam 7. Nilai-nilai yang ditanamkan pada anak usia dini dapat membentuk jasmani dan rohani yang harmonis, yang berisi iman, akhlak, dan terbimbing ke arah jalan hidup yang diridai Allah Ø. 8. Metode pembinaan keagamaan beragama pada usia dini dapat mengembangkan sikap, pengetahuan, daya cipta, dan keterampilan anak. 9. Orangtua dan para pendidik lainnya harus dapat memahami segala masalah yang timbul pada usia dini dan berusaha menanggulanginya sedini mungkin. Dengan demikian, dapat mengamalkan dan melaksanakannya dengan baik dan benar. Orangtua dalam keluarga memiliki peran dan tanggung jawab terhadap anaknya. Setiap orangtua ingin mempunyai anak yang berkepribadian akhlak mulia atau yang saleh. Untuk mencapai keinginan tersebut, orangtua diharapkan untuk mengoptimalkan peran dan tanggung jawab sebagai orangtua terhadap anaknya. 10. Peran dan tanggung jawab orangtua dalam keluarga dalam perspektif pendidikan Islam, yaitu: memberi teladan; memelihara dengan memberikan makanan dan minuman yang halal dan thayyib serta mengembangkan potensi anak; membiasakan anak sesuai dengan perintah sehingga menjadi anak yang berakhlak mulia; memberikan kasih sayang; menjaga ketenteraman serta ketenangan dalam keluarga. 11. Mengasuh dan mendidik anak yang dilakukan orangtua dengan berbagai macam pola asuh seperti otoritatif, otoritarian, permisif, dan acuh tak acuh (penelantar). Pola asuh yang menjadi sorotan saat ini adalah pola asuh otoritatif yang identik dengan tanpa kasih sayang, kekerasan, mengekang anak, dan memaksa. Pola ini akan menjadikan batin anak tersiksa, krisis kepercayaan, potensinya tidak berkembang secara optimal, hingga mengalami trauma dan sebagainya. Pola asuh seperti ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang mengawali konsep kasih sayang dalam mendidik anak. B. SARAN Berdasarkan dari apa yang penulis simpulkan di atas, penulis memberikan saran sebagai berikut. AMZAH Bab 7 Kesimpulan dan Saran 219 1. Hendaknya orangtua dan para pendidik lainnya harus berupaya membina keagamaan bagi anak di dalam menumbuhkan kebiasaan yang baik, dalam mengajarkan agama Islam harus diberikan kepada anak sedini mungkin. 2. Bagi para pendidik hendaknya dapat menyempurnakan pendidikan agama yang telah diberikan oleh orangtua kepada anak-anaknya di rumah. Selain itu, hendaknya seorang pendidik harus memperluas pengetahuannya tentang ilmu jiwa, khususnya ilmu jiwa agama bagi anak. 3. Penanaman pendidikan sejak usia dini hendaknya menjadi kewajiban para pendidiknya agar menjadi orang yang baik, mempunyai kepribadian yang kuat, sikap mental yang sehat, dan akhlak terpuji. 4. Pendidikan anak usia dini dapat dimulai melalui pendidikan formal (sekolah) maupun informal (rumah). Oleh karena itu, hendaknya para pendidik dapat mencontohkan teladan yang baik. Setiap pengalaman yang dilalui anak, baik penglihatan, pendengaran, maupun perlakuan yang diterima akan ikut menentukan pembinaan pribadinya. 5. Ajaran-ajaran agama haruslah benar-benar dirasakan oleh anak-anak, baik ketika dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Untuk itu, hendaklah orangtua mengawasi anak-anak mereka dalam pergaulannya. AMZAH AMZAH Daftar Pustaka 221 Ibrahim Mun’im Abdul. 