Sabtu, 24 November 2018
BUKU ; PENDIDIKAN ANAK USIA DINI MENURUT KONSEP ISLAM
AMZAH
AMZAH
AMZAH
PENDIDIKAN
ANAK USIA DINI
MENURUT
KONSEP ISLAM
M. Ihsan Dacholfany, M.Ed.
Uswatun Hasanah, M.Pd.I.
AMZAH
A5.00.000
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI MENURUT KONSEP ISLAM
Penulis:
M. Ihsan Dacholfany M.Ed.
Uswatun Hasanah, M.Pd.I.
Editor:
Budiyadi
Diterbitkan oleh AMZAH
Jl. Sawo Raya No. 18
Jakarta 13220
Imprint Bumi Aksara
site: www.bumiaksara.com
www.bumiaksaraonline.com
e-mail: editorial@bumiaksara.com
marketing@bumiaksara.com
Anggota IKAPI
Cetakan pertama, September 2018
Design Cover, Risqiani Nur Badria
Sumber Gambar Cover: .........................................................
............................................
Layouter, Pawit Suhardi
Dicetak oleh Sinar Grafika Offset
ISBN 978-602-0875-00-0
Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang
memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhnya,
dalam bentuk dan dengan cara apa pun juga,
baik secara mekanis maupun elektronis, termasuk fotokopi,
rekaman, dan lain-lain tanpa izin tertulis dari penerbit.
M. Ihsan Dacholfany
Pendidikan anak usia dini menurut konsep Islam/ M. Ihsan
Dacholfany, Uswatun Hasanah; editor, Budiyadi; -- Ed. 1, Cet. 1.
-- Jakarta : Amzah, 2018.
xx+236 hlm. ; 21 cm.
ISBN 978-602-0875-00-0
1. Pendidikan. I. Judul. II. M. Ihsan Dacholfany.
III. Uswatun Hasanah. IV. Budiyadi.
000
Perpustakaan Nasional RI. Data Katalog dalam Terbitan (KDT)
AMZAH
v
Segala puji syukur kepada Allah Ø atas segala limpahan, nikmat, karunia, dan
hidayah-Nya yang senantiasa tercurah kepada kita semua. Dengan hidayah
dan kekuasaan-Nya kita masih dapat melakukan aktivitas sehari-hari dalam
rangka menyembah dan mengabdi kepada Allah Ø. Shalawat dan salam
senantiasa kita sampaikan kepada Nabi Muhammad semoga kita semua
termasuk umat Rasulullah yang akan mendapatkan syafaatnya dan istikamah
mengikuti ajarannya.
Terbitnya buku prosiding dengan judul “PENDIDIKAN ANAK USIA
DINI MENURUT KONSEP ISLAM” merupakan sebuah langkah baik dalam
proses mencerahkan pemahaman dan pengaplikasian konsep pendidikan anak
usia dini, baik bagi guru, dosen, atau praktisi yang bergelut di dunia pendidikan
anak. Buku ini merupakan hasil pemikiran dari para penulis yang memiliki
kompetensi di bidang pendidikan anak usia dini dan beberapa rujukan yang
sesuai dengan aslinya.
Buku ini dipandang penting bagi para akademisi, orangtua, dan praktisi
pendidikan anak usia dini sebagai bahan rujukan dalam menjalankan aktivitas
pendidikan bagi anak. Buku ini mengetengahkan mengenai tahap awal langkah
awal prapendidikan, dari mulai memilih pasangan suami istri karena akan
berhungan dengan perkembagan anak, pola asuh, dan perlindungan hak-hak
anak dalam pembentukan karakter anak usia dini dalam keluarga, bacaan
doa-doa, dan lain sebagainya dalam dimensi keislaman. Diharapkan buku ini
bermanfaat dan menjadi pegangan bagi orangtua, guru, dan dosen pendidikan
anak usia dini.
KATA PENGANTAR
AMZAH
vi
Selanjutnya, ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak
membantu dalam menyelesaikan buku ini. Semoga upaya yang dilakukan
memberikan kontribusi yang besar bagi perbaikan pendidikan anak usia dini
di masa yang akan datang.
Doa dan harapan, semoga buku ini menjadi berkah dan bermanfaat bagi
semua orang serta dapat menjadi amal jariyah bagi kehidupan di akhirat kelak.
Juli 2018
Penulis,
Dr. M. Ihsan Dacholfany, M.Ed.
Uswatun Hasanah, M.Pd.I.
AMZAH
vii
Bismillahirrahmanirrahim.
Islam adalah agama yang mengajarkan umatnya berbagai macam aspek kehidupan,
sebagai salah satu ajarannya adalah mewajibkan para orangtua untuk
bertanggung jawab di dalam memberikan pendidikan dan peringatan kepada
anak-anak mereka, terutama pendidikan agama Islam.
Anak merupakan amanah Allah yang perlu dipelihara dan dibina dengan
sebaik-baiknya dan mendudukkan anak pada tempat yang berharga. Untuk
itulah kewajiban orangtua ialah menjaga dan memelihara anak demi kesehatan
dan keselarasan pertumbuhan rohani dan jasmani.
Hal tersebut diperintahkan sebab pentingnya pendidikan agama dalam
membimbing manusia menuju harapan dan cita, yaitu mendapatkan kebahagiaan
di dunia dan di akhirat kelak. Menurut Alisuf Sabri bahwa lingkungan
keluarga adalah lembaga yang memiliki peranan penting di dalam memberikan
pendidikan agama kepada anak, di dalam lingkungan keluargalah anak pertama
kali mendapat pendidikan.1
Pentingnya pendidikan pada usia dini telah menjadi perhatian dunia.
Berbagai hasil penelitian mengungkapkan bahwa perkembangan yang dialami
anak pada usia dini sangat mempengaruhi perkembangan pada tahap selanjutnya.
1 Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan, Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1999, Cet. 1, hlm. 15.
PRAKATA
AMZAH
viii
Salah satu usaha membentuk kepribadian anak dengan memberikan pendidikan
agama sejak dini, pendidikan agama berperan sebagai fondasi dalam kehidupan
manusia.
Hakikat pendidikan melihat bahwa pendidikan adalah proses kegiatan
mengubah perilaku individu ke arah kedewasaan dan kematangan. Beberapa
hal yang perlu dikolaborasikan dalam pembaruan pendidikan adalah unsur
manusia. Hal ini dianggap penting dan mendasar karena manusia sebagai
makhluk budaya, memiliki potensi dasar akal pikiran yang berkembang, dan
dapat dikembangkan (dididik). Sebagai makhluk budaya, manusia memiliki
sejumlah kebutuhan mental, yang meliputi kebutuhan-kebutuhan spiritual,
sosial, emosional, pemahaman, dan keterampilan; aspek-aspek mental yang
menjadi kebutuhan hidup manusia sebagai makhluk budaya, tercermin dan
tampil pada perilakunya; perilaku manusia sebagai makhluk budaya, dalam
kehidupan bermasyarakat, berpijak pada pembakuan nilai dan norma yang
berlaku; melalui proses belajar, manusia sebagai peserta didik menjadi manusia
yang manusiawi, dan manusia seutuhnya.2
Setiap manusia dilahirkan membawa berbagai aspek mental dan jasmaniah
yang dapat dikembangkan melalui pendidikan. Pada umumnya kualitas
agama seseorang dipengaruhi oleh pendidikan, pengalaman, dan latihan yang
diperolehnya pada masa kecil. Seseorang yang pada masa kecilnya tidak pernah
mendapatkan pendidikan agama, pada masa dewasanya cenderung tidak
merasakan pentingnya agama dalam kehidupannya. Sebaliknya, orang yang
pada masa kecilnya mempunyai banyak pengalaman agama, orang tersebut
mempunyai kecenderungan dalam hidupnya rajin menjalankan aturan agama,
antara lain beribadah dan merasakan nikmatnya hidup beragama.
Pendidikan keagamaan harus memberi nilai-nilai yang dapat memiliki dan
diamalkan oleh anak usia dini agar segala perbuatannya dalam kehidupannya
mempunyai nilai-nilai agama atau tidak keluar dari norma-norma agama.3
2 M. Ihsan Dacholfany, Peranan Pengambilan Keputusan dalam Rangka Menciptakan Inovasi
di Bidang Pendidikan, Jurnal Dewantara, Vol. I, No. 01 Januari–Juni 2016, hlm. 19.
3 Ibid., hlm. 74.
AMZAH
ix
Menurut Zakiah Daradjat, dengan berpedoman pada ajaran agama, manusia
dapat menjalankan kehidupan di dunia ini dengan baik dan memperoleh
kebahagiaan hakiki manakala berpedoman pada ajaran agama yang dianutnya.
Ajaran agama memiliki fungsi dalam kehidupan manusia, antara lain memberikan
bimbingan untuk menghadapi kesukaran dan dapat menenteramkan batin.
Masa kanak-kanak merupakan masa yang paling penting dalam kehidupan
manusia. Pendidikan dan bimbingan pada masa ini sangat membekas pada
kehidupan anak di masa-masa mendatang. Oleh sebab itulah, bagi ayah dalam
menjalankan perannya sebagai pendidik, perlu melaksanakan pendidikan yang
tepat bagi anaknya. Pendidikan itu meliputi pendidikan perilaku, intelektual,
dan jasmani berdasarkan Alquran dan As-Sunah. Mengingat besarnya pengaruh
pola pendidikan dan bimbingan pada masa kanak-kanak, apabila pendidikan
dan bimbingan pada masa itu baik maka hasilnya pun akan baik. Akan tetapi,
pendidikan dan bimbingan pada masa itu hasilnya tidak baik, tidak akan baik
pula hasilnya.4
Pendidikan agama pada anak usia dini dapat melalui semua pengalaman
anak, baik melalui ucapan yang didengarnya, tindakan, perbuatan, dan sikap
yang dilihatnya maupun perbuatan yang dirasakannya. Oleh sebab itu, keadaan
orangtua dan orang yang ada di sekitarnya dalam kehidupan sehari- hari
mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembinaan kepribadian anak.
Anak mulai mengenal Tuhan dan agama melalui orang-orang di tempat ia hidup.
Ia lahir dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang beragama, ia akan
mendapatkan pengalaman agama itu melalui ucapan, tindakan, dan perilaku.5
Pengenalan Allah Ø pada usia dini dapat membangun jiwa keagamaan
pada anak dengan bahasa yang dapat dipahami anak, melalui pendidikan dan
ajaran agama yang dimulai sejak dini kepadanya melalui penalaran kerja sama
dengan konsep Hukum Islam, diberi makan dan minum yang halal, sehat sesuai
dengan pertumbuhan jasmaninya.
4 Adnan Hasan Shalih Baharits, Mendidik Anak Laki-Laki, Jakarta: Gema Insani, 2007,
hlm. 5–6.
5 Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama dalam Keluarga, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996,
hlm. 109.
AMZAH
x
Pada masa anak, pengalamannya diperoleh melalui sensori indra. Ia belajar
membedakan berbagai keadaan dalam lingkungannya dan dapat mengenali
dunianya bahwa di lingkungannya terdapat orang lain yang berbeda-beda dan
mempunyai peranan tertentu.
Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dinyatakan dalam Bab IV bahwa penyelenggaraan pendidikan adalah
hak dan kewajiban warga negara, orangtua, masyarakat, dan pemerintah.6
Keempat lembaga pendidikan tersebut saling bekerja sama dan saling mengisi,
tujuan pendidikan ditentukan oleh pendidik sebagai orang yang mengarahkan
proses pendidikan. Karenanya, peranan pendidikan ajaran Islam berkaitan erat
dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh pendidik di dalam kehidupannya.
Pendidikan pada usia dini berfungsi membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani anak didik sehingga terbentuknya jiwa
keagamaan pada anak, mengembangkan kepribadian anak serta dapat menjembatani
pendidikan keluarga dengan pendidikan sekolah yang dapat menghasilkan
manusia yang diridai Allah Ø, yaitu manusia yang menjalankan
peranan idealnya sebagai hamba dan khalifah Allah secara sempurna yang
merupakan tujuan hidup manusia menurut ajaran Islam.7
Betapa pentingnya pendidikan agama Islam di sekolah yang memberikan
pendidikan agama yang tepat dan benar, terutama pada usia dini dapat merupakan
unsur paham dalam perkembangan moral dan kepribadian. Karena
itu, pendidikan agama jauh lebih berat daripada pengajaran pengetahuan
umum karena pendidikan agama bukan sekadar menanamkan iman dan
keyakinan beragama saja, tetapi pada usia dini tersebut pendidikan agama
sudah menyangkut amal perbuatan, hukum, serta kaidah “yang menanamkan
pengertian dan pemahaman.”8
Untuk itu, umat Islam seyogianya mampu
6 Depdiknas, Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Jakarta: CV Mini Jaya Abadi, 2003, hlm. 10.
7 Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Logos 1999, Cet. II, hlm. 78.
8 Noor Farida, “Nasehat Perkawinan”, Majalah Bulanan, XIV, Maret 1998, hlm. 8.
AMZAH
xi
menyikapinya dengan arif dan bijak sehingga mendapatkan solusi yang benar
berdasarkan Alquran, Al-Hadis, dan ijtihad para ulama dan ilmuwan.9
Anak pada usia dini belum mampu berpikir abstrak. Mereka lebih banyak
meniru dan menyerap lewat pancaindranya. Pada umur tersebut mereka
tertarik kepada guru yang ramah, penyayang, dan suka memperhatikannya.
Kadang mereka lebih mengagumi dan menyayangi gurunya daripada orangtuanya,
terutama mereka yang kurang mendapat kasih sayang dari orangtuanya.10
Peranan guru terhadap anak usia dini amat penting, guru adalah orangtua
kedua bagi anak dan ia harus selalu dekat dengan mereka, dengan kinerja
yang baik akan menjadi perhatian bagi anak sehingga mampu memotivasi agar
berbuat lebih baik lagi dan memberi mempengaruhi perkembangan jiwanya.
Demikian pula akhlak guru mempunyai pengaruh yang besar kepada anak. Oleh
karena itu, ia harus menjadi panutan bagi anak. Dengan demikian, seorang guru
hendaknya berpegang teguh pada ajaran agama serta berakhlak mulia, berbudi
luhur, serta pengasih dan penyayang terhadap anak didiknya.
Pada hakikatnya manusia dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak
berdaya, namun ia memiliki potensi bawaan yang bersifat laten yang dapat
dikembangkan. Dalam perkembangannya ia dipengaruhi oleh pembawaan dan
lingkungan sekitarnya. Sejak dilahirkan ia telah membawa fitrah beragama,
fitrah ini baru berfungsi setelah melalui proses pendidikan. Dalam Alquran
Surah Ar-Rûm ayat 30, Allah berfirman:
9 M. Ihsan Dacholfany, Reformasi Pendidikan Islam dalam Menghadapi Era Globalisasi: Sebuah
Tantangan dan Harapan, Jurnal Akademika, Vol. 20, No. 01 Januari–Juni 2015, hlm. 178.
10 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Jakarta: Ruhama, 1995,
Cet. II, hlm. 78.
AMZAH
xii
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah
atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak
ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui. (QS. Ar-Rûm (30): 30)11
Dengan demikian, arti fitrah dalam ayat tersebut bermakna potensi untuk
beragama. Potensi ini tidak berubah. Menurut Jalaludin bahwa potensi bawaan
tersebut memerlukan bimbingan dan pemeliharaan yang mantap, lebih-lebih
pada usia dini. Pendidikan adalah inti kesuksesan umat Islam. Oleh karena itu,
masa depan dan nasib umat pada masa yang akan datang sangat tergantung
pada kualitas pendidikan generasi muda. Sebagai bagian dari generasi muda,
anak-anak merupakan tanaman hari ini yang buahnya akan dipetik pada
masa yang akan datang. Oleh sebab itu, suatu kelaziman untuk mendidik dan
menumbuhkan anak-anak di atas pertumbuhan yang Islami dan pendidikan
yang benar.
Pada hakikatnya seorang anak sejak terbentuknya manusia baru, yaitu
sejak terjadinya konsepsi antara sel telur dan sel kelamin laki-laki sampai ia
menjadi dewasa, ia akan mengalami perubahan. Halnya dalam sifat dan kualitas
perkembangan inilah akan dialami berbeda-beda dengan fase-fasenya. Potensi
keagamaan pada anak dapat tumbuh dan berkembang melalui pengalaman yang
diterimanya dari lingkungannya, antara lain melalui bimbingan dan latihan dari
kedua orangtuanya dan pendidik lain seperti guru.
Dengan demikian, pendidikan agama yang diberikan kepada anak usia
dini akan berpengaruh terhadap sikap keberagamaan anak dan hal tersebut
dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Dengan harapan itu semua dapat
mewujudkan generasi muslim yang mempunyai watak yang santun, mahir,
cakap, dan bermasyarakat serta cinta dengan ilmu pengetahuan.12
11 QS. Ar-Rûm (30): 30.
12 M. Ihsan Dacholfany, Kontribusi Pemikiran dan Perjuangan Imam Zarkasyi dalam Memajukan
Lembaga Pendidikan Islam, buku Tokoh-Tokoh Ulama Melayu Nusantara, Pusat Pengajian
Teras KUIS Malaysia dan Jabatan Agama Islam Selangor (JAIS), Selangor: Lembaga Zakat
Selangor (LZS), 2016, hlm. 590.
AMZAH
xiii
DAFTAR ISI
BAB 1 LANGKAH AWAL PRAPENDIDIKAN............................ 1
A. Memilih Pasangan Hidup yang Baik.................................... 1
B. Hubungan Seksual Suami-Istri (Jima’) yang Islami.............. 6
C. Keadaan dan Kondisi Saat Kehamilan ................................ 7
D. Melantunkan Azan dan Iqamah di Kedua Telinga Bayi
Setelah Lahir........................................................................ 16
E. Tahnik dan Akikah serta Mencukur Rambut pada Bayi...... 17
F. Merayakan Kelahiran dengan Akikah................................. 18
G. Memberi Nama yang Baik.................................................... 20
H. Menyusui dan Menyapih...................................................... 21
I. Khitan .................................................................................. 26
BAB 2 PENDIDIKAN ISLAM........................................................ 29
A. Pengertian Pendidikan Islam ............................................... 29
B. Dasar Pendidikan Islam ....................................................... 35
C. Tujuan Pendidikan Agama Islam ........................................ 36
D. Dasar Pelaksanaan Pendidikan Islam .................................. 40
E. Pengaruh Pendidikan Islam Terhadap Anak ...................... 41
F. Sistem dan Metode Pendidikan Agama Islam..................... 42
AMZAH
xiv
BAB 3 PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI............................. 52
A. Filosofi Pendidikan Anak Usia Dini .................................... 52
B. Aspek Perkembangan Anak Usia Dini ................................ 60
C. Timbulnya Jiwa Keagamaan pada Anak.............................. 92
BAB 4 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TERHADAP ANAK
USIA DINI.......................................................................... 94
A. Nilai-Nilai yang Ditanamkan pada Anak Usia Dini............ 94
B. Karakteristik Anak Usia Dini .............................................. 106
C. Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini .................................... 114
D. Faktor yang Mempengaruhi Karakter pada Anak
Usia Dini .............................................................................. 116
E. Metode dalam Membentuk Anak Berkarakter Sejak
Usia Dini .............................................................................. 124
F. Peranan Islam dalam Pendidikan Anak............................... 140
G. Peranan Orangtua Terhadap Anaknya ............................... 141
BAB 5 POLA ASUH DAN PERLINDUNGAN HAK-HAK
ANAK DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER
ANAK USIA DINI DALAM KELUARGA......................... 151
A. Pengertian Keluarga............................................................. 151
B. Menjadi Orangtuanya Manusia ........................................... 155
C. Model Pola Asuh Orangtua Terhadap Anak ...................... 159
D. Nasihat Orangtua kepada Anak .......................................... 163
E. Kesalahan Orangtua dalam Mendidik Anak....................... 170
F. Peran dan Fungsi Keluarga .................................................. 171
G. Pola Asuh Orangtua dalam Delapan Fungsi Keluarga ........ 183
AMZAH
xv
BAB 6 PENDIDIKAN AKHLAK ANAK USIA DINI ................... 190
A. Pengertian Akhlak ............................................................... 190
B. Urgensi Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini ...................... 198
C. Mengajarkan Adab dan Etika Sehari-hari ........................... 202
1. Adab Makan dan Minum ............................................. 203
2. Adab Memakai Pakaian................................................ 206
3. Adab Sebelum Tidur dan Bangun Tidur pada
Anak Usia Dini ............................................................. 207
4. Belajar Azan, Shalat, dan Berdoa ................................. 208
5. Ajarkan Toilet Training................................................. 208
6. Ajarkan Kemandirian pada Anak ................................ 212
7. Ajarkan Kedisiplinan pada Anak ................................. 214
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN............................................ 217
A. Kesimpulan........................................................................... 217
B. Saran .................................................................................... 218
DAFTAR PUSTAKA....................................................................... 221
PROFIL PENULIS............................................................................ 231
AMZAH
AMZAH
xvii
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Tingkat Pencapaian Perkembangan Kelompok Usia
4 Tahun – ≤6 Tahun.............................................................. 64
Tabel 1.2. Tahap Perkembangan Kognitif Piaget .................................... 73
Tabel 1.3. Kemampuan Perkembangan Bahasa Anak............................. 81
Tabel 1.4. Kemampuan Sosial Emosional ................................................ 87
Tabel 1.5. Karakteristik Anak Usia Prasekolah Menurut Ahli ............... 111
Tabel 1.6. Pengaruh Parenting Style Orangtua Terhadap Perilaku
Anak........................................................................................ 186
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Kata-Kata dalam Metode Pembiasaan................................. 128
Gambar 1.2. Menjadi Orangtuanya Manusia ........................................... 156
Gambar 1.3. Adab Makan dan Minum..................................................... 204
AMZAH
AMZAH
xix
A. Konsonan
1. = a 11. = z 21. = q
2. = b 12. = s 22. = k
3. = t 13. = sy 23. = l
4. = ts 14. = sh 24. = m
5. = j 15. = dh 25. = n
6. = h 16. = th 26. = w
7. = kh 17. = zh 27. = h
8 . = d 18. = ‘ 28. = ’
9. = dz 19. = gh 29. = y
10. = r 20. = f
B. Vokal Pendek
1. = a
2. = i
3. = u
PEDOMAN TRANSLITERASI
AMZAH
xx
C. Tanda Vokal Rangkap
1. = ai
2. = au
D. Tanda Vokal Panjang (Bunyi Madd)
1. = â
2. = î
3. = û
AMZAH
Bab 1 Langkah Awal Prapendidikan 1
A. MEMILIH PASANGAN HIDUP YANG BAIK
Dalam menentukan karakter yang baik seorang calon pasangan hidup tergantung
pada selera masing-masing orang. Setiap orang memiliki cita rasa dan
rasa penilaian berbeda dalam menilai orang lain yang cocok dengan keinginan
hatinya. Semua muslim sejati, beriman kuat, dan bertakwa kokoh akan percaya
bahwa pilihan yang berdasarkan pada hawa nafsu akan selalu berujung pada
kesengsaraan dan penyesalan. Sementara pilihan yang didasarkan pada kriteriakriteria
yang berdasarkan wahyu Tuhan adalah pilihan yang pasti membuahkan
kebahagiaan dan ketenangan dalam rumah tangga.1
Memilih pasangan hidup tidak sama dengan memilih teman. Pasangan
hidup adalah teman untuk meraih satu tujuan, yaitu keluarga sakinah yang
diridai oleh Allah Ø. Dalam rumah tangga adalah menggabungkan dua
karakter manusia yang berbeda. Maka dari itu, agama memberikan kemudahan
untuk mencapai tujuan mulia tersebut. Secara keseluruhan, tujuan itu telah
tercantum di dalam sebuah hadis Rasulullah : “Perempuan itu dinikahkan
karena empat perkara, yaitu karena hartanya, keturunannya, kecantikannya atau
karena agamanya. Akan tetapi, pilihlah berdasarkan agamanya niscaya selamat
dirimu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
1 Imam Nawawi Al-Maduri, Dahsyatnya Istikharah: Media Allah Memberi Jawaban, Jogjakarta:
Darul Hikmah, 2010, hlm. 110.
LANGKAH AWAL PRAPENDIDIKAN
BAB 1
AMZAH
2 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Memilih suami sama halnya menentukan masa depan, bahkan menentukan
dunia akhirat. Suami adalah khalifah (pemimpin), tempat berlindung bagi istri
dan anak-anak. Suami adalah pembimbing dan nakhoda dalam kapal besar
yang bernama keluarga sakinah. Sebenarnya, memilih suami sama ketentuannya
dengan memilih istri. Seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah carilah yang
berasal dari keturunannya yang baik-baik, berharta, tampan, dan baik agamanya.
Itu ketentuan dasar mencari pasangan.2
Memiliki keluarga yang sakinah serta anak yang saleh dan saleha memerlukan
proses yang sangat panjang. Proses tersebut bahkan dimulai sebelum kelahiran
sang anak, ketika sang anak lahir, ayah dan ibu dapat saling membantu
mewujudkan keluarga yang Islami demi pendidikan buah hatinya.
Manusia yang terdiri dari berjenis kelamin laki-laki dan perempuan mempunyai
fitrah untuk saling menyukai antara satu sama lain. Bagi memenuhi
tuntutan naluri ini secara halal, Allah Ø memerintahkan manusia supaya
menikah. Selain itu, pernikahan juga adalah satu mekanisme bagi menjamin
kelangsungan keturunan manusia di muka bumi ini. Bahkan pernikahan juga
merupakan satu cara untuk mencapai ketenangan jiwa dan kasih sayang
sesama pasangan. Sebagaimana dalam Alquran Surah Ar-Rûm ayat 21 Allah
berfirman:
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berpikir. (QS. Ar-Rûm (30): 21)3
2 M. Fauzi Rachman, Islamic Parenting, Jakarta: Erlangga, 2011, hlm. 26–27.
3 QS. Ar-Rûm (30): 21.
AMZAH
Bab 1 Langkah Awal Prapendidikan 3
Membina rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah adalah citacita
ideal setiap perempuan dan laki-laki. Memiliki seorang istri yang setia,
mencintai suaminya, merawat anak-anaknya dengan penuh cinta kasih dan
selalu mampu membangkitkan semangat apabila sang suami dalam kondisi tidak
baik secara psikologis, serta membantu suami dalam kesusahan adalah cita-cita
ideal seorang suami. Begitu pula, seorang suami yang setia, tidak berselingkuh
dengan perempuan lain, mampu membahagiakan istri, memberikan dengan
tulus dan penuh kasih sayang apa yang diinginkan istri adalah ciri-ciri ideal
seorang suami dalam pandangan perempuan.4
Namun, hubungan rumah tangga apa pun bentuknya dan rumah tangga
yang mawaddah warahmah tidak akan pernah terwujud jika masing-masing
orang (perempuan dan laki-laki) salah menentukan pilihan terhadap pasangan
hidupnya sejak semula. Jika dalam menentukan pasangan hidup atau jodoh
sebelum pernikahan telah terjebak pada kesalahan, salah mencari suami yang
baik, salah menentukan perempuan yang baik, hubungan rumah tangga yang
dilangsungkan akan goyah di tengah perjalanan. Kehidupan rumah tangga mereka
akan dipenuhi dengan percekcokan dan ketidakharmonisan menjadi warna
keseharian. Demikian itu, dapat berlanjut dan berlarut-larut sehingga berujung
pada perceraian. Inilah gambaran kecil bagi orang yang salah menentukan calon
pasangan hidupnya sebelum menikah.
Islam tidak menginginkan jika seseorang telah mengikat satu tali pernikahan
kemudian melepaskannya. Sekalipun dalam Islam, perceraian merupakan
sesuatu yang boleh dilakukan, namun perceraian adalah sesuatu yang dibenci
oleh Allah Ø. Itu artinya, Islam benar-benar mengharapkan setiap muslim untuk
serius dalam urusan pernikahan, muslim harus berjuang keras membangun
rumah tangga yang harmonis, dan Islam tidak menghendaki umatnya hancur
lebur dalam hal rumah tangga. Untuk tujuan itulah, Islam mengajarkan tata
cara tertentu supaya tidak terjerumus dalam perceraian.
4 Imam Nawawi Al-Maduri, Dahsyatnya Istikharah: Media Allah Memberi Jawaban, Jogjakarta:
Darul Hikmah, 2010, hlm. 108–109.
AMZAH
4 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Berikut ini merupakan kiat praktis dalam merawat sebuah perkawinan.5
1. Cinta dan kasih sayang adalah memberi bukan menuntut.
Cinta dan kasih sayang identik dengan dorongan untuk selalu memberi,
bukan menuntut. Karena pada prinsipnya, mencintai seseorang adalah
menempatkan kebutuhan dan kepentingan kita setelah kebutuhan dan
kepentingan orang yang kita cintai.
2. Mempunyai quality time.
Dalam perkawinan, hendaknya diperhatikan kualitas waktu yang dihabiskan
bersama, bukan hanya kuantitasnya. Selain itu, salah satu kiat
untuk meningkatkan kualitas tersebut dengan melakukan aktivitas yang
melibatkan seluruh anggota keluarga.
3. Bersabar terhadap kekurangan pasangan.
Setiap suami-istri hendaknya saling bersabar terhadap kelebihan dan
kekurangan pasangannya. Tingkat kesabaran yang tinggi dibutuhkan
dalam mengarungi kehidupan perkawinan. Dilihat dari satu sisi, boleh
jadi hal ini menyulitkan pasangan yang baru memasuki dunia perkawinan
karena tingkat egoisme pribadi masih sangat tinggi kadarnya. Dengan
berlalunya sang waktu, perlahan-lahan, keduanya akan lebih mengenal
dan memahami pasangan masing-masing sehingga akan memperkokoh
bangunan keluarga yang dibentuk.
4. Tidak membandingkan pasangan dengan orang lain.
Salah satu kelemahan manusia adalah cenderung membandingkan apa
yang tidak dimilikinya sehingga yang selalu tampak kemudian adalah
kelebihan milik orang lain dan kekurangan milik kita. Hal ini juga bisa
terjadi dalam sebuah hubungan perkawinan. Kita tidak boleh membandingkan
suami atau istri kita dengan orang lain, baik karakter, sifat,
maupun fisiknya.
5 Munif Chatib, Orangtuanya Manusia, Bandung: Kaifa, 2012, hlm. 30–31.
AMZAH
Bab 1 Langkah Awal Prapendidikan 5
5. Memusatkan perhatian pada kebaikan pasangan, seraya menerima kekurangannya.
Jika kita memusatkan perhatian pada kebaikan pasangan, akan membuat
kita selalu bersyukur dan merasa sebagai orang beruntung.
6. Menghormati dan menghargai pasangan.
Penghormatan dan penghargaan seorang suami terhadap istri (atau
sebaliknya) tidak lain merupakan cerminan penghormatan dan penghargaan
kepada dirinya sendiri.
7. Hindarkan sejauh mungkin “bermain mata” dengan orang lain.
Seorang suami harus mengosongkan hatinya dari kecintaan selain kepada
istrinya. Demikian pula istri tidak boleh “memandang” siapa pun kecuali
suaminya. Di samping sesuai dengan ajaran Islam, hal ini merupakan
penyangga kokoh bangunan perkawinan dan keluarga.
8. Saling menasihati.
Saling menasihati dan saling mendukung antara suami-istri menjadi sangat
penting. Masing-masing hendaknya saling mengingatkan ketika yang lain
menunjukkan sikap atau melakukan tindakan yang tidak baik.
9. Keep an open mind.
Seorang suami maupun istri berhak memberikan argumentasi atas pendapat
yang dikemukakannya. Akan tetapi, semua itu harus tetap disandarkan
pada keterbukaan pikiran dan menempatkan ketenteraman hubungan
keluarga sebagai prioritas utama.
10. Menahan marah, memaafkan, dan mengucapkan terima kasih.
Sangatlah penting jika setiap suami-istri selalu mengendalikan amarah
dan menyalurkan amarah lebih terkendali dengan mendiskusikan masalah
sehingga diperoleh penyelesaiannya. Yang lebih penting adalah suami-istri
siap dengan permohonan maaf karena dengan kesediaan meminta maaf,
pasangan suami-istri terhindar dari menguras energi ketika berada dalam
ketegangan dan pertengkaran, yang juga akan melapangkan dada. Selain
itu, pasangan suami-istri perlu membiasakan diri mengucapkan terima
kasih sebagai bentuk penghargaan paling sederhana antarpasangan.
AMZAH
6 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
11. Menjaga kebugaran dan penampilan setiap saat.
Karena itu, perkawinan melibatkan dua orang, demi memastikan tiadanya
kemacetan dalam beraktivitas, setidaknya salah satu pasangan, dalam
waktu tertentu, tetap bisa menjaga tubuhnya agar tetap fit.
12. Kesibukan pasangan suami-istri bekerja.
Pasangan suami-istri bekerja harus selalu saling memahami kesulitan dan
keterbatasan masing-masing akibat pekerjaan yang mereka geluti dan
menjadi rutinitas sehari-hari.
B. HUBUNGAN SEKSUAL SUAMI-ISTRI (JIMA’) YANG ISLAMI
Doa apa yang diucapkan saat hubungan intim? Setelah pasangan remaja itu
menjadi suami-istri, akan terjadi hubungan intim. Pada saat itu suami-istri,
akan terjadi hubungan intim. Pada saat itu suami-istri harus membaca doa.
Supaya apabila terjadi percampuran sperma dan ovum sebagai calon bayi,
Allah menjauhkan dari pengaruh negatif setan.6
Apabila suami hendak mendatangi istrinya pada malam pernikahan, dianjurkan
untuk berdoa kepada Allah terlebih dahulu. Selain itu, suami mengusap
tangannya ke kepala istrinya lalu mengajak istrinya shalat dua rakaat. Apabila
hendak melakukan hubungan suami-istri, hendaknya didahului dengan rayuan
dan cumbuan. Hal ini dilakukan untuk menyiapkan kondisi fisik dan psikologis
bagi istri. Setelah melaksanakan tugas mulia itu, hendaknya keduanya berdoa
kepada Allah terlebih dahulu.7
Hendaknya, seorang suami-istri yang hendak melakukan hubungan seksual
(jima’) mendahuluinya dengan ucapan basmallah dan doa. Adapun tujuannya
adalah supaya mereka dijauhkan dari setan. Apabila hubungan itu menghasilkan
anak, ia pun akan tumbuh menjadi anak yang saleh dan saleha, tidak akan
6 Rahmat Rosyadi, Pendidikan Islam dalam Pembentukan Karakter Anak Usia Dini, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2013, hlm. 99.
7 Adnan Hasan Shalih Baharits, Mendidik Anak Laki-Laki, Jakarta: Gema Insani, 2007,
hlm. 20.
AMZAH
Bab 1 Langkah Awal Prapendidikan 7
diganggu oleh setan. Adab dan etika yang harus diperhatikan oleh istri agar
pertemuan dengan suaminya menjadi pertemuan yang menyenangkan dan indah
di antaranya, yaitu8
1. memulai dengan membaca doa;
“Bismillah Allahumma jannibnasy-syaithana wa jannibisy-syaithana ma razaqtana.”
Artinya “Dengan menyebut nama Allah, ya Allah jauhkanlah setan dari
kami dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau anugerahkan kepada
kami”;
2. menjaga tempatnya supaya bersih, aromanya harum, dan penampilannya
tampak menarik;
3. saling membisikkan ucapan-ucapan mesra, agar senantiasa harmonis;
4. kelembutan ketika berlangsungnya jima’;
5. tidak menyudahi jima’; keduanya merasa rida dan puas.
C. KEADAAN DAN KONDISI SAAT KEHAMILAN
Kehidupan manusia telah dimulai pada saat sebelum lahir. Manusia memiliki
roh yang telah hidup sebelum saat kelahirannya di dunia. Pada satu hari, yang
disebut hari mitsaq, seluruh roh manusia berkumpul untuk mengucapkan
kesaksian mengakui keesaan dan ketuhanan Allah. Sebagaimana dalam Alquran
Surah Al-A’râf ayat 172 Allah berfirman:
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam
dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau
Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di
8 M. Fauzi Rachman, Islamic Parenting, Jakarta: Erlangga, 2011, hlm. 33.
AMZAH
8 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).” (QS. Al-A’râf
(7): 172)9
Roh manusia ini kemudian ditiupkan malaikat untuk masuk ke dalam
jasmani manusia pada saat ia dikandung ibunya. Jasmani manusia, yang menjadi
wadah bagi roh selama ia mengalami kehidupan duniawi, juga diciptakan Allah
sesuai dengan ketentuannya. Alquran dan hadis banyak membahas tentang hal ini.
Alquran bahkan merupakan satu-satunya kitab suci yang membahas tentang awal
proses perkembangan manusia di dalam perut ibu secara cukup rinci.10
Pada tahap prenatal ada 3 bagian, yaitu: 1) tahap germinal (nutfah); 2) tahap
embrio (‘alaqah); 3) tahap fetus (mudghah).
1. Tahap Germinal
Pada tahap ini merupakan awal dari kehidupan manusia. Proses ini dimulai
ketika sperma melakukan penetrasi terhadap telur dalam proses pembuahan,
yang normalnya terjadi akibat hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan.
Pada tahap ini zigot dibentuk.
Pada periode ini disebut juga periode nutfah. Periode germinal ini berlangsung
kira-kira 2 minggu pertama dari kehidupan, yaitu sejak terjadinya
pertemuan antara sel sperma laki-laki dengan sel telur (ovum) perempuan,
yang dinamakan dengan “fertilization” atau pembuahan. Saat itu sel sperma pria
bergabung dengan sel telur wanita “ovum” dan menghasilkan satu bentuk sel
baru, yang disebut zigot (zygote). Zigot ini kemudian membelah-belah menjadi
sel-sel yang berbentuk bulatan-bulatan kecil yang disebut blastokis/blastosis.
Setelah sekitar 3 hari, blastokis/blastosis mengandung sekitar 60 sel. Akan tetapi,
jumlahnya semakin banyak, sel-sel ini semakin mengecil, blastokis/blastosis tidak
mungkin lebih besar dari zigotnya yang asli. Pada saat terjadinya pembelahan,
9 QS. Al-A’râf (7): 172.
10 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, Jakarta: Rajawali Press, 2009,
hlm. 73.
AMZAH
Bab 1 Langkah Awal Prapendidikan 9
blastokis/blastosis mengapung dan berproses di sepanjang tuba falopi. Blastokis/
blastosis, yang berisikan cairan, dengan cepat mengalami sejumlah perubahan
penting. Blastokis/blastosis ini juga dibedakan menjadi tiga lapisan, antara lain:
lapisan atas (ectoderm), lapisan tengah (mesoderm), dan lapisan bawah (endoderm).
Dari ectoderm berkembang rambut, gigi, kuku; kulit lapisan luar (kulit ari) dan
kelenjar-kelenjar kulit; pancaindra dan sistem saraf. Dari mesoderm atau lapisan
tengah, berkembang otot, tulang atau rangka, sistem pembuangan kotoran dan
sistem peredaran darah, serta kulit lapisan dalam. Sementara itu, endoderm
atau lapisan bawah menjadi sistem pencernaan, hati, pankreas, kelenjar ludah,
dan sistem pernapasan. Dalam waktu singkat plasenta, tali pusat, dan kantong
amniotik juga akan terbentuk dari sel-sel blastokis. Setelah beberapa hari, kirakira
seminggu setelah konsepsi, blastokis menempel di dinding rahim. Blastokis
yang telah tertanam secara penuh di dinding rahim inilah yang disebut embrio,
dan peristiwa ini sekaligus menandakan akhir dari tahap germinal dan permulaan
tahap embrio.11
Sebagaimana terdapat dalam berbagai ayat Alquran dinyatakan bahwa
manusia pada awal perkembangannya diciptakan dari tetesan (nutfah), misalnya
dalam ayat Alquran berikut ini.
Bukankah ia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim).
Kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan
menyempurnakannya. (QS. Al-Qiyâmah (75): 37–38)12
Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan wanita.
Dari air mani, apabila dipancarkan. (QS. An-Najm (53): 45–56)13
11 Desmita, Psikologi Perkembangan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013, hlm. 71–72.
12 QS. Al-Qiyâmah (75): 37–38.
13 QS. An-Najm (53): 45–56.
AMZAH
10 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya sedang ia bercakap-cakap
dengannya: “Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu
dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang
laki-laki yang sempurna?” (QS. Al-Kahf (18): 37)14
2. Tahap Embrio
Pada tahap ini berlangsung selama lima setengah minggu. Tahap ini dimulai
ketika zigot telah tertanam dalam rahim. Dalam tahap ini, sistem dan organ
dasar bayi mulai terbentuk dari susunan sel. Meskipun bentuk luar masih jauh
berbeda dibandingkan manusia dewasa, beberapa bentuk seperti mata dan
tangan, bahkan telinga dan kaki mulai dapat dikenali.15
Pada tahap embrio dalam psikologi Islam disebut tahap ‘alaqah, yaitu
segumpal darah yang semakin membeku. Pada tahap embrio ini dimulai dari
2 minggu sampai 8 minggu setelah pembuahan, yang ditandai dengan terjadinya
banyak perubahan pada semua organ utama dan sistem-sistem fisiologis. Akan
tetapi, ukuran panjangnya hanya sekitar 1 inci, bagian-bagian tubuh embrio
itu belum sepenuhnya berbentuk tubuh orang dewasa. Meskipun demikian, ia
sudah terlihat jelas dan dapat dikenali sebagai manusia dalam bentuk kecil.
Selama periode ‘alaqah atau embrio ini, pertumbuhan terjadi dalam dua
pola, antara lain cephalocaudal dan proximodistal. Pola cephlaocaudal artinya
proses pertumbuhan yang dimulai dari bagian kepala, kemudian terus ke bagian
bawah dan sampai ke bagian ekor. Dengan kata lain, kepala, pembuluh darah,
dan jantung, bagian-bagian dan organ-organ tubuh yang paling penting lebih
dahulu berkembang daripada lengan tangan dan kaki.
14 QS. Al-Kahf (18): 37.
15 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, Jakarta: Rajawali Press, 2009,
hlm. 80.
AMZAH
Bab 1 Langkah Awal Prapendidikan 11
Adapun yang dimaksud dengan pertumbuhan secara proximodistal, yaitu
proses pertumbuhan yang dimulai dari bagian-bagian yang paling dekat dengan
pusat tengah badan, kemudian baru ke bagian-bagian yang jauh dari pusat
badan.
Selain itu, dalam periode ‘alaqah ini terdapat 3 sarana penting yang membantu
perkembangan struktur anak, yaitu a) kantong amniotik, b) plasenta, dan
c) tali pusat.
a. Kantong amniotik berisi cairan amniotik, suatu cairan bening tempat
embrio mengapung dan berfungsi sebagai pelindung dari goncangan fisik
dan perubahan temperatur.
b. Plasenta, yaitu suatu tempat pada dinding peranakan ketika ibu mensuplai
oksigen dan bahan-bahan makanan kepada anak dan anak mengembalikan
sisa buangan dari aliran darahnya. Jadi, plasenta merupakan sarana penghubung
antara ibu dan embrio.
c. Tali pusat, yaitu suatu saluran lembut yang terdiri atas pembuluh-pembuluh
darah yang berfungsi menghubungkan embrio dengan plasenta. Tali pusat
ini terdiri dari tiga pembuluh darah besar, satu untuk menyediakan bahan
makanan dan dua untuk membawa sisa buangan ke tubuh ibu. Tali pusat
ini tidak memiliki urat saraf, apabila dipotong tidak akan menimbulkan
rasa sakit.
Periode embrio ini juga ditandai dengan suatu perkembangan yang cepat
pada sistem saraf. Hal ini terlihat bahwa pada umur 6 minggu embrio telah dapat
dikenali sebagai manusia, tetapi kepala lebih besar dibandingkan dengan bagianbagian
badan lain. Pada umur 8–9 minggu, perubahan janin semakin terlihat
dengan jelas. Muka, mata, telinga, mulut sudah mulai terbentuk dengan baik.
Lengan dan kaki lengkap dengan jari-jarinya sudah tampak. Pada tahap ini organorgan
seks juga mulai terbentuk. Demikian juga dengan otot dan tulang rawan
mulai berkembang. Secara sederhana, organ dalam, seperti isi perut, hati, pankreas,
paru-paru dan ginjal, mulai terbentuk dan mulai berfungsi.16 Sebagaimana Allah
berfirman dalam Alquran Surah Al-Qiyâmah ayat 38–39 berikut.
16 Desmita, Psikologi Perkembangan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013, hlm. 72–73.
AMZAH
12 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan
menyempurnakannya. Lalu Allah menjadikan daripadanya sepasang: laki-laki
dan perempuan. (QS. Al-Qiyâmah (75): 38–39)17
3. Tahap Fetus
Memasuki tahap ketiga dari kehamilan, embrio disebut fetus atau periode
janin. Tahap ini berlangsung sekitar 30 minggu, mulai dari minggu kedelapan
kehamilan dan berakhir sampai saat lahir. Dalam tahap ini, wajah, tangan, dan
kaki dari fetus mulai terlihat berbeda dan fetus tampak dalam bentuk manusia.
Selain itu, otak juga telah terbentuk, dan mulai menjadi lebih kompleks dalam
beberapa bulan.18
Pada tahap fetus dalam psikologi Islam disebut tahap periode mudghah.
Periode ini dimulai dari usia 9 minggu sampai lahir. Setelah sekitar 8 minggu
kehamilan, embrio berkembang menjadi sel-sel tulang. Dalam hal ini, embrio
memperoleh suatu nama baru yang disebut janin (fetus). Dalam periode ini,
ciri-ciri fisik orang dewasa secara lebih proporsional mulai terlihat. Kepala yang
tadinya lebih besar dari bagian badan lainnya mulai mengecil. Kaki dan tangan
terus meningkat secara substansial. Pada bulan ketiga, janin yang panjangnya
kira-kira 3 inci dan berat kira-kira ¾ ons itu secara spontan sudah dapat
menggerakkan kepala, tangan dan kakinya, serta jantungnya mulai berdenyut.
Berdasarkan psikologi Islam, setelah janin dalam kandungan itu genap
berumur 4 bulan, yaitu ketika janin telah terbentuk sebagai manusia, ditiupkan
roh ke dalamnya. Bersamaan dengan peniupan roh ke dalam janin tersebut,
juga ditentukan hukum-hukum perkembangannya, seperti masalah-masalah
yang berhubungan dengan tingkah laku (sifat, karakter, dan bakat), kekayaan,
batas usia, dan lain sebagainya.
17 QS. Al-Qiyâmah (75): 38–39.
18 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, Jakarta: Rajawali Press, 2009,
hlm. 86.
AMZAH
Bab 1 Langkah Awal Prapendidikan 13
Dengan ditiupkan roh oleh Allah ke dalam janin tersebut, pada bulan
keempat dan kelima ibu sudah merasakan gerakan-gerakan janinnya, seperti
menonjok-nonjok atau menendang-nendang. Pada saat ini janin kira-kira 4,5
inci. Pada permulaan bulan ketujuh, panjang janin sudah mencapai kira-kira 16
inci dengan berat kira-kira 1,5–2,5 kg. Pada saat ini ciri-cirinya sebagai manusia
sudah terlihat, terutama ketika rambut atau bulu mulai menumbuhi kepalanya
dan mulut mulai menonjol keluar, bergerak-gerak, dibuka dan ditutup, mereguk
atau menelan dan menghisap ibu jarinya. Matanya juga mulai berkedip dan ia bisa
menangis, meskipun matanya masih tertutup rapat. Pada bulan kedelapan, berat
janin sudah mencapai kira-kira 2,5–3,5 kg dan mulai berkembang lapisan lemak
badan yang berguna untuk mengatur temperatur badannya setelah kelahiran.
Menurut riset terbaru, janin juga telah mampu untuk mendengar atau
responsif terhadap stimuli dari lingkungan eksternal, terutama sekali terhadap
pola-pola suara. Dalam sebuah studi tentang kemampuan janin mereaksi atau
merespons rangsangan eksternal, Dr. Seus meminta kepada ibu-ibu hamil untuk
membacakan sebuah cerita anak-anak “The Cat in the Hat” dengan suara
nyaring kepada bayi yang dikandungnya sebanyak dua kali sehari selama enam
minggu terakhir kehamilannya. Beberapa setelah kelahirannya, bayi kembali
diperdengarkan pada cerita yang sama dan sebuah cerita lain yang belum
diperdengarkan sebelumnya. Untuk menentukan cerita mana yang lebih disukai,
bayi diberi sebuah dot yang dapat mereka setiap perubahan dan peningkatan
atau penurunan interval waktu menyusu. Ternyata, perubahan kecepatan dan
peningkatan menyusui terjadi pada waktu bayi mendengar cerita “The Cat in the
Hat”. Akan tetapi, hal demikian tidak terjadi pada waktu mendengarkan cerita
baru. Sehingga bayi menunjukkan suatu pilihan yang jelas berdasarkan pada
pengalamannya selama masa prenatal.19 Dalam Alquran Surah Al-Mu’minûn
ayat 14 Allah berfirman:
19 Desmita, Psikologi Perkembangan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013, hlm. 73–75.
AMZAH
14 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu
Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang
belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian
Kami jadikan ia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Mahasucilah Allah,
Pencipta Yang Paling Baik. (QS. Al-Mu’minûn (23): 14)20
Dengan demikian, untuk menjadi ibu hamil, tidak hanya dituntut
kesiapan secara fisik, tetapi juga mental. Kedua hal tersebut berguna untuk
mempersiapkan diri dalam menyambut datangnya gejala-gejala perubahan
fisik tubuh yang mempengaruhi kondisi kejiwaan calon ibu. Banyak perubahan
yang terjadi secara fisik pada ibu hamil, seperti: perubahan bentuk tubuh dengan
perut yang semakin membesar, munculnya jerawat di wajah, atau kulit muka
yang mengelupas. Namun, satu hal yang pasti perubahan mental pada ibu hamil
sulit ditebak dan tidak selalu sama antara sesama ibu hamil ataupun pada setiap
kehamilan. Semua perubahan tersebut, sedikit banyak akan mempengaruhi
keadaan emosi calon ibu yang tidak jarang menimbulkan efek depresi. Terjadinya
stres bisa ditandai dengan peningkatan detak jantung dan peningkatan hormon
pemicu stres.21
Ibu hamil yang waktu tidurnya kurang akan berdampak pada kondisi
kesehatan dan kebugaran tubuh karena waktu untuk beristirahat pun berkurang.
Selain itu, stres yang muncul, si ibu tidak nafsu makan, akibatnya bisa berbahaya.
Pasokan makanan bergizi yang dibutuhkan oleh ibu dan janin tentu berkurang
pula. Karena pasokan makanan bergizi berkurang, dan akan dikhawatirkan
pertumbuhan janin akan terganggu. Status gizi ibu sebelum dan selama hamil
dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Apabila status
gizi ibu normal pada masa sebelum dan selama hamil kemungkinan besar akan
melahirkan bayi yang sehat, cukup bulan dengan berat badan normal. Dengan
kata lain kualitas bayi yang dilahirkan sangat tergantung pada keadaan gizi ibu
sebelum dan selama hamil.
20 QS. Al-Mu’minûn (23): 14.
21 M. Fauzi Rachman, Islamic Parenting, Jakarta: Erlangga, 2011, hlm. 35.
AMZAH
Bab 1 Langkah Awal Prapendidikan 15
Selanjutnya, Alquran juga menyatakan bahwa ada hukum sebab-akibat atau
ukuran yang menentukan kesempurnaan dan ketidaksempurnaan kandungan
ibu. Sebagaimana firman Allah dalam Alquran Surah Ar-Ra‘d ayat 8–9:
Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan, dan kandungan
rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. Dan segala sesuatu pada
sisi-Nya ada ukurannya. Allah yang mengetahui semua yang gaib dan yang
tampak; Yang Mahabesar lagi Mahatinggi. (QS. Ar-Ra‘d (13): 8–9)22
Adapun dengan peran suami, hendaknya suami memahami kondisi istri
yang sedang hamil. Allah Ø berfirman dalam Alquran Surah Al-A‘râf ayat 189:
Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan
istrinya, agar ia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya,
istrinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah ia merasa
ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala ia merasa berat, keduanya (suamiistri)
bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: “Sesungguhnya jika
Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami termasuk orang-orang
yang bersyukur.” (QS. Al-A‘râf (7): 189)23
Dengan demikian, ayat tersebut menjelaskan bahwa betapa beratnya
beban istri selama mengandung. Oleh karena itu, Allah menganjurkan agar
suami dan istri hendaklah berdoa kepada Allah dan mensyukuri nikmatnya
untuk mengurangi rasa sakit dan kepayahan ketika hamil dan agar anak yang
22 QS. Ar-Ra‘d (13): 8–9.
23 QS. Al-A‘râf (7): 189.
AMZAH
16 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
akan lahir kelak menjadi anak yang saleh. Jadi, peran suami sangat besar dalam
mendampingi dan menguatkan istrinya yang sedang hamil. Ketika istri sedang
hamil, kondisi tubuhnya mengalami perubahan sehingga kadang-kadang mempengaruhi
emosinya akibat ia merasa pusing, mual, cepat lelah, cemas, dan lain
sebagainya. Dalam kondisi seperti demikian, suami harus bijaksana dan sabar
serta memberi perhatian khusus kepada istrinya. Istri yang sedang dalam kondisi
berat itu tentu merasa senang dan merasa lebih baik karena suaminya mengerti
keadaannya dan memenuhi kebutuhannya selama hamil.
D. MELANTUNKAN AZAN DAN IQAMAH DI KEDUA TELINGA
BAYI SETELAH LAHIR
Memperdengarkan dan membacakan azan dan iqamah di telinga kanan dan
kiri bayi, di samping menjalankan sunah Rasul, juga mengandung makna
filosofi yang amat dalam, yaitu bayi ketika lahir ke muka bumi ini untuk tidak
diberi kesempatan, meskipun sejenak untuk lebih dahulu mendengar suara
apa pun kecuali suara tauhidullah yang menjadi pertanda masuknya bayi itu
ke dalam agamanya (Islam) melalui kalimat azan dan iqamah. Hal demikian
itu, sejalan dengan teori responsifnya Sigmund Freud yang dikembangkan oleh
Lee Salk dan Rita Kramer yang menjelaskan bahwa setiap suara yang didengar
bayi pada saat awal ia terjun ke alam dunia, akan sangat mempengaruhi sikap
jiwa, pertumbuhan intelektual, dan tingkah lakunya. Oleh sebab itu, yang
paling diperdengarkan adalah suara azan dan iqamah, kandungan lafal itulah
yang akan mempengaruhi perkembangannya. Bayi yang baru lahir memiliki
kemampuan yang cukup peka untuk menerima informasi dari lingkungannya
melalui indra pendengarannya, penglihatannya, perasaannya, perabaannya,
dan indra geraknya.24
Sebaiknya, orangtua terutama ayah melantunkan lafal azan di telinga
kanan bayi setelah kelahirannya dan lafal iqamah di telinga kirinya. Hal ini,
tentu dengan suara yang perlahan agar tidak mengagetkan bayi dan tidak
24 Ahmad Tafsir, dkk., Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Mimbar Pustaka,
2004, hlm. 145–146.
AMZAH
Bab 1 Langkah Awal Prapendidikan 17
berpengaruh buruk terhadap pendengarannya. Hal tersebut merupakan sunah
Nabi Muhammad . Dalam riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi, disebutkan
bahwa Abu Rafi’ berkata: “Aku melihat Rasulullah melantunkan azan di telinga
Hasan bin Ali ketika dilahirkan oleh Fatimah”, dalam riwayat lain, Ibnu Abbas
mengatakan bahwa Nabi melantunkan azan di telinga kanan Hasan bin Ali
ketika ia dilahirkan, dan beliau membaca iqamah di telinga kirinya. Selain
sunah, azan dan iqamah juga memiliki faedah bagi sang bayi, yaitu mengusir
setan. Hasan bin Ali mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, “Barangsiapa
mendapatkan kelahiran anak, lalu ia azan di telinga kanannya dan iqamah di
telinga kirinya, maka (setan) tidak akan mengganggunya.” (HR. Baihaqi dan
Ibnu Assinny)25
E. TAHNIK DAN AKIKAH SERTA MENCUKUR RAMBUT PADA
BAYI
Tahnik merupakan mengunyah buah kurma dengan mulut, kemudian diberikan
dengan tangan kepada bayi yang baru dilahirkan. Caranya, buah kurma yang
sudah dikunyah itu dimasukkan ke mulut bayi dan dioleskan di langit-langit
mulutnya (bagian atas). Sebaiknya, tahnik ini dilakukan oleh orang yang saleh
atau bertakwa.26 Apabila tidak ada kurma, dapat diganti dengan bahan apa saja
yang manis, seperti gula yang dicampur dengan air bunga. Dengan demikian,
terdapat hikmah jika dilakukannya tahnik ini, di antaranya, yaitu
1. untuk memperkuat otot-otot rongga mulut dengan gerakan-gerakan lidah
dan langit-langit serta kedua rahangnya agar siap menyusui dan menghisap
Air Susu Ibu (ASI) dengan kuat dan alamiah;
2. untuk mengikuti sunah Rasul. Orang yang melakukan tahnik itu diutamakan
dari orang yang bertakwa, wara’ dan saleh, dengan harapan mendapatkan
berkahnya dan agar anak tersebut menjadi saleh dan bertakwa.27
25 M. Fauzi Rachman, Islamic Parenting, Jakarta: Erlangga, 2011, hlm. 46–47.
26 M. Fauzi Rachman, Islamic Parenting, Jakarta: Erlangga, 2011, hlm. 47.
27 Ahmad Tafsir, dkk., Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Mimbar Pustaka,
2004, hlm. 146.
AMZAH
18 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
F. MERAYAKAN KELAHIRAN DENGAN AKIKAH
Akikah secara etimologis berarti memotong. Adapun makna terminologisnya
adalah menyembelih kambing pada hari ketujuh untuk kelahiran anak. Hukum
akikah adalah sunnah mu’akkadah. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah
yang artinya:
“Bayi laki-laki ia akikahi dengan 2 kambing, adapun bayi perempuan dengan
satu kambing.” (HR. Thabrani)28
Akikah dikategorikan sebagai salah satu bentuk ritual kurban yang dikerjakan
untuk mendekatkan diri si bayi kepada Allah pada awal kelahirannya di
dunia ini. Si bayi mendapatkan manfaat yang banyak dari akikah yang dikerjakan
untuknya, seperti halnya ia juga mendapatkan manfaat dari doa yang diucapkan
untuknya. Imam Bukhari meriwayatkan dari Mu’awiyah bin Qurrah yang
mengatakan, “Ketika Ilyas dilahirkan, saya mengundang beberapa sahabat
Nabi . Lalu saya menyuguhi mereka makanan, dan mereka membalasnya
dengan memanjatkan doa. Lalu saya berkata kepada mereka, ‘Kalian telah
mendoakan kami, semoga Allah memberi keberkahan terhadap kalian atas doa yang
telah kalian panjatkan. Sekarang saya ingin berdoa dan saya berharap kalian mau
mengamininya.” Mu’awiyah bin Qurrah berkata, “Lalu aku mengucapkan banyak
doa untuk kebaikan agama dan kecerdasan Ilyas. Sungguh aku melihat dampak dan
pengaruh doa yang aku panjatkan waktu itu.” Maksudnya, doa yang diucapkan
ketika itu benar-benar memberikan dampak positif yang sangat besar terhadap
diri Ilyas. Ilyas, sebagaimana telah diketahui, adalah sosok ulama yang memiliki
otak yang sangat cerdas, penglihatan yang sangat kuat, firasat yang
sangat tajam, kebijaksanaan yang tinggi dalam memutuskan setiap perkara,
dan kelebihan-kelebihan lain.29
Akikah adalah gambaran kegembiraan atas lahirnya bayi yang diisi dengan
ketaatan. Selain itu, akikah dapat diartikan sebagai bentuk solidaritas sosial,
28 Ath-Thabrani, Al-Mu’jam Al-Kabir, jilid 17, hlm. 424.
29 Neneng Uswatun Hasanah, Konsep Pendidikan Anak Usia Dini dalam Perspektif Islam,
At-Ta’dib, Vol. 4, No. 2 Sya’ban 1429 H, hlm. 217.
AMZAH
Bab 1 Langkah Awal Prapendidikan 19
kaum fakir akan mendapatkan jatah dari sembelihan akikah tersebut. Dengan
demikian, akikah merupakan taqarrub kepada Allah. Lalu, akikah juga
dapat mempererat tali cinta dan belas kasih di antara anggota masyarakat.30
Disunahkan mencukur rambut bayi, baik laki-laki maupun perempuan, pada
hari ketujuh dari hari kelahirannya dan bersedekah sebesar berat rambutnya
dalam timbangan perak kepada fakir dan miskin. Ditinjau dari aspek kesehatan,
pentingnya dalam mencukur rambut bayi adalah bahwa mencukur rambut
dapat menguatkannya dan membuka pori-pori kepala. Hal itu juga dapat
menguatkan indra penglihatan, indra pendengaran, dan indra penciuman.
Adapun sedekah seberat rambut, itu merupakan bentuk dari solidaritas sosial
kepada masyarakat.
Pertumbuhan dan perkembangan anak diisi oleh pendidikan yang dialami
dalam hidupnya, baik dalam keluarga, masyarakat dan sekolahnya, manusia
menjadi manusia dalam arti yang sebenarnya ditempuh melalui pendidikan,
pendidikan anak sejak awal kehidupannya, menempati posisi kunci dalam
mewujudkan cita-cita “menjadi manusia yang berguna”. Dalam Islam, eksistensi
anak melahirkan adanya hubungan vertikal dengan Allah Penciptanya, dan
hubungan horizontal dengan orangtua dan masyarakatnya yang bertanggung
jawab untuk mendidiknya menjadi manusia yang taat beragama. Sebagaimana
dalam Surah Ar-Rûm ayat 30 dan Al-A‘râf ayat 172:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui. (QS. Ar-Rûm (30): 30)31
30 M. Fauzi Rachman, Islamic Parenting, Jakarta: Erlangga, 2011, hlm. 49.
31 QS. Ar-Rûm (30): 30.
AMZAH
20 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam
dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau
Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di
hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).” (QS. Al-A‘râf (7):
172)32
G. MEMBERI NAMA YANG BAIK
Nama yang baik akan mempengaruhi kehidupan anak di dunia maupun di
akhirat kelak. Sebaliknya, nama yang buruk juga berdampak buruk pada anak
itu.
Abu Hurairah meriwayatkan:
“Dahulu nama Zainab adalah Barrah, lalu dikatakan bahwa nama tersebut
memberikan sebuah indikasi bahwa seolah-olah ia menganggap dirinya orang
yang baik dan tidak pernah melakukan kesalahan. Lalu Rasulullah mengganti
nama itu dengan ‘Zainab’.” (HR. Muslim)
Nama seseorang bisa menjadi sebuah pertanda apakah ia adalah orang
yang mendapatkan kemenangan, ataukah sebaliknya, orang yang mendapatkan
kekalahan. Nama seseorang bisa mempengaruhi sikap dan perilakunya. Ia bisa
menjadi seorang yang sombong, atau sebaliknya, menjadi seorang yang rendah
hati, tergantung nama yang dimilikinya. Rasulullah merasa sangat terganggu
dan sangat membenci nama-nama yang jelek, baik itu nama orang, tempat,
kabilah, maupun nama gunung. Sehingga pada suatu saat, ketika beliau dalam
perjalanan dan melewati sebuah jalan di antara dua bukit, lalu beliau bertanya,
32 QS. Al-A‘râf (7): 172.
AMZAH
Bab 1 Langkah Awal Prapendidikan 21
“Apakah nama bukit itu?” Dikatakan kepada beliau bahwa nama dua bukit itu
adalah ‘Fadlih’ (mencemarkan atau menodai) dan ‘Mukhzin’ (mempermalukan).
Mendengar nama kedua bukit tersebut, beliau langsung memutar arah dan tidak
jadi melewati jalan di antara dua bukit tersebut.33
Ada beberapa hadis Nabi yang menjelaskan bahwa arti yang terkandung
di dalam sebuah nama memiliki keterkaitan dengan nama-nama tersebut.
Seperti dalam sabda Rasulullah : “Kabilah Ghifar, semoga Allah memberikan
pengampunan kepada mereka. Kabilah Aslam, semoga Allah memberikan keselamatan
kepada mereka. Kabilah ‘Ushayyah, mereka bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.”
(HR. Thabrani)34
H. MENYUSUI DAN MENYAPIH
Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik bagi bayi sampai ia berusia
sedikitnya satu tahun. Bahkan beberapa saat setelah kelahiran, ASI mengandung
kolostrum yang berfungsi sebagai zat yang bisa meningkatkan kekebalan tubuh
bayi. Menurut penelitian, kandungan gizi dan nutrisi dalam ASI sangat baik
untuk menumbuhkan sel-sel otak yang berfungsi untuk mengembangkan
kecerdasan anak.35
Selain kandungan gizinya memberikan ASI pada bayi, menyusui merupakan
kesempatan agar ibu dan anak bisa menikmati kebersamaan. Bayi membutuhkan
ASI bukan hanya sebagai makanan fisik, melainkan juga untuk memberikan
rasa aman dan kehangatan. Bayi yang diasuh dengan rasa aman yang tinggi akan
tumbuh menjadi anak yang lebih percaya diri.36
33 Abdul Mun’im Ibrahim, Mendidik Anak Perempuan, Depok: Gema Insani, 2007, hlm.
68–69.
34 Ath-Thabrani, Al-Mu’jam Al-Kabir, jilid 4, hlm. 297.
35 Anita Lie, 101 Cara Menumbuhkan Kecerdasan Anak, Jakarta: Gramedia, 2004, cet. II,
hlm. 18.
36 Anita Lie, 101 Cara Menumbuhkan Kecerdasan Anak, Jakarta: Gramedia, 2004, cet. II,
hlm. 13.
AMZAH
22 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Allah menganjurkan para ibu untuk menyusui anaknya hingga berusia
dua tahun, sebagaimana termaktub dalam firman-Nya:
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu
bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi
makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak
dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu
menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan
ahli waris pun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum
dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada
dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain,
maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut
yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha
Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Baqarah (2): 233)37
Dalil ini menunjukkan bahwa seorang ibu boleh menyusui anaknya selama
dua tahun atau menyapihnya sebelum itu, tetapi yang lebih utama adalah
menyempurnakan penyusuan sampai dua tahun.
Menyusui selama dua tahun disebut sebagai bentuk maksimalnya perhatian
orangtua kepada bayinya.
37 QS. Al-Baqarah (2): 233.
AMZAH
Bab 1 Langkah Awal Prapendidikan 23
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibubapaknya;
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambahtambah,
dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan
kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS. Luqmân
(31): 14)38
Ayat ini menyuruh seorang anak mengingat betapa besarnya perhatian
ibunya. Ada dua bentuk jasa paling besar seorang ibu, yaitu ketika lemahnya
masa hamil, dan menyusuinya selama dua tahun. Dua hal ini adalah jasa
sangat besar seorang ibu yang disebutkan Allah Ø. Karena itulah, si anak
wajib berbakti pada ibunya.
Dari dua ayat tersebut, mayoritas ulama menyimpulkan bahwa dua tahun
adalah jangka waktu yang ditentukan Allah untuk menyusui. Seperti pendapat
Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat tersebut.
Walau ayat ini berbentuk khabar (informasi) namun ada unsur perintah
yang harus dilaksanakan umat Islam. “Ini merupakan petunjuk dari Allah Ø
kepada para ibu agar mereka menyusui anak-anaknya dengan pemberian ASI
yang sempurna selama dua tahun,” terang Ibnu Katsir.
Pandangan Ibnu Abbas, masa dua tahun untuk menyusui hanya diperuntukkan
bagi bayi yang lahir prematur, seperti enam bulan masa kandungan.
Sementara, lahir dalam usia kandungan lebih dari enam bulan, jangka waktu
untuk menyusui otomatis berkurang dari dua tahun.
Ibnu Abbas berdalil dengan Alquran Surah Al-Ahqâf ayat 15:
38 QS. Luqmân (31): 14.
AMZAH
24 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu
bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya
dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga
puluh bulan, sehingga apabila ia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh
tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau
yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku
dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridai; berilah kebaikan kepadaku
dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat
kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri,
aku termasuk orang muslim. (QS. Al-Ahqâf (46): 15)39
Dalam ayat ini disebutkan, masa mengandung dan menyusui totalnya
selama 30 bulan. Jika dua tahun (24 bulan) dihabiskan untuk menyusui, sisanya
hanya enam bulan untuk masa mengandung. Jika masa mengandung sampai
9 bulan, otomatis masa menyusui menjadi 22 bulan. Pemberian ASI selama
dua tahun bukan tanpa alasan. Hal ini sebagai bukti, ajaran Islam sangat
memperhatikan asupan nutrisi yang diberikan kepada bayi. Dunia kedokteran
membuktikan, ASI yang diberikan selama dua tahun terbukti menjadikan
bayi lebih sehat. Bahkan di negara-negara maju, pemerintah dengan sukarela
memberikan masa cuti melahirkan selama dua tahun. Hal ini dimaksudkan
agar masa menyusui dua tahun dapat dimaksimalkan si ibu untuk menyusui
bayinya. Ilmu kedokteran modern bahkan merinci fase menyusui ini dengan
beberapa tahapan. Seperti pada masa enam bulan pertama, dikenal dengan
masa ASI eksklusif. Si bayi hanya diperbolehkan meminum ASI dari ibunya
saja dan belum diperbolehkan meminum makanan lain. Setelah usia enam
bulan, barulah si bayi diberikan makanan lainnya selain ASI. Setelah usia
enam bulan, si bayi akan mulai tumbuh gigi dan mengenal tahap belajar
duduk, berdiri, lalu berjalan. Keempat aktivitas ini, memerlukan tulang yang
kuat, energi yang tepat, serta tenaga yang besar. Jadi, diperlukan makanan
tambahan di samping ASI yang terus diberikan hingga dua tahun. Kendati ilmu
pengetahuan modern baru-baru ini menegaskan pentingnya pemberian ASI
39 QS. Al-Ahqâf (46): 15.
AMZAH
Bab 1 Langkah Awal Prapendidikan 25
hingga dua tahun, ajaran Alquran telah lama mengimbau umatnya. Orang
yang hidup di masa lampau tak akan abai dengan nutrisi bayinya, memahami
ayat Alquran tersebut. Mereka pun bisa optimal menjaga pertumbuhan bayi,
hanya dengan berpedoman dari Alquran.
Memberi ASI kepada bayi jauh lebih baik daripada memberinya susu yang
lain, pada saat ibu memberikan ASI-nya, akan timbul komunikasi psikologis
antara anak dan ibu. Pada masa inilah seorang ibu dapat mencurahkan kasih
sayang dan kelembutannya kepada anaknya. Kasih sayang yang merupakan
makanan psikologis, tidak kalah pentingnya dengan makanan tubuh. Apabila
ternyata susu ibu kurang baik, atau kering, ayah menyediakan susu tambahan,
atau menyusukan kepada orang lain sebagai perwujudan kasih sayang terhadap
anaknya. Akan tetapi disyaratkan di sini, wanita yang menyusui anaknya itu
harus orang yang wara’ dan bertakwa.