2007. Mendidik Anak Perempuan. Depok: Gema Insani. Syuhud Fatih A. 2011. Pendidikan Islam: Cara Mendidik Anak Saleh, Smart dan Pekerja Keras. Malang: Pustaka Al-Khoirot. Abdillah Abu. 2015. Mendidik Anak Menjadi Pintar dan Saleh. Jogjakarta: ArRuzz Media. Razaq Abdul. 2011. Buku Pintar Kehamilan untuk Muslimah. Yogyakarta: Citra Risalah. H.A. Djalal Abdul. 2000. Ulumul Qur’an. Surabaya: Dunia Kalam. Shaleh Rahman Abdul & Wahab Abdul Muhbib. 2004. Psikologi Suatu Pengantar (dalam Perspektif Islam). Jakarta: Kencana. Nata Abuddin. 2008. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Raja Grafindo Persada. . 2001. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos. Maududi Al A’la Abul. 1986. Dasar-Dasar Iman. Terj. Afif Muhammad dan Chotib Saifullah. Bandung: Pustaka. Baharits Shalih Hasan Adnan. 2007. Mendidik Anak Laki-Laki. Jakarta: Gema Insani. Sutiyono Agus. 2011. Dahsyatnya Hypnoparenting. Jakarta: Penebar Plus. Marimba D. Ahmad. 1974. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: AlMa’arif. DAFTAR PUSTAKA AMZAH 222 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Susanto Ahmad. 2017. Pendidikan Anak Usia Dini: Konsep dan Teori. Jakarta: Bumi Aksara. . 2011. Perkembangan Anak Usia Dini: Pengantar dalam Berbagai Aspeknya. Jakarta: Kencana. Tafsir Ahmad. 2001. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosda Karya. . 1996. Pendidikan Agama dalam Keluarga. Bandung: Remaja Rosdakarya. . 2004. Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung: Mimbar Pustaka. Hasan Purwakania B. Aliah. 2009. Psikologi Perkembangan Islami. Jakarta: Rajawali Press. Sudjana Anas. 1997. Pengantar Administrasi Pendidikan Sebagai Suatu Sistem. Bandung: Rosda Karya. Al-Ghazali. 1972. Ihya Ulumuddin. Mesir: Dar Al-Ma’arif. Mahmud Halim Abdul Ali. 2000. Pendidikan Ruhani. Jakarta: Gema Insani. Nugraha Ali dan Rachmawati Yeni. 2011. Metode Pengembangan Sosial Emosional. Jakarta: Universitas Terbuka. Sabri Alisuf. 1999. Ilmu Pendidikan. Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya. Syarbini Amirulloh. 2014. Model Pendidikan Karakter dalam Keluarga. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. . 2016. Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga (Studi tentang Model Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam). Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Salahudin Anas dan Alkrienciehie Irwanto. 2013. Pendidikan Karakter: Pendidikan Berbasis Agama dan Budaya Bangsa. Bandung: CV Pustaka Setia. Sudono Anggani. 2000. Sumber Belajar dan Alat Permainan (untuk Pendidikan Anak Usia Dini). Jakarta: PT Grasindo. Arief Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Pers. Lie Anita. 2004. 101 Cara Menumbuhkan Kecerdasan Anak. Jakarta: Gramedia. AMZAH Daftar Pustaka 223 Gunawan H. Ary. 2000. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Ath-Thabrani. Al-Mu’jam Al-Kabir. Jilid. 17. Arifin Syamsul Bambang. 2008. Psikologi Agama. Bandung: Pustaka Setia. Saebani Ahmad Beni & Hamid Abdul. 2010. Ilmu Akhlak. Bandung: Pustaka Setia. Mustofa Bisri. 2016. Dasar-Dasar Pendidikan Anak Pra Sekolah. Yogyakarta: Parama Ilmu. Umam Cholil & Fauzi Fathul. 2008. Sukses dan Bahagia Bersama Birrul Walidain. Surabaya: Dakwah Digital Press. Suryana Dadan. 2016. Pendidikan Anak Usia Dini Stimulasi dan Aspek Perkembangan Anak. Jakarta: Kencana. Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia. . 