Ali Muhammad Adib dalam buku Minhaju At-Tarbiyah ‘Inda Al-Imam Ali
menulis bahwa Imam Ali bin Abi Thalib berpesan untuk tidak menyusukan
anak-anak kepada pelacur dan orang gila, air susu memiliki pengaruh yang
besar terhadap anak-anak. Imam Ghazali menguatkan pendapat ini dalam
bukunya Ihya’ Ulum Ad-Din bahwa orang yang menyusui harus dipilih di antara
orang-orang yang saleh. Alasannya, air susu ikut andil dalam pertumbuhan
kepribadian anak. Apabila air susu berasal dari makanan yang haram, akan
berpengaruh buruk terhadap perilaku anak.40
ASI mengandung makanan yang paling aman dan paling sesuai dengan
kebutuhan perkembangan bayi. ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi,
mengandung semua bahan yang diperlukan oleh bayi. Allah Ø menciptakan
ASI untuk anak manusia sehingga memenuhi kebutuhan bayi seperti
protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, dan air untuk masa 4–6 bulan.
Setelah masa itu anak harus didampingi dengan makanan tambahan untuk
meningkatkan kebutuhannya, menyusui selama 2 tahun. Hanya sedikit ibuibu
yang tidak bisa menghasilkan ASI, kemungkinan meliputi 5% jumlahnya.
40 Adnan Hasan Shalih Baharits, Mendidik Anak Laki-Laki, Depok: Gema Insani, 1991, cet. II,
hlm. 30–31.
AMZAH
26 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Jadi, sebagian besar ibu-ibu dapat menghasilkan ASI, tetapi banyak ibu yang
kurang memanfaatkan ASI-nya bahkan menggantinya dengan susu fomula.
Hal ini merupakan kesalahan besar yang dilakukan oleh ibu-ibu dan tidak ada
dalil yang menyebutkan penyusuan anak bayi dengan susu formula (susu sapi
atau susu kambing).
Seorang ulama yang saleh berkata kepada seorang ibu ketika ibu tersebut
memintanya untuk mendoakan anaknya. Ia berkata, “Apa yang kamu harapkan
ketika anakmu besar kelak?” Sang ibu tersebut lalu menjawab, “Saya ingin
ia menjadi orang yang menyeru agama Allah (dai) di negeri Cina.” Ulama itu
menjawab, “Jika kamu selalu berpikir tentang harapanmu ketika kamu sedang
menyusui anakmu, harapanmu akan terealisasi.” Dengan berjalannya waktu,
harapan itu terwujud menjadi kenyataan dan anak ibu tersebut telah menjadi
dai di negeri Cina.41
Keutamaan sifat keibuan tampak dalam pendekatan fisik antara ibu dan
anaknya, khususnya bila masa menyusui sempurna selama dua tahun. Seorang
ibu menyebut nama anaknya sambil bernyanyi untuknya dan menyentuhnya
dengan lembut dan sayang. Interaksi ini dapat mempererat hubungan baik
antara keduanya dan mempercepat kepekaan indra anak.42
I. KHITAN
Khitan adalah menghilangkan kulit yang terdapat di kepala kulup.
Rasulullah bersabda:
“Khitan adalah hal yang dianjurkan bagi laki-laki, dan kehormatan bagi wanita.”
(HR. Thabrani)43
Arti khitan menurut bahasa adalah “memotong”. Namun, menurut istilah
khitan pada laki-laki adalah memotong kulit yang menutupi ujung kemaluan
41 Hidayatullah Ahmad, Ensiklopedi Pendidikan Anak Muslim, Jakarta: Fikr, 2008, hlm. 78.
42 Hidayatullah Ahmad, Ensiklopedi Pendidikan Anak Muslim, Jakarta: Fikr, 2008, hlm. 82.
43 Ath-Thabrani, Al-Mu’jam Al-Kabir, jilid 4, hlm. 427.
AMZAH
Bab 1 Langkah Awal Prapendidikan 27
laki-laki yang disebut dengan qulfah, agar tidak terhimpun kotoran di dalamnya,
dan juga agar dapat menuntaskan air kencing, serta tidak mengurangi
nikmatnya jima’ suami-istri. Jadi, bila seorang anak yang pada waktu dilahirkan
tidak memiliki qulfah (kulit penutup glan penis), tidak disyariatkan padanya
untuk dikhitan.
Di kalangan Imam Mazhab terjadi khilaf tentang hukum khitan.
1. Pendapat yang kuat di dalam mazhab Syafii adalah wajib terhadap lakilaki
dan wanita, demikian juga pendapat Imam Ahmad dan kebanyakan
para ulama salaf.
2. Sunah terhadap laki-laki dan wanita. Ini adalah pendapat Imam Abu
Hanifah dan Imam Malik, demikian juga sebagian ulama dalam mazhab
Syafii.
3. Wajib pada laki-laki dan sunah pada wanita. Ini adalah pendapat sebagian
ulama mazhab Syafii.
4. Dalam sejarah Islam, khitan sudah dikenal sejak zaman Nabi Ibrahim Û.
Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu
Hurairah oleh Imam Bukhari, Muslim, Baihaqi, dan Imam Ahmad,
bahwa Nabi bersabda: “Ibrahim Khalil Ar-Rahman berkhitan setelah
berumur 80 tahun dengan menggunakan kapak.”
5. Namun, ada sejumlah riwayat dan literatur yang menerangkan bahwa
khitan ini telah ada sejak zaman Nabi Adam Û. Bahkan, bangsa-bangsa
terdahulu juga melakukan hal yang sama.
Ada dua sisi hikmah dari khitan ini, pertama: sisi syariat, dan kedua:
sisi kesehatan. Menurut syariat, khitan bisa menetralisir syahwat, syahwat
dibiarkan, bisa menjadikan manusia seperti hewan. Namun, dihilangkan secara
keseluruhan, bisa menjadikannya seperti benda mati. Dengan khitan, semua itu
bisa dihindari.44
44 Jamal Abdurrahman, Tahapan Mendidik Anak Teladan Rasulullah, Bandung: Irsyad Baitus
Salam, 2000, hlm. 75.
AMZAH
28 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Akan tetapi, menurut kesehatan, di antara manfaatnya adalah mencegah
kanker, membersihkan cairan lemak yang menjijikkan dan menghalangi
terjadinya proses pembusukan, proses pengeluaran cairan lemak dapat menyebabkan
terjadinya gatal-gatal di kulit penis dan pangkal rahim wanita
setelah kedua jenis itu menjadi suami-istri, mencegah terjadinya kegagalan
ginjal ketika terjadinya penyumbatan atau tertutupnya lubang air seni
akibat tidak dikhitan, mempermudah ketika membersihkan alat vital lakilaki,
menghilangkan kebiasaan mengompol, dan menghindarkan anak dari
kebiasaan mempermainkan kelamin. Apabila kulup kelamin tidak dipotong,
akan dapat mempengaruhi syaraf-syaraf kelamin, dan selanjutnya mendorong
anak untuk mempermainkannya.45
45 Adnan Hasan Shalih Baharits, Mendidik Anak Laki-Laki, Depok: Gema Insani, 1991, cet. II,
hlm. 35.
AMZAH
Bab 2 Pendidikan Islam 29
A. PENGERTIAN PENDIDIKAN ISLAM
Istilah pendidikan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia memiliki arti sebagai
proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan atau proses
perbuatan dan cara mendidik.1
Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa
Yunani, yaitu “paedagogie” yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak.
Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan “education”
yang berarti pengembangan atau bimbingan, dalam bahasa Arab istilah ini sering
diterjemahkan dengan “tarbiyah” yang berarti pendidikan.
Pendidikan merupakan wahana bagi pengembangan manusia. Pendidikan
menjadi media bagi pemuliaan kemanusiaan manusia yang tercermin di dalam
Harkat dan Martabat Manusia (HMM) dengan hakikat manusia, dimensi kemanusiaan
panca dayanya itu. Pendidikan seperti ini dilaksanakan oleh manusia
dan untuk manusia serta hanya terjadi di dalam hubungan antarmanusia.2
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
1 Surayin, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Bandung: Yrama Widya, 2001, hlm. 115–116.
2 Dadan Suryana, Pendidikan Anak Usia Dini: Stimulasi dan Aspek Perkembangan Anak, Jakarta:
Kencana, 2016, hlm. 5.
PENDIDIKAN ISLAM
BAB 2
AMZAH
30 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.3
Pendidikan adalah kegiatan membantu manusia agar tergali potensi yang ada
pada dirinya sehingga ia mampu menghadapi kehidupan yang akan dihadapinya
baik di dunia maupun di akhirat. Pendidikan harus diberikan sejak dini. Ada juga
yang menyatakan bahwa pendidikan diberikan mulai sejak lahir bahkan sebelum
lahir (prenatal).4
Pendidikan Islam memberikan adanya penekanan terhadap makna pendidikan
kepada pembinaan kepribadian, penerapan metode, dan pendekatan
yang bersifat teoretis dan praktis ke arah perbaikan sikap mental yang memadukan
antara iman sekaligus amal saleh yang tertuju kepada individu dan masyarakat
luas.5
Pendidikan pralahir dalam janin (prenatal education) merupakan pendidikan
yang dilakukan sejak sebelum kelahiran bayi. Pendidikan prakelahiran
merupakan bagian dari usaha untuk membentuk karakter dasar anak. Hal ini
berbeda dengan pendidikan pascakelahiran (postnatal education) yang lebih
menekankan pada upaya untuk mengembangkan karakter dasar. Di sinilah
ditekankan pentingnya sinergitas antara karakter dasar dan pembelajaran
nyata. Dengan demikian, pendidikan prenatal merupakan setengah dari proses
pendidikan kepada anak.6
Sebagaimana telah dijelaskan oleh Allah dalam
Alquran Surah Al-A‘râf ayat 172:
3 Depdiknas, Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Tahun 2003, Jakarta: CV Mini Jaya Abadi, 2003, hlm. 5.
4 Helmawati, Mengenal dan Memahami PAUD, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015, hlm. 41.
5 M. Ihsan Dacholfany, Reformasi Pendidikan Islam dalam Menghadapi Era Globalisasi: Sebuah
Tantangan dan Harapan, Jurnal Akademika, Vol. 20, No. 01 Januari–Juni 2015, hlm. 176.
6 Abdul Razaq, Buku Pintar Kehamilan untuk Muslimah, Yogyakarta: Citra Risalah, 2011, hlm. 2.
AMZAH
Bab 2 Pendidikan Islam 31
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam
dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau
Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di
hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya, kami (bani Adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).” (QS. Al-A‘râf (7):
172)7
Islam memperkuat pandangan, perlunya pendidikan prenatal. Tidak
hanya itu, pendidikan prenatal menurut Islam harus dimulai dari sejak sebelum
terciptanya janin, yaitu sebagai berikut.8
1. Penciptaan janin harus berasal dari pasangan yang sah. Bukan hubungan
perzinaan. Sebagaimana dalam Alquran di bawah ini.
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (QS. Al-Isrâ’ (17): 32)9
2. Dalam melakukan hubungan biologis, hendaknya dimulai dengan doa,
setidaknya dengan baca basmallah;
3. Setelah terjadinya proses nutfah (sperma), berlanjut menjadi ‘alaqah, dan
kemudian mudghah (segumpal daging), dimulailah kehidupan seorang anak
dalam rahim.
7 QS. Al-A‘râf (7): 172.
8 A. Fatih Syuhud, Pendidikan Islam: Cara Mendidik Anak Saleh, Smart dan Pekerja Keras,
Malang: Pustaka Al-Khoirot, 2011, hlm. 12–13.
9 QS. Al-Isrâ’ (17): 32.
AMZAH
32 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal)
dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam
tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal
darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal
daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus
dengan daging. Kemudian Kami jadikan ia makhluk yang (berbentuk) lain.
Maka Mahasucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. (QS. Al-Mu’minûn
(23): 12–14)10
Dari tahap ini, ada beberapa hal yang harus dilakukan sang ibu, sebagai guru
pertama seorang anak, untuk mendidik anak yang masih dalam kandungan.
1. Berpikir positif. Ibu yang berpikir positif membantu janin belajar lebih
baik di dalam rahim. Basis lingkungan sosial janin adalah sang ibu. Selain
itu, pendidikan yang benar dimulai dengan ibu yang sehat dalam segala
hal. Untuk itu, kondisi fisik dan kejiwaan sang ibu harus prima selama
mengandung.
2. Sering bersenandung mengagunggkan asma Allah dan memperdengarkan
musik bernuansa Islami agar anak terdidik mengenal Allah sejak dini.
Memperdengarkan musik klasik juga dapat menstimulasi kecerdasannya
dan bahkan dapat mempertinggi kemampuan pengembangan bahasanya
kelak.
3. Hindari situasi tertekan karena kondisi ini bisa meningkatkan level hormon
janin pada tahap yang dapat memblokir proses kemampuan pembelajaran
pralahir.
4. Carilah kegiatan belajar sendiri. Apa pun itu, walaupun janin tidak akan
belajar secara langsung dari aktivitas sang ibu, tetapi perilaku mental
ibu yang sehat akan menjadi kenyamanan dan keamanan tersendiri bagi
janin.
Dari segi bahasa dapat kita ketahui bahwa pendidikan adalah proses
perubahan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
10 QS. Al-Mu’minûn (23): 12–14.
AMZAH
Bab 2 Pendidikan Islam 33
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran. Akan tetapi, menurut
istilah, pendidikan berarti segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan
anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah
kedewasaan.11 Selanjutnya, pendidikan memiliki beberapa makna teoretis dan
makna praktis, antara lain: Pendidikan berarti mengajarkan segala hal yang
bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik terhadap aktivitas jasmani, pikiran,
maupun terhadap ketajaman dan kelembutan hati nuraninya, diharapkan bisa
bersatu-padu dalam memajukan peradaban dan mencerdaskan anak bangsa.12
Pendidikan dapat berbasis pada kebudayaan masyarakat, nilai-nilai agama,
serta visi dan misi lembaga pendidikan. Pendidikan dapat berjalan, baik secara
formal maupun informal.13
Pendidikan merupakan upaya mewariskan nilai yang akan menjadi penolong
dan penentu umat manusia dalam menjalani kehidupan, sekaligus memperbaiki
nasib dan peradaban umat manusia. Tanpa pendidikan manusia tidak akan
mengalami kemajuan dalam kehidupan dan tidak akan mengalami kegagalan
dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi sekitarnya. Hal ini dikarenakan
maju mundurnya peradaban suatu bangsa bergantung pada pendidikan yang
dijalani oleh masyarakat bangsa tersebut. Apalagi mayoritas masyarakat
sekarang ini menginginkan suatu perubahan dalam semua aspek kehidupan,
yaitu kehidupan yang memiliki suatu komunitas kemandirian aktivitas warga
masyarakatnya.14
Pada hakikatnya, pendidikan merupakan interaksi pendidik dengan peserta
didik, untuk mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung. Pendidikan bukan
sekadar memberikan pengetahuan atau nilai pelatihan keterampilan. Pendidikan
berfungsi mengembangkan apa yang secara potensi dan aktual telah memiliki
anak didik, peserta didik bukanlah gelas kosong yang harus diisi dari luar.
11 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 1998, Cet. ke-2, hlm. 1.
12 M. Ihsan Dacholfany, Peran Kepemimpinan Perguruan Tinggi Islam dalam Pembangunan Peradaban
Islami, NIZAM: Jurnal Studi Keislaman, No. 02 Juli–Desember 2013, hlm. 14.
13 Tatang S., Ilmu Pendidikan, Bandung: CV Pustaka Setia, 2012, hlm. 17.
14 M. Ihsan Dacholfany, Konsep Masyarakat Sipil dalam Islam, Jurnal Akademika, Vol. 17,
No. 1, 2012, hlm. 29.
AMZAH
34 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Anak didik telah memiliki potensi dan peran pendidik adalah mengarahkan
potensi tersebut sehingga berkembang.15
Pendidikan Islam ialah segala usaha secara sadar dan sengaja yang dilakukan
oleh orang dewasa untuk memimpin dan mempengaruhi perkembangan jasmanirohani
peserta didik berdasarkan ajaran Islam ke arah terbentuknya kepribadian
yang utama. Di bawah ini terdapat beberapa definisi tentang pendidikan Islam
menurut para ahli, yaitu sebagai berikut.
1. Menurut Ahmad D. Marimba: Pendidikan Islam ialah bimbingan jasmanirohani
berdasarkan hukum-hukum agama menuju terbentuknya kepribadian
utama menurut ukuran Islam.
2. Menurut Zakiyah Daradjat dkk.: Pendidikan Islam ialah pembentukan
kepribadian lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang
akan terwujud dalam amal perbuatan sesuai dengan petunjuk agama Islam.
3. Menurut Arifin: Pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang
bertakwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta
perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam
ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya.16
4. Menurut Yunus, pada dasarnya dua pengertian tentang pendidikan, yang
seringkali diperdebatkan, yaitu: Pertama, yang berpandangan bahwa
pendidikan pada dasarnya adalah merupakan proses pewarisan, penerusan,
dan sosialisasi perilaku individual dan sosial, yang telah menjadi model
panutan masyarakat secara baku. Kedua, yang mengartikan pendidikan
sebagai upaya fasilitatif yang memungkinkan terciptanya situasi atau
lingkungan di pelbagai potensi dasar yang dimiliki anak didik dapat
berkembang sesuai dengan tuntutan kebutuhan mereka pada zaman
mereka harus survive.
17
15 Ihsana El-Khuluqo, Manajemen PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini): Pendidikan Taman
Kehidupan Anak, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015, hlm. 2–3.
16 Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan, hlm. 103.
17 M. Yunus Abu Bakar, Pengaruh Paham Liberal dan Neoliberal terhadap Pendidikan Islam di
Indonesia, Ponorogo: Darussalam, 2012, hlm. 137.
AMZAH
Bab 2 Pendidikan Islam 35
Pendidikan Islam kaitannya dengan pembinaan keluarga sakinah ialah
bila ketentuan-ketentuan Allah Ø dan sunah Rasulullah yang mengatur
tentang tata cara kehidupan bersuami-istri itu diterapkan dalam rumah tangga,
insya Allah akan didapatkan keluarga yang sakinah.
B. DASAR PENDIDIKAN ISLAM
Adapun dasar pendidikan Islam adalah sebagai berikut.
1. Alquran. Alquran adalah kalam Allah yang mukjizat yang diturunkan
kepada penutup para nabi dan rasul dengan perantaraan malaikat yang
terpercaya (Jibril) tertulis dalam mushaf yang dinukil kepada kita yang
membacanya merupakan suatu ibadah diawali dengan Surah Al-Fâtihah
dan diakhiri dengan Surah An-Nâs.18
Adapun bunyi dari Surah Al-Fâtihah, yaitu
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang. Yang menguasai di Hari Pembalasan. Hanya Engkaulah yang kami
sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. Tunjukilah
kami jalan yang lurus. (Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri
nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula
jalan) mereka yang sesat. (QS. Al-Fâtihah (1): 1–7)19
18 Abdul Djalal H.A., Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Kalam, 2000, Cet. ke-2, hlm. 11.
19 QS. Al-Fâtihah (1): 1–7.
AMZAH
36 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Selain itu, bunyi Surah An-Nâs, yaitu
Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai)
manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) setan
yang biasa bersembunyi. Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia.
Dari (golongan) jin dan manusia.” (QS. An-Nâs (114): 1–6)20
2. As-Sunah. Sunah adalah perkataan, perbuatan, takrir (perbuatan para
sahabat Nabi yang dibiarkan atau didiamkan oleh Rasulullah yang berarti
boleh), sifat-sifat beliau dan segala sesuatu yang khusus tentang beliau.
3. Sikap perbuatan para sahabat. Para sahabat Nabi adalah orang-orang yang
diridai oleh Allah Ø karena itu sikap perbuatan mereka bisa menjadi suri
teladan bagi orang-orang yang bertakwa.
4. Ijtihad. Ijtihad ialah usaha-usaha orang yang fakih dalam ilmu agama Islam
dengan mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menentukan status
hukum sesuatu yang bersifat amali dari dalil-dalil yang terperinci, dalam
masa sesudah wafatnya Rasulullah .
C. TUJUAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Dalam menjalani kehidupan di dunia, manusia harus mengetahui arah dan
tujuan hidupnya. Dengan mengetahui arah dan tujuan hidupnya di dunia,
manusia akan mampu menjalani kehidupan ini dengan sebaik-baiknya. Untuk
itu manusia harus bertafakur tentang tujuan hidup yang hakiki.
20 QS. An-Nâs (114): 1–6.
AMZAH
Bab 2 Pendidikan Islam 37
Pendidikan Islam di Indonesia masih mengalami perbedaan pendapat, terutama
dalam menentukan pola, arah, dan capaian tertentu yang diinginkan,21
Pada dasarnya manusia diciptakan oleh Allah adalah untuk beribadah kepadaNya.22
Sebagaimana dalam Alquran Surah Az-Zâriyât ayat 56:
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku. (QS. Az-Zariyat (51): 56)23
Pendidikan agama Islam bertujuan untuk membina kepribadian anak,
khususnya tingkah laku, tutur kata, sopan santun, dan lain sebagainya. Adapun
tujuan pendidikan Islam menurut beberapa pakar pendidikan di bawah ini, di
antaranya, yaitu sebagai berikut.
1. Menurut Zakiyah Daradjat dkk., “Terbentuknya insan kamil dengan pola
takwa yang dapat mengalami perubahan, pertambahan atau berkurang,
orang yang sudah takwa masih perlu pendidikan sepanjang hayatnya guna
mengembangkan/meningkatkannya paling tidak untuk pemeliharaan, insan
kamil yang bertakwa tersebut akhirnya dapat menghadap Allah Ø.”24
2. Menurut Ibnu Khaldun maksudnya ialah “Beramal untuk akhirat, setelah
menemui Allah yang Mahakuasa ia telah menunaikan hak-hak Allah
yang diwajibkan kepadanya.”
3. Menurut Abdullah Fayad. Tujuan pendidikan Islam adalah: Persiapan
untuk hidup akhirat dan membentuk perorangan dengan ilmu pengetahuan
dan keterampilan untuk menunjang sukses hidup di dunia.25
21 M. Ihsan Dacholfany, Reformasi Pendidikan Islam dalam Menghadapi Era Globalisasi: Sebuah
Tantangan dan Harapan, Jurnal Akademika, Vol. 20, No. 01 Januari–Juni 2015, hlm. 179.
22 Cholil Umam & Fathul Fauzi, Sukses dan Bahagia Bersama Birrul Walidain, Surabaya:
Dakwah Digital Press, 2008, hlm. 9.
23 QS. Az-Zâriyât (51): 56.
24 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, 1992, Cet. ke-1,
hlm. 100.
25 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 26.
AMZAH
38 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
4. Menurut Al-Ghazali. Tujuan pendidikan Islam adalah untuk mendekatkan
diri kepada Allah Ø.
26
5. Arifin. Tujuan pendidikan Islam adalah mengembangkan pola kepribadian
manusia secara bulat yang mencakup semua aspek (jasmani, rohani, spiritual,
intelektual, ilmiah, maupun bahasa) yang diperlukan untuk hidup sebagai
individu maupun sebagai anggota masyarakat.27
Selain itu, tujuan khusus pendidikan Islam menurut Hasan Langgulung
adalah untuk menumbuhkan semangat agama dan akhlak, di antaranya yaitu
1. mengenalkan akidah Islam pada generasi muda;
2. menumbuhkan kesadaran terhadap agama termasuk prinsip dan dasardasar
akhlak mulia;
3. menanamkan keimanan (6 rukun iman);
4. menumbuhkan minat generasi muda untuk menambah pengetahuan;
5. menanamkan rasa cinta dan penghargaan kepada Alquran;
6. menumbuhkan rasa bangga terhadap sejarah Islam dan pahlawanpahlawannya;
7. menumbuhkan rasa rela, optimisme, kepercayaan diri, tanggung jawab,
menghargai kewajiban, tolong-menolong atas kebaikan dan takwa, kasih
sayang, cinta kebaikan, sabar, berjuang untuk kebaikan, memegang teguh
pada prinsip, membela, dan berkorban untuk agama dan tanah air;
8. mendidik naluri, motivasi dan keinginan generasi muda, membiasakan
menahan dan mengatur emosi dan membimbingnya dengan baik. Mengajarkan
adab kesopanan dalam pergaulan di rumah, sekolah, atau lingkungan
lainnya;
9. menanamkan iman yang kuat kepada Allah dengan menyuburkan hari
melalui zikir, takwa, dan takut kepada Allah;
26 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 2001, Cet. ke-4, hlm. 162.
27 Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan, hlm. 109.
AMZAH
Bab 2 Pendidikan Islam 39
10. membersihkan hati generasi muda dari rasa dengki, hasad, iri hati, benci,
kekasaran, kezaliman, egois, tipuan, khianat, nifak, ragu, perpecahan, dan
perselisihan.28
Secara rinci, tujuan pendidikan anak dalam Islam dapat disimpulkan
sebagai berikut.
1. Menjawab seruan Allah Ø.
2. Membentuk akidah dan keimanan anak-anak yang bersih.
3. Membentuk akhlak mulia dan perilaku sopan santun anak-anak.
4. Membentuk sisi sosial anak-anak yang bertanggung jawab.
5. Membangun sisi kejiwaan yang kokoh dan perasaan anak-anak.
6. Membentuk fisik yang kuat dan kesehatan tubuh anak-anak.
7. Membentuk rasa estetika, seni, dan kreativitas anak-anak.
Tujuan pendidikan anak dalam Islam begitu menyeluruh (komprehensif)
dan universal, menerobos ke berbagai aspek, baik aspek spiritual, intelektual,
imajinatif, jasmaniah, ilmiah, maupun bahasa. Oleh sebab itu, pendidikan anak
dalam kandungan harus mendorong semua aspek tersebut ke arah keutamaan
serta pencapaian semua kesempurnaan hidup berdasarkan nilai-nilai Islam.29
Selain itu, diharapkan dapat membina dan menghasilkan sumber daya manusia
Islami sehingga menghasilkan alumni yang bermutu dengan memiliki wawasan
ilmu pengetahuan, skill dan teknologi dan punya bekal iman dan takwa sehingga
dapat menguasai, mengembangkan dan mengaplikasikan dengan tetap dilandasi
nilai-nilai agama, moral, dan akhlak mulia sesuai dengan norma aturan agama
maupun pemerintah.30
28 Helmawati, Mengenal dan Memahami PAUD, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015, hlm.
70–71.
29 Ubes Nur Islam, Mendidik Anak dalam Kandungan: Optimalisasi Potensi Anak Sejak Dini,
Jakarta: Gema Insani Press, 2003, hlm. 11.
30 M. Ihsan Dacholfany, Inisiasi Strategi Manajemen Lembaga Pendidikan Islam dalam Daya
Manusia Meningkatkan Mutu Sumber Islami di Indonesia dalam Menghadapi Era Globalisasi,
Jurnal At-Tajdid, Volume. 1, No. 1 Januari–Juni 2017, hlm. 1.
AMZAH
40 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
D. DASAR PELAKSANAAN PENDIDIKAN ISLAM
Dasar pendidikan di suatu negara disesuaikan dengan dasar filsafat negaranya.
Oleh karena itu, dasar pendidikan Islam sesuai dengan filsafat hidup bangsa
Indonesia dan perundang-undangan yang secara langsung maupun tidak
langsung dapat dijadikan pegangan dalam melaksanakan pendidikan agama di
sekolah-sekolah ataupun di lembaga-lembaga pendidikan formal di Indonesia.
Dasar-dasar tersebut adalah sebagai berikut.
1. Dasar Ideal
Dasar ideal adalah dasar dari falsafah negara, yaitu “Pancasila”, dengan sila
pertamanya Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini mengandung pengertian bahwa
seluruh bangsa Indonesia harus percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa atau
tegasnya haruslah beragama. Dalam Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang
P-4 (Eka Prasetya Pancakarsa) disebut: “Bahwa dengan sila Ketuhanan Yang
Maha Esa bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketakwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karenanya, manusia Indonesia percaya dan takwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masingmasing
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.”
Untuk mendidik menjadikan manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa diperlukan adanya pendidikan agama yang dilaksanakan dalam
lembaga pendidikan formal, nonformal, dan informal. Dalam pendidikan sekolah
terlihat usaha positif yang dilakukan pemerintah dengan menjadikan bidang
studi “Pendidikan Agama” menjadi mata pelajaran wajib di sekolah-sekolah
mulai tingkat sekolah Dasar sampai ke Perguruan Tinggi, baik negeri maupun
swasta.
2. Dasar Struktural
Dasar struktural adalah UUD 1945; dalam Bab XI Pasal 29 ayat 1 dan 2 berbunyi:
Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan
beribadah menurut agama dan kepercayaan itu. TAP MPRS mengeluarkan
Ketetapan No. II/MPRS/1960 yang dalam Bab 2 Pasal 2 ayat (2) menyatakan:
AMZAH
Bab 2 Pendidikan Islam 41
“Pendidikan agama menjadi pelajaran di sekolah-sekolah mulai dari sekolah
dasar sampai universitas negeri, dengan pengertian bahwa murid-murid berhak
untuk tidak ikut serta jika wali murid-murid yang sudah dewasa menyatakan
keberatannya.”
Walaupun dengan ketetapan ini pendidikan agama di sekolah umum mulai
mendapat status yang agak kuat karena tidak mempengaruhi kenaikan kelas,
dan tidak dievaluasi seperti bidang studi lain serta tidak mempengaruhi nilai
prestasi anak. Ketetapan MPRS tanggal 5 Juli 1966 No. XXVII/MPRS/1966
Pasal 1 yang berbunyi: “Mengubah diktum Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960
Bab II Pasal 2 ayat (2), dengan menghapuskan kata” dengan pengertian bahwa
murid-murid berhak ikut serta, apabila wali murid/murid dewasa menyatakan
keberatannya, sehingga kalimatnya berbunyi: Menetapkan pendidikan agama
menjadi pelajaran di sekolah-sekolah dari Sekolah Dasar sampai dengan
Universitas.
Dengan adanya ketetapan tersebut, status pendidikan agama tidak lagi
bersifat fakultatif, tetapi sudah mempunyai kedudukan yang sama dengan mata
pelajaran lain. Namun, sekolah swasta tidak disebut dalam ketetapan ini. Selain
itu, terakhir dikokohkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional seperti berikut: Pendidikan
Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam
rumusan itu lebih ditegaskan, antara lain bahwa tujuan Pendidikan Nasional
adalah untuk meningkatkan kualitas manusia yang beriman dan bertakwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dengan sendirinya bidang studi Pendidikan
Agama haruslah menyatu dalam seperangkat kurikulum dalam setiap jenjang
pendidikan, apakah itu perguruan tinggi negeri atau swasta.31
E. PENGARUH PENDIDIKAN ISLAM TERHADAP ANAK
Sesungguhnya, anak itu adalah amanah Allah yang harus dibina, dipelihara, dan
diurus secara bersama serta sempurna agar kelak menjadi insan kamil, berguna
31 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 18–22.
AMZAH
42 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
bagi agama, bangsa dan negara, dan secara khusus dapat menjadi pelipur lara
orangtua, penenang hati ayah dan bunda serta sebagai kebanggaan keluarga.
Semua pengharapan yang positif dari anak tersebut tidaklah dapat terpenuhi tanpa
adanya bimbingan yang memadai, selaras, dan seimbang dengan tuntutan dan
kebutuhan fitrah manusi secara kodrat. Namun, semua itu tidak akan didapatkan
secara sempurna kecuali pada ajaran Islam, bersumber kepada wahyu Illahi yang
paling mengerti tentang hakikat manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya.
Pendidikan Islamlah yang paling tepat untuk diterapkan kepada anak-anak
karena sesuai dengan fitrah manusia. Pendidikan Islam mempunyai pengaruh
yang sangat penting bagi pembentukan kepribadian anak. Jika kita mendidik
anak dengan pendidikan Islam maka akan berpengaruh pada pola pikir tingkah
laku anak dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, kita sebagai orangtua
haruslah membiasakan anak-anak dengan menerapkan pendidikkan Islam.
Sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah dan setiap muslim harus
aktif menyuarakan kebenaran, melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar.32
F. SISTEM DAN METODE PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Sistem berasal dari bahasa Yunani “sistema” yang berarti suatu keseluruhan
yang tersusun dari banyak bagian (whole compounded of several parts).33
Di antara bagian-bagian itu terdapat hubungan yang berlangsung secara
teratur. Definisi sistem yang lain dikemukakan Anas Sudjana yang mengutip
pendapat Johnson, Kost, dan Rosenzweig sebagai berikut: “Suatu sistem adalah
suatu kebulatan/keseluruhan yang kompleks atau terorganisir; suatu himpunan
atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan/
keseluruhan yang kompleks.”34
32 Khoirurrijal dan Ihsan Dacholfany, Dampak LGBT dan Antisipasinya di Masyarakat, Jurai
Siwo Metro, Jurnal Nizham STAIN Jurai Siwo Metro, Vol. 05, No. 01 Januari–Juni 2016,
hlm. 114.
33 Tatang Amirin, Pengantar Sistem, Jakarta: Rajawali Press, 1886, hlm. 11.
34 Anas Sudjana, Pengantar Administrasi Pendidikan Sebagai suatu Sistem, Bandung: Rosda Karya,
1997, hlm. 21–26.
AMZAH
Bab 2 Pendidikan Islam 43
Menurut Campbel menyatakan bahwa sistem itu merupakan himpunan
komponen atau bagian yang saling berkaitan yang bersama-sama berfungsi
untuk mencapai suatu tujuan.
Menurut D.G. Ryans sistem adalah sejumlah elemen (objek, orang, aktivitas,
rekaman, informasi, dan lain sebagainya) yang saling berkaitan dengan proses dan
struktur secara teratur dan merupakan kesatuan organisasi yang berfungsi untuk
mewujudkan hasil yang dapat diamati (dapat dikenal wujudnya), sedangkan
tujuan yang tercapai. Menurut Sanafiah Faisal istilah sistem menuju kepada
totalitas yang bertujuan dan tersusun dari rangkaian unsur dari komponen.
J.W. Getzel and E.G. Guba mengemukakan pada umumnya sistem sosial
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
1. Terdiri dari unsur-unsur yang berkaitan antara satu sama lainnya.
2. Berorientasi pada tujuan (goal oriented) yang telah ditetapkan.
3. Di dalamnya terdapat peraturan-peraturan tata tertib berbagai kegiatan
sebagainya.35
Pengertian lainnya yang umum dipahami di kalangan awam adalah bahwa
sistem itu merupakan suatu cara untuk mencapai tujuan tertentu yang dalam
penggunaannya bergantung pada berbagai faktor yang erat hubungannya
dengan usaha pencapaian tujuan tersebut.
Dari keterangan di atas dapat dikatakan bahwa sistem merupakan hal
penting yang harus dibangun untuk menjalankan/menggerakkan maksud dari
sebuah cita-cita atau sebuah pekerjaan yang akan kita capai.
Setiap kegiatan pendidikan agama Islam seharusnya diorientasikan pada
pencapaian kompetensi yang berhubungan dengan pengembangan kecerdasan
emosional, sosial, intelektual, intelligence, terlebih lagi pada aspek spiritual,36
dalam mencapai tujuan yang diharapkan maka diperlukan media yang relevan
di antaranya yang berupa sistem dan metode.
35 Eneng Muslihah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Diadit Media, 2010, hlm. 123–124.
36 M. Ihsan Dacholfany, Reformasi Pendidikan Islam dalam Menghadapi Era Globalisasi: Sebuah
Tantangan dan Harapan, Jurnal Akademika, Vol. 20, No. 01 Januari–Juni 2015, hlm. 182.
AMZAH
44 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Sistem adalah keseluruhan yang terdiri dari komponen-komponen yang
masing-masing bekerja sendiri dalam fungsinya yang bersatu dari fungsi
komponen lainnya yang secara terpadu bergerak menuju ke arah satu tujuan
yang telah ditetapkan.37 Komponen sistem tersebut terdiri dari tujuan, materi,
dan evaluasi komponen ini membantu tercapainya tujuan pendidikan.
Sistem pendidikan khususnya secara makro merupakan usaha pengorganisasian
proses kependidikan yang berdasarkan proses ajaran Islam, yang
berdasarkan pendekatan sistematik sehingga dalam pelaksanaan operasionalnya
terdiri dari berbagai substansi dari jenjang pendidikan pradasar, menengah, hingga
perguruan tinggi yang harus memiliki kualitas keilmuan dan keteknologian yang
makin optimal bahwa setiap tingkat keimanan dan ketakwaan kepada Allah Ø
tetap menjiwai peserta pendidik sejalan dengan tuntunan Alquran yang menyatakan
bahwa Allah akan meninggikan derajat lebih tinggi bagi orang-orang
yang beriman, dan berilmu pengetahuan. Sesuai dengan Surah Al-Mujadilah
ayat 11 Allah berfirman:38
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, “Berilah
kelapangan di dalam majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan
memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,”
maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan
Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mujadilah (58): 11)
Sistem secara mikro, sistem kegiatan mengajar diprogram ke dalam struktur
kurikulum yang berjenjang pula sejak pendidikan pradasar sampai dengan
37 H.M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 1996, Cet. ke-5, hlm. 14.
38 QS. Al-Mujadilah (58): 11.
AMZAH
Bab 2 Pendidikan Islam 45
perguruan tinggi bahwa mutu dan tujuannya harus saling berkaitan sehingga
benar-benar efektif (tepat guna) dan efisien (berhasil guna) yang konsisten dan
relevan untuk tujuan alami pendidikan agama Islam yang mudah dicapai.
Metode berasal dari bahasa Yunani, “Methodos” yang berarti cara atau jalan
yang ditempuh, sehubungan dengan upaya ilmiah. Metode menyangkut masalah
cara kerja untuk dapat memahami objek yang terjadi sasaran ilmu yang akan
dicapai. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia metode adalah cara kerja yang
sistematis dan terpikir secara baik untuk mencapai tujuan yang ditentukan.39
Kata metode berasal dari bahasa Greek (Yunani) yang terdiri dari kata
“meta” yang berarti melalui, dan kata “hodos” yang berarti jalan. Jadi, metode
berarti jalan yang dilalui. Sebagaimana yang dikutip oleh Muhammad Noor
Syam, secara teknis menerangkan bahwa metode adalah sebagai berikut.
1. Suatu prosedur yang dipakai untuk mencapai suatu tujuan.
2. Suatu teknik mengetahui yang dipakai dalam proses mencari ilmu pengetahuan
dari suatu materi tertentu.
3. Suatu ilmu yang merumuskan aturan-aturan dari suatu prosedur.
Selain itu, ada pula yang menyebutkan metode merupakan suatu alat dalam
pelaksanaan pendidikan, yaitu yang digunakan dalam penyampaian materi
tersebut. Materi pelajaran yang mudah pun kadang-kadang sulit berkembang
dan sulit diterima oleh peserta didik, jika cara atau metode yang digunakannya
kurang tepat. Sebaliknya, suatu pelajaran yang sulit akan mudah diterima oleh
peserta didik, jika penyampaian dan metode yang digunakan mudah dipahami,
tepat, dan menarik.
Dalam dunia pendidikan terdapat berbagai macam metode mengajar yang
dalam penggunaannya harus disesuaikan dengan berbagai hal, seperti situasi
dan kondisi kegiatan belajar mengajar yang sedang berlangsung, fasilitas yang
tersedia, dan sebagainya harus disesuaikan dengan tujuan pendidikan yang
hendak dicapai.
39 Surayin, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Bandung: Yrama Widya, 2001, hlm. 342.
AMZAH
46 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Metode pendidikan agama Islam adalah sebagai jalan untuk menanamkan
pengetahuan agama pada diri seseorang sehingga terlihat dalam pribadi objek
sasaran, yaitu pribadi muslim. Selain itu, dengan kata lain metode pendidikan
agama Islam adalah sebagai cara untuk memahami, menggali, dan mengembangkan
ajaran Islam, berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.
Namun, dalam pelaksanaannya, faktor gurulah yang sangat menentukan
keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Jadi, bukan hanya terletak pada
bentuk metode mengajar maupun pada fasilitas yang tersedia. Dengan demikian,
keterampilan guru dalam penggunaan metode mengajar merupakan jaminan
tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan secara efektif dan efisien.
Dalam proses pendidikan Islam, metode mempunyai kedudukan sangat
signifikan untuk mencapai tujuan bahkan metode sebagai seni dalam mentransfer
ilmu pengetahuan atau materi pelajaran kepada siswa dianggap lebih signifikan
dibanding dengan materi sendiri. Suatu realita bahwa cara penyampaian yang
komunikatif lebih disenangi siswa walaupun sebenarnya materi yang disampaikan
sesungguhnya tidak terlalu menarik. Sebaliknya, materi yang cukup baik,
disampaikan dengan cara yang kurang menarik maka materi itu sendiri kurang
dapat dicerna siswa. Oleh karena itu, penerapan metode yang sangat tepat akan
mempengaruhi pencapaian keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Metode
yang tidak tepat akan berakibat terhadap pemakaian waktu yang tidak efisien.
Ada ungkapan yang harus diketahui bahwa “metode” lebih penting lebih
baik dengan bahan/materi, guru lebih penting dari metode itu sendiri, namun roh
(jiwa) pribadi guru jauh lebih penting dari kaidah dan guru itu sendiri, dalam
bahasa Arabnya: “Ath-thariqot ahammu minal maddah, wa al-mudarrisu ahammu
minal-atthoriqoh, wa ruhu-l-mudarissu ahammu min-al-mudarris nafsishi.”40 Metode
jauh lebih penting dibanding materi, sebaik apa pun tujuan pendidikan, tidak
didukung oleh metode yang tepat, tujuan tersebut sangat sulit untuk dapat
tercapai dengan baik, dan sebaik apa pun metodenya jika tidak didukung oleh
gurunya, akan sia-sia. Namun yang lebih penting adalah roh guru sangat lebih
40 M. Ihsan Dacholfany, Pendidikan Karakter Belajar ala Pesantren Gontor, CV Wali Media
Utama, Tangerang, 2015, hlm. 106.
AMZAH
Bab 2 Pendidikan Islam 47
penting dari segalanya. Oleh sebab itu, pemilihan metode pendidikan harus
dilakukan secara cermat, disesuaikan dengan berbagai faktor terkait, namun
guru juga tidak kalah pentingnya dari metode bahkan rohnya guru itu lebih
segalanya sehingga hasil pendidikan dapat sehingga menghasilkan mukmin yang
beriman dan bertakwa kepada Allah Ø41 karena semua yang dilakukan hanya
keikhlasan yang berlandaskan ibadah.
Namun, metode juga penting karena metode adalah cara yang digunakan
untuk mengimplementasikan rencana yang telah disusun dalam kegiatan nyata,
agar tujuan yang disusun tercapai secara optimal.42 Khusus yang mengenai metode
pendidikan agama Islam, sasaran prosesnya tidak hanya terbatas pada masalah
internalisasi dan tranformasi nilai-nilai agama atau tidak saja mengajarkan
agama, tetapi juga ilmu dan teknologi. Oleh sebab itu, metode pendidikan
agama Islam merupakan metode yang paling sesuai untuk diterapkan, dan faktor
iman dan takwa yang pada gilirannya melalui proses pengalaman dalam perilaku
pribadi atau individu maupun interaksi sosial dalam dunia pendidikan dapat
dijadikan dasar utama program kurikulum, baik dalam lembaga pendidikan
umum maupun keagamaan di Indonesia.
Keberhasilan pendidikan Islam pada masa Nabi, yaitu karena kepiawaian
Nabi dalam menggunakan metode pembelajaran yang tepat. Di antara metodemetode
yang sering digunakan oleh Nabi adalah metode ceramah, hafalan, tanya
jawab, dan sosiodrama dalam bentuk penulisan dan pengamalan.43 Namun, pada
umumnya metode pendidikan agama Islam yang sering digunakan di madrasah
adalah sebagai berikut: metode ceramah, diskusi, metode tanya jawab, dan lain
sebagainya.
Dari beberapa pengertian yang diformulasikan oleh para pakar di atas
tentang pengertian metode pendidikan Islam dapat diartikan sebagai jalan
untuk menanamkan pengetahuan agama pada diri seseorang sehingga dapat
41 M. Ihsan Dacholfany, Leadership Style in Character Education at The Darussalam Gontor
Islamic Boarding, Journal Al-Ulum, Volume 15 Number 2 December 2015, hlm. 447–464.
42 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, Jakarta: Kencana, 2008, hlm. 90.
43 Taqiyuddin, Sejarah Pendidikan: Melacak Geneologi Pendidikan Islam di Indonesia, Bandung:
Mulia Press, 2008, hlm. 67.
AMZAH
48 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
terlihat dalam pribadi objek sasaran, yaitu pribadi Islami. Selain itu, metode
pendidikan Islam dapat diartikan sebagai cara untuk memahami, menggali, dan
mengembangkan ajaran Islam, terus berkembang sesuai dengan perkembangan
zaman.
Nabi Muhammad juga telah memberikan beberapa metode atau cara
mendidik, contohnya dalam hadis sebagai berikut.
Suruhlah anak-anakmu bersembahyang apabila ia telah berumur tujuh tahun
dan apabila ia sudah berumur sepuluh tahun ia meninggalkan sembahyang itu
maka pukul ia. (HR. Tirmizi)
Adapun metode menurut Muhammad Qutb di dalam bukunya Minhajut
Tarbiyah Islamiyah menyatakan bahwa teknik metode pendidikan Islam itu
ada lima macam, yaitu sebagai berikut.
1. Metode pendidikan melalui teladan, yaitu merupakan salah satu teknik
pedidikan yang efektif dan sukses.
2. Metode pendidikan melalui nasihat. Di dalam jiwa terdapat pembawaan
untuk terpengaruh oleh kata-kata yang didengar, pembawaan itu biasanya
tidak tetap dan kata-kata harus diulang-ulang.
3. Metode pendidikan melalui cerita. Cerita mempunyai daya tarik yang
menyentuh perasaan manusia, bagaimanapun cerita sudah merajut hati
manusia dan akan mempengaruhi kehidupan mereka.
4. Metode pendidikan melalui kebiasaan. Kebiasaan mempunyai peranan
penting dalam kehidupan manusia karena itu menghemat banyak sekali
kekuatan manusia karena kebiasaan yang mudah melekat dan spontan agar
kekuatan itu dapat dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat.
5. Metode pendidikan melalui peristiwa-peristiwa. Hidup ini penuh perjuangan
dan merupakan pengalaman-pengalaman dengan berbagai peristiwa, baik
yang timbul karena tindakannya sendiri, maupun karena sebab-sebab di luar
kemampuannya. Guru yang baik tidak akan membiarkan peristiwa-peristiwa
itu berlalu begitu saja tanpa diambil menjadi pengalaman yang berharga,
AMZAH
Bab 2 Pendidikan Islam 49
ia mesti menggunakannya untuk membina, mengasuh, dan mendidik jiwa.
Oleh karena itu, pengaruhnya tidak boleh hanya sebentar itu saja.
Pada zaman sekarang pendidikan sangat beragam dan menggunakan
alat yang serba canggih, ada yang menggunakan televisi, komputer, dan lain
sebagainya. Maka dari itulah metode yang akurat adalah bagaimana caranya
menggunakan alat yang serba canggih itu supaya mudah menyampaikan materi
kepada anak-anak didik. Antara materi, metode, dan tujuan pendidikan harus
saling berkaitan dan mengembangkan sehingga benar-benar efektif (tepat guna)
dan efisien (berhasil guna). Sehingga konsisten dan relevan dengan tujuan
akhir pendidikan Islam yang hendak dicapai. Metode yang dapat digunakan
untuk meningkatkan kualitas hidup umat Islam khususnya di Indonesia adalah
metode-metode yang digali dari sumber-sumber pokok ajaran Islam sendiri, serta
metode-metode yang baru muncul akhir-akhir ini di dalam dunia pendidikan
yang tidak menghilangkan faktor keimanan dan nilai moralitas Islami.
Masa depan manusia adalah masa depan kehidupan Tekno, Bio, dan
Sosio, dan umat manusia berada dalam tahap kehidupan yang banyak diberi
kemudahan-kemudahan IPTEK yang canggih, di samping itu kehidupan masa
depan juga terkena dampak-dampak negatif dari kemajuan IPTEK yang pada
dasarnya lebih mengandalkan rasio (akal dan kecerdasan otak) daripada nilainilai
moral dan spiritual.
Pendidikan secara metodologis merupakan serangkaian proses berdasarkan
kaidah-kaidah teknologis yang pertama-tama dideteksi input-nya lebih dahulu,
apakah sesuai dengan produk yang hendak dicapai, kemudian disiapkan
seperangkat instrumen untuk memproses input tersebut, seefektif mungkin, dan
terakhir adalah produk kependidikan yang diharapkan bermutu sesuai yang
direncanakan.
Pendidikan Islam harus dilaksanakan oleh para pendidik yang profesional
karena memang sejalan dengan sabda Rasulullah sebagai berikut.
Jika suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah
akan saat kehancurannya (na’udzu billahi min dzalik).
AMZAH
50 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Arah perkembangan yang semakin maju dalam pendidikan Islam harus
dipandang sebagai tantangan yang penuh perjuangan. Oleh karena itu, perlu
perencanaan kegiatan pendidikan yang strategis. Strategi tersebut diwujudkan
dalam program pendidikan, mengintegrasikan pendidikan agama dengan ilmu
pengetahuan umum, atau memberi napas keimanan dan ketakwaan kepada
Allah pada setiap bidang studi pendidikan umum di semua jenjang sekolah
atau madrasah.
Khusus mengenai metode pendidikan Islam, sasaran prosesnya tidak hanya
terbatas pada masalah internalisasi dan transformasi nilai-nilai agama atau tidak
saja mengajarkan agama tetapi juga ilmu dan teknologi. Metode pendidikan
Islam adalah jalan yang harus dilalui bahwa faktor iman dan kemampuan
bertakwa dalam perilaku pribadi dan sosial, dijadikan pusat program kurikuler,
baik di lembaga pendidikan umum maupun keagamaan.
Tidak ada sebuah metode apa pun yang dianggap paling efektif tanpa
dikaitkan dengan kemampuan pendidikan dalam penerapannya. Oleh karena
itu, pendidikan profesional keguruan yang menjadikan produknya memiliki
kompetensi sebagai guru yang profesional, menjadi lebih penting lagi.
Pendidikan secara metodologis merupakan serangakaian proses berdasarkan
kaidah-kaidah teknologi, kemudian disiapkan seperangkat instrumen
untuk memproses metode tersebut seefektif mungkin. Jadi, jelas bahwa suatu
jenis metode yang efektif dan efisien direncanakan kaum teknolog didasarkan
atas pola dan mekanisme mesin-mesin.
Pada era kehidupan saat ini masyarakat banyak menyerahkan pendidikan
anak-anaknya kepada sekolah, padahal saat ini banyak terjadi krisis kependidikan
yang dikaitkan dengan faktor moralitas dan keterampilan yang kurang siap pakai
dalam dunia kerja.
Umat manusia perlu berani melakukan terobosan-terobosan baru dalam
menerapkan sistem dan metode yang mampu mengintegrasikan antara iman
dan ilmu serta teknologi modern. Inilah yang menjadi problem pokok dalam
strategi pendidikan Islam masa kini dan akan datang.
Krisis pendidikan itu pada hakikatnya bersumber dari krisis nilai-nilai dalam
masyarakat yang belum menemukan metode efektif. Nilai-nilai yang sangat rawan
AMZAH
Bab 2 Pendidikan Islam 51
terhadap dampak Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) tersebut adalah
nilai-nilai kultural yang sifat dasarnya relatif, berubah-ubah sesuai kecenderungan
masyarakat.
Untuk itu, sistem dan metode pendidikan Islam yang seharusnya antara
materi, metode, dan tujuan pendidikan harus saling berkaitan dan mengembangkan
sehingga benar-benar efektif (tepat guna) dan efisien (berhasil guna),
konsisten, dan relevan dengan tujuan akhir pendidikan Islam yang hendak
dicapai dan tentunya tanpa mengenyampingkan peran guru dan rohnya guru
dalam mengajar.
AMZAH
52 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
A. FILOSOFI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
Anak merupakan orang yang dianggap belum mampu bertanggung jawab
terhadap dirinya sendiri di bawah tanggung jawab orang lain, yaitu keluarga
(orangtua), masyarakat, dan pemerintah (negara).1
Anak lahir ke dunia sebagai tabularasa, atau lembar kosong menurut John
Locke. Anak sebagai lembaran kosong (children as blank tablets) mengasumsikan
tidak ada kode genetik atau watak bawaan lahir, yaitu anak lahir tanpa kecenderungan
apa pun terhadap perilaku apa pun kecuali sifat-sifat dasar yang
mencirikan manusia pada umumnya. Bagaimana anak menjadi sesuatu nantinya
bergantung semata-mata kepada hakikat dan kualitas pengalaman. Dengan
kata lain, lingkungan adalah penentu mereka. Perspektif “lembaran kosong”
mempunyai beberapa implikasi bagi pengajaran dan pengasuhan anak. Jika anak
dipandang seperti wadah kosong yang harus diisi pengalaman baik, menjadi tugas
guru untuk mengisinya, yaitu menyajikan pengetahuan tanpa perlu menimbang
kebutuhan, minat, atau kesiapan untuk belajar. Yang terpenting adalah anak
belajar apa pun yang diajarkan padanya. Anak menjadi apa yang orang dewasa
perbuat kepada mereka.2
1 Rahmat Rosyadi, Pendidikan Islam dalam Pembentukan Karakter Anak Usia Dini, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2013, hlm. 32.
2 George S. Morrison, Pendidikan Usia Dini Saat Ini, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016,
hlm. 216–217.
PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI
BAB 3
AMZAH
Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 53
Selain itu, anak dipandang oleh Rousseau dan Froebel sebagai tanaman
yang bertumbuh (children as growing plants), dan guru dan orangtua berperan
layaknya tukang kebun. Ini sebabnya Froebel menamai programnya kindergarten
yaitu “garden of children” atau taman/kebun anak-anak. Kelas dan rumah
adalah kebun bahwa anak tumbuh dan menjadi dewasa dalam harmoni pola
pertumbuhan alami mereka. Ketika anak bertumbuh kembang menjadi semakin
dewasa, mereka menyingkapkan (unfolding) dirinya, layaknya bunga yang mekar
di dalam kondisi yang tepat. Dengan kata lain, akan menjadi apa anak nantinya
adalah hasil dari pertumbuhan alami dan sebuah lingkungan yang membuatnya
tumbuh. Dua kunci utama penyingkapan alamiah ini adalah bermain dan
kesiapan. Isi dan proses pembelajaran dimasukkan ke dalam permainan, dengan
bahan dan aktivitas pembelajaran dimasukkan dalam permainan, ketika bahan
dan aktivitas pembelajaran dirancang untuk mempromosikan permainan.
Kurangnya kesiapan untuk belajar mengindikasikan bahwa anak belum cukup
matang dan proses alamiah “penyingkapan” diri belum terjadi.
Selanjutnya, anak dipandang sebagai properti (children as property) sudah
lama muncul dalam sejarah. Dasarnya adalah anak merupakan properti orangtuanya
atau lembaga sosial tertentu. Pandangan ini dijustifikasi sebagian oleh
ide, sebagai pencipta anak, orangtua memiliki hak atas diri mereka dan masa
depannya. Orangtua memiliki otoritas luas dan yurisdiksi pasti atas anakanaknya.
Definisi anak usia dini menurut National Association for the Education Young
Children (NAEYC) menyatakan bahwa anak usia dini atau “early childhood”
merupakan anak yang berada pada usia nol sampai delapan tahun. Pada masa
tersebut merupakan proses pertumbuhan dan perkembangan dalam berbagai
aspek dalam rentang kehidupan manusia. Proses pembelajaran terhadap anak
harus memperhatikan karakteristik yang dimiliki dalam tahap perkembangan
anak.3
3 Ahmad Susanto, Pendidikan Anak Usia Dini: Konsep dan Teori, Jakarta: Bumi Aksara,
2017, hlm. 1.
AMZAH
54 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Masa usia dini merupakan masa paling penting untuk sepanjang kehidupannya,
masa usia dini adalah masa pembentukan fondasi dan dasar kepribadian
yang akan menentukan pengalaman selanjutnya. Demikian pentingnya usia dini,
kebutuhan anak usia dini mutlak dipenuhi. Perubahan dalam satu dimensi akan
mempengaruhi dimensi lainnya. Banyak para ahli yang menilai bahwa periode
5 tahun sejak kelahiran akan menentukan perkembangan selanjutnya. Baik
ahli pendidikan, pakar psikologi anak, maupun kalangan ahli gizi melihat betapa
pentingnya pemberian pengasuhan dan pemenuhan kebutuhan bagi anak usia
dini.4
Anak usia dini adalah usia 0–7 tahun disebut sebagai masa anak kecil
(masa bermain) usia 7–14 tahun disebut masa anak-anak (masa belajar atau
masa sekolah rendah).5
Anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan
sampai usia 6 tahun. Usia ini merupakan usia yang sangat menentukan dalam
pembentukan dan kepribadian anak. Usia dini merupakan usia ketika anak
mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Usia dini merupakan
periode awal yang paling penting dan mendasar dalam sepanjang rentang
pertumbuhan serta perkembangan kehidupan manusia. Masa ini ditandai oleh
berbagai periode yang mendasar dalam kehidupan anak selanjutnya sampai
periode akhir perkembangannya. Salah satu periode yang menjadi penciri masa
usia dini adalah the golden age atau periode keemasan.6
Anak usia dini merupakan usia yang paling penting dalam membentuk
potensi yang dimiliki anak. Potensi jasmani, rohani, maupun akal dan keterampilan
akan berkembang menjadi lebih baik ketika dibina sejak usia dini
ini. Sejak dalam kandungan, orangtua hendaknya sudah harus merawat anak
dengan baik. Memperhatikan hal-hal yang akan memengaruhi tumbuh kembang
anak sehingga ia akan tumbuh normal. Begitu pula ketika lahir, orangtua harus
mengetahui bagaimana cara merawat, memelihara, menjaga, mengasuh, dan
4 Hasnida, Analisis Kebutuhan Anak Usia Dini, Jakarta: Luxima, 2014, hlm. 1.
5 Yedi Kurniawan, Pendidikan Anak Sejak Dini Hingga Masa Depan (Tinjauan Islam dan
Permasalahannya), Jakarta: CV Firdaus, 1992, hlm. 16.
6 Novan Ardy Wiyani & Barnawi, Format PAUD: Konsep, Karakteristik, & Implementasi
Pendidikan Anak Usia Dini, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2016, hlm. 32.
AMZAH
Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 55
mendidik mereka. Jika ada hal-hal yang belum diketahui tentang bagaimana
cara merawat, menjaga, mengasuh, memelihara, dan mendidik anak-anak,
orangtua harus belajar.7
Masa anak menjadi masa yang paling tepat untuk menginternalisasikan
nilai-nilai yang diyakini kemanfaatannya, agar dapat diaplikasikan dalam
kehidupannya. Pada masa usia anak-anak, seseorang memiliki nuansa spesifik
dan kondisi yang “siap” untuk merespons input-input baru. Robert Havighurst
sebagaimana dikutip oleh Muhibbin Syah, menjelaskan ciri-ciri utama masa
anak-anak late childhood, yang berlangsung antara usia 6 sampai 12 tahun,
yaitu sebagai berikut.
Memiliki dorongan untuk keluar dari rumah dan memasuki kelompok
sebaya (peer group). Keadaan fisik yang memungkinkan atau mendorong anak
memasuki dunia permainan dan pekerjaan yang membutuhkan keterampilan
jasmani. Memiliki dorongan mental untuk memasuki dunia konsep, logika,
simbol, dan komunikasi yang luas.
Ciri tersebut akan memberikan dampak pada pertumbuhan dan perkembangan
anak yang siap untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan
lingkungan yang ada di sekitarnya, khususnya lingkungan keluarga. Sebab itu,
ke mana pun anak bercengkerama dan berpetualang dengan lingkungannya,
ia akan senantiasa merindukan dan berharap dari lingkungan keluarganya.8
Pendidikan masa kanak-kanak memegang peran penting dan sangat
esensial memberikan pengaruh yang sangat dalam, yang mendasari proses
pendidikan dan perkembangan anak selanjutnya. Freud memandang usia lima
tahun pertama pada masa kanak-kanak sebagai masa terbentuknya kepribadian
dasar individu.9
Setiap anak yang dilahirkan mempunyai fitrah Ilahiah, yaitu
kekuatan untuk mendekati Tuhan dan cenderung berperilaku baik. Ibarat
bangunan, fitrah adalah fondasi sehingga bangunan (manusia) yang berdiri di
7 Helmawati, Mengenal dan Memahami PAUD, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015, hlm.
41–42.
8 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2010, hlm. 48.
9 Eti Nurhayati, Psikologi Pendidikan Inovatif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011, hlm. 3.
AMZAH
56 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
atasnya mestinya adalah bangunan kebaikan dan jika terjadi sebaliknya, pasti
ada faktor penyebabnya.10
Anak merupakan amanah yang harus ditunaikan oleh orangtuanya,
anak pada usia dini hatinya masih suci, bersih putih. Ia bagaikan permata yang
berharga lagi indah terbebas dari semua kotoran dan kontaminasi, ia siap dipola,
diwarnai, dan mempunyai sifat yang cenderung untuk mengikuti siapa yang
mempengaruhinya. Seandainya ia berbuat baik, kebaikan itu tidak hanya akan
kembali kepada dirinya, namun juga kepada orangtuanya dan setiap pendidik
yang telah mendidiknya. Sebaliknya, ia berbuat kejahatan maka kejahatan itu
tidak hanya akan kembali kepada dirinya saja, namun kepada pendidik yang
mendidiknya.
Bagi para pendidik selayaknyalah untuk mengetahui fase-fase perkembangan
anak agar dalam melaksanakan pendidikan kepada anak tidak jauh dari
kesadaran yang diharapkan. Dengan mengetahui fase-fase perkembangan akan
memudahkan untuk mempelajari dan memahami jiwa anak.
PAUD sebagai pendidikan yang diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan
dasar, memiliki kelompok sasaran anak usia 0–6 tahun yang sering
disebut sebagai masa emas perkembangan. Di samping itu, pada usia ini anakanak
masih sangat rentan yang apabila penanganannya tidak tepat justru dapat
merugikan anak itu sendiri. Oleh karena itu, penyelenggaraan PAUD harus
memperhatikan dan sesuai dengan tahap-tahap perkembangan anak.11
PAUD adalah usaha sadar dan terprogram dalam memberikan stimulasi
edukatif yang ditujukan untuk menumbuhkembangkan potensi anak usia 0–6
tahun secara optimal di lembaga PAUD. Potensi yang ditumbuhkan secara optimal,
yaitu potensi fisik anak usia dini yang mencakup motorik kasar dan motorik
halus. Namun, potensi yang dikembangkan mencakup potensi, di antaranya,
yaitu agama, moral, intelektual (kognitif), bahasa, seni, sosial, dan emosi.12
10 Munif Chatib, Orangtuanya Manusia, Bandung: Kaifa, 2012, hlm. 24.
11 Mukhtar Latif, Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta: Kencana, 2016, hlm. 3.
12 Novan Ardy Wiyani, Kapita Selekta PAUD: Alternatif-Solusi Problematika Penyelenggaraan
PAUD, Yogyakarta: Gava Media, hlm. 181.
AMZAH
Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 57
Pada hakikatnya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan pendidikan
yang diselenggarakan dengan tujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan
dan perkembangan anak secara menyeluruh atau menekankan pada pengembangan
seluruh aspek kepribadian anak. Oleh karena itu, PAUD memberi
kesempatan kepada anak untuk mengembangkan kepribadian dan potensi
secara maksimal. Konsekuensinya, lembaga PAUD perlu menyediakan berbagai
aspek perkembangan, seperti: kognitif, bahasa, sosial, emosi, fisik, dan motorik.
Secara institusional, PAUD juga dapat diartikan sebagai salah satu bentuk
penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke
arah pertumbuhan dan perkembangan, baik koordinasi motorik (halus dan
kasar), kecerdasan emosi, kecerdasan jamak, maupun kecerdasan spiritual.
Sesuai dengan keunikan dan pertumbuhan anak usia dini, penyelenggaraan
pendidikan bagi anak usia dini disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan
yang dilalui oleh anak usia dini itu sendiri.13
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) diarahkan untuk memfasilitasi tumbuh
kembang anak secara sehat dan optimal sesuai dengan nilai, norma, dan harapan
masyarakat. Pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses
peningkatan kualitas sumber daya manusia.14 Pendidikan tersebut dilakukan
melalui pemberian pengalaman dan rangsangan yang kaya dan maksimal.
Oleh karena itu, diperlukan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan dan
perkembangan anak.15
Pendidikan anak usia dini dapat dimaknakan sebagai semua proses yang
mengarah pada bantuan pemeliharaan jiwa manusia untuk selalu berada dalam
kemaslahatan hidup, baik di dunia maupun di akhirat, dan membantu agar
fitrah yang merupakan kecakapan potensial yang dibawa sejak kelahirannya
13 Suyadi & Maulidya Ulfah, Konsep Dasar PAUD, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015,
hlm. 17.
14 M. Ihsan Dacholfany, Inisiasi Strategi Manajemen Lembaga Pendidikan Islam dalam Daya
Manusia Meningkatkan Mutu Sumber Islami di Indonesia dalam Menghadapi Era Globalisasi,
Jurnal At-Tajdid, Volume 1, No. 1 Januari–Juni 2017, hlm. 12.
15 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Model Penyelenggaraan PAUD Terpadu dengan
Perpustakaan Mainan, Balai Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal Regional I,
Medan, 2011, hlm. 1.
AMZAH
58 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
dapat berkembang secara maksimal sesuai dengan ketentuan dalam syariat
Islam.16
Adapun definisi pendidikan anak usia dini, para ahli memaparkan tentang
definisi pendidikan anak usia dini, di antaranya sebagai berikut.17
Jean Jacques Rousseau, menyarankan bahwa pendidikan anak usia dini
hendaklah “kembali ke alam” (a return to nature) dan pendekatan yang digunakan
bersifat alamiah yang dikenal dengan “naturalisme”, dalam artian bahwa anak
akan berkembang tanpa hambatan. Dengan pendidikan yang bersifat alamiah
akan menghasilkan dan memacu berkembangnya kualitas semacam kebahagiaan,
spontanitas, dan rasa ingin tahu.
Friederich Wilhelm Froebel. Beliau dikenal karena menciptakan “Garden of
Children atau Kindergarten” (Taman Kanak-Kanak) pandangan Froebel terhadap
pendidikan merupakan sarana untuk membantu perkembangan anak secara
wajar. Ia menggunakan taman sebagai suatu simbol dari pendidikan anak. Selain
itu, pendidikan TK harus mengikuti sifat dari anak, bermain dipandang sebagai
suatu metode dari pendidikan dan cara dari anak untuk meniru kehidupan
orang dewasa dengan wajar. Kurikulum yang dirancang oleh Froebel meliputi
pekerjaan, kegiatan seni dan keahlian dengan bermain lilin (clay), kayu dan
kotak-kotak, juga dengan menggunting-gunting kertas, menganyam, melipat
kertas serta menusuk-nusuk kertas. Adapun kegiatan lain menyanyi, bermain,
berbahasa, dan aritmatika.
Maria Montessori, beliau adalah dokter dan antropolog wanita Italia
yang pertama. Montessori memandang bahwa perkembangan anak usia dini
merupakan suatu proses yang berkesinambungan. Ia juga memahami bahwa
pendidikan merupakan aktivitas diri, mengarah pada pembentukan disiplin
pribadi, kemandirian, dan pengarahan diri. Montessori menyebut sekolahnya
dengan Casa Dei Bambini atau rumah anak. Adapun tujuan utama dari
pendidikan ialah perkembangan secara individual yang menitikberatkan pada
16 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: Remaja
Rosdakarya, Cet. ke-2, 2004, hlm. 9.
17 Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Prasekolah, Jakarta: Rineka Cipta, 2003, hlm. 3.
AMZAH
Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 59
perkembangan fisik, sosial, emosional, dan keterampilan intelektual yang
meliputi: pengembangan konsentrasi, keterampilan mengamati, kesadaran
memahami tingkatan dan urutan, koordinasi, kesadaran dalam melakukan
persepsi dan keterampilan membaca dan menulis, terbiasa dengan hal-hal yang
bersifat seni yang kreatif, memahami dunia alam lingkungan, memahami ilmu
sosial, berpengalaman dengan keterampilan yang bersifat teknik menyelesaikan
masalah.
J. McVicker Hunt, menyatakan bahwa dalam pendidikan prasekolah hendaklah
sering melakukan program intervensi, program ini akan dapat meningkatkan
pengalaman anak, baik melalui pengamatan maupun percakapan.
Adapun tokoh-tokoh mutakhir dalam bidang PAUD, di antaranya sebagai
berikut.
1. Constance Kamii, menurut beliau pendidikan harus didasarkan pada tujuan
jangka panjang suatu perkembangan dari seluruh kepribadian, khususnya
ditekankan pada perkembangan intelektual dan moral. Bahwa konsep
autonomy merupakan tujuan dari semua aspek bentuk pendidikan. Ia yakin
bahwa anak-anak sebaiknya mengetahui apakah pekerjaan yang dilakukan
benar atau salah tanpa banyak bergantung kepada orang dewasa.
2. David Elkind, menurut beliau bahwa anak-anak membutuhkan dukungan
yang kuat untuk bermain dan berkegiatan yang dipilih sendiri dengan tujuan
untuk dapat bertahan dalam stres yang ada sekarang dalam lingkungan
anak. Beliau percaya bahwa anak-anak tidak dapat dipersiapkan untuk
menghadapi stres dengan mengalami lebih dahulu pada awal kehidupan
mereka. Elkind mengingatkan akan bahaya terhadap pemaksaan anakanak
yang terlalu muda dengan tugas akademik yang belum waktunya.
3. Lilian Katz, menitikberatkan PAUD pada proses belajar mengajar. Selain
itu, tugas guru ialah memikirkan tentang dampak pendidikan terhadap
pengalaman anak. Bagi Katz sekolah merupakan tempat pemerolehan
pengetahuan, sikap, keterampilan, dan watak.18
18 Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Prasekolah, Jakarta: Rineka Cipta, 2003, hlm. 14.
AMZAH
60 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Pada saat perkembangan tertentu, anak-anak secara umum memperlihatkan
ciri-ciri dan tingkah laku yang hampir sama, kecuali pada pribadi tertentu.
Karena itu, para psikolog membagi masa perkembangan ke dalam beberapa fase.
Para psikolog ini membagi fase-fase perkembangan ini secara berbeda-beda sesuai
dengan dasar pemikiran dan latar belakang serta kepentingannya masing-masing.
Pada masa pra operasional proses berpikir anak berpusat kepada penguasaan
simbol-simbol (kata-kata) yang mampu mengungkapkan pengalaman masa lalu.
Menurut pandangan orang dewasa cara berpikir dan tingkah laku anak tidak
logis, dan masa operasional konkret proses bahwa anak telah mampu membedabedakan
sifat dalam mengenal bagian-bagiannya, sudah mulai berpikir secara
abstrak dan mencapai tingkat berpikir abstrak dan pengamatannya sudah nyata.