2003. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003. Jakarta: CV Mini Jaya Abadi. Desmita. 2013. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Jamaluddin Dindin. 2013. Paradigma Pendidikan Anak dalam Islam. Bandung: CV Pustaka Setia. A. Koesoema Doni. 2010. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: PT Grasindo. Yulianti Dwi. 2010. Bermain Sambil Belajar Sains di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Indeks. Muslihah Eneng. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Diadit Media. Andriana Elga. 2006. Tanya-Jawab Problema Anak Usia Dini Berbasis Gender. Yogyakarta: Kanisius. Badrial Rohaeli Eli & Fitriana Wedi. Januari 2018. Pola Asuh Orangtua dalam Mengembangkan Potensi Anak Melalui Homeschooling Di Kancil Cendikia, Jurnal Comm-Edu. Volume 1. Nomor 1. Hurlock B. Elizabeth. 1980. Alih bahasa oleh Med. Meitasari Tjandrasa dan Muslich Zarkasih. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga. AMZAH 224 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Nurhayati Eti. 2011. Psikologi Pendidikan Inovatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Fadlillah M. & Khorida L.M. 2013. Pendidikan Karakter AUD. Jogjakarta: ArRuzz Media. Ihsan Hamdani & Ihsan Fuad. 2001. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: CV Pustaka Setia. Hasan bin Ali. 2001. Al-Fikrut Tarabawy Inda Ibnu Qayyim (Manhaj Tarbiyah Ibnu Qayyim). Terj. Muziadi Hasbullah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. Arifin H.M. 1996. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Ya’qub Hamzah. 1996. Etika Islam. Bandung: Diponegoro. Hasnida. 2014. Analisis Kebutuhan Anak Usia Dini. Jakarta: Luxima. Helmawati. 2015. Mengenal dan Memahami PAUD. Bandung: Remaja Rosdakarya. Aly Noer Hery. 1999. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Logos. . 2003. Munzier. Watak Pendidikan Islam. Jakarta: Friska Agung Insan. http://www.parenting.co.id/balita/cara-terbaik-menerapkan-disiplinpada-anak). Ahmad Hidayatullah. 2008. Ensiklopedi Pendidikan Anak Muslim. Jakarta: Fikr. Amini Ibrahim. 2006. Agar Tak Salah Mendidik. Jakarta: Al-Huda. El-Khuluqo Ihsana. 2015. Manajemen PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini): Pendidikan Taman Kehidupan Anak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Al-Maduri Nawawi Imam. 2010. Dahsyatnya Istikharah: Media Allah Memberi Jawaban. Jogjakarta: Darul Hikmah. S.J. Drost. J.I.G.M., dkk.. 2003. Perilaku Anak Usia Dini: Kasus dan Pemecahannya. Yogyakarta: Kanisius. Abdurrahman Jamal. 2000. Tahapan Mendidik Anak Teladan Rasulullah. Bandung: Irsyad Baitus Salam. Santrock W. John. 2002. Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup. Alih bahasa Juda Damanik dan Ahmad Chusairi. Jakarta: Erlangga. Jasmi Azmi Kamarul & Md. Saleh @ Masrom Fauziyani Siti. 2007. Pendidikan dan Pembangunan Keluarga Cemerlang. Malaysia: Universiti Teknologi Malaysia. AMZAH Daftar Pustaka 225 Kartono Kartini. 1985. Mengenal Dunia Kanak Kanak. Jakarta: Rajawali. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2011. Model Penyelenggaraan PAUD Terpadu dengan Perpustakaan Mainan. Balai Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal Regional I Medan. Khoirurrijal dan Dacholfany Ihsan. Januari–Juni 2016. Dampak LGBT dan Antisipasinya di Masyarakat. Jurai Siwo Metro. Jurnal Nizham STAIN Jurai Siwo Metro. Vol. 05. No. 01. Shapiro E. Laurence. 1994. Mengajarkan Emotional Intelligence Pada Anak. Alih bahasa oleh Alex Tri Kantjono. Jakarta: Gramedia. Arifin M. 2000. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Rachman Fauzi M. 2011. Islamic Parenting. Jakarta: PT Erlangga. Fadlillah M., dkk. 2014. Edutainment Pendidikan Anak Usia Dini: Menciptakan Pembelajaran Menarik Kreatif, dan Menyenangkan. Jakarta: Kencana. Hasan Maimunah. 2009. Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Diva Press. Muslich Masnur. 2011. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara. Mansur. 2009. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Miharso Mantep. 2004. Pendidikan Keluarga Qurani. Yogyakarta: Safira Insania Press. Montessori Maria. 2015. Metode Montessori. Dengan judul asli The Montessori Method. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Moeslichatoen. 2004. Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Rineka Cipta. Sochib Moh. 2010. Pola Asuh Orangtua: (dalam Membantu Mengembangkan Disiplin Diri sebagai Pribadi yang Berkarakter). Jakarta: Rineka Cipta. Solihin Muchtar & Anwar Rosyid. 2006. Akhlak Tasawuf. Bandung: Nuansa Cendekia. Muhaimin Mujib Abdul. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalnya. Bandung: Trigenda Karya. AMZAH 226 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Muhaimin. 2003. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Najati Utsman Muhammad. 2005. Psikologi dalam Alquran (Terapi Qur’ani dalam Penyembuhan Gangguan Kejiwaan). Bandung: CV Pustaka Setia. Syah Muhibbin. 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mustofa. 2014. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia. Latif Mukhtar. 2016. Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana. Chatib Munif. 2012. Orangtuanya Manusia. Bandung: Kaifa. Mursid. 2015. Belajar dan Pembelajaran PAUD. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. . 2015. Pengembangan Pembelajaran PAUD. Bandung: Remaja Rosdakarya. Dacholfany Ihsan M. Januari–Juni 2015. Reformasi Pendidikan Islam dalam Menghadapi Era Globalisasi: Sebuah Tantangan dan Harapan. Jurnal Akademika. Vol. 20. No. 01. . Juli–Desember 2013. Peran Kepemimpinan Perguruan Tinggi Islam dalam Pembangunan Peradaban Islami. NIZAM: Jurnal Studi Keislaman. No. 02. . December 2015. Leadership Style in Character Education at The Darussalam Gontor Islamic Boarding. Journal Al-Ulum. Volume 15 Number 2. . 2015. Pendidikan Karakter Belajar ala Pesantren Gontor. Tangerang: CV Wali Media Utama. . Januari–Juni 2017. Inisiasi Strategi Manajemen Lembaga Pendidikan Islam dalam Daya Manusia Meningkatkan Mutu Sumber Islami di Indonesia dalam Menghadapi Era Globalisasi. Jurnal At-Tajdid. Volume 1. No. 1. . Januari–Juni 2016. Peranan Pengambilan Keputusan dalam Rangka Menciptakan Inovasi di Bidang Pendidikan. Jurnal Dewantara. Vol. I. No. 01. . 2016. Kontribusi Pemikiran dan Perjuangan Imam Zarkasyi dalam Memajukan Lembaga Pendidikan Islam. Buku Tokoh-Tokoh Ulama Melayu Nusantara. Pusat Pengajian Teras KUIS Malaysia dan Jabatan Agama Islam Selangor (JAIS). Selangor: Lembaga Zakat Selangor (LZS). AMZAH Daftar Pustaka 227 . Juli–Desember 2015. Pendidikan Tasawuf di Pondok Modern Darussalam Gontor. Jurnal Nizham. Vol. 4. No. 2. Prasetyo Nana. 2013. Membangun Karakter Anak Usia Dini. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini. Sukmadinata Syaodih Nana. 2004. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Cet 2. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hasanah Uswatun Neneng. Syaban 1429. Konsep Pendidikan Anak Usia Dini dalam Perspektif Islam. Jurnal At-Ta’dib. Vol. 4. No. 2. Farida Noor. Maret 1998. Nasihat Perkawinan. Majalah Bulanan. XIV. Wiyani Ardy Novan & Barnawi. 2016. Format PAUD: Konsep, Karakteristik, & Implementasi Pendidikan Anak Usia Dini. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Wiyani Ardy Novan. 2012. Kapita Selekta PAUD: Alternatif-Solusi Problematika Penyelenggaraan PAUD. Yogyakarta: Gava Media. . 2016. Konsep Dasar PAUD. Yogyakarta: Gava Media. . 2013. Bina Karakter AUD. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Aunillah Isna Nurla. 2011. Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: Laksana. Partini. 2010. Pengantar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Grafindo Litera Media. Supendi Pepen. 2008. Fun Game. Jakarta: Penebar Swadaya. Rosyadi Rahmat. 2013. Pendidikan Islam dalam Pembentukan Karakter Anak Usia Dini. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Ramayulis. 1998. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia. Izzaty Eka Rita. 2017. Perilaku Anak Prasekolah. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Ruminiati. 2016. Sosio Antropologi Pendidikan: Suatu Kajian Multikultural. Malang: Penerbit Gunung Samudera. Patmonodewo Soemiarti. 2003. Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: Rineka Cipta. AMZAH 228 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam Danim Sudarwan dan Khairil. 2011. Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru. Bandung: CV Alfabe. Surayin. 2001. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Bandung: Yrama Widya. J.R. Adisusilo Sutarjo. 2013. Pembelajaran Nilai Karakter Konstruktivisme dan VCT Sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Suwarno. 1992. Pengantar Umum Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Suyadi & Ulfah Maulidya. 2015. Konsep Dasar PAUD. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Yusuf Syamsu. 2000. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya. Tatang S. 2012. Ilmu Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia. Amirin Tatang. 1886. Pengantar Sistem. Jakarta: Rajawali Press. Trianto. 2013. Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik: Bagi Anak Usia Dini TK/RA & Anak Usia Kelas Awal SD/MI. Jakarta: Kencana. Islam Nur Ubes. 2003. Mendidik Anak dalam Kandungan: Optimalisasi Potensi Anak Sejak Dini. Jakarta: Gema Insani Press. Aghla Ummi. 2004. Mengakrabkan Anak Pada Ibadah. Jakarta: Almahira. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Bab I Pasal I. Jakarta: Indonesia Legal Center Publishing. Hasanah Uswatun. Juli 2016. Pola Asuh Orangtua dalam Membentuk Karakter Anak. Jurnal Elementary. Volume 2 Edisi 2. Gerungan W.A. 2000. Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama. Sanjaya Wina. 2008. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana. Ahmad Sayyid Yasir. 2012. 30 Hari Menjadi Ayah Idaman. Jakarta: Zaytuna. Yayasan Penyelenggara Penerjemah Alquran disempurnakan oleh Lajnah Pentashih Mushaf Alquran. 