Anak usia dini tidak dapat melihat sesuatu dari pandangan orang lain, pada
tahap ini sifat egosentrisme (mementingkan diri sendiri) bukanlah sesuatu yang
negatif, tetapi merupakan suatu proses perkembangan yang normal. Pada periode
itulah diletakkan dasar struktur perilaku kompleks yang dibangun sepanjang
kehidupan anak. Aktivitas anak yang berhubungan langsung dengan bendabenda
yang konkret merupakan makanan bagi kecerdasan anak. Kewajiban
orangtua, guru, atau orang dewasa lainnya untuk menyediakan kemungkinan
yang optimal bagi perkembangan anak, baik di rumah maupun sekolah.19
B. ASPEK PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI
Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang masih harus dikembangkan.
Anak memiliki karakteristik tertentu yang khas dan tidak sama
dengan orang dewasa, mereka selalu aktif, dinamis, antusias, dan ingin tahu
terhadap apa yang dilihat, didengar, dirasakan, mereka seolah-olah tidak
pernah bereksplorasi dan belajar. Anak bersifat egosentris, memiliki rasa ingin
tahu secara alamiah, merupakan makhluk sosial, unik, kaya dengan fantasi,
memiliki daya perhatian yang pendek, dan merupakan masa yang paling
potensial untuk belajar.20
19 Kartini Kartono, Mengenal Dunia Kanak-Kanak, Jakarta: Rajawali, 1985, Cet. ke-1, hlm. 62.
20 Mursid, Belajar dan Pembelajaran PAUD, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015, hlm. 33–34.
AMZAH
Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 61
Pada rentang usia lahir sampai 6 tahun anak mengalami masa keemasan
(the golden years) yang merupakan masa ketika anak mulai peka/sensitif
untuk menerima berbagai rangsangan. Masa peka adalah masa terjadinya
kematangan fungsi fisik dan psikis, masa peka anak masing-masing berbeda,
seiring dengan laju pertumbuhan dan perkembangan anak secara individual.
Masa ini juga merupakan masa peletak dasar pertama untuk mengembangkan
kemampuan kognitif, sosio emosional, gerak motorik, bahasa pada anak usia
dini. Usia dini merupakan masa perkembangan yang sangat menentukan masa
depan bangsa.21
Anak usia dini merupakan masa yang tepat untuk melakukan pendidikan.
Pada masa ini anak sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan
yang luar biasa. Anak belum memiliki pengaruh negatif yang banyak dari luar
atau lingkungannya. Dengan kata lain, orangtua maupun pendidik akan lebih
mudah mengarahkan anak menjadi lebih baik. Anak usia dini merupakan masa
yang sangat cemerlang untuk dilakukan dan diberikan pendidikan. Banyak ahli
menyebutnya masa tersebut sebagai golden age, yaitu masa-masa keemasan yang
dimiliki oleh seorang anak, atau masa bahwa anak mempunyai potensi yang
sangat besar untuk berkembang. Pada usia ini 90% dari fisik otak anak sudah
terbentuk.22
Setiap organisme pasti mengalami peristiwa perkembangan selama hidupnya.
Perkembangan ini meliputi seluruh bagian dengan keadaan yang dimiliki oleh
organisme ini, baik yang bersifat konkret maupun yang bersifat abstrak. Jadi, arti
peristiwa perkembangan itu, khususnya perkembangan manusia, tidak hanya
tertuju pada aspek psikologis saja, tetapi juga aspek biologis. Perkembangan
merupakan suatu perubahan, dan perubahan ini tidak bersifat kuantitatif,
melainkan kualitatif. Perkembangan tidak ditekankan segi material, melainkan
pada segi fungsional.23
21 Yuliani Nurani Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta: PT Indeks,
2009, hlm. 2.
22 Maimunah Hasan, Pendidikan Anak Usia Dini, Yogyakarta: Diva Press, 2009, hlm. 30.
23 Ahmad Susanto, Perkembangan Anak Usia Dini: Pengantar dalam Berbagai Aspeknya,
Jakarta: Kencana, 2011, hlm. 19.
AMZAH
62 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Salah satu ciri tertentu masa bayi merupakan ciri khas yang membedakannya
dengan periode-periode lain dalam rentang kehidupan, demikian pula
halnya dengan ciri tertentu dari periode awal masa kanak-kanak. Dalam
kehidupan anak ada 2 proses yang beroperasi secara continue, yaitu pertumbuhan
dan perkembangan. Kedua proses ini berlangsung secara independen,
saling bergantung satu dengan yang lainnya. Kedua proses ini tidak berlaku
dipisahkan dalam bentuk yang murni dan berdiri sendiri. Agar lebih mudah
dipahami, penulis akan memberikan pengertian tentang pertumbuhan dan
perkembangan.
Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses
pematangan fungsi-fungsi fisik, yang berlangsung secara normal pada diri anak yang
sehat dalam waktu tertentu.24 Perkembangan adalah perubahan-perubahan yang
dialami individu atau organisme menuju kedewasaannya atau kematangannya
yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan, baik
fisik maupun psikis.25 Selain itu, arti pertumbuhan (growth) menunjuk pada
perubahan kuantitatif, yaitu yang dapat dihitung dan diukur, seperti panjang
atau berat tubuh. Akan tetapi, perkembangan tidak terbatas pada pengertian
pertumbuhan yang semakin membesar, melainkan di dalamnya juga terkandung
serangkaian perubahan yang berlangsung secara terus-menerus dan bersifat
tetap dari fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah yang dimiliki individu menuju
ke tahap kematangan melalui pertumbuhan, pematangan, dan belajar.26
Perkembangan anak usia dini yang terentang antara usia empat sampai dengan
enam tahun merupakan bagian dari perkembangan manusia secara keseluruhan.
Anak merupakan bagian terpenting dari seluruh proses pertumbuhan manusia,
pada masa anak-anaklah sesungguhnya nilai karakter dasar seseorang dibentuk.
Berkualitas atau tidaknya seseorang di masa dewasa sangat dipengaruhi oleh
proses pengasuhan dan pendidikan yang diterima di masa kanak-kanaknya.
24 Zusy Aryanti, Psikologi Perkembangan, Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2015, hlm. 3.
25 Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2000, Cet. ke-1, hlm. 15.
26 Desmita, Psikologi Perkembangan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013, hlm. 4–5.
AMZAH
Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 63
Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi pembentukan dan pertumbuhan
anak adalah orangtua, sekolah, dan lingkungan yang ketiganya saling berkaitan.
Terdapat 6 aspek perkembangan anak usia dini, yaitu sebagai berikut.
1. Kesadaran personal. Permainan yang kreatif memungkinkan perkembangan
kesadaran personal. Bermain mendukung anak untuk tumbuh secara
mandiri dan memiliki kontrol atas lingkungannya. Melalui bermain, anak
dapat menemukan hal yang baru, bereksplorasi, meniru, dan mempraktikkan
kehidupan sehari-hari sebagai sebuah langkah dalam membangun
keterampilan menolong dirinya sendiri, keterampilan ini membuat anak
merasa kompeten.
2. Pengembangan emosi. Melalui bermain, anak dapat belajar menerima,
berekspresi dan mengatasi masalah dengan cara yang positif. Bermain juga
memberikan kesempatan pada anak untuk mengenal diri mereka sendiri
dan untuk mengembangkan pola perilaku yang memuaskan dalam hidup.
3. Membangun sosialisasi. Bermain memberikan jalan bagi perkembangan
sosial anak ketika berbagi dengan anak lain. Bermain adalah sarana yang
paling utama bagi pengembangan kemampuan bersosialisasi dan memperluas
empati terhadap orang lain serta mengurangi sikap egosentrisme. Bermain
dapat menumbuhkan dan meningkatkan rasa sosialisasi anak. Melalui
bermain anak dapat belajar perilaku prososial seperti: menunggu giliran,
kerja sama, saling membantu, dan berbagi.
4. Pengembangan komunikasi. Bermain merupakan alat yang paling kuat
untuk membelajarkan kemampuan berbahasa anak. Melalui komunikasi
inilah anak dapat memperluas kosakata dan mengembangkan daya penerimaan
serta pengekspresian kemampuan berbahasa mereka melalui
interaksi dengan anak-anak lain dan orang dewasa pada situasi bermain
spontan.
5. Pengembangan kognitif. Bermain dapat memenuhi kebutuhan anak untuk
secara aktif terlibat dengan lingkungan, untuk bermain dan bekerja dalam
menghasilkan suatu karya, serta untuk memenuhi tugas-tugas perkembangan
kognitif lainnya. Selama bermain, anak menerima pengalaman baru,
memanipulasi bahan dan alat, berinteraksi dengan orang lain dan mulai
AMZAH
64 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
merasakan dunia mereka. Bermain menyediakan kerangka kerja pada anak
untuk mengembangkan pemahaman tentang diri mereka sendiri, orang lain
dan lingkungan.
6. Pengembangan kemampuan motorik. Bermain memberikan kesempatan
yang luas untuk bergerak pada anak, pengalaman belajar untuk menemukan
aktivitas sensori motor, yang meliputi penggunaan otot-otot besar dan
kecil memungkinkan anak untuk memenuhi perkembangan perseptual
motorik.27
Tabel 1.1.
Tingkat Pencapaian Perkembangan
Kelompok Usia 4 Tahun – ≤6 Tahun28
Usia 4–<5 Tahun Usia 5–≤6 Tahun
I. Nilai-Nilai Agama
dan Moral
- Mengenal Tuhan melalui
agama yang dianutnya.
- Meniru gerakan
beribadah.
- Mengucapkan doa
sebelum dan sesudah
melakukan sesuatu.
- Mengenal perilaku baik/
sopan dan buruk.
- Membiasakan diri
berperilaku baik.
- Mengucapkan salam dan
membalas salam.
- Mengenal agama yang
dianut.
- Membiasakan diri
beribadah.
- Memahami perilaku
mulia (jujur, penolong,
sopan, dan hormat).
- Membedakan perilaku
baik dan buruk.
- Mengenal ritual dan hari
besar agama.
- Menghormati agama
orang lain.
27 Yuliani Nurani Sujono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta: PT Indeks, 2009,
hlm. 62.
28 Novan Ardy Wiyani & Barnawi, Format PAUD: Konsep, Karakteristik, & Implementasi
Pendidikan Anak Usia Dini, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2016, hlm. 193–197.
No. Lingkup
Perkembangan
Tingkat Pencapaian Perkembangan
AMZAH
Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 65
II. Fisik Motorik Kasar - Menirukan gerakan
binatang, pohon tertiup
angin, pesawat terbang,
dan sebagainya.
- Melakukan gerakan
menggantung atau
bergelayut.
- Melakukan gerakan
melompat, meloncat,
dan berlari secara
terkoordinasi.
- Melempar sesuatu
secara terarah.
- Menangkap sesuatu
secara tepat.
- Melakukan gerakan
antisipasi.
- Menendang sesuatu
secara terarah.
- Memanfaatkan alat
permainan di luar kelas.
- Melakukan gerakan
tubuh secara
terkoordinasi untuk
melatih kelenturan,
keseimbangan, dan
kelincahan.
- Melakukan koordinasi
gerakan kaki, tangan,
kepala dalam menirukan
tarian atau senam.
- Melakukan permainan
fisik dengan aturan.
- Terampil menggunakan
tangan kanan dan kiri.
- Melakukan kegiatan
kebersihan diri.
Motorik Halus - Membuat garis vertikal,
horizontal, lengkung
kiri/kanan, miring kiri/
kanan, dan lingkaran.
- Menjiplak bentuk.
- Mengoordinasikan
mata dan tangan untuk
melakukan gerakan
yang rumit.
- Melakukan gerakan
manipulatif untuk
menghasilkan suatu
bentuk dengan
menggunakan berbagai
media.
- Mengekspresikan diri
dengan berkarya seni
menggunakan berbagai
media.
- Menggambar sesuai
gagasannya.
- Meniru bentuk.
- Melakukan eksplorasi
dengan berbagai media
dan kegiatan.
- Menggunakan alat tulis
dengan benar.
- Menggunting sesuai
dengan pola.
- Menempel gambar
dengan tepat.
- Mengekspresikan
diri melalui gerakan
menggambar secara
detail.
AMZAH
66 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
III. Kognitif
Pengetahuan Umum
dan Sains
- Mengenal benda
berdasarkan fungsi
(pisau untuk memotong,
pensil untuk menulis).
- Menggunakan bendabenda
sebagai permainan
simbolik (kursi sebagai
mobil).
- Mengenal gejala sebabakibat
yang terkait
dengan dirinya.
- Mengenal konsep
sederhana dalam
kehidupan sehari-hari
(gerimis, hujan, gelap,
terang, temaram, dan
sebagainya).
- Mengkreasikan sesuatu
sesuai dengan idenya
sendiri.
- Mengklasifikasikan benda
berdasarkan fungsi.
- Menunjukkan aktivitas
yang bersifat eksploratif
dan menyelidik (seperti
apa yang terjadi ketika air
ditumpahkan).
- Menyusun perencanaan
kegiatan yang akan
dilakukan.
- Mengenal sebab-akibat
tentang lingkungannya
(angin bertiup menyebabkan
daun bergerak,
air dapat menyebabkan
sesuatu menjadi basah).
- Menunjukkan inisiatif
dalam memilih tema
permainan (seperti: “ayo
kita bermain pura-pura
seperti burung”).
- Memecahkan masalah
sederhana dalam
kehidupan sehari-hari.
Konsep Bentuk,
Warna, Ukuran, dan
Pola
- Mengklasifikasikan
benda berdasarkan
bentuk atau warna atau
ukuran.
- Mengklasifikasikan
benda ke dalam
kelompok yang sama
atau kelompok yang
sejenis atau kelompok
yang berpasangan dengan
dua variasi.
- Mengenal pola AB-AB
dan ABC-ABC.
- Mengurutkan 5 benda
berdasarkan sesuai
ukuran atau warna.
- Mengenal perbedaan berdasarkan
ukuran: “lebih
dari”, dan “paling/ter”.
- Mengklasifikasikan benda
berdasarkan warna,
bentuk, dan ukuran (tiga
variasi).
- Mengklasifikasikan
benda yang lebih banyak
ke dalam kelompok yang
sama atau kelompok yang
sejenis atau kelompok
yang berpasangan yang
lebih dari dua variasi.
- Mengenal pola ABCDABCD
dan mengurutkan
benda berdasarkan
ukuran dari yang paling
kecil ke paling besar atau
sebaliknya.
AMZAH
Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 67
Konsep Bilangan,
Lambang Bilangan,
dan Huruf
- Mengetahui konsep
banyak dan sedikit.
- Membilang banyak benda
satu sampai sepuluh.
- Mengenal konsep
bilangan.
- Mengenal lambang
bilangan.
- Mengenal lambang huruf.
- Menyebutkan lambang
bilangan 1–10.
- Mencocokkan bilangan
dengan lambang
bilangan.
- Mengenal berbagai
macam lambang huruf
vokal dan konsonan.
IV. Bahasa
Menerima Bahasa
- Menyimak perkataan
orang lain.
- Mengerti dua perintah
yang diberikan bersamaan.
- Memahami cerita yang
dibacakan.
- Mengenal perbendaharaan
kata mengenai kata
sifat (nakal, pelit, baik
hati, berani, dan jelek).
- Mengerti beberapa
perintah secara
bersamaan.
- Mengulang kalimat yang
lebih kompleks.
- Memahami aturan dalam
suatu permainan.
Mengungkapkan
Bahasa
- Mengulang kalimat
sederhana.
- Menjawab pertanyaan
sederhana.
- Mengungkapkan
perasaan dengan kata
sifat (baik, senang, nakal,
pelit, dan sebagainya).
- Menyebutkan kata-kata
yang dikenal.
- Mengutarakan pendapat
kepada orang lain.
- Menyatakan alasan
terhadap sesuatu
yang diinginkan atau
ketidaksetujuan.
- Menceritakan kembali
cerita/dongeng yang
pernah didengar.
- Menjawab pertanyaan
yang lebih kompleks.
- Menyebutkan kelompok
gambar yang memiliki
bunyi yang sama.
- Berkomunikasi
secara lisan, memiliki
perbendaharaan kata,
serta mengenal simbolsimbol
untuk persiapan
membaca, menulis, dan
berhitung.
- Menyusun kalimat
sederhana dalam struktur
lengkap (pokok kalimatpredikat-keterangan).
- Memiliki lebih banyak
kata-kata untuk
mengekspresikan ide
pada orang lain.
- Melanjutkan sebagian
cerita/dongeng yang telah
diperdengarkan.
AMZAH
68 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Keaksaraan - Mengenal simbol-simbol.
- Mengenal suara-suara
hewan/benda yang ada di
sekitarnya.
- Membuat coretan yang
bermakna.
- Meniru huruf.
- Menyebutkan simbolsimbol
huruf yang
dikenal.
- Mengenal suara huruf
awal dari nama bendabenda
yang ada di
sekitarnya.
- Menyebutkan kelompok
gambar yang memiliki
bunyi/huruf awal yang
sama.
- Memahami hubungan
antara bunyi dan bentuk
huruf.
- Membaca nama sendiri.
- Menuliskan nama sendiri.
V. Sosial Emosional - Menunjukkan sikap
mandiri dalam memilih
kegiatan.
- Mau berbagi, menolong,
dan membantu teman.
- Menunjukkan
antusiasme dalam
melakukan permainan
kompetitif secara positif.
- Mengendalikan perasaan.
- Menaati aturan yang
berlaku dalam suatu
permainan.
- Menunjukkan rasa
percaya diri.
- Menjaga diri sendiri dari
lingkungannya.
- Menghargai orang lain.
- Bersikap kooperatif
dengan teman.
- Menunjukkan sikap
toleran.
- Mengekspresikan emosi
yang sesuai dengan
kondisi yang ada (senang,
sedih, antusias, dan
sebagainya).
- Mengenal tata krama
dan sopan santun sesuai
dengan nilai sosial
budaya setempat.
- Memahami peraturan
dan disiplin.
- Menunjukkan rasa
empati.
- Memiliki sikap gigih
(tidak mudah menyerah),
bangga terhadap hasil
karya sendiri.
- Menghargai keunggulan
orang lain.
AMZAH
Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 69
Pada dasarnya perkembangan perilaku mengikuti tahapan yang dilalui oleh
setiap individu meskipun kecepatan setiap anak berbeda-beda. Karakteristik
setiap individu berbeda satu dengan yang lainnya, namun pada dasarnya terdapat
karakteristik tertentu yang mewarnai perilaku anak pada setiap tahapnya.
Adapun ciri-ciri perkembangan anak usia dini adalah sebagai berikut.
1. Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik mengikuti hukum perkembangan yang disebut cephalocaudal
dan proximodistal. Hukum cephalocaudal mengemukakan bahwa perkembangan
dimulai dari kepala kemudian menyebar ke seluruh tubuh sampai ke kaki.
Sementara itu, hukum proximodistal merupakan perkembangan bergerak dari
pusat sumbu ke ujungnya atau dari sebagian yang dekat sumbu pusat tubuh ke
bagian yang lebih jauh.29
Pertumbuhan selama awal masa kanak-kanak berlangsung lambat dibandingkan
dengan tingkat pertumbuhan masa bayi. Awal masa kanak-kanak
merupakan masa pertumbuhan yang relatif seimbang meskipun terdapat perbedaan
musim.30
Pada saat anak mencapai tahapan prasekolah (3–6 tahun) dan tahapan
sekolah dasar (7–12 tahun) tampak ada ciri-ciri yang jelas berbeda antara usia
bayi, usia prasekolah, dan usia sekolah dasar. Perbedaannya terletak dalam
penampilan, proporsi tubuh, berat, panjang badan, dan keterampilan yang
mereka miliki.
Perkembangan fisik merupakan dasar dalam perkembangan mental,
maksudnya perkembangan mental dapat berjalan dengan baik, apabila perkembangan
fisik juga baik. Perkembangan jasmani dan rohani sangat erat
kaitannya, begitu juga dengan perkembangan akal, erat hubungannya dengan
perkembangan jasmani.
29 Ahmad Susanto, Pendidikan Anak Usia Dini: Konsep dan Teori, Jakarta: Bumi Aksara, 2017,
hlm. 13.
30 Elizabeth B. Hurlock, alih bahasa oleh Med. Meitasari Tjandrasa dan Muslich Zarkasih,
Psikologi Perkembangan, Jakarta: Erlangga, 1980, hlm. 110.
AMZAH
70 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
2. Perkembangan Moral
Istilah moral berasal dari kata Latin “Moris” yang berarti adat istiadat, kebiasaan,
peraturan/nilai-nilai, atau tata cara kehidupan. Akan tetapi, moralitas merupakan
kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai, atau prinsipprinsip
moral. Perkembangan moral seorang anak sangat dipengaruhi oleh
lingkungannya, terutama dari orangtuanya. Ia belajar untuk mengenal nilainilai
dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Dalam mengembangkan
moral anak, peranan orangtua sangatlah penting, terutama pada waktu anak
masih kecil.
Adapun proses perkembangan moral anak dapat berlangsung melalui
beberapa cara, yaitu di antaranya:
a. pendidikan langsung, yaitu melalui penanaman pengertian tentang tingkah
laku yang salah dan benar, atau baik dan buruk oleh orangtuanya, guru,
atau orang dewasa lainnya;
b. identifikasi, yaitu dengan cara mengidentifikasi atau meniru penampilan
atau tingkah laku moral seseorang yang menjadi idolanya (seperti orangtua,
guru, kiai, artis, atau orang dewasa lainnya);
c. proses coba-coba (trial and error), yaitu dengan cara mengembangkan
tingkah laku moral secara coba-coba. Tingkah laku yang mendapatkan
pujian atau penghargaan akan terus dikembangkan, sementara tingkah
laku yang mendatangkan hukuman atau celaan akan dihentikan.31
Proses penguatan, penghukuman, dan peniruan digunakan untuk menjelaskan
perilaku moral seorang anak. Apabila anak diberi hadiah (penguatan)
atas perilakunya, kemungkinan terbesar mereka akan mengulangi perilaku itu.
Apabila anak dihukum (penghukuman) atas perilakunya, perilaku itu akan
berkurang atau menghilang. Selain itu, anak memiliki kecenderungan meniru
tindakan sang seseorang yang ia amati.32
31 Amirulloh Syarbini, Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2016, hlm. 57–58.
32 John W. Santrock, Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup, alih bahasa Juda
Damanik dan Ahmad Chusairi, Jakarta: Erlangga, 2002, hlm. 288.
AMZAH
Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 71
Adapun komponen-komponen dalam moralitas, yaitu di antaranya:
a. afektif moralitas (moral affect). Afektif moralitas terdiri dari berbagai
jenis perasaan seperti, perasaan bersalah dan malu, perhatian terhadap
perasaan orang lain, tindakan benar dan salah yang memotivasi pemikiran
dan tindakan moral;
b. kognitif moralitas (moral reasoning). Kognitif moralitas merupakan pikiran
yang ditunjukkan seseorang ketika memutuskan berbagai tindakan yang
benar atau yang salah;
c. perilaku moralitas (moral behavior). Perilaku moral mencerminkan bagaimana
seseorang berperilaku ketika menghadapi suatu godaan untuk berdusta,
curang, mencuri, atau melanggar aturan moral lainnya.33
3. Perkembangan Kognitif
Istilah “cognitive” berasal dari kata “cognition” yang padanannya “knowing”,
mengetahui. Dalam arti yang luas, cognition (kognitif) ialah perolehan, penataan,
dan penggunaan pengetahuan. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif
menjadi populer sebagai salah satu domain atau wilayah/ranah psikologis manusia
yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman,
pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, dan
keyakinan. Ranah kejiwaan dan yang berpusat di otak ini juga berhubungan
dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah
rasa.34
Kognitif adalah suatu proses berpikir, yaitu kemampuan individu untuk
menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa.
Proses kognitif berhubungan dengan tingkat kecerdasan yang menandai seseorang
dengan berbagai minat terutama sekali ditujukan kepada ide-ide dan
belajar.
33 Novan Ardy Wiyani, Bina Karakter AUD, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013, hlm. 88.
34 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2010, hlm. 65.
AMZAH
72 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Pada dasarnya pengembangan kognitif dimaksudkan agar anak mampu
melakukan eksplorasi terhadap dunia sekitar melalui pancaindranya, dengan
pengetahuan yang didapatkannya tersebut anak akan dapat melangsungkan
hidupnya dan menjadi manusia yang utuh sesuai dengan kodratnya sebagai
makhluk Tuhan yang harus memberdayakan apa yang ada di dunia ini untuk
kepentingan dirinya dan orang lain. Adapun proses kognisi meliputi berbagai
aspek, seperti persepsi, ingatan, pikiran, simbol, penalaran, dan pemecahan
masalah. Sehubungan dengan hal ini Piaget berpendapat bahwa pentingnya
guru mengembangkan kognitif pada anak, di antaranya adalah35
a. agar anak mampu mengembangkan daya persepsinya berdasarkan apa yang
dilihat, di dengar dan dirasakan, anak akan memiliki pemahaman yang
utuh dan komprehensif;
b. agar anak mampu melatih ingatannya terhadap semua peristiwa dan
kejadian yang pernah dialaminya;
c. agar anak mampu mengembangkan pemikiran-pemikirannya dalam rangka
menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa lainnya;
d. agar anak mampu memahami simbol-simbol yang tersebar di dunia sekitarnya;
e. agar anak mampu melakukan penalaran-penalaran, baik yang terjadi secara
alamiah (spontan), maupun melalui proses ilmiah (percobaan);
f. agar anak mampu memecahkan persoalan hidup yang dihadapinya, pada
akhirnya anak akan menjadi individu yang mampu menolong dirinya
sendiri.
Kognitif seringkali diartikan sebagai kecerdasan atau berpikir. Kognitif adalah
pengertian yang luas mengenai berpikir dan mengamati, merupakan tingkah laku
yang mengakibatkan orang memperoleh pengetahuan, perkembangan kognitif
menunjukkan perkembangan dari cara berpikir anak. Kemampuan anak mengkoordinasikan
berbagai cara berpikir untuk menyelesaikan berbagai masalah dapat
dipergunakan sebagai tolak ukur pertumbuhan kecerdasan.
35 Ahmad Susanto, Perkembangan Anak Usia Dini: Pengantar dalam Berbagai Aspeknya, Jakarta:
Kencana, 2011, hlm. 47–48.
AMZAH
Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 73
Adapun tahap-tahap perkembangan menurut Piaget ini diringkas dalam
Tabel 1.2. berikut.36
Tabel 1.2.
Tahap Perkembangan Kognitif Piaget
Tahap Usia/
Tahun Gambaran
Sensorimotor 0–2 Bayi bergerak dari tindakan refleks instingtif
pada saat lahir sampai permulaan pemikiran
simbolis. Bayi membangun suatu pemahaman
tentang dunia melalui pengkoordinasian
pengalaman-pengalaman sensor dengan
tindakan fisik.
Preoperational 2–7 Anak mulai mempresentasikan dunia dengan
kata-kata dan gambar-gambar. Kata-kata
dan gambar-gambar ini menunjukkan
adanya peningkatan pemikiran simbolis dan
melampaui hubungan informasi sensor dan
tindak fisik.
Concrete Operational 7–11 Pada saat ini anak dapat berpikir secara logis
mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret
dan mengklasifikasikan benda-benda ke
dalam bentuk-bentuk yang berbeda.
Formal Operational 11–15 Anak remaja berpikir dengan cara yang lebih
abstrak dan logis, pemikiran lebih idealistik.
Dalam proses perkembangan kognitif, Piaget mengatakan bahwa anak
melewati empat tahap, yaitu sebagai berikut.37
a. Tahap sensorimotor. Berlangsung dari prakelahiran hingga usia kisaran
2 tahun. Dalam tahap ini bayi membentuk pemahaman tentang dunia dan
mengoordinasikan pengalaman-pengalaman sensorik (seperti melihat,
36 Desmita, Psikologi Perkembangan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013, hlm. 46–47.
37 Zusy Aryanti, Psikologi Perkembangan, Yogyakarta: Kaukaba, 2015, hlm. 63–74.
AMZAH
74 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
mendengar) dengan tindakan fisik, motorik, disebut sensorimotor. Pada
awal tahapan ini, bayi yang baru lahir berusia 2 tahun mampu menghasilkan
pola-pola sensorimotor yang kompleks dan menggunakan simbol-simbol
primitif. Tahap sensorimotor dibagi menjadi dua subtahap. Refleks-refleks
sederhana. Gerakan-gerakan bayi dikoordinasikan melalui gerakan refleks
seperti gerakan menyusu. Awalnya bayi menunjukkan gerakan refleks
hanya jika diberikan rangsangan untuk memunculkan gerakan refleks
tersebut. Setelah itu, bayi akan melakukan gerakan menyusu ketika botol
atau puting susu ibu berada di dekatnya. Bayi tersebut sedang mempelajari
sebuah tindakan dan secara aktif sedang menyusun berbagai pengalaman
pada bulan pertama hidupnya.
b. Tahap praoperasional. Pada tahap ini berlangsung sekitar usia 2–7 tahun.
Beberapa ciri khas yang dimiliki anak pada tahap pra operasional ini akan
dijabarkan satu persatu. Tahap ini juga dibagi lagi menjadi dua tahap,
yaitu sebagai berikut.
1) Pemikiran simbolis. Subtahap ini terjadi kira-kira antara usia dua sampai
empat tahun. Dalam subtahap ini anak mulai dapat memahami simbolsimbol.
Secara mental anak mulai dapat merepresentasikan objek
yang tak hadir. Anak dapat menjelaskan atau bahkan memperagakan
objek yang tidak ada di depan mata, tetapi terdapat dalam pikirannya.
Penggunaan bahasa yang mulai berkembang dan kemunculan sikap
bermain menunjukkan terjadi peningkatan kemampuan dalam berpikir
secara simbolis. Misalnya, seorang anak yang sedang bermain perangperangan,
menggunakan tongkat sebagai pedangnya, atau anak yang
sedang menggambar pemandangan, dan terdapat burung yang sedang
terbang, kemudian ditambahkan topi. Dalam imajinasinya, agar burung
tidak kepanasan saat terbang. Anak mulai simbolisme ini sederhana
tetapi kuat. Meskipun pada saat pertama menggambar burung, bentuknya
sangat abstrak, tetapi anak memiliki makna tersendiri.
2) Pemikiran intuitif. Subtahap kedua dalam pemikiran praoperasional
dimulai sekitar usia 4–7 tahun. Pada subtahap ini, anak merasa
yakin terhadap apa yang mereka pikirkan. Piaget menyebut tahap ini
sebagai “intuitif” karena anak-anak tampaknya merasa yakin terhadap
AMZAH
Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 75
pengetahuan dan pemahaman mereka, tetapi tidak menyadari bagaimana
mereka bisa mengetahui apa-apa yang ingin mereka ketahui.
Artinya, mereka mengatakan bahwa mereka tahu sesuatu tetapi mereka
mengetahuinya tanpa menggunakan pemikiran rasional.
c. Tahap operasional konkret. Tahap ini dimulai sekitar usia 7–11 tahun.
Hal yang paling menonjol dalam tahap ini adalah kemampuan mencakup
penggunaan operasi. Penalaran logika menggantikan penalaran intuitif,
tetapi hanya dalam situasi konkret. Kemampuan untuk mengklasifikasikan
sudah ada, tetapi belum bisa memecahkan problem-problem abstrak.
Anak sudah memiliki kemampuan pengklasifikasian atau membagi sesuatu
menjadi sub yang berbeda-beda dan memahami hubungannya. Penalaran
terhadap pohon keluarga yang terdiri dari empat generasi mengungkapkan
kemampuan operasional konkret. Pada tahap operasional konkret terdapat
dua subtahap, yaitu
1) kemampuan memahami hubungan sebab-akibat;
2) kemampuan conservation.
Kemampuan memahami hubungan sebab-akibat menurut Piaget,
operasional konkret adalah tindakan mental atau pemikiran yang bisa
dibalikkan yang berkaitan dengan objek konkret nyata. Anak bisa mengoordinasikan
beberapa karakteristik, jadi bukan hanya fokus pada satu kualitas
dari objek. Kemampuan conservation, yaitu bahwa secara mental anak dapat
melakukan sesuatu yang sebelumnya hanya dapat dilakukan secara fisik, dan
mereka dapat membalikkan operasi konkret ini. Misalnya, untuk menguji
kemampuan persoalan conservation, anak diberi dua lempung berbentuk bola
dengan ukuran sama. Sesudah itu, diubah salah satu bola lempung menjadi
bentuk panjang dan ramping. Anak diberi pertanyaan mana lempung yang
lebih banyak, yang berbentuk bola atau yang berbentuk panjang. Jika anak
itu berusia 7 atau 8 tahun, besar kemungkinan mereka akan menjawab
bahwa jumlah lempung dalam kedua bentuk adalah sama. Untuk menjawab
problem ini dengan benar, anak harus membayangkan bahwa bola lempung
bisa diremas-remas dibentuk ulang menjadi bentuk panjang dan kemudian
bisa pula dikembalikan ke bentuk bola lagi.
AMZAH
76 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
d. Tahap operasional formal. Pada tahap ini, yang muncul pada usia 11 sampai
15 tahun, yaitu remaja. Pada tahap ini, individu sudah mulai memikirkan
pengalaman di luar pengalaman konkret, dan memikirkannya secara lebih
abstrak, idealis, dan logis. Saat remaja berpikir secara lebih abstrak dan
idealis, pada saat yang sama mereka juga mulai berpikir secara logis. Sebagai
pemikir operasional formal, mereka juga mulai mirip ilmuwan. Mereka
menyusun rencana untuk memecahkan masalah dan secara sistematis
menguji solusinya.
Perkembangan kognitif pada masa ini berada pada periode operasional,
yaitu tahapan bahwa anak belum mampu menguasai operasi mental secara
logis (kegiatan yang dilakukan atau diselesaikan secara mental bukan fisik).38
Mengenai perkembangan kognitif ini, pada tahun-tahun pertama ini baru sedikit
yang berkembang, dan pada usia 4 tahun perkembangannya akan meningkat.
Cara belajarnya melalui inisiatif, pengalaman dan juga pembiasaan belajar dari
pengalaman. Di sini anak akan belajar terus mengenai hal-hal tertentu hingga
menjadi suatu perilaku yang baku bagi anak.
Adapun peran pendidik dalam meningkatkan kemampuan perkembangan
kognitif, di antaranya meliputi:
a. mendorong permainan anak;
b. mempertanyakan pandangan-pandangan tradisional dari perkembangan
kognitif anak;
c. mengenali bahwa anak menyusun pengertian atau pemahamannya sendiri;
d. mendiskusikan cara-cara pengelompokan atau penggolongan sesuatu;
e. mengenali bahwa perhatian anak akan diarahkan pada apa yang penting
dan relevan dengan mereka;
f. membantu anak-anak menjadi menyadari tentang berbagai strategi untuk
mengolah informasi;
g. mendukung interaksi di antara anak-anak, dan di antara orang dewasa
dan anak-anak;
38 Laurence E. Shapiro, Mengajarkan Emotional Intelligence Pada Anak, alih bahasa oleh Alex
Tri Kantjono, Jakarta: Gramedia, 1994, Cet. IV, hlm. 180.
AMZAH
Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 77
h. mendorong anak-anak untuk mengenali hubungan antara konsep-konsep;
i. memberikan contoh-contoh pemecahan masalah;
j. mendiskusikan bagaimana cara masalah dapat diidentifikasi dan dipecahkan;
k. meningkatkan pemikiran reflektif;
l. mengakui pengaruh-pengaruh sosial dan budaya pada permainan dan
pembelajaran;
m. menganjurkan anak-anak menggunakan imajinasinya untuk berpartisipasi
dalam pengalaman-pengalaman baru;
n. merespons pertanyaan dan ide anak dengan anak dengan antusias dan
berminat.39
4. Perkembangan Bahasa
Nikmat paling besar yang dikhususkan Allah Ø bagi manusia, sekaligus yang
membedakannya dari binatang adalah kemampuan mempelajari bahasa. Pada
umumnya anak usia dini atau usia taman kanak-kanak, mereka sudah terampil
dalam berbahasa. Sebagian besar mereka senang bicara, khususnya dalam kelompoknya.
Selain diberi kesempatan untuk berbicara, sebaiknya anak diberi
kesempatan pula untuk berlatih menjadi pendengar yang baik.
Salah satu bidang pengembangan dalam pertumbuhan kemampuan dasar
di taman kanak-kanak adalah pengembangan bahasa. Bahasa memungkinkan
anak untuk menerjemahkan pengalaman ke dalam simbol-simbol yang dapat
digunakan untuk berkomunikasi dan berpikir. Bahasa erat sekali kaitannya
dengan perkembangan kognitif. Bahasa merupakan alat untuk mengekspresikan
ide dan bertanya, dan bahasa juga menghasilkan konsep dan kategori-kategori
untuk berpikir.
Bahasa berkembang dimulai dengan peniruan bunyi dan meraban. Perkembangan
selanjutnya berhubungan erat dengan perkembangan kemampuan
intelektual dan sosial. Bahasa merupakan alat untuk berpikir. Berpikir merupakan
39 Rita Eka Izzaty, Perilaku Anak Prasekolah, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2017,
hlm. 89–90.
AMZAH
78 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
suatu proses memahami dan melihat hubungan. Proses ini tidak mungkin dapat
berlangsung dengan baik tanpa alat bantu, yaitu bahasa. Bahasa juga merupakan
alat berkomunikasi dengan orang lain dan kemudian berlangsung dalam suatu
interaksi sosial.
Belajar bahasa yang sangat krusial terjadi pada anak sebelum enam tahun.
Oleh karena itu, taman kanak-kanak atau pendidikan prasekolah merupakan
wahana yang sangat penting dalam mengembangkan bahasa anak. Anak
memperoleh bahasa dari lingkungan keluarga dan lingkungan tetangga.40
Belajar dan menggunakan bahasa adalah salah satu tugas paling penting
yang dilakukan oleh manusia. Bayi mempelajari bahasa pada usia dini dalam
kehidupannya. Ia mendengar banyak suara yang berbeda dan memproduksi
banyak bunyi, mulai dari menangis, menggumam lalu berceloteh. Anak kecil
dapat mengerti bahasa sebelum ia mengekspresikan dirinya. Pada umumnya anak
yang berusia 18 bulan akan mengerti permintaan tetapi tidak mampu merespons
dalam kata-kata. Ketika anak tumbuh besar, penguasaan dan penggunaan
bahasanya bertambah. Pada usia 1 tahun, kebanyakan anak sudah memiliki
banyak kata yang dapat diidentifikasikan, biasanya kata benda. Pada tahun
ketiga, ia sudah memiliki perbendaharaan beratus-ratus kata. Bahasa adalah
bagian yang penting dari komunitas dan sangat penting dalam mewariskan
tradisi, sama pentingnya untuk membantu mengekspresikan cinta, kasih sayang,
dan nilai-nilai budaya bahwa anak bertumbuh kembang.41
Anak prasekolah biasanya telah mampu mengembangkan keterampilan
bicara melalui percakapan yang dapat memikat orang lain. Mereka dapat
menggunakan bahasa dengan berbagai cara, seperti bertanya, berdialog, dan
menyanyi. Sejak usia dua tahun, anak sangat berminat untuk menyebut
nama benda. Minat tersebut terus berlangsung sehingga dapat menambah
perbendaharaan kata.42
40 Ahmad Susanto, Perkembangan Anak Usia Dini: Pengantar dalam Berbagai Aspeknya, Jakarta:
Kencana, 2011, hlm. 73–74.
41 M. Fauzi Rachman, Islamic Parenting, Jakarta: Erlangga, 2011, hlm. 20–22.
42 Novan Ardy Wiyani & Barnawi, Format PAUD: Konsep, Karakteristik, & Implementasi
Pendidikan Anak Usia Dini, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2016, hlm. 85–86.
AMZAH
Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 79
Selama masa awal masa kanak-kanak, anak-anak memiliki keinginan yang
kuat untuk belajar berbicara. Hal ini disebabkan karena dua hal. Pertama,
belajar berbicara merupakan sarana pokok dalam bersosialisasi. Kedua, belajar
berbicara merupakan sarana untuk memperoleh kemandirian.
Anak umur 1,5 tahun hingga 3 tahun, anak belajar bahasa ibu dan orangorang
sekitarnya. Pada saat anak berumur 4 tahun perbendaharaan bahasa
mereka semakin banyak dan mereka dapat membuat kalimat yang sesuai
dengan tata bahasa. Meskipun toddler sudah dapat mengatakan kalimat yang
sesuai dengan tata bahasa, dan kosakatanya semakin banyak, masih banyak
yang belum dapat mereka lakukan dengan bahasanya itu. Mereka belum mampu
memakai instruksi verbal secara efektif untuk memandu perilakunya.43
Bahasa merupakan tanda atau simbol dari benda-benda dan menunjuk
maksud tertentu serta dapat menampilkan arti-arti tertentu pula. Bahasa dipakai
juga sebagai alat untuk menghayati pengertian-pengertian dan peristiwa
dimasa lampau, masa kini dan masa yang akan datang. Oleh karena itu, bahasa
sangat besar artinya bagi anak sebagai alat bantu mengembangkan fungsi-fungsi
rohaninya. Untuk meningkatkan komunikasi, anak-anak harus menguasai dua
tugas pokok yang merupakan unsur penting dalam berbicara. Pertama, mereka
harus meningkatkan kemampuan untuk mengerti apa yang dikatakan orang lain
dan kedua, mereka harus meningkatkan kemampuan bicaranya sehingga dapat
dimengerti orang lain.44
Sementara anak tumbuh dan berkembang, produk bahasa mereka meningkat
dalam kuantitas, keluasan, dan kerumitannya. Mempelajari perkembangan
bahasa biasanya ditujukan kepada rangkaian dan percepatan perkembangan
dan faktor-faktor yang mempengaruhi perolehan bahasa sejak usia dini dan
dalam kehidupan selanjutnya.
43 Helmawati, Mengenal dan Memahami PAUD, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015, hlm. 81.
44 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, hlm. 117.
AMZAH
80 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi bahasa, di antaranya adalah
sebagai berikut.
a. Faktor Biologis
Faktor biologis sangat mempengaruhi kesiapan anak dalam berbicara. Organ
fisik seperti kesiapan organ bicara sangat berperan terhadap cepat lambatnya
kemampuan bicara muncul. Terkadang lingkungan sudah tersedia dengan baik.
Sebagai contohnya: Orangtua sudah memberikan teladan yang baik untuk
anaknya.
b. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan atau keluarga ketika anak tinggal yang mendorong anak
untuk berbicara sesuai kaidah tata bahasa (gramatikal), akan mempunyai
pengetahuan tentang bahasa yang lebih baik dibandingkan dengan anak yang
tidak memiliki lingkungan yang mendukung.
c. Faktor Belajar
Pada awalnya seorang anak akan mempelajari bahasa dengan cara meniru apa
yang telah diucapkan oleh orang lain di sekitarnya. Orangtua akan memberikan
penguatan dan mengajarkan bagaimana bahasa yang tepat.45 Belajar esensinya
adalah proses perubahan perilaku pada diri anak, dengan atau tanpa bantuan
orang lain. Tabel berikut ini menyajikan gambaran umum kemampuan bahasa
sepanjang perkembangan manusia.46
45 Zusy Aryanti, Psikologi Perkembangan, (Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2015), hlm. 92–93.
46 Ibid., hlm. 91–92.
AMZAH
Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 81
Tabel 1.3.
Kemampuan Perkembangan Bahasa Anak
Usia Perkembangan/Perilaku Anak
0–6 Bulan
Sekadar bersuara.
Membedakan huruf hidup.
Berceloteh pada akhir periode.
6–12 Bulan
Celoteh bertambah dengan mencakup suara dari
bahasa ucap.
Isyarat digunakan untuk mengomunikasikan
suatu objek.
12–18 Bulan Kata pertama diucapkan.
Rata-rata memahami 50 kosakata lebih.
18–24 Bulan Kosa kata bertambah sampai rata-rata 200 buah.
Kombinasi dua kata.
2 Tahun
Kosakata bertambah cepat.
Penggunaan bentuk jamak secara tepat.
Penggunaan past tense (kata lampau).
Penggunaan beberapa preposisi atau awalan.
3–4 Tahun
Rata-rata panjang ucapan naik dari 3 sampai 4
morfem per kalimat.
Menggunakan pertanyaan “ya” dan “tidak”
dan pertanyaan “mengapa”, “di mana”, ”siapa”,
“kapan”.
Menggunakan bentuk negatif dan perintah.
Pemahaman pragmatis bertambah.
5–6 Tahun Kosakata mencapai rata-rata 10.000 kata.
Koordinasi kalimat sederhana.
6–8 Tahun
Kosakata terus bertambah cepat.
Lebih ahli menggunakan aturan sintaksis.
Keahlian bercakap meningkat.
9–11 Tahun Definisi kata mencakup sinonim.
Strategi berbicara terus bertambah.
11–14 Tahun
Kosakata bertambah dengan kata-kata abstrak.
Pemahaman bentuk tata bahasa kompleks.
Pemahaman fungsi kata dalam kalimat.
Memahami metafora dan satir.
15–20 Tahun Dapat memahami karya sastra dewasa.
AMZAH
82 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Bahasa merupakan instrumen pokok bagi manusia dalam berpikir,
memperoleh pengetahuan, dan menghasilkan berbagai ilmu. Bahasa dalam
kapasitasnya sebagai simbol-simbol konsepsi, memungkinkan manusia memperoleh
semua konsepsi dalam pemikirannya secara simbolik. Hal ini membantu
manusia untuk merealisasikan kemajuan yang mencengangkan dalam memperoleh
pengetahuan serta menghasilkan berbagai ilmu dan keterampilan
yang beragam. Ketika bahasa memiliki tingkat urgensi yang besar dalam
kehidupan manusia serta membuat manusia mampu menggapai kemajuan yang
berkesinambungan dalam belajar dan berpikir, hal pertama yang diajarkan
Allah Ø kepada Adam Û adalah nama-nama segala sesuatu.47 Sebagaimana
Allah berfirman dalam Alquran Surah Al-Baqarah ayat 31–33:
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya,
kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang
yang benar!” Mereka menjawab: “Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami
ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” Allah berfirman:
“Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini.” Maka
setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman:
“Bukankah sudah Ku-katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui
rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang
kamu sembunyikan?” (QS. Al-Baqarah (2): 31–33)
47 Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Alquran (Terapi Qur’ani dalam Penyembuhan
Gangguan Kejiwaan), Bandung: CV Pustaka Setia, 2005, hlm. 252.
AMZAH
Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 83
Adapun peran pendidik dalam meningkatkan kemampuan perkembangan
bahasa, di antaranya meliputi:
a. mengakui dan mempertahankan bahasa ibu dari anak-anak itu, apakah
itu berupa dialek atau bahasa lain selain bahasa Inggris Australia yang
diajarkan;
b. memberi kesempatan bagi anak untuk berbicara dengan bahasa ibu, dan
mendengarkan orang lain berbicara dengan bahasa itu;
c. menganjurkan penggunaan bahasa ibu;
d. menyediakan media cetak, dalam bentuk buku-buku, poster, dan kemasan
makanan dengan bahasa yang tepat;
e. menyediakan lingkungan yang kaya bahasa dengan pemodelan bahasa
untuk anak-anak, terlibat dalam percakapan dengan anak-anak secara
individu, dan memperluas bahasa anak;
f. memfasilitasi penggunaan bahasa anak dalam konteks yang bermakna,
misalnya melalui pengalaman-pengalaman kelompok kecil;
g. mendorong anak-anak dalam memperluas daftar fungsi-fungsi bahasa mereka,
khususnya fungsi-fungsi pada level yang lebih tinggi, seperti penalaran dan
peramalan;
h. membantu anak-anak mengungkapkan pengertian mereka dengan katakata,
misalnya dengan menyampaikan pertanyaan yang akan mendorong
jenis bahasa ini;
i. memberikan contoh tipe bahasa yang Anda ingin anak gunakan;
j. memfokuskan pada pengertian yang anak-anak coba ungkapkan bukannya
mengoreksi bahasanya;
k. memberi anak dengan sedikit kesempatan untuk terlibat dalam pengalaman
bermain, khususnya permainan drama, dan mereka dapat mempraktikkan
bahasa dalam lingkungan yang tidak mengancam;
l. mendorong anak bermain dengan media cetak dan membuat taksiran
tertulis;
m. membantu perkembangan pengertian anak dari alat tulis melalui keterlibatan
orang dewasa dalam permainan;
AMZAH
84 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
n. menyediakan bagi anak-anak prasekolah dengan pusat-pusat yang mendorong
penulisan melalui alat pena, kertas bergaris, bloknot, dan komputer;
o. mengelilingi anak dengan hasil cetak, seperti bagan, tabel, dan poster yang
sesuai dengan kehidupan sehari-hari mereka, dan baca instrumen tersebut
bersama anak-anak untuk membantu pengertian mereka mengenai peran
media cetak;
p. memberikan contoh bagi anak dengan terlibat secara teratur dalam membaca
dan menulis secara sengaja, seperti: menulis daftar belanja atau
memberitahukan dan menulis catatan dari orangtua;
q. sekali-kali bertindak sebagai juru tulis bagi anak-anak dengan menuliskan
pesan mereka, apakah pada kartu ucapan, surat untuk teman, atau pada
tanda yang menjadi bagian dari susunan balok;
r. memberi kesempatan bagi anak untuk mengembangkan kecakapan pengaturan
buku dan lebih lanjut pengertian mereka tentang proses membaca
dengan berbagai buku dengan anak-anak secara teratur, lebih disukai dalam
situasi satu demi satu.48
5. Perkembangan Sosial dan Emosi
Makna sosial dipahami sebagai upaya pengenalan (sosialisasi) anak terhadap
orang lain yang ada di luar dirinya dan lingkungannya, serta pengaruh timbal
balik dari berbagai segi kehidupan bersama yang mengadakan hubungan satu
dengan lainnya, baik dalam bentuk perorangan maupun kelompok.
Dalam kaitannya dengan proses sosial, emosi dapat muncul sebagai
akibat adanya hubungan atau interaksi sosial antara individu, kelompok,
dan masyarakat. Emosi dapat muncul sebagai reaksi fisiologis, perasaan, dan
perubahan perilaku yang tampak. Emosi pada anak usia dini lebih kompleks dan
real, anak cenderung mengekspresikan emosinya dengan bebas dan terbuka.
Secara umum, emosi mempunyai fungsi untuk mencapai suatu pemuasan,
pemenuhan, atau perlindungan diri, atau bahkan kesejahteraan pribadi pada
saat keadaan tidak nyaman dengan lingkungan atau objek tertentu.
48 Rita Eka Izzaty, Perilaku Anak Prasekolah, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2017,
hlm. 90–93.
AMZAH
Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 85
Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan
sosial dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri
terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi; meleburkan diri menjadi
suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama. Perkembangan
sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orangtua
terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial, atau
norma-norma kehidupan bermasyarakat serta mendorong dan memberikan
contoh kepada anak bagaimana menerapkan norma-norma tersebut dalam
kehidupan sehari-hari. Proses bimbingan orangtua ini lazim dikenal dengan
sosialisasi.
Selanjutnya, emosi diartikan sebagai suatu keadaan atau perasaan yang
bergejolak dalam diri seseorang yang disadari dan diungkapkan melalui wajah
atau tindakan, yang berfungsi sebagai inner adjustment (penyesuaian dari
dalam) terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan
individu.49 Karakteristik emosi anak usia dini yang sering terlihat seperti emosi
anak berlangsung singkat lalu tiba-tiba berhenti. Emosi anak usia dini sifatnya
mendalam, tetapi mudah berganti, dan selain sifatnya terbuka juga lebih sering
terjadi. Sebagai contoh, anak kalau sedang marah ia akan menangis keras
atau berteriak-teriak, tetapi kalau kemauannya dituruti atau terpenuhi, tibatiba
tangisannya berhenti dan biasanya langsung tertawa.50
Perkembangan emosi berhubungan dengan seluruh aspek perkembangan
anak, setiap orang akan mempunyai emosi rasa senang, marah, jengkel dalam
menghadapi lingkungannya sehari-hari. Sejak usia dini, setiap anak menjalin
kelekatan dengan pengasuh pertamanya yang kemudian perlu diperluas
hubungan tersebut apabila dunia lingkungannya berkembang. Anak-anak perlu
dibantu dalam menjalin hubungan dengan lingkungannya agar mereka secara
emosional dapat menyesuaikan diri, menemukan kepuasan dalam hidupnya,
dan sehat secara fisik dan mental. Setiap anak akan menunjukkan ekspresi
49 Ihsana El-Khuluqo, Manajemen PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini): Pendidikan Taman
Kehidupan Anak, hlm. 25.
50 Ahmad Susanto, Perkembangan Anak Usia Dini: Pengantar dalam Berbagai Aspeknya, Jakarta:
Kencana, 2011, hlm. 134–136.
AMZAH
86 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
yang berbeda sesuai dengan suasana hati dan dipengaruhi oleh pengalaman
yang diperoleh sepanjang perkembangannya.51
Selama awal masa dini emosi anak sangat kuat. Saat ini merupakan saat
ketidakseimbangan karena anak-anak “keluar dari fokus” dalam arti ia mudah
terbawa ledak-ledakan emosional sehingga sulit dibimbing dan diarahkan. Pada
masa ini perkembangan mental anak memperoleh kesempatan semaksimal
mungkin untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan menjadi terbelakang.
Dalam perkembangan mental inilah anak memerlukan bantuan yang intensif,
terencana yang tepat.
Perkembangan emosi memainkan peranan penting dalam hidup individu.
Setiap bentuk emosi pada dasarnya membuat hidup terasa lebih menyenangkan,
emosi anak akan merasakan getaran-getaran perasaan dalam dirinya maupun
orang lain. Menurut Ashiabi dalam Rita Eka Izzaty mengemukakan bahwa
emosi merupakan reaksi yang terorganisir terhadap suatu hal yang berhubungan
dengan kebutuhan, tujuan, dan ketertarikan serta minat individu. Emosi terlihat
dari reaksi fisiologis, perasaan, dan perubahan perilaku yang tampak. Ada dua
fungsi emosi pada anak-anak usia dini, yaitu sebagai pendorong dan sebagai
alat komunikasi. Sebagai pendorong, emosi akan menentukan perilaku anak
melakukan sesuatu. Misalnya: anak merasa senang dengan jenis permainan
puzzle, perilaku yang tampak pada anak adalah apabila melihat puzzle, ia akan
melakukannya. Namun, sebagai alat komunikasi, dengan reaksi emosi anak akan
memperlihatkan apa yang dirasakannya. Misalnya: pada awal permulaan masuk
TK, anak menunjukkan reaksi menangis jika berpisah dengan ibunya.52
Perkembangan sosial biasanya dimaksudkan sebagai perkembangan tingkah
laku anak dalam menyesuaikan diri dengan aturan-aturan yang berlaku di
dalam masyarakat di mana anak berada. Tingkah laku sosial adalah sesuatu yang
dipelajari, bukan sekadar hasil dari kematangan. Perkembangan sosial seorang
anak diperoleh selain dari proses kematangan juga melalui kesempatan belajar
respons terhadap tingkah laku anak.
51 Bisri Mustofa, Dasar-Dasar Pendidikan Anak Pra Sekolah, Yogyakarta: Parama Ilmu, 2016,
hlm. 18–19.
52 Rita Eka Izzaty, Perilaku Anak Prasekolah, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2017,
hlm. 93–94.
AMZAH
Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 87
Selain itu, beberapa masalah sosial dan emosional yang sering muncul pada
anak usia dini, di antaranya sebagai berikut.53
a. Rasa cemas yang berkepanjangan atau takut yang tidak sesuai dengan
kenyataan.
b. Kecenderungan depresi, permulaan dari sikap apatis, dan menghindar dari
orang-orang di lingkungannya.
c. Sikap yang bermusuhan terhadap anak dan orang lain.
d. Gangguan tidur, gelisah, mengigau, mimpi buruk.
e. Gangguan makan, misalnya nafsu makan sangat menurun. Optimalisasi
terhadap perkembangan sosial emosional pada anak usia dini dilakukan
agar anak memiliki kemampuan sosial emosional berikut ini.54
Tabel 1.4.
Kemampuan Sosial Emosional
Usia Kemampuan Sosial Emosional
0–3 bulan - Menatap dan tersenyum.
- Menangis untuk mengekspresikan
ketidaknyamanan.
3–6 bulan - Merespons dengan gerakan tangan dan kaki.
- Menangis jika tidak mendapatkan yang diinginkan.
6–9 bulan - Mengulurkan tangan atau menolak untuk diangkat
(digendong).
- Menunjuk kepada sesuatu yang diinginkan.
9–12 bulan - Menempelkan kepala bila merasa nyaman dalam
pelukan (gendongan) atau meronta kalau merasa
tidak nyaman.
- Menyatakan keinginan dengan berbagai gerakan
tubuh dan ungkapan kata-kata sederhana.
- Meniru cara menyatakan perasaan sayang dengan
memeluk.
53 Bisri Mustofa, Dasar-Dasar Pendidikan Anak Pra Sekolah, hlm. 21.
54 Novan Ardy Wiyani, Konsep Dasar PAUD, Yogyakarta: Gava Media, 2016, hlm. 129–131.
AMZAH
88 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
12–18 bulan - Menunjukkan reaksi marah jika permainannya
diambil.
- Menunjukkan reaksi yang berbeda terhadap orang
yang baru dikenal.
- Bermain bersama teman tetapi sibuk dengan
mainannya sendiri (solitary play).
- Memperhatikan/mengamati teman-temannya
beraktivitas.
18–24 bulan - Mengekspresikan berbagai reaksi emosi (senang,
marah, takut, kecewa).
- Menunjukkan reaksi menerima atau menolak
kehadiran orang lain.
- Bermain bersama teman dengan mainan yang sama.
- Berekspresi dalam bermain peran (pura-pura).
2–3 tahun - Memahami hak orang lain (harus antre, menunggu
giliran).
- Menunjukkan sikap berbagi, membantu, dan
bekerja sama.
- Menyatakan perasaan terhadap anak lain (suka
dengan teman karena baik, tidak suka dengan
teman karena nakal, dan lainnya).
- Berbagi peran dalam suatu permainan (menjadi
dokter, perawat atau pasien, menjadi penjaga toko
atau pembeli).
3–4 tahun - Bersabar menunggu antrean.
- Bereaksi terhadap hal-hal yang dianggap tidak
benar (marah jika diganggu atau diperlakukan
berbeda).
- Menunjukkan reaksi menyesal saat melakukan
kesalahan.
- Menunjukkan sikap toleran sehingga dapat bekerja
dengan kelompok.
AMZAH
Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 89
4–5 tahun - Mampu berbagi, menolong, dan membantu teman.
- Antusias dalam melakukan perlombaan.
- Menahan perasaan dan mengendalikan reaksi
(sakit tetapi tidak menangis, marah tetapi tidak
memukul).
- Menaati aturan yang berlaku dalam suatu
permainan.
5–6 tahun - Bersikap kooperatif dengan teman.
- Menunjukkan sikap toleran.
- Mengekspresikan emosi dalam berbagai situasi
(senang, gembira, antusias, dan sebagainya).
- Memahami peraturan dan disiplin.
- Mengenal tata krama dan sopan santun sesuai
dengan nilai sosial budaya setempat.
Aspek sosial emosional anak penting untuk dikembangkan karena alasan
berikut ini: semakin kompleksnya permasalahan kehidupan di sekitar anak,
termasuk di dalamnya perkembangan IPTEK yang banyak memberikan tekanan
pada anak dan mempengaruhi perkembangan sosial emosionalnya. Anak adalah
praktisi dan investasi masa depan yang perlu dipersiapkan secara maksimal, baik
aspek perkembangan sosialnya maupun emosionalnya. Rentang usia penting pada
anak terbatas, jadi anak harus difasilitasi seoptimal mungkin agar tidak ada satu
fase pun yang terlewatkan. Ternyata anak tidak bisa hidup hanya mengandalkan
kecerdasan intelektual saja, tetapi juga lebih mengandalkan kecerdasan sosial
emosionalnya.55
Adapun ciri sosial anak usia dini adalah mudah bersosialisasi dengan orang
sekitarnya. Umumnya anak usia dini mempunyai satu atau dua sahabat, tetapi
sahabat ini mudah berganti. Mereka umumnya mudah dan cepat menyesuaikan
diri secara sosial. Sahabat yang dipilih biasanya yang memiliki jenis kelamin yang
sama, kemudian berkembang kepada jenis kelamin yang berbeda. Kelompok
55 Ali Nugraha dan Yeni Rachmawati, Metode Pengembangan Sosial Emosional, Jakarta: Universitas
Terbuka, 2011, hlm. 515.
AMZAH
90 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
bermain anak usia dini cenderung kecil dan tidak terorganisasi secara baik oleh
karena itu kelompok ini cepat berganti. Di antara tingkah laku anak usia dini
ketika sedang bermain bebas, yaitu sebagai berikut.
a. Tingkah laku unoccupied artinya anak tidak bermain dengan sesungguhnya.
Ia mungkin berdiri di sekitar anak lain dan memandang temannya tanpa
melakukan kegiatan apa pun.
b. Bermain soliter artinya anak bermain sendiri dengan menggunakan alat
permainan berbeda dengan apa yang dimainkan oleh teman yang ada di
dekatnya. Mereka tidak berusaha untuk saling bicara.
c. Tingkah laku onlooker artinya anak menghabiskan waktu dengan mengamati.
Kadang memberi komentar tentang apa yang dimainkan anak lain,
tetapi tidak berusaha untuk bermain bersama.
d. Bermain parallel. Bermain parallel artinya anak bermain dengan saling
berdekatan, tetapi tidak sepenuhnya bermain bersama dengan anak yang
lain. Mereka menggunakan alat mainan yang sama, berdekatan tetapi
dengan cara yang tidak saling bergantung.
e. Bermain asosiatif. Bermain asosiatif artinya anak bermain dengan anak
lain tetapi tanpa organisasi. Tidak ada peran tertentu, masing-masing anak
bermain dengan caranya sendiri-sendiri.
f. Bermain kooperatif. Bermain kooperatif artinya anak bermain dalam kelompok
bahwa ada organisasi, ada pimpinannya. Masing-masing anak melakukan
kegiatan bermain dalam kegiatan bersama, misalnya: perang-perangan,
sekolah-sekolahan, dan lain sebagainya. Permainan pada masa ini ditandai
dengan bermain khayal atau pura-pura, banyak bertanya dan menjawab
pertanyaan, mencoba bermain dengan berbagai hal yang berhubungan dengan
konsep ruang, jumlah dan angka, seringkali bertanya tanpa mempedulikan
jawaban. Oleh sebab itu, anak seringkali bertanya, walau pertanyaannya
sudah dijawab.
Abdul Rahman Shaleh & Muhbib Abdul Wahab mengemukakan bahwa
terdapat dua jenis pendapat tentang terjadinya emosi, pendapat yang nativistik
mengatakan bahwa emosi pada dasarnya merupakan bawaan sejak lahir.
AMZAH
Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 91
Akan tetapi, menurut pendapat yang empiristik mengatakan bahwa emosi
dibentuk oleh pengalaman dan proses belajar. Sejak lahir manusia memiliki
6 emosi dasar, antara lain: cinta, kegembiraan, keinginan, benci, sedih, dan
kagum.56 Namun, ciri emosional pada anak usia dini adalah anak cenderung
mengekspresikan emosinya dengan bebas. Sikap marah sering diperlihatkan
oleh anak pada usia ini. Iri hati pada anak usia dini ini sering terjadi. Mereka
sering memperebutkan perhatian dari guru atau orangtuanya. Emosi yang tinggi
pada umumnya disebabkan masalah psikologis dibanding masalah fisiologis.
Di antara pola-pola emosi pada anak usia dini, yaitu sebagai berikut.57
a. Ingin tahu. Anak mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi terhadap halhal
yang baru dilihatnya, juga mengenai tubuhnya sendiri dan tubuh orang
lain. Reaksi pertama ialah dalam bentuk penjelajahan sensori motorik,
kemudian sebagai akibat dari tekanan sosial dan hukuman, anak bereaksi
dan bertanya.
b. Iri hati. Anak-anak sering iri hati mengenai kemampuan atau barang yang
dimiliki oleh orang lain. Adapun cara yang sering diungkapkan adalah
dengan mengeluh barangnya sendiri, dengan mengungkapkan keinginan
untuk memiliki barang yang dimiliki oleh orang lain.
c. Sedih. Anak-anak merasa sedih karena kehilangan segala sesuatu yang
dicintai atau yang dianggap penting bagi dirinya, apakah itu orang, benda
mati seperti mainan, binatang, atau lainnya. Anak memiliki ciri khas, yaitu
menangis sebagai ungkapan kesedihannya dan menghilangkan kebiasaan
normal, yaitu kehilangan minat untuk makan.
d. Gembira. Anak mengungkapkan kegembiraan dengan tertawa dan tersenyum,
melompat-lompat bertepuk tangan, memeluk benda, atau orang
yang membuat bahagia.
56 Abdul Rahman Shaleh & Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar (dalam Perspektif
Islam), Jakarta: Kencana, 2004, hlm. 168.
57 Ahmad Susanto, Perkembangan Anak Usia Dini: Pengantar dalam Berbagai Aspeknya, Jakarta:
Kencana, 2011, hlm. 148–151.
AMZAH
92 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
e. Kasih sayang. Anak mengungkapkan kasih sayang secara lisan bila sudah
besar, tetapi ketika masih kecil anak mengungkapkan kasih sayang secara
fisik misalnya, dengan memeluk, menepuk, dan mencium objek kasih
sayangnya. Anak-anak belajar mencintai orang lain, binatang atau benda
yang menyenangkan.
f. Amarah. Anak mengungkapkan rasa marah dengan ledakan amarah yang
ditandai dengan menangis, berteriak, menendang, menggertak, melompatlompat,
atau memukul.
g. Takut. Pada mulanya pembiasaan reaksi anak terhadap rasa takut ialah
panik, kemudian menjadi lebih khusus lagi, seperti lari, menghindar,
bersembunyi, dan menangis. Pada umumnya, penyebab amarah adalah
pertengkaran mengenai permainan, tidak tercapainya keinginan, dan
serangan yang hebat dari anak lain.
h. Cemburu. Anak yang lebih muda dapat mengungkapkan kecemburuannya
secara terbuka atau menunjukkan dengan kembali berperilaku seperti
anak kecil seperti pura-pura sakit, mengompol, menjadi nakal berlebihan.
Semua perilaku ini semata-mata hanya untuk menarik perhatian dari
orangtuanya.
C. TIMBULNYA JIWA KEAGAMAAN PADA ANAK
Pada masa prasekolah dan masa sekolah anak mulai banyak pertanyaan
yang ditujukan kepada orangtuanya dan guru, baik mengenai keadaan yang
berhubungan dengan dirinya sendiri. Seperti tentang masalah asal usul dirinya,
pertanyaan tentang masalah Tuhan, dan berbagai pertanyaan yang terkadang
susah dijawab oleh para pendidiknya. Potensi keagamaan terhadap seorang anak
telah ada sejak dalam kandungan (zaman ajali), sebagaimana firman Allah Ø
dalam Alquran Surah Al-A‘râf ayat 172:
AMZAH
Bab 3 Perkembangan Anak Usia Dini 93
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang)
anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap
roh mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka
menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (Kami lakukan yang
demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya
ketika itu kami lengah terhadap ini.” (QS. Al-A‘âraf (7): 172)58
Dari ayat tersebut jelaslah bahwa dalam tabiat manusia terdapat kesiapan
alamiah untuk mengenal Allah dan mengesakan-Nya. Pengakuan terhadap
kedudukan Allah sebagai Tuhan tertanam kuat dalam fitrahnya, tinggal bagaimana
pengembangan serta pemeliharaan potensi (perasaan religius) yang ada
pada anak tersebut. Di sinilah peran para pendidik dalam mengembangkan
keagamaan anak.
Dalam kehidupan manusia memiliki potensi beragama bahkan potensi tersebut
sudah dianggap sebagai kebutuhan spiritual manusia. Menurut Jalaluddin,
potensi bawaan (agama) tersebut memerlukan pengembangan melalui bimbingan
dan pemeliharaan yang mantap lebih-lebih pada usia dini.
Tanda-tanda keagamaan pada diri anak tumbuh terjalin secara integral
dengan perkembangan fungsi-fungsi kejiwaan pada diri anak. Belum terlihatnya
tindakan keagamaan pada diri anak karena beberapa fungsi kejiwaan yang belum
sempurna. Namun, pengalaman-pengalaman yang diterima oleh anak dari
lingkungan akan membentuk rasa keagamaan pada diri anak. Oleh karena itu,
perlu usaha bimbingan dan latihan dari pendidik seiring dengan perkembangan
anak.
Perkembangan jiwa agama pada anak semakin berkembang bila diiringai
dengan kasih sayang dari orang-orang yang ada di sekelilingnya. Perkembangan
jiwa agama pada anak dimulai sejak lahir dan akan terus berkembang dimulai
dengan anak bisa bicara dan menyebut nama Tuhan sampai akhirnya ia melihat
orang di sekitarnya mengerjakan ibadah sebagai perintah Allah yang akhirnya
jiwa agama pada anak akan terus berkembang seiring dengan perilaku orangtua
yang agamis dan mengarahkan anaknya dengan pendidikan yang benar.
58 QS. Al-A‘râf (7): 172.
AMZAH
94 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
A. NILAI-NILAI YANG DITANAMKAN PADA ANAK USIA DINI
Anak-anak adalah generasi penerus bangsa. Di pundak merekalah kelak kita
menyerahkan peradaban yang telah kita bangun dan akan kita tinggalkan.
Kesadaran akan arti penting generasi penerus yang berkualitas mengharuskan
kita serius membekali anak dengan pendidikan yang baik agar dirinya menjadi
manusia seutuhnya dan menjadi generasi yang lebih baik dari pendahulunya.
Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan upaya
pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia delapan
tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.1
Anak usia dini disebut sebagai masa kritis dan sensitif yang akan menentukan
sikap, nilai, dan pola perilaku seorang anak di kemudian hari. Di masa
kritis ini potensi dan kecenderungan serta kepekaannya akan mengalami
aktualisasi apabila mendapatkan rangsangan yang tepat. Periode kritis dan
sensitif perlu diberi rangsangan, perlakuan secara tepat agar mempunyai
dampak positif. Sebaliknya, kalau periode ini terlewatkan maka pengaruh
dari luar tidak akan bermanfaat bagi pembentukan karakter anak. Periode
1 Partini, Pengantar Pendidikan Anak Usia Dini, Yogyakarta: Grafindo Litera Media, 2010,
hlm. 1–2.
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TERHADAP ANAK USIA DINI
BAB 4
AMZAH
Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 95
pertumbuhan kritis pada usia dini erat hubungannya dengan perkembangan
biologis terutama perkembangan otak seorang anak, otak bagian susunan syaraf
yang berfungsi mengontrol aktivitas fisik maupun mental seseorang mulai
tumbuh. Pada usia dini ini, pertumbuhan otak seseorang belum berkembang
secara optimal, rangsangan yang tepat dilakukan pada periode kritis ini akan
berdampak pada pertumbuhan otak secara optimal.2
Seluruh umat Islam di dunia menyadari bahwa agama merupakan fondasi
utama dalam membina dan mendidik anak-anak melalui sarana-sarana pendidikan.
Oleh karena itu, dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan agama
akan sangat membantu terbina dan terbentuknya sikap dan kepribadian anak
kelak pada masa dewasa.3
Adapun penanaman nilai-nilai agama tersebut adalah
sebagai berikut.