2010. Mushaf An-Nur Alquran dan Terjemahan Perkata. Bandung: PT Mizan Pustaka. AMZAH Daftar Pustaka 229 Kurniawan Yedi. 1992. Pendidikan Anak Sejak Dini Hingga Masa Depan (Tinjauan Islam dan Permasalahannya). Jakarta: CV Firdaus. Sujiono Nurani Yuliani. 2009. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT Indeks. Zainuddin, dkk. 1991. Seluk Beluk Pendidikan Al-Ghazali. Jakarta: Bumi Aksara. Daradjat Zakiah. 1975. Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental. Jakarta: Bulan Bintang. . 1995. Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. Jakarta: Ruhama. . 1999. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya. , dkk. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Zubaedi. 2012. Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana. . 2017. Strategi Taktis Pendidikan Karakter (Untuk PAUD dan Sekolah). Depok: Rajawali Pers. Zuhairini dkk. 1992. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. . 1981. Methodik Khusus Pendidikan Agama. Surabaya: Usaha Nasional. Aryanti Zusy. 2015. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Kaukaba Dipantara. AMZAH AMZAH Profil Penulis 231 Dr. M. Ihsan Dacholfany, M.Ed. Lahir di Palembang, 29 Juli 1975 dari pasangan ayahanda H.M. Dahlan Nanung dan Ibunda Hj. Siti Chodijah Yusuf. Penulis hidup dalam keluarga Islami dan sederhana. Penulis anak ke-6 dari 10 bersaudara yang memiliki komitmen dan berdedikasi pada dunia pendidikan. Pendidikan formal diselesaikan di SDN 108–186 dan SMP Bina Warga di Palembang pada tahun 1991. Kemudian aliyahnya dilanjutkan di Pondok Pesantren Baitul Arqom Jember dan Pondok Pesantren Darussalam Gontor selesai tahun 1997 dan diberikan kesempatan untuk kuliah di ISID Gontor sambil mengajar di sana. Setelah satu tahun kuliah dan mengajar, ia mendapatkan Rekomendasi (Tazkiyah) dari Pimpinan Pesantren Darussalam Gontor untuk belajar ke AlAzhar Mesir lalu ia menghafal Qur’an di Pondok Pesantren Tebuireng khusus tahfidz (madrasatul qur’an) di Jombang Jawa Timur. Karena krisis moneter 1998 gagal ia kuliah di sana, lalu ia melanjutkan kuliah di Universitas Indonesia (Fakultas Ekonomi, membawahi Jurusan Ekonomi Islam) dan di IPRIJA (Pendidikan) selesai kuliah tahun 2002 dengan nilai Cumlaude. Alhamdulillah mendapatkan beasiswa dari Bintal dan Pemda DKI Jakarta sampai kuliah S2 (Pendidikan) di Universitas Kebangsaan Malaysia, selesai pada tahun 2004, setahun kemudian 2005 dipanggil dan melanjutkan S3 di Universitas Kebangsaan Malaysia, namun tidak selesai karena kesibukannya. Alhamdulillah, tahun 2009 PROFIL PENULIS AMZAH 232 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam mendapatkan kesempatan kuliah S-3 di Universitas Islam Nusantara Bandung dan mendapatkan beasiswa bantuan biaya studi dari Kemenag RI dan tahun 2011 selesai. Banyak pelatihan, kursus, dan seminar yang diikutinya, baik sebagai peserta maupun sebagai narasumber semenjak jadi santri, guru dan dosen, baik kegiatan di dalam negeri maupun luar negeri, semoga bermanfaat. Pengalaman mengajar dimulai di Pondok Pesantren Darussalam Gontor Jatim, Pesantren Husnayain Jakarta sekaligus menjadi staf kurikulum dan ketua pengasuh pesantren, Yayasan Mutmainnah, STM Tunas Islam, STM Giri Kencana, SMA Al-Ma’ruf, Sekolah Integrasi Kaffah Malaysia, S-2 di STM IMNI dan Ganesha dan Universitas Ibnu Chaldun, STID M. Natsir, STAI Bina Madani, STKIP Panca Sakti, dan IAI AlGhuraba. Adapun yang pernah dialami menjadi Wakil Dekan dan Dekan di Kampus IPRIJA, Pjs. Ketua STAINA Depok, Wakil Direktur PGTKI Tunas Islam dan Wakil Ketua Kampus Bidang Kemahasiswaan di Kampus STAI Bani Saleh dan STAI Binamadani, dan Wakil Ketua SKIP Kumala, sekarang ini aktif di kampus IAIN Metro Lampung dan Universitas Muhammadiyah Metro Lampung. Pada tahun 2004, menikah dengan bidan Evi Yuzana SKM yang diberi amanah bekerja di Dinas Kesehatan Lampung dan dikaruniai anak bernama Nurul Izzah Fizadinajah dan Natsir Al-Irsyad Fizadinajah serta Nafisah Irtiyah Fizadinajah. Organisasi intra maupun ekstra selalu ia tekuni, mulai dari ketua bagian perpustakaan di Pondok Pesantren Darussalam Gontor, Presiden Kampus IPRIJA sampai menjadi pengurus kegiatan Ekstra kampus seperti HMI, PII, IMM, dan KAMMI serta Sekretaris Umum Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di kampus Universitas Kebangsaan Malaysia, Pengurus ADRI, IKPM, dan PAM Malaysia serta lainnya. Penulis yang pernah menjadi wartawan Darussalam Pos di Pondok Pesantren Gontor ini, sekarang ini masih aktif menulis artikel di jurnal nasional dan internasional, dan menulis buku, cerpen, serta buku ajar khususnya untuk perguruan tinggi serta menjadi menjadi reviewer dan editor di beberapa jurnal kampus serta pembicara di forum ilmiah di dalam maupun luar negeri. AMZAH Profil Penulis 233 Dalam kesehariannya, penulis aktif menjadi staf pengajar di Universitas Muhammadiyah Metro Lampung dan diberi amanah menjadi Ketua Program Pascasarjana dan mengajar di IAIN Metro serta Pondok Pesantren Imadul Bilad dan Pengasuh Darul Muttaqin. Uswatun Hasanah, memiliki dedikasi yang tinggi terhadap dunia pendidikan. Ia lahir di Cirebon, 19 Oktober 1988 dari pasangan ayahanda H. Mucharam Cholil, S.Pd.I. dan ibunda Hj. Caridah. Penulis anak ke-1 dari 3 bersaudara, di antaranya yaitu: Hikmatul Maula, S.Pd.I., Ichwanus Shofa Al-Fanny, A.Md.Kep., dan Hasbi Ash-Shiddiqi, A.Md.Kep. Pendidikan formal diselesaikan di SDN Mundupesisir 1 Cirebon pada tahun 1994–2000 dan melanjutkan di MTs Negeri Babakan Ciwaringin Cirebon pada tahun 2000–2003. Kemudian aliyahnya dilanjutkan di MAN Buntet Pesantren Cirebon pada tahun 2003–2006. Pada tahun 2006–2011 penulis menyelesaikan kuliah S1 di Jurusan Pendidikan Agama Islam dan kemudian penulis melanjutkan Studi S2 di IAIN Syekh Nurjati Cirebon dengan mengambil Program Studi Pendidikan Islam Konsentrasi Psikologi Pendidikan Islam. Pada tahun 2015, ia menikah dengan dosen IAIN Metro bernama Much Deiniatur, M.Pd.B.I. berasal dari Kutoarjo-Purworejo-Jawa Tengah. Ia alumni Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Dalam kesehariannya, penulis aktif menjadi dosen di IAIN Metro Lampung. Adapun Tri Dharma Perguruan Tinggi yang pernah penulis lakukan adalah sebagai berikut. AMZAH 234 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam A. PENDIDIKAN/PENGAJARAN NO. TAHUN AKADEMIK MATA KULIAH PRODI/ JURUSAN SEMESTER KELAS 1. 2015/2016 Evaluasi Pembelajaran PBI V (Ganjil ) A B Bimbingan Konseling PGMI VII (Ganjil) B C 2. 2015/2016 Pengembangan Daya Pikir dan Daya Cipta PIAUD II (Genap) A Pendidikan Anak Dalam Keluarga PIAUD II (Genap) A 3. 2016/2017 Analisis Fisiologis Anak PIAUD I (Ganjil) A B Psikologi Pendidikan PIAUD III (Ganjil) A Psikologi Belajar PBA (Kurikulum 2008) III (Ganjil) A 4. 2016/2017 Psikologi Perkembangan Anak PIAUD II (Genap) A B Psikologi Umum PGMI (Kurikulum 2008) II (Genap) D Psikologi Perkembangan PAI VI (Genap) G H 5. 2017/2018 Kesehatan Mental PIAUD III (Ganjil) A B Pengembangan Kognitif PIAUD III (Ganjil) A B Pengembangan Sosial Emosional PIAUD V (Ganjil) A Fiqih 1 (Ibadah) PAI I (Ganjil) E F Ushul Fiqih PBA III (Ganjil) C 6. 2017/2018 Psikologi Perkembangan Anak PIAUD II (Genap) A B Pendidikan Anak Dalam Keluarga PIAUD II (Genap) A B Pengembangan Daya Pikir dan Daya Cipta PIAUD IV (Genap) A B AMZAH Profil Penulis 235 B. PENELITIAN/KARYA ILMIAH NO. TAHUN JUDUL PENELITIAN/ PUBLIKASI BERKAS/LINK/ISSN/ISBN 1. September 2015 Konsep Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences dalam Perspektif Munif Chatib. SK dan Jurnal fisik terlampir/ Pada edisi Vol. 12 No. 2 Juli–Desember 2015. 2. Juli 2015 Konsep Gurunya Manusia dalam Perspektif Munif Chatib. Jurnal fisik terlampir/ e-journal.metrouniv.ac.id/.../ elementary/.../konsepgurunya-manusia-dalamperspektif/pada edisi 2 Vol. 1 Juli 2015. 3. Juli 2016 Pola Asuh Orangtua dalam Membentuk Karakter Anak. Jurnal fisik terlampir/ e-journal.metrouniv.ac.id/.../ elementary/.../pola-asuhorangtua-dalam-membentukkar.../pada edisi 2 Vol. 2 Juli 2016. 4. Juni 2016 Pengembangan kemampuan fisik motorik melalui permainan tradisional bagi anak usia dini. Jurnal fisik terlampir/journal. uny.ac.id/index.php/jpa/ article/viewFile/12368/8937 pada Edisi 1 Vol. V Juni 2016. 5. Juli 2016 Pengembangan kecerdasan jamak pada anak usia dini. Journal.stainkudus.ac.id/ index.php/thufula/article/ view/1938 atau SK no. 0005.25023845/JI.3.1/ SK.ISSN/2016. 02–10 Februari 2016 (mulai edisi Vol. 3, No. 1, Januari–Juni 2016). 6. 2017 Implementasi Pendidikan Multikultural dalam Membentuk Karakter Anak Usia Dini di TK Negeri Pembina Kecamatan Trimurjo Kabupaten Lampung Tengah. SK Rektor No. 465.a Tahun 2017. AMZAH 236 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam C. PENGABDIAN PADA MASYARAKAT NO. TAHUN JUDUL KEGIATAN BERKAS BUKTI 1. 2015 Menjadi Juri pada Kegiatan Perlombaan Acara Safari Ramadhan Wingsfood bekerja sama dengan DKM Al-Falah Mundupesisir Cirebon dalam Jenis Lomba Marawis, MTQ, Da’i Cilik, Pukul Bedug, dan Lomba Azan. Sertifikat/Piagam Penghargaan 2. 2016 Menjadi Juri Hadroh, Qosidah, dan Drama pada Kegiatan Gebyar Maulid Nabi ke-1 Pondok Pesantren Hidayatul Qur’an dengan No. SK No. 07/PPHQ/ III/2017 yang diselenggarakan oleh Pondok Pesantren Hidayatul Qur’an. SK dari Lembaga PPHQ 3. 2017 Kegiatan Pelaksanaan Pembinaan Keagamaan bagi Masyarakat Desa Binaan dengan Tema “Menjaga Toleransi Beragama dalam Kehidupan Masyarakat”. SK Rektor Nomor 466 Tahun 2017 4. 2018 Menjadi Juri dalam Kegiatan Lomba Menggambar dan Mewarnai Tingkat TK se-Kota Metro Tahun 2017 di IAIN Metro dalam Rangka Memperingati Hari Pahlawan. Sertifikat/Piagam Penghargaan 5. 2019 Menjadi Narasumber dalam Seminar Nasional Pembelajaran Baca, Tulis, Hitung Tingkat Permulaan bagi Anak Usia Dini Jurusan PIAUD di UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten. Sertifikat/Piagam Penghargaan