1. Nilai Ketuhanan
Nilai yang dititipkan Tuhan melalui para rasul-Nya, yang berbentuk takwa,
iman, adil yang diabadikan dalam wahyu Ilahi. Religi merupakan sumber yang
pertama dan utama bagi para penganutnya. Nilai ketuhanan selamanya tidak
mengalami perubahan. Nilai-nilai ketuhanan yang fundamental mengandung
kemutlakan bagi kehidupan manusia selaku pribadi dan selaku anggota
masyarakat, serta tidak berkecenderungan untuk berubah mengikuti selera
hawa nafsu manusia akan berubah-ubah sesuai dengan tuntutan individual.
Konfigurasi dari nilai-nilai ketuhanan mungkin dapat mengalami perubahan
namun secara intrinsiknya tetap tidak berubah. Pada nilai ketuhanan ini, tugas
manusia adalah menginterpretasikan nilai-nilai itu. Dengan interpretasi itu,
manusia akan mampu menghadapi ajaran agama yang dianut.4
2 Rahmat Rosyadi, Pendidikan Islam dalam Pembentukan Karakter Anak Usia Dini, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2013, hlm. 21.
3 Zuhairini dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1992, hlm. 152.
4 Muhaimin, Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar
Operasionalnya, Bandung: Trigenda Karya, 1993, Cet. I, hlm. 111.
AMZAH
96 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
2. Nilai tentang Kebenaran Kitabullah
Di dalam menaati Allah Ø haruslah dibuktikan dengan menaati isi Alquran
sebagai wahyu-Nya. Tidak diragukan lagi bahwa Alquran merupakan kitab
suci umat Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad . Selain itu,
mengenai Alquran ini, Allah Ø menegaskan dalam firman-Nya Surah AlFurqân
ayat 32:
Dan orang-orang kafir berkata, “Mengapa Alquran itu tidak diturunkan kepadanya
sekaligus?” Demikianlah, agar Kami memperteguh hatimu (Muhammad)
dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (berangsur-angsur, perlahan
dan benar). (QS. Al-Furqân (25): 32)5
Dari ayat di atas dapat diambil dua isyarat yang berhubungan dengan
pendidikan, yaitu pengokohan hati dan pemantapan keimanan dan sikap
tartil dalam membaca Alquran.
3. Nilai Keteladanan Rasulullah
Rasulullah sebagai panutan umat hingga akhir zaman. Untuk itu, Allah Ø
berfirman dalam Alquran Surah Al-Ahzâb ayat 21:
Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
Kiamat dan yang banyak mengingat Allah. (QS. Al-Ahzâb (33): 21)6
5 QS. Al-Furqân (25): 32.
6 QS. Al-Ahzâb (33): 21.
AMZAH
Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 97
Berdasarkan ayat tersebut di atas, Nabi Muhammad merupakan panutan
umat Islam dari berbagai aspek, termasuk dalam hal ini aspek pendidikan.
Dengan demikian, beliau merupakan pendidik yang utama, dan telah berhasil
mendidik dan membina keluarganya, para sahabatnya dan umat Islam pada masa
itu. Wajarlah bila seseorang pendidik muslim mengikuti kiat-kiat pelaksanaan
pendidikan yang telah dilakukan oleh beliau, hal ini merupakan realisasi
menaatinya.
Islam sebagai agama fitrah sanggup menciptakan keseimbangan itu, dalam
ajarannya berisi iman yang menjadi pegangan rohani manusia agar dapat
seimbang dengan jasmaninya yang merupakan alat kehidupannya. Sehingga
antara jasmani dan rohani seorang yang beriman akan terjalin kerja sama yang
harmonis, yang berisi iman dan terbimbing ke arah jalan hidup yang diridai
Allah Ø.
Abul A’la Al-Maududi mengatakan: “Tiap-tiap orang yang menuntut
kebenaran dan ingin menjadi seorang hamba yang berserah diri kepada Allah Ø
tidak boleh tidak ia harus beriman kepada penutup sekalian nabi, dan tunduk
sepenuhnya kepada petunjuk-petunjuk dan keterangan-keterangan yang nyata
yang dibawanya dan mengikuti perjalanannya.”7
4. Nilai Moral
Yang dimaksud dengan moral adalah kelakuan yang sesuai dengan ukuranukuran
masyarakat, yang timbul dari hati sendiri (bukan paksaan dari luar). Jika
kita ambil ajaran agama, misalnya agama Islam, yang terpenting adalah akhlak
(moral), ajarannya yang terpokok adalah untuk memberikan bimbingan moral.
Nilai moral itu tidak bisa lepas dari nilai agama. Penanaman jiwa agama
itu harus dilaksanakan sejak si anak lahir, misalnya dalam agama Islam setiap
bayi lahir diazankan, ini berarti bahwa pengalaman pertama yang diterimanya
diharapkan kalimah suci dari Tuhan. Selanjutnya, pengalaman yang dilaluinya
pada tahun-tahun pertama dapat pula menjadi bahan pokok dalam pembinaan
7 Abul A’la Al-Maududi, Dasar-Dasar Iman, terj. Afif Muhammad dan Chotib Saifullah,
Bandung: Pustaka, 1986, Cet. I, hlm. 63.
AMZAH
98 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
mental dan moralnya. Oleh karena itu, pendidikan yang diterima oleh anak sejak
dini dari orangtua dan para pendidik, baik dalam pergaulan hidup, maupun
dalam cara mereka berbicara, bertindak, bersikap, dan sebagainya menjadi
teladan atau pedoman yang akan ditiru oleh anak-anaknya.
5. Nilai Peradaban
Yang dimaksud peradaban adalah segala yang ditampilkan oleh zaman, berupa
sarana perlengkapan modern lagi canggih dan penemuan-penemuannya, yang
berperan sangat efektif di dalam membentuk generasi, yaitu dapat mengubah
pemikiran, perasaan, dan daya cipta mereka. Di antara yang sangat terkenal lagi
memasyarakat, kemudian mempunyai pengaruh yang sangat penting dan besar
adalah apa yang dikenal dengan istilah “media penerangan”. Tak diragukan lagi
bahwasanya televisi adalah salah satu sarana yang terpenting secara mutlak di
antara apa-apa yang telah disajikan oleh peradaban modern ini. Terlebih lagi
setelah ditemukannya satelit yang mampu mengirimkan berita peristiwa lengkap
dengan gambar dan suaranya dari ujung dunia ke ujung dunia lainnya.
Pada alat itu terletak bahaya yang cukup besar terutama pada usa dini apabila
penggunaanya tidak dijalankan dengan baik. Padahal apabila programnya baik,
alat televisi tersebut dapat digunakan untuk membangun, bukannya untuk
menghancurkan. Oleh karena itu, seluruh para pendidik hendaknya bekerja
sama secara baik dengan niat yang jujur dan membimbing anak tersebut dengan
baik.
Selain itu, terdapat penerapan nilai-nilai dasar karakter anak dalam keluarga
supaya menjadi sikap, perilaku, dan tindakan anak dalam menghadapi hidup
dan kehidupan anak ke arah yang lebih baik di antaranya, yaitu sebagai berikut.
1. Keimanan. Keimanan, yaitu mempercayai dan meyakini terhadap enam
rukun iman dalam agama Islam serta mengamalkan segala ajaran agamanya.
Keimanan merupakan kebutuhan rohani setiap manusia, dengan keimanan
tersebut, manusia bisa hidup tenteram dan sadar akan adanya yang
lebih kuasa. Nilai keimanan tersebut bisa dipupuk terhadap anak-anak.
Contohnya: Membiasakan anak menjalankan ibadah secara bersama di
AMZAH
Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 99
rumah atau di masjid, melatih anak untuk bersedekah kepada orang yang
tidak mampu, serta selalu mengucap syukur atas keberhasilan dan sabar
atas musibah.
2. Ketakwaan. Ketakwaan, yaitu mengamalkan segala yang diperintahkan
dan menghindari segala yang dilarang oleh Allah. Menanamkan ketakwaan
bisa juga melalui cerita tentang malaikat, nabi/rasul, orang-orang saleh,
dan sebagainya yang mempunyai perilaku dan nilai-nilai ketakwaan yang
tinggi. Dengan cara-cara ini, diharapkan anak-anak kita mampu mengambil
teladan, selain kita juga telah meneladani dalam perilaku sehari-hari untuk
menjalankan segala perintah dan menghindari segala larangan Allah Ø.
3. Kejujuran. Kejujuran, yaitu memperoleh kepercayaan dari orang lain dengan
melaporkan dan menyampaikan sesuatu apa adanya. Menerapkan kejujuran
dari orangtua terhadap anak-anak sebaiknya dilakukan dengan enam cara,
yaitu: peneladanan, penyontohan, keterlibatan, penguatan, kebersamaan,
dan membicarakannya.
4. Tenggang rasa. Tenggang rasa, yaitu menyadari bahwa setiap orang berbeda
dalam sifat dan karakternya, keinginan dan kebutuhannya. Menanamkan
sikap tenggang rasa dalam kehidupan keluarga, berkaitan dengan kemampuan
orangtua dan anak-anak kita untuk menghargai perbedaan
dan menjaga kerukunan serta mendengar orang lain sebelum menyatakan
pendapat.
5. Bersyukur. Bersyukur, yaitu menerima apa adanya dan menggunakan segala
sesuatu itu sesuai dengan peruntukannya. Menanamkan sikap bersyukur
dalam kehidupan keluarga, berkaitan dengan kemampuan orangtua dan
anak-anak kita untuk selalu menerima apa adanya setiap pemberian dan
membiasakan mengucapkan terima kasih serta menggunakan pemberian
itu sesuai dengan peruntukannya tanpa mengingkari sedikit pun.
6. Berperilaku rajin. Berperilaku rajin, yaitu menyediakan waktu dan tenaga
dalam menyelesaikan tugas dengan berusaha untuk mendapatkan hasil
yang terbaik. Menumbuhkan sifat berperilaku rajin dalam kehidupan
keluarga, berkaitan dengan kemampuan orangtua dan anak-anak agar
AMZAH
100 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
selalu berusaha dengan melakukan tugas dengan baik dan benar, selalu
menyediakan waktu untuk menyelesaikan tugas, serta bertanggung jawab
atas pekerjaan.
7. Nilai kesalehan. Nilai kesalehan, yaitu moral yang tinggi dengan melakukan
sesuatu yang benar secara konsisten. Penerapan citra kesalehan ini dapat
dimulai dari keluarga dengan membiasakan anak-anak kita selalu tetap
melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan benar. Ketika anak-anak
melakukan kesalahan, segera diluruskan secara bijaksana dengan memberitahu
kesalahannya.
8. Ketaatan. Ketaatan, yaitu segera dan senang hati melaksanakan apa yang
menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Pencerminan sikap ketaatan dalam
kehidupan keluarga, berkenaan dengan sikap dan perilaku orangtua
atau anak-anak dapat menjalankan kewajiban agama, mengikuti aturan,
melaksanakan pekerjaan dengan segera, dan senang hati lebih dari yang
diharapkan.
9. Suka menolong. Suka menolong, yaitu kebiasaan membantu orang lain
tanpa mengharapkan imbalan. Menanamkan sifat suka membantu dalam
kehidupan keluarga, berhubungan dengan kemauan orangtua dan anakanaknya
untuk selalu siap mengulurkan tangan dalam membantu orang
lain tanpa pamrih, tidak berharap mendapat imbalan dari orang yang
dibantunya.
10. Sikap peduli. Sikap peduli, yaitu menanggapi perasaan dan pengalaman
orang lain. Menumbuhkan sikap peduli dalam kehidupan keluarga, berkenaan
dengan bimbingan orangtua terhadap anak-anak agar mengakui
keberadaan dan merasakan penderitaan orang lain untuk memberikan
bantuan tanpa membedakan suku, agama, dan perbedaan gender.
11. Disiplin. Disiplin, yaitu menepati waktu, mematuhi aturan yang telah disepakati.
Agama apa pun selalu menuntut umatnya agar bersikap disiplin
dalam segala hal. Islam mengajarkan sikap disiplin melalui perilaku ibadah.
Misalnya, shalat harus dikerjakan di awal waktu. Untuk menanamkan
sikap disiplin di rumah, orangtua bersama anak-anak bisa melakukan shalat
berjamaah tepat waktu.
AMZAH
Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 101
12. Sopan santun. Sopan santun, yaitu perilaku yang sesuai dengan normanorma
dan nilai-nilai agama. Adapun cara menerapkan sopan santun
pada anak adalah dengan cara peneladanan, penyontohan, keterlibatan,
penguatan, kebersamaan, dan membicarakannya.
13. Kesabaran. Kesabaran, yaitu menahan diri untuk menginginkan sesuatu
atau dalam menghadapi kesulitan. Menanamkan sikap sabar dalam kehidupan
keluarga, berkenaan dengan kemampuan orangtua atau anakanak
bersedia menahan diri ketika menginginkan sesuatu dan menghadapi
kesulitan secara tenang, tidak cepat puas, serta tidak mudah marah.
14. Kasih sayang. Kasih sayang adalah ungkapan perasaan dengan penuh
perhatian, kesadaran, dan kecintaan terhadap seseorang. Orang yang
bersikap kasih sayang dicirikan dengan adanya perhatian yang tulus dan
rela berkorban untuk orang lain, baik itu diminta maupun tidak.
15. Gotong-royong. Gotong-royong adalah melakukan pekerjaan secara bersama-sama
yang dilandasi oleh sukarela dan kekeluargaan. Gotong-royong
dapat dilihat dengan adanya saling menolong sesama dan melakukan
pekerjan tanpa mengharapkan imbalan.
16. Kerukunan. Kerukunan adalah hidup berdampingan dalam keberagaman
secara damai dan harmonis. Sikap rukun antarsesama ini, orangtua dapat
membicarakannya bersama anak-anak yang berkaitan dengan perbedaan
sifat, watak, dan tabiat seseorang. Adanya aneka ragam sosial dan
budaya di masyarakat, dengan perbedaan ini, anak-anak selalu menjaga
kerukunan.
17. Kebersamaan. Kebersamaan merupakan perasaan bersatu, sependapat, dan
sekepentingan. Hal ini dapat dilihat dengan kemampuan seseorang untuk
setia pada keluarga, teman, dan kelompok untuk seia sekata dalam suka
maupun duka.
18. Toleransi. Toleransi adalah bersikap menghargai pendapat dan pendirian
yang berbeda atau bertentangan dengan pendapat dan pendirian sendiri.
Kemampuan ini dapat dilihat melalui menerima dan menghargai perbedaan
pendapat, sikap, kepercayaan, sosial, agama, dan budaya.
AMZAH
102 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
19. Kebangsaan. Kebangsaan merupakan kesadaran diri sebagai warga negara
Indonesia yang harus menjunjung tingi harkat dan mertabat bangsa. Hal
ini dapat dicirikan dengan kemampuan untuk menghargai nilai-nilai
sejarah kepahlawanan, mencintai produksi dalam negeri, menyadari adanya
pengaruh global terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
20. Empati. Empati adalah memahami dan mengerti akan perasaan orang lain.
Hal ini dapat dilihat dengan kemampuan seseorang mengenali perasaan
orang lain serta adanya keinginan membantu orang lain.
21. Akrab. Keakraban atau kedekatan adalah hubungan yang dilandasi oleh
rasa kebersamaan dan kedekatan perasaan. Hal ini dapat dilihat melalui
adanya saling memberi perhatian, dapat menikmati kebersamaan, serta
memiliki rasa persahabatan.
22. Adil. Sikap adil adalah memperlakukan orang lain dengan sikap tidak
memihak secara proporsional. Hal ini dapat dicirikan dengan kemampuan
seseorang untuk memperlakukan orang lain secara wajar dan proporsional
seperti kita ingin diperlakukan oleh orang lain, berpihak kepada kebenaran
dan tidak pilih kasih terhadap sesama.
23. Pemaaf. Sikap pemaaf adalah dapat menerima kesalahan orang lain
tanpa perasaan dendam. Hal ini tampak jika seseorang dapat memaafkan
kesalahan orang lain, baik itu diminta maupun tidak serta tidak menyimpan
dendam atas kesalahan.
24. Kesetiaan. Kesetiaan, yaitu cerminan pribadi dalam memenuhi harapan
dan keinginan orang lain diminta atau tidak diminta. Menumbuhkan sikap
setia dalam kehidupan keluarga, berkaitan dengan bimbingan orangtua
terhadap anak-anak untuk membangun kesetiaan dalam keluarga, bersama
teman-teman kelompok, atau dalam lingkungan masyarakat.
25. Pengorbanan. Pengorbanan, yaitu kerelaan memberikan sesuatu untuk
membantu orang lain diminta atau tidak diminta. Mengembangkan sikap
pengorbanan dalam kehidupan kelurga adalah berkaitan dengan kemampuan
orangtua dan anak-anak selalu berlaku ikhlas untuk memberikan sebagian
AMZAH
Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 103
haknya dan bersedia mengambil risiko untuk membantu orang lain. Jiwa
Keikhlasan maksudnya jiwa ini bermakna sepi ing pamrih, yaitu melakukan
sesuatu bukan disebabkan oleh kemauan atau keinginan agar dilihat
orang agar dipuji atau mendapatkan keuntungan tertentu. Jadi, apa yang
dikerjakan dengan niat semata-mata untuk ibadah.8
26. Tanggung jawab. Tanggung jawab, yaitu mengetahui serta melakukan tugas
yang diamanahkan kepada seseorang. Untuk menanamkan sikap tanggung
jawab di rumah, orangtua sebaiknya memberikan tugas atau pekerjaan
kepada anak-anak kita sesuai kemampuan. Misalnya, membereskan tempat
tidur, menyapu halaman rumah, dan sebagainya. Berikan kesempatan pada
anak-anak untuk mengerjakannya, apakah selesai dikerjakan atau tidak
dan bagaimana cara melakukannya. Apabila tidak dikerjakan atau tidak
selsesai, orangtua dapat menanyakan kenapa hari ini tidak membereskan
tempat tidur.
27. Rasa aman. Rasa aman, yaitu suatu perasaan yang terbebas dari ketakutan
dan kekhawatiran. Dalam kehidupan keluarga, penumbuhan rasa aman
berkenaan dengan kewajiban orangtua memberikan perlindungan terhadap
anak-anaknya dengan menciptakan rasa aman di mana saja dalam segala
hal, agar anak-anak dapat tumbuh dan berkembang secara baik.
28. Sikap tanggap. Sikap tanggap, yaitu mengetahui dan menyadari sesuatu
yang akan dihadapinya. Setiap orang membutuhkan perhatian dari orang
lain dengan cara menanggapi perasaan dan permasalahan yang sedang
dihadapi, kemudian membantu menyelesaikannya. Dalam kehidupan
keluarga, pencerminan sikap tanggap berhubungan dengan kewajiban
orangtua menunjukkan sikap tanggap terhadap permasalahan, kemudian
membantunya bila diperlukan atau tidak diperlukan.
29. Bersikap tabah. Sikap tabah, yaitu mampu bertahan ketika menghadapi
situasi yang tidak diharapkan. Setiap orang diharapkan memupuk sikap
tabah agar mampu mengendalikan diri dan membangitkan semangat ketika
8 Ihsan Dacholfany, Pendidikan Tasawuf di Pondok Modern Darussalam Gontor, Jurnal Nizham,
Vol. 4, No. 2, Juli–Desember 2015, hlm. 236.
AMZAH
104 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
menghadapi masalah atau mendapat keberuntungan. Menumbuhkan sikap
tabah dalam kehidupan keluarga berkaitan dengan kewajiban orangtua
memberikan perlindungan terhadap anak-anaknya dengan menunjukkan
sikap tabah terhadap situasi dan permasalahan.
30. Berperilaku sehat. Berperilaku sehat, yaitu keadaan sehat secara fisik dan
psikis yang selalu diusahakannya. Setiap orang harus mampu menjaga
kesehatan fisik maupun psikisnya. Apalagi sebagai orangtua, kita harus
dapat membimbing anak-anak kita dan anggota keluarga lainnya dalam
memelihara kesehatan, agar dapat hidup sehat dan bahagia.
31. Bersikap teguh. Sikap teguh, yaitu seseorang mampu menjaga diri dari halhal
yang dihadapinya. Menanamkan keteguhan dalam kehidupan keluarga,
pada anak dalam keluarga adalah berkaitan dengan kemampuan orangtua
dan anak-anak kita dalam mempertahankan pendapat atau kepribadian
selama yang dianggapnya benar tanpa menimbulkan perselisihan atau
persengketaan yang mengakibatkan putus hubungan sosial.
32. Percaya diri. Percaya diri, yaitu kebebasan berbuat secara mandiri dengan
mempertimbangkan dan memutuskan sendiri tanpa bergantung pada
orang lain. Menumbuhkan sifat percaya diri dalam kehidupan keluarga
adalah berkaitan dengan kemampuan orangtua untuk menanamkan
sifat kemandirian anak-anak untuk berbuat, bertindak, mengungkapkan
dengan mempertimbangkan dan memutuskan tanpa bergantung kepada
orang lain.
33. Bersikap luwes. Sikap luwes, yaitu mudah menyesuaikan diri dengan
situasi dan kondisi di mana pun berada. Pencerminan sikap luwes dalam
kehidupan keluarga berkenaan dengan sikap dan perilaku orangtua dan
anak-anak agar dapat menyesuaikan diri dalam berbagai situasi dan kondisi,
dapat menerima pendapat orang lain, serta siap berubah.
34. Bersikap bangga. Sikap bangga, yaitu perasaan senang yang dimiliki, ketika
selesai melaksanakan tugas atau pekerjaan yang menantang kemudian
berhasil meraih sesuatu yang diinginkan. Mengembangkan sikap bangga
dari orangtua terhadap anak-anak agar menghargai dirinya sendiri, salah
satunya melalui peneladanan. Orangtua harus membiasakan dirinya
AMZAH
Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 105
sendiri agar senantiasa menghargai keberhasilannya sendiri dalam melaksanakan
tugas atau pekerjaan termasuk keberhasilan anak-anaknya
dengan memberitahukannya atau memberikan pujian kepada anak-anak
yang berhasil meraih sesuatu.
35. Kreatif. Perilaku kreatif, yaitu mendapatkan banyak cara atau ide untuk
melakukan sesuatu hingga berhasil. Menumbuhkan sifat kreativitas dalam
kehidupan keluarga adalah berkaitan dengan kemampuan orangtua
membimbing anak-anaknya supaya melakukan kegiatan untuk menghasilkan
karya-karya baru yang bermanfaat dan berguna bagi dirinya sendiri
maupun orang lain tanpa disuruh atau diperintah.
36. Kerja sama. Sikap kerja sama, yaitu melakukan sesuatu pekerjaan secara
bersama-sama dengan ikhlas. Menanamkan sikap kerja sama dalam kehidupan
keluarga berhubungan dengan kesedian orangtua dan anak-anak
untuk saling menolong, kerja sama, setia kawan, dan adanya pembagian
tugas dengan jelas. Menerapkan kerja sama oleh orangtua terhadap
anak-anak di rumah bisa melalui peneladanan dengan melibatkan anakank.
Misalnya, memindahakan perabotan rumah tangga, menata ruangan
keluarga, dan sebagainya dilakukan secara bersama-sama.
37. Perilaku hemat. Perilaku hemat, yaitu kemampuan seseorang berlaku hatihati
dalam membelanjakan uang atau menggunakan sesuatu secara efisien
dan efektif. Menerapkan perilaku hemat adalah dengan cara mengajarkan
anak untuk menyisihkan uang di rumah. Orangtua juga tidak boleh
bersikap boros dan tidak memaksakan diri dalam memenuhi keinginan
melainkan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan dalam membeli atau
menggunakan sesuatu.
38. Bersikap teliti. Bersikap teliti, yaitu kemampuan seseorang berlaku
cermat, saksama, dan hati-hati dalam segala hal. Menumbuhkan sikap
teliti dalam kehidupan keluarga, berkenaan dengan kemampuan orangtua
dan anak-anak dalam memperhitungkan segala sesuatunya secara
teliti, dapat menghindari dan memperkecil kesalahan. Menerapkan
sikap teliti dari orangtua terhadap anak-anak agar menjadi kepribadian
salah satunya adalah melalui peneladanan dan melibatkan anak-anak.
AMZAH
106 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Misalnya, orangtua bersama anak-anak membeli keperluan sekolah ke
toko buku, biarkan anak-anak memilih dan mengemas belanjaannya atau
menghitung kembaliannya.
39. Bersikap ulet. Sikap ulet, yaitu kemauan keras seseorang dalam berusaha
mencapai tujuan, cita-cita, keberhasilan, dan keberuntungan. Menanamkan
sikap ulet dalam kehidupan keluarga, berkaitan dengan kemampuan orangtua
dan anak-anak untuk terus berusaha tanpa mengenal lelah dalam
meraih keberhasilan dan tidak menyerah atau putus asa ketika mengalami
kegagalan. Orangtua dan anak-anak bisa juga membicarakan sikap dan
perilaku ulet ini dalam hidup keseharian untuk mencapai cita-cita sekolah
bagi anak-anak, atau melakukan pekerjaan di rumah agar mencapai hasil
yang maksimal.
40. Perilaku bersih. Perilaku bersih, yaitu upaya untuk berperilaku bersih dalam
keadaan apa pun dan di mana pun. Dalam menerapkan perilaku bersih
terhadap anak-anak, di antaranya, yaitu dapat memberikan bimbingan dalam
hal membiasakan anak-anak agar mandi teratur dengan menggunakan
sabun dan sikat gigi, membereskan tempat tidur ketika anak-anak bangun
tidur, membuang sampah pada tempatnya, dan lain sebagainya.9
B. KARAKTERISTIK ANAK USIA DINI
Karakter merupakan sifat yang mantap, stabil, dan khusus yang melekat dalam
diri seseorang yang membuatnya bersikap dan bertindak secara otomatis,
tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan, dan tanpa memerlukan pemikiran/
pertimbangan terlebih dahulu. Pengertian karakter tersebut diartikan sebagai
perbuatan yang telah menyatu dalam jiwa/diri seseorang, atau spontanitas
manusia dalam bersikap sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi.10
9 Rahmat Rosyadi, Pendidikan Islam dalam Pembentukan Karakter Anak Usia Dini, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2013, hlm. 37–95.
10 Amirulloh Syarbini, Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016,
hlm. 30.
AMZAH
Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 107
Karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem yang
melandasi pemikiran, perasaan, sikap, dan perilaku yang ditampilkan seseorang.
Untuk membentuk karakter yang baik dapat dilakukan melalui pendidikan
dan pelatihan secara terus-menerus yang dimulai dalam keluarga,
sifat karakter dapat dipengaruhi lingkungannya, penanaman nilai-nilai agama,
moral, dan budi pekerti sangat penting dilakukan sejak dini.
Dalam ilmu pendidikan, PAUD terbagi menjadi empat tahapan, yaitu
infant atau bayi usia (0–1 tahun), toddler usia (2–3 tahun), preschool/kindergarten
children atau anak usia TK (3–6 tahun), dan early primary school (SD kelas awal)
usia (6–8 tahun).11 Anak usia dini (0–8) tahun adalah individu yang sedang
mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Bahkan
dikatakan sebagai the golden age (usia emas), yaitu usia yang sangat berharga
dibandingkan usia-usia selanjutnya. Usia tersebut merupakan fase kehidupan
yang unik. Secara rinci dapat dijelaskan karakteristik anak usia dini sebagai
berikut.12
1. Usia 0–1 tahun, pada masa bayi perkembangan fisik mengalami kecepatan
luar biasa, paling cepat dibanding usia selanjutnya. Berbagai kemampuan
dan keterampilan dasar dipelajari anak pada usia ini. Di antara karakteristiknya
adalah: Pertama, ia mempelajari keterampilan motorik mulai dari
berguling, merangkak, duduk, berdiri, dan berjalan. Kedua, ia mempelajari
keterampilan menggunakan pancaindra seperti melihat, mengamati,
meraba, mencium, mendengar, mengecap, memasukkan benda ke dalam
mulut. Ketiga, ia mempelajari komunikasi sosial, komunikasi yang responsif
dari orang dewasa akan mendorong dan memperluas respons verbal dan
nonverbal bayi.
2. Usia 2–3 tahun, pada usia ini anak memiliki beberapa kesamaan karakteristik
dengan masa sebelumnya. Karakteristik pertama, anak sangat mengeksplorasi
benda-benda yang ada di sekitarnya. Kedua, diawali dengan
11 A. Fatih Syuhud, Pendidikan Islam: Cara Mendidik Anak Saleh, Smart dan Pekerja Keras,
Malang: Pustaka Al-Khoirot, 2011, hlm. 12.
12 Ahmad Susanto, Pendidikan Anak Usia Dini: Konsep dan Teori, Jakarta: Bumi Aksara, 2017,
hlm. 5–7.
AMZAH
108 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
berceloteh, anak mulai mengembangkan kemampuan berbahasa. Ketiga,
anak mulai belajar mengembangkan emosi.
3. Usia 4–6 tahun pada usia ini seorang anak memiliki karakteristik antara
lain sebagai berikut: Pertama, berkaitan dengan perkembangan fisik. Anak
akan sangat aktif melakukan berbagai kegiatan. Hal itu bermanfaat untuk
pengembangan otot-otot kecil maupun besar. Kedua, perkembangan bahasa
juga semakin baik. Anak sudah mampu memahami pembicaraan orang lain
dan mampu mengungkapkan pikirannya dalam batas-batas tertentu. Ketiga,
perkembangan kognitif (daya pikir) sangat pesat, ditunjukkan dengan rasa
ingin tahu anak yang luar biasa terhadap lingkungan sekitar. Hal itu terlihat
dari seringnya anak menanyakan segala sesuatu yang dilihat. Keempat,
bentuk permainan anak masih bersifat individu, bukan permainan sosial.
Walaupun aktivitas bermain dilakukan secara bersama.
4. Usia 7–8 tahun, karakteristik perkembangan seorang anak usia 7–8 tahun
sebagai berikut: Pertama, perkembangan kognitif anak masih berada pada
masa yang cepat. Dari segi kemampuan, secara kognitif anak sudah mampu
berpikir bagian per bagian. Kedua, perkembangan sosial anak mulai ingin
melepaskan diri dari otoritas orangtuanya. Hal tersebut ditunjukkan dengan
kecenderungan anak untuk selalu bermain di luar rumah bergaul dengan
teman sebaya. Ketiga, anak mulai menyukai permainan sosial, yaitu bentuk
permainan yang melibatkan banyak orang dengan saling berinteraksi.
Keempat, yaitu perkembangan emosi anak sudah mulai terbentuk dan
tampak sebagai bagian dari kepribadian anak. Walaupun pada usia ini masih
taraf pembentukan, namun pengalaman anak telah menampakkan hasil.
Anak usia dini daya ingatnya masih kuat dan hafalannya masih bersih, belum
dipengaruhi oleh berbagai macam problem dan kesulitan. Oleh karenanya, ia
banyak menghafal sesuatu meski ia tidak memahaminya. Ihsana El-Khuluqo
dalam bukunya mengutarakan perkembangan karakter anak usia dini, yaitu
sebagai berikut.13
13 Ihsana El-Khuluqo, Manajemen PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini): Pendidikan Taman
Kehidupan Anak, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015, hlm. 17–26.
AMZAH
Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 109
1. Senang dimotivasi. Pemberian motivasi sangat penting diberikan kepada
anak usia dini terutama ketika ia menentang, tidak bisa membedakan salah
dan benar dan ketika banyak bergerak serta tidak mau diam.
2. Senang bermain dan bersenang-senang. Bermain bukan sesuatu yang
tercela bagi anak usia dini, bahkan permainan itu menjadi sarana untuk
memperoleh keterampilan-keterampilan, mengumpulkan pengalaman, dan
mengembangkan kecerdasan. Anak perlu dididik agar suka belajar.
3. Bermain sambil belajar. Anak belajar dengan bermain dengan bantuan
permainan edukatif.
4. Membaca, berbicara, dan bertanya. Membacakan buku untuk anak sangat
berguna pada saat anak-anak mulai dapat memusatkan perhatian untuk
jangka waktu yang pendek.
5. Bermain game. Bermain game mengajarkan keterampilan sosial yang sangat
berguna. Anak belajar mengenal giliran dan tahu bahwa mereka tidak bisa
selalu menjadi pemain yang pertama. Ini merupakan keterampilan dasar
yang akan sangat berguna ketika anak masuk prasekolah atau bermainmain
di taman bermain. Belajar menerima kekalahan dan tidak bermain
curang bukanlah hal yang mudah bagi anak.
6. Menonton televisi. Acara anak-anak di TV dan komputer juga sangat
bermanfaat bagi anak. Acara TV seperti Barney atau Sesame Street mengajarkan
nilai-nilai yang baik dan mendorong anak untuk berpartisipasi
dalam bernyanyi, belajar, dan bermain. Di sisi lain, terus-terusan menonton
TV akan membuat anak bergantung pada sumber hiburan yang satu itu
dan tak banyak melakukan aktivitas permainan lain.
7. Bermain komputer. Komputer bisa membantu anak belajar. Banyak anak
prasekolah belajar matematika dasar dan membaca dengan menggunakan
komputer.
8. Senang berkompetisi dan berkelahi. Potensi ini jika diarahkan niscaya menjadi
faktor yang penting untuk menjadikan anak yang unggul dan kreatif.
9. Berpikir imajinatif. Anak usia dini itu akalnya belum matang, karena itu
imajinasi sering menguasai pikirannya.
AMZAH
110 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
10. Cenderung ingin mendapat keterampilan. Jika ayahnya seorang pedagang,
atlet, tukang besi, guru, anaknya akan berusaha memperoleh itu dari ayahnya
dengan cara menirunya. Itu terjadi pada anak usia dini yang belum berusia
6 tahun. Adapun sesudah 6 tahun kecenderungan itu akan berkurang.
11. Perkembangan bahasa yang cepat. Kosakata anak akan terus bertambah,
itu dipengaruhi oleh kesehatannya secara umum terutama oleh gizi yang
bagus. Demikian juga, hubungan kekeluargaan, muatan sosial dan ekonomi
dan tingkatan bahasa yang dimiliki ayah dan ibunya, anak kecil yang tidak
sehat perkembangan bahasanya tidak sama dengan yang sehat.
12. Cenderung suka merusak dan merakit kembali. Kecenderungan ini oleh
sebagian dianggap suatu jenis perusakan padahal tidak demikian. Akan
tetapi, itu adalah karakteristik tahapan, jadi sebaiknya anak dijauhkan
dari sesuatu yang rentan pecah atau rusak, sebaliknya diberikan permainan
khusus, seperti kereta-keretaan, bor-boran, kubus, kertas, dan sebagainya.
13. Perkembangan emosi yang kuat. Emosi merupakan suatu keadaan atau
perasaan yang bergejolak dalam diri seseorang yang disadari dan diungkapkan
melalui wajah atau tindakan, yang berfungsi sebagai inner adjustment
(penyesuaian dari dalam) terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahteraan
dan keselamatan individu.
14. Rasa takut. Perasaan takut itu lebih kuat pada anak perempuan. Maka
tidak sewajarnya menghukum anak dengan menakuti-nakutinya.
15. Marah dan cemburu. Di antara gejala-gejala anak sedang marah dan cemburu
adalah tidak mau makan atau memecahkan sesuatu benda atau memukul
dirinya. Adapun yang menjadi timbulnya marah adalah celaan, larangan
untuk berbuat sesuatu, dan kritikan dari yang lain. Marah dan cemburu sering
terjadi pada anak-anak perempuan dan seringkali disebabkan oleh kelahiran
adiknya. Ia merasa kurang mendapatkan kasih sayang dari kedua orangtuanya
sehingga ia suka menyakiti adiknya, cemburu terhadap adiknya.
Anak pada usia dini belum mampu menangkap konsep abstrak. Anak masih
pada fase berpikir konkret. Mereka hanya dapat mengerti tentang hal yang
ditangkap oleh indranya. Hal yang bersifat abstrak dan berupa konsep, seperti:
AMZAH
Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 111
kejujuran, masih sulit diterima oleh akalnya, kecuali bila dijelaskan dengan
contoh yang bersifat konkret pula.
Segala hal yang bersifat teoretis, kaku, banyak nasihat, dan monoton
membuat mereka kehilangan minat dan tidak segan untuk mengalihkan perhatiannya
pada hal lain yang lebih memuaskan hatinya, namun mereka akan
sangat antusias terhadap segala bacaan atau tontonan yang dapat membangkitkan
imajinasi dan daya fantasinya, seperti: menggambar, bermain peran,
bermain, dan mendengarkan cerita.14 Biechler dan Snowman menegaskan
anak usia prasekolah, yaitu anak yang berusia antara 3–6 tahun. Pemerintah
Indonesia menetapkan bahwa anak TK dan RA adalah anak yang berada
dalam rentang usia 4 sampai 6 tahun. Di bawah ini adalah karakteristik anak
usia prasekolah menurut para ahli, yaitu sebagai berikut.15
Tabel 1.5.
Karakteristik Anak Usia Prasekolah Menurut Ahli
No. Tokoh Ciri Umum Ciri Khusus
1. Bowlby
(Menunjukkan
perkembangan aspek
psikososial)
Membentuk kerja sama. Anak sudah dapat terpisah
untuk waktu yang tidak
terlalu lama dan mengerti
mengapa harus terpisah;
ia dapat diajak kerja sama.
2. Piaget
(menunjukkan
perkembangan kognitif)
Kemampuan menggunakan
simbol (fungsi simbolik).
Penggunaan simbol dan
penyusunan tanggapan
internal, misalnya dalam
permainan, bahasa dan
peniruan.
14 Zubaedi, Strategi Taktis Pendidikan Karakter (Untuk PAUD dan Sekolah), Depok: Rajawali
Pers, 2017, hlm. 38.
15 Anita Yus, Penilaian Perkembangan Belajar Anak Taman Kanak-Kanak, Jakarta: Kencana,
2011, hlm. 16–18.
AMZAH
112 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
3. Montessori
(Pengindraan)
Indra berkembang
dengan menangkap
rangsangan yang kemudian
diorganisasikan dalam
pikirannya sehingga
membentuk persepsi.
Anak sensitif untuk belajar
membaca.
4. Froebel Daya abstraksi anak mulai
berkembang.
Anak belajar tentang
bentuk, ukuran, warna,
serta konsep yang diperoleh
melalui menghitung,
mengukur, membedakan,
dan membandingkan.
Selain itu, menurut Kementerian Pendidikan Nasional, terdapat delapan
belas nilai pendidikan karakter, yaitu sebagai berikut.16
1. Religius, yaitu sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran
agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain,
dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur, yaitu perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai
orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleransi, yaitu sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,
suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari
dirinya.
4. Disiplin, yaitu tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada
berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja keras, yaitu perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh
dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas serta menyelesaikan
tugas dengan sebaik-baiknya.
6. Kreatif, yaitu berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara
atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
16 Anas Salahudin & Irwanto Alkrienciehie, Pendidikan Karakter (Pendidikan Berbasis Agama
dan Budaya Bangsa), Bandung: CV Pustaka Setia, 2013, hlm. 54.
AMZAH
Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 113
7. Mandiri, yaitu sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang
lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis, yaitu cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama
hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9. Rasa ingin tahu, yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya,
dilihat, dan didengar.
10. Semangat kebangsaan, yaitu cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang
mengutamakan kepentingan bangsa dan negara.
11. Cinta tanah air, yaitu cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap
bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12. Menghargai prestasi, yaitu sikap dan tindakan yang mendorong dirinya
untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui,
serta menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/komunikatif, yaitu tindakan yang memperlihatkan rasa senang
berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14. Cinta damai, yaitu sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan
orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15. Gemar membaca, yaitu kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca
berbagai bacaan yang memberikan manfaat bagi dirinya.
16. Peduli lingkungan, yaitu sikap dan tindakan yang berupaya mencegah
kerusakan lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upayaupaya
untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli sosial, yaitu sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan
pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggung jawab, yaitu sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan
tugas dan kewajibannya, yang seharusnya ia lakukan terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan alam (karakter dimulai dalam sosial budaya), negara,
dan Tuhan Yang Maha Esa.
AMZAH
114 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Adapun peserta didik yang berkarakter memiliki ciri-ciri, di antaranya yaitu
1. memiliki kesadaran spiritual;
2. memiliki integritas moral;
3. memiliki kemampuan berpikir holistik;
4. memiliki sikap terbuka;
5. memiliki sikap peduli.17
Dengan demikian, dasar pendidikan tersebut dapat diterapkan sejak usia
kanak-kanak atau yang biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia emas (golden
age), pada saat usia dini terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam
mengembangkan potensinya. Setiap anak itu unik, kita tidak perlu membandingbandingkannya
dengan anak yang lain. Yang perlu dilakukan adalah membantu
mengenali potensi dan mengarahkannya. Tidak ada salahnya memberi reward
pada anak seperti pujian, hadiah, dan lain sebagainya. Munculnya potensi
anak bergantung pada rangsangan yang diberikan oleh pendidik dan orangtua.
Pembentukan perilaku yang diharapkan pada anak juga merupakan hal yang
harus dibiasakan sejak usia dini. Upaya ini penting dilakukan karena akan
membangun fondasi yang kuat bagi perkembangan pola pribadi dan perilaku
anak selanjutnya. Pola-pola interaksi yang berkembang pada masa anak usia dini
akan menjadi kerangka dasar bagi perkembangan kepribadian dan perilaku anak
selanjutnya.
C. TUJUAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
Adapun tujuan dari pendidikan anak usia dini adalah membantu pertumbuhan
dan perkembangan jasmani dan rohani anak sehingga memiliki kesiapan untuk
memasuki pendidikan lebih lanjut.18 Secara umum tujuan pendidikan anak usia
dini adalah memberikan stimulasi atau rangsangan bagi perkembangan potensi
17 Anas Salahudin & Irwanto Alkrienciehie, Pendidikan Karakter (Pendidikan Berbasis Agama
dan Budaya Bangsa), Bandung: CV Pustaka Setia, 2013, hlm. 56.
18 Ihsana El-Khuluqo, Manajemen PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini): Pendidikan Taman
Kehidupan Anak, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015, hlm. 37.
AMZAH
Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 115
anak agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri,
percaya diri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.19
Pendidikan prasekolah merupakan periode yang sangat penting, pendidikan
prasekolah adalah sebagai berikut.
1. Periode pembentukan dasar pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
2. Periode yang sangat berpengaruh terhadap kualitas anak pada masa berikutnya.
3. Periode untuk meletakkan dasar-dasar tentang keyakinan agama, etika,
dan budaya. Keyakinan agama penting untuk membangun kesadaran anak
tentang adanya Tuhan dan hubungan antara Khalik dan makhluknya yang
perlu dibangun sejak dini. Pendidikan tentang etika juga penting agar
anak mampu berinteraksi dengan lingkungan sosial dan fisik secara santun
dan etis. Pendidikan budaya penting agar anak tumbuh dan berkembang
dalam lingkup kebudayaan dan anak tidak tercerabut dari akar budayanya
sehingga menjadi asing dengan lingkungan budayanya.
4. Periode untuk mengembangkan potensi anak. Potensi anak bisa dikembangkan
secara maksimal melalui proses pendidikan yang tepat dan periode
prasekolah merupakan salah satu fondasinya.
5. Periode yang tak bisa dikonversikan pada masa mendatang.
6. Periode perkembangan otak secara maksimal sehingga faktor gizi dan
stimulus yang tepat sangat mempengaruhi. Gizi buruk berdampak pada
kualitas pikir anak dan juga bisa menyebabkan kematian anak di bawah
usia lima tahun.20
Selain itu, menurut Partini mengemukakan bahwa tujuan diselenggarakannya
pendidikan anak usia dini, adalah: Pertama, membentuk anak
Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai
19 Suyadi & Maulidya Ulfah, Konsep Dasar PAUD, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012,
hlm. 19.
20 Taqiyuddin, Sejarah Pendidikan: Melacak Geneologi Pendidikan Islam di Indonesia, Bandung:
Mulia Press, 2008, hlm. 226–227.
AMZAH
116 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal
di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa
dewasa. Kedua, membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar
akademik di sekolah.21
D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KARAKTER PADA ANAK
USIA DINI
Anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan
dan perkembangan yang bersifat unik, dalam arti memiliki pola pertumbuhan
dan perkembangan (koordinasi motorik halus dan kasar), intelegensi (daya
pikir, daya cipta, kecerdasan spiritual), sosial emosional, (sikap dan perilaku
serta agama), bahasa dan komunikasi yang khusus sesuai dengan tingkat
pertumbuhan dan perkembangan anak.
Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang masih harus dikembangkan.
Anak memiliki karakteristik tertentu yang khas dan tidak sama
dengan orang dewasa, mereka selalu aktif, dinamis, antusias, dan ingin tahu
terhadap apa yang dilihat, didengar, dirasakan, mereka seolah-olah tidak pernah
bereksplorasi dan belajar. Anak bersifat egosentris, memiliki rasa ingin tahu
secara alamiah, merupakan makhluk sosial, unik, kaya dengan fantasi, memiliki
daya perhatian yang pendek, dan merupakan masa yang paling potensial untuk
belajar. Pendidikan anak dapat dilaksanakan melalui jalur formal, nonformal,
dan informal. Pendidikan formal (pendidikan yang dikelola oleh pemerintah)
seorang anak dapat diperoleh dari bangku PAUD, TK, SD, SMA, dan sampai
tingkat jenjang pendidikan selanjutnya. Pendidikan nonformal (pendidikan
yang dikelola oleh yayasan) dapat diperoleh mulai dari PAUD, TPA, KB, atau
sejenisnya dan sampai pada selanjutnya. Namun, pendidikan informal diperoleh
sejak dari masih berada dalam kandungan seorang ibu (pendidikan prenatal)
21 Partini, Pengantar Pendidikan Anak Usia Dini, Yogyakarta: Grafindo Litera Media, 2010,
hlm. 7.
AMZAH
Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 117
dan dari lingkungan anak.22 Pada hakikatnya pendidikan mengandung beberapa
unsur pokok,23 yaitu
1. menjaga fitrah anak;
2. menumbuhkembangkan bakat anak;
3. mengarahkan fitrah dan bakat yang dimiliki anak;
4. adanya tahapan-tahapan yang sistematis dalam merealisasikannya.
Fitrah kemanusiaan yang menjadi entitas kunci pada unsur-unsur pokok
dalam memaknai pendidikan, harus diketahui secara pasti. Hal pokok dari fitrah
berpusat pada konsepsi manusia. Islam dengan tegas menyatakan bahwa manusia
adalah makhluk Allah yang memiliki tugas kekhalifahan dan kehambaan.
Mengapa pendidikan anak itu penting dilakukan sejak usia dini? Pada dasarnya
manusia terlahir ke dunia ini tanpa identitas, tidak mengenal apa-apa dan
siapa-siapa serta untuk apa dilahirkan. Ia juga dilahirkan tidak pernah berpesan
terlebih dahulu untuk dijadikan apa, bagaimana dan mau ke mana selanjutnya,
kecuali hanya satu bahwa manusia dilahirkan hanya membawa fitrah yang telah
dianugerahi Allah Ø. Sebagaimana Allah Ø berfirman dalam Alquran Surah
Al-Insân ayat 1:
Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang ia ketika itu
belum merupakan sesuatu yang dapat disebut. (QS. Al-Insân (76): 1)24
Firman Allah Ø itu memberi gambaran kepada kita, manusia lahir
ke dunia tidak mempunyai apa-apa. Manusia lahir tidak disebut siapa pun.
Manusia lahir tidak membawa harta, jabatan, dan kekayaan. Manusia lahir
tidak mempunyai nama apa pun. Manusia lahir tidak membawa moral etika,
dan agama apa pun yang menjadi karakter perilaku dan tindakannya, kecuali
memiliki potensi dan nilai-nilai keimanan yang bersifat sederhana. Selain
22 Mursid, Belajar dan Pembelajaran PAUD, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015, hlm. 34.
23 Dindin Jamaluddin, Paradigma Pendidikan Anak dalam Islam, hlm. 104.
24 QS. Al-Insân (76): 1.
AMZAH
118 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
potensi keimanan, manusia juga memiliki potensi untuk kafir apabila tidak diberi
penguatan terhadap fitrah keimanannya itu. Manusia lahir dalam keadaan
netral dari berbagai nilai, norma, dan agama. Sebagaimana dalam perspektif
ahli psikologi bernama John Locke, mengemukakan bahwa anak lahir bagaikan
kertas putih yang belum ada gambarnya.25
Seorang anak yang pada masa usia dini tidak mendapatkan pendidikan
agama dan tidak pula mempunyai pengalaman keagamaan maka ia nanti setelah
dewasa akan cenderung bersikap negatif terhadap agama dan dalam menjalankan
kehidupannya. Pandangan Alquran mengenai pendidikan agama di usia dini
terdapat dalam firman Allah Ø dalam Alquran Surah Tâhâ ayat 132:
Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah
kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah
yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang
yang bertakwa. (QS. Tâhâ (20): 132)26
Ayat tersebut menjelaskan bahwa orangtua akan dimintai tanggung
jawabnya tentang pendidikan anak-anaknya. Di dalam Islam anak-anak mempunyai
hak untuk menuntut dari orangtuanya pendidikan yang layak untuk
kebahagiaannya di dunia dan akhirat dengan menjadi orang yang bertakwa
kepada Allah Ø.
Masa usia dini adalah masa keemasan, artinya masa tersebut merupakan
masa terbaik dalam proses belajar yang hanya sekali dan tidak pernah akan
terulang kembali. Pertumbuhan dan perkembangan anak pada masa ini berlangsung
sangat cepat dan akan menjadi penentu bagi sifat-sifat atau karakter
25 Rahmat Rosyadi, Pendidikan Islam dalam Pembentukan Karakter Anak Usia Dini, Konsep dan
Praktik PAUD Islami, Jakarta: Rajawali Pers, 2013, hlm. 6–7.
26 QS. Surat Thâhâ (20): 132.
AMZAH
Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 119
anak di masa dewasa.27 Pembentukan karakter dipengaruhi oleh dua faktor,
yaitu 1) faktor bawaan; 2) faktor lingkungan.28
1. Faktor Bawaan
Ada yang menyebut faktor hereditas ini dengan istilah nature. Faktor hereditas
atau nature merupakan karakteristik bawaan yang diturunkan dari orangtua
biologis atau orangtua kandung kepada anaknya. Jadi, faktor tersebut merupakan
pemberian biologis sejak lahir. Faktor hereditas ini merupakan salah satu faktor
penting yang mempengaruhi perkembangan anak usia dini. Menurut penelitian,
faktor hereditas ini mempengaruhi kemampuan intelektual dan kepribadian
seseorang. Islam telah mengindikasikan pentingnya faktor hereditas dalam
perkembangan anak sejak 14 abad yang lalu. Dalam sudut pandang hereditas,
karakteristik seseorang dipengaruhi oleh gen yang merupakan karakteristik
bawaan yang diwariskan (genotip) dari orangtuanya, yang akan terlihat sebagai
karakteristik yang dapat diobservasi (fenotip). Gen merupakan cetak biru dari
perkembangan yang tetap diturunkan dari generasi ke generasi. Fenotip merupakan
karakter individu yang terlihat langsung oleh mata sehari-hari yang tercipta dari
cetak biru tersebut. Gen orangtua diwariskan kepada anak-anaknya melalui proses
pembuahan.29 Gen yang diterima anak dari orangtuanya pada saat pembuahan
akan mempengaruhi semua karakteristik dan keterampilan anak kelak. Dalam
disiplin ilmu pendidikan, orang yang mempercayai bahwa perkembangan seorang
anak dipengaruhi oleh faktor hereditas disebut aliran nativisme yang dipelopori
oleh Schopenhauer. Aliran tersebut berpendapat bahwa perkembangan anak
telah ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir. Hereditas oleh aliran
ini juga disebut pembawaan. Pembawaan yang telah terdapat pada anak sejak
dilahirkan itulah yang menentukan perkembangannya kelak. Dalam perspektif
hereditas, perkembangan seorang anak sangat dipengaruhi oleh hal berikut.
27 Nana Prasetyo, Membangun Karakter Anak Usia Dini, Jakarta: Direktorat Pembinaan
Pendidikan Anak Usia Dini, 2013, hlm. 12.
28 Nana Prasetyo, Membangun Karakter Anak Usia Dini, Jakarta: Direktorat Pembinaan
Pendidikan Anak Usia Dini, 2013, hlm. 8.
29 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, Jakarta: Rajawali Press, 2009,
hlm. 47.
AMZAH
120 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
a. Bakat. Anak dilahirkan dengan membawa bakat-bakat tertentu. Bakat
tersebut diibaratkan seperti bibit kesanggupan atau bibit kemungkinan
yang terkandung dalam diri anak. Setiap anak memiliki berbagai macam
bakat sebagai pembawaannya, seperti bakat musik, seni, agama, akal yang
tajam, dan sebagainya. Bakat yang dimiliki oleh si anak tersebut pada
dasarnya diwarisi oleh orangtuanya, bisa bapak atau ibunya atau bahkan
nenek moyangnya.
b. Sifat-sifat keturunan. Sifat-sifat keturunan yang diwariskan oleh orangtua
atau nenek moyangnya terhadap seorang anak dapat berupa fisik maupun
psikis. Mengenai fisik misalnya bentuk hidungnya, bentuk badannya, dan
suatu penyakit. Sementara itu, mengenai psikisnya seperti sifat pemalas,
sifat pemarah, pandai, gemar bicara, dan sebagainya. Setiap anak sudah
berbeda sejak lahir. Namun, bukan lebih pada karena ia laki-laki atau
perempuan, tetapi karena memang setiap individu berbeda. Anak-anak
membawa keunikannya (misalnya: sifat, bakat, dan kondisi fisik), masingmasing
yang harus dihargai oleh orang-orang dewasa di sekelilingnya.30
2. Faktor Lingkungan
Anak-anak belajar bahasa dan keterampilan hidup dari lingkungan bahwa
mereka menghabiskan waktu mereka. Karena alasan itulah ia berpikir bahwa
lingkungan untuk anak-anak perlu indah dan teratur rapi sehingga anak-anak
dapat belajar tata tertib dari lingkungan itu.31 Faktor lingkungan ini sering
disebut dengan istilah nurture. Faktor lingkungan diartikan sebagai kekuatan
kompleks dari dunia fisik dan sosial yang mempengaruhi susunan biologis
dan pengalaman psikologis anak sejak sebelum ada dan sesudah lahir. Faktor
ini meliputi semua pengaruh lingkungan, termasuk di dalamnya pengaruhpengaruh
berikut ini.
30 Elga Andriana, Tanya-Jawab Problema Anak Usia Dini Berbasis Gender, Yogyakarta: Kanisius,
2006, hlm. 19–20.
31 Rita Eka Izzaty, Perilaku Anak Prasekolah, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2017,
hlm. 32.
AMZAH
Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 121
a. Keluarga. Proses pembentukan karakter diawali dengan kondisi pribadi ibuayah
sebagai figur yang berpengaruh untuk menjadi panutan, keteladanan,
dan diidolakan atau ditiru anak-anak. Dalam keluarga, ayah berkewajiban
mendidik anak-anaknya, sedangkan ibu wajib mengajarkan kebaikan
kepada anak-anaknya. Suami menjadi teladan bagi istrinya, menjadi
pemimpin yang mengayomi keluarganya, sedangkan istri harus taat dan
berbakti kepada keluarganya dengan dasar agama dan nilai-nilai budaya
yang positif.32 Lembaga keluarga merupakan tempat pembentukan karakter
anak yang utama, terlebih pada masa-masa awal pertumbuhan mereka
sebagai manusia. Dalam hal ini, keluarga memiliki investasi afeksi yang
tidak dapat tergantikan oleh peranan lembaga lain di luar keluarga, seperti
sekolah, lembaga agama, dan masyarakat. Jadi, sedekat apa pun hubungan
emosional antara pendidik dan siswa, katakanlah seandainya mereka
memiliki keterikatan emosional mereka dengan orangtua mereka di
rumah, ikatan emosional ayah dan ibu merupakan sebuah pengalaman tak
tergantikan yang menjadi modal dasar pertumbuhan emosi dan kedewasaan
anak. Selain memiliki fungsi sebagai lembaga pertama tempat sang anak
menjalani apa yang disebut sosialisasi, keluarga merupakan sebuah tempat
anak-anak menerima pendidikan nilai. Anak banyak belajar dari cara
bertindak dan cara berpikir orangtua. Merekalah yang menjadi model peran
pertama dalam hal pendidikan nilai. Singkatnya, orangtualah yang menjadi
tempat pertama pembentukan karakter anak. Meskipun memiliki posisi
sangat strategis sebagai tempat investasi emosional pertama sang anak dalam
masa-masa awal pertumbuhannya, posisi istimewa orangtua ini juga bisa
menjadi titik lemah bagi pembentukan karakter anak. Oleh sebab itu, tidak
ada korelasi antara kemampuan untuk melahirkan anak dan kemampuan
diri dari orangtua untuk menjadi pendidik. Untuk menjadi orangtua hanya
prasyarat biologis yang diperlukan, sedangkan untuk menjadi pendidik
dibutuhkan pengalaman, keahlian, dan pemahaman tentang paedagogi.
Jadi, visi pendidikan dan dan keyakinan filosofis, dan pengalaman pribadi
32 Tatang, Ilmu Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2012, hlm. 79.
AMZAH
122 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
orangtua tentang pendidikan anak inilah yang menentukan berhasil tidaknya
orangtua menjadi pendidik nilai bagi anak-anaknya.33
b. Lingkungan yang positif akan membentuk karakter yang positif pula pada
anak. Karakter seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh pembawaan, namun
juga lingkungan (terutama dalam keluarga) memiliki pengaruh yang sangat
besar. Pada hakikatnya anak adalah makhluk individu yang membangun
sendiri pengetahuannya. Itu artinya, pendidik dan pendidik anak usia dini
lainnya tidaklah dapat menuangkan air begitu saja ke dalam gelas yang
seolah-olah kosong melompong. Anak lahir dengan membawa sejumlah
potensi yang siap untuk ditumbuhkembangkan, asalkan lingkungan
menyiapkan situasi dan kondisi yang dapat merangsang kemunculan
dari potensi yang tersembunyi tersebut.34 Salah satu contoh kisah nyata,
seorang anak laki-laki dibesarkan dalam lingkungan binatang. Si anak
berjalan dengan merangkak, makan, bertingkah laku, dan bersuara seperti
binatang karena ia tidak bisa bicara. Orang yang menemukan si anak
berusaha mendidiknya kembali seperti halnya anak-anak pada umumnya.
Hasilnya, si anak tetap memiliki pribadi seperti binatang karena sebagian
besar hidupnya dilalui bersama binatang sejak usia dini. Tampak di sini
betapa besar pengaruh lingkungan terhadap pembentukan karakter. Dari
contoh tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa karakter seseorang tidak
hanya dipengaruhi oleh bawaan, tetapi juga lingkungan (terutama, dalam
keluarga) memiliki pengaruh yang sangat besar.35 Dengan demikian,
lingkungan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan
anak. Oleh karena itu, lingkungan perlu dirancang sedemikian rupa agar
dapat mengembangkan dan menyempurnakan apa yang dibawa anak
sejak lahir.
33 Doni Koesoema A., Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, Jakarta:
PT Grasindo, 2010, hlm. 181.
34 Yuliani Nurani Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta: PT Indeks, 2009,
hlm. 55.
35 Nana Prasetyo, Membangun Karakter Anak Usia Dini, Jakarta: Direktorat Pembinaan
Pendidikan Anak Usia Dini, 2013, hlm. 8–9.
AMZAH
Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 123
Pendidik adalah seorang administrator, informator, konduktor, dan
sebagainya, harus berkelakuan menurut harapan masyarakatnya. Pendidik
sebagai pendidik dan pembangun generasi baru diharapkan tingkah laku yang
bermoral tinggi demi masa depan bangsa dan negara. Kepribadian pendidik
dapat mempengaruhi suasana kelas/sekolah, baik kebebasan yang dinikmati
anak dalam mengeluarkan buah pikiran dan mengembangkan kreativitasnya
ataupun pengekangan dan keterbatasan yang dialami dalam pengembangan
pribadinya. Anak dalam perkembangannya dipengaruhi oleh orangtua/wali
murid dalam lingkungan keluarga, pendidik-pendidik dalam lingkungan sekolah,
masyarakat beserta lingkungannya yang merupakan tripusat pendidikan. Keberhasilan
pendidikan di sekolah bukan hanya ditentukan oleh usaha murid
secara individual atau berkat interaksi murid dan pendidik dalam proses belajar
mengajar (PBM), melainkan juga interaksi anak/siswa dengan lingkungan
sosialnya yang berlainan dalam berbagai budaya yang dihadapi di dalam maupun
di luar sekolah.36
Para pendidik anak usia dini hendaknya terlibat aktif dalam proses pendidikan
anak. Pemberian kesempatan yang luas untuk anak-anak mengenali
lingkungannya dengan cara bereksplorasi merupakan tugas utama para pendidik.
Pemaksaan dan pengekangan daya eksplorasi dapat mematikan pengembangan
potensi anak bahkan dapat menyebabkan anak mengalami tekanan atau
kebingungan dalam melakukan sesuatu bila ia tidak menyukainya. Hal yang
menjadi fokus utama bagi para pendidik adalah mengelola proses pendidikan
dalam pelaksanaan program kegiatan yang membuat setiap anak merasa senang
dengan apa yang dilakukannya dan baik pendidik maupun anak-anak selalu
mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang baru. Untuk itu, Montessori
menyatakan bahwa pendidik anak-anak usia dini harus:
a. Memberikan pengenalan alat yang riil yang digunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Seperti: pisau, gunting, alat-alat kebersihan dan alat-alat pertukangan.
Hal ini dimaksudkan agar anak-anak secara bertahap mengenali
alat-alat yang membantu kelancaran proses kehidupan.
36 Ruminiati, Sosio Antropologi Pendidikan: Suatu Kajian Multikultural, Malang: Penerbit
Gunung Samudera, 2016, hlm. 24.
AMZAH
124 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
b. Menyimpan dan meletakkan bahan-bahan serta peralatan di tempat yang
dapat dijangkau anak-anak dan ditata secara teratur, mereka dapat menemukan
dan mengambil apa yang mereka butuhkan. Merancang ruang kelas
dengan rak-rak yang rendah dan terbuka, berarti anak-anak dapat melihat
apa yang ada dan mendapatkan apa yang mereka inginkan tanpa bantuan
dari pendidik.
c. Menciptakan keindahan dan kerapian di ruang kelas. Menurut Montessori,
mengetahui bagaimana merancang lingkungan yang indah dan menarik bagi
anak-anak sama pentingnya dengan bagian pengajaran seperti mengetahui
bagaimana memilih buku anak-anak yang baik untuk perpustakaan.37
Dalam hal ini diharapkan kepada seluruh para pendidik untuk memahami
segala masalah yang timbul pada anak dini dan berusaha menanggulanginya
sedini mungkin, dengan demikian dapat mengamalkan dan melaksanakan
pendidikan agamanya dengan baik dan benar. Pendidikan usia dini tidak dapat
dikesampingkan dan diremehkan, pengaruhnya berdampak sangat besar terhadap
kehidupan anak selanjutnya. Di sini peranan para pendidik terutama
orangtua dituntut untuk memahami hal-hal yang berkaitan dengan pertumbuhan
Intellegence Quotient (IQ) anak; di samping hal lainnya agar anak tersebut
memiliki kemampuan berpikir yang baik dan menjadi anak saleh.
E. METODE DALAM MEMBENTUK ANAK BERKARAKTER SEJAK
USIA DINI
Dalam dunia pendidikan, metode pengajaran berfungsi sebagai salah satu alat
untuk menyajikan bahan pelajaran dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Dalam pendidikan, khususnya jenjang pendidikan prasekolah dan
sekolah dasar, tujuan pendidikan ini adalah untuk mengembangkan sikap,
pengetahuan, daya cipta, dan keterampilan pada anak.
Islam sangat memperhatikan masalah moral. Hal ini sesuai dengan misi
diutusnya Rasulullah , yaitu untuk memperbaiki akhlak atau moral manusia.
37 Rita Eka Izzaty, Perilaku Anak Prasekolah, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2017,
hlm. 34–36.
AMZAH
Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 125
Pendidikan karakter atau akhlak atau moral yang baik adalah menjalankan
perintah agama dengan baik sesuai dengan yang dicontohkan rasul-Nya, seperti
sopan, jujur, pemaaf, menghormati, dan menyayangi sesama makhluk ciptaanNya.
Rasulullah adalah sosok yang dapat dijadikan contoh sepanjang masa.
Membentuk anak berkarakter tidak hanya dapat dilakukan melalui kata-kata
atau perintah saja. Membentuk anak berkarakter sesuai harapan orangtua
tentu harus diiringi dengan contoh-contoh atau keteladanan. Seperti halnya
yang telah dikemukakan oleh ahli psikologi dan ahli pendidikan bahwa anak
akan berperilaku seperti orangtuanya berperilaku. Hal ini menandakan bahwa
anak mencontoh (imitate) apa pun yang diucapkan dan dilakukan para orangtuanya.
Anak merupakan imitator ulung. Maka dari itu, pendidik atau orangtua
memiliki peran sentral dalam membentuk karakter anak. Dengan demikian,
pendidik atau orangtua seyogianya menggunakan ilmu pendidikan, khususnya
ilmu metode pendidikan. Oleh karena itu, pendidik atau orangtua dapat
menyampaikan sesuatu sesuai dengan metode yang tepat agar tujuannya dapat
tercapai. Selain itu, dalam membentuk karakter anak, diperlukan berbagai
macam metode, ada banyak karakter yang perlu dimiliki oleh anak dalam
mengarungi kehidupannya sehingga akan selamat dunia dan akhirat.
Metode pembelajaran merupakan prosedur atau suatu cara yang ditempuh
oleh pendidik dalam mengelola pembelajaran yang efisien dan efektif. Sesuai
dengan karakteristik dan tuntutan berbeda antara orang dewasa dan anak. Oleh
karena itu, guru perlu mempersiapkan suatu metode pembelajaran yang tepat
dan sesuai dengan dunia anak secara optimal sehingga diharapkan tumbuhnya
sikap dan kebiasaan berperilaku positif, yang mendukung pengembangan berbagai
potensi dan kemampuan anak.
Pemahaman dan penguasaan metode pembelajaran anak merupakan
hal yang mutlak diperlukan oleh guru prasekolah. Pertama, sesuai dengan
karakteristik anak yang lazimnya aktif dan memiliki kemampuan berkreasi
sehingga metode pembelajaran bagi anak usia prasekolah, yaitu berpusat pada
anak. Dengan demikian, artinya bahwa anak diberikan kesempatan yang luas
guna berbuat aktif, baik secara mental maupun fisik. Kedua, pada dasarnya anak
belajar pada situasi yang menyeluruh maka cara pembelajaran yang terpadu
AMZAH
126 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
cocok untuk dilaksanakan bagi anak usia dini. Ketiga, adanya perbedaan pada
individual anak yang menuntut guru untuk memahami dan menyediakan
sejumlah alternatif kegiatan untuk memberi kesiapan pada anak dalam memilih
kegiatan yang diminati. Keempat, hendaknya cara pembelajaran anak usia dini
adalah dengan memberikan kesempatan kepada anak untuk berinteraksi, baik
dengan guru, maupun teman-teman sebayanya. Kelima, cara pembelajaran
bersifat tidak terstruktur dan fleksibel. Keenam, hal yang perlu diprioritaskan
adalah penerapan bermain sebagai sarana belajar di TK.38
Adapun metode yang umum dan telah teruji dapat membentuk anak
berkarakter di antaranya, yaitu sebagai berikut.
1. Metode Hiwar (Percakapan)
Metode bercakap-cakap merupakan suatu cara bercakap-cakap dalam bentuk
tanya jawab antara anak dengan anak, atau antara guru dengan anak.39 Bercakapcakap
berarti saling mengomunikasikan pikiran dan perasaan secara verbal
atau mewujudkan kemampuan bahasa reseptif dan bahasa ekspresif. Bercakapcakap
dapat pula diartikan sebagai dialog atau sebagai perwujudan bahasa
reseptif dan ekspresif dalam suatu situasi. Sebagai bukti penguasaan bahasa
reseptif adalah semakin banyaknya kata-kata baru yang dikuasai oleh anak yang
diperolehnya dari kegiatan bercakap-cakap. Kemampuan bahasa reseptif ini
meliputi kemampuan mendengarkan dan memahami bicara orang lain. Sebagai
bukti berkembangnya kemampuan berbahasa ekspresif ialah semakin seringnya
anak menyatakan keinginan, kebutuhan, pikiran, dan perasaan kepada orang
lain secara lisan. Kemampuan berbahasa reseptif ini meliputi kemampuan
menyatakan gagasan, perasaan, dan kebutuhan kepada orang lain.40
Dengan demikian, ada anak yang mengalami kesulitan dalam pengembangan
kemampuan berbahasa reseptif dan ekspresif, guru harus memberikan perlakuan
khusus, yaitu dengan percakapan.
38 Ahmad Susanto, Pendidikan Anak Usia Dini: Konsep dan Teori, Jakarta: Bumi Aksara, 2017,
hlm. 20–121.
39 Ibid., hlm. 123.
40 Mursid, Pengembangan Pembelajaran PAUD, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015, hlm. 29.
AMZAH
Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 127
Metode hiwar maksudnya adalah percakapan antara dua pihak atau lebih
melalui tanya jawab mengenai suatu topik. Metode ini mempunyai dampak
yang dalam terhadap jiwa pendengar. Metode ini akan dapat membangkitkan
berbagai perasaan dan kesan, yang mungkin melahirkan dampak paedagogis
yang membantu tumbuh kokohnya ide tersebut dalam jiwa anak. Dalam
konteks pendidikan usia dini, metode hiwar ini dapat diterapkan dengan
catatan materi hiwar sesuai dengan perkembangan intelektual anak. Sesuai
dengan ciri yang dimilki oleh anak usia dini, metode ini dapat dipadukan
dengan metode dongeng atau bercerita.
2. Metode Pembiasaan
Metode pembiasaan merupakan kegiatan yang dilakukan secara teratur dan
berkesinambungan untuk melatih anak supaya mempunyai kebiasaan-kebiasaan
tertentu. Pada umumnya, kebiasaan tersebut, antara lain berhubungan dengan
pengembangan kepribadian anak, seperti emosi, disiplin, kemandirian, budi
pekerti, hidup bermasyarakat, dan penyesuaian diri.41 Metode Pembiasaan
adalah suatu keadaan ketika seseorang mengaplikasikan perilaku-perilaku yang
belum pernah atau jarang dilaksanakan menjadi sering dilaksanakan hingga
pada akhirnya menjadi kebiasaan. Kebiasaan-kebiasaan yang baik seperti halnya
orangtua atau pendidik terbiasa mengucapkan salam dan membiasakan pada
anaknya tentu akan membentuk anak untuk terbiasa mengucapkan salam.
Kebiasaan mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, kebiasaan
akan menghemat kekuatan pada manusia. Inti pembiasaan sebenarnya
adalah pengulangan terhadap sesuatu yang dilaksanakan atau diucapkan oleh
seseorang. Ditinjau dari segi perkembangan anak, pembentukan tingkah laku
melalui pembiasaan akan membantu anak tumbuh dan berkembang secara
seimbang. Dalam pendidikan prasekolah dan sekolah dasar, penerapan metode
ini dapat dilakukan dengan guru melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik,
seperti hidup bersih, hidup rukun, tolong-menolong, jujur, dan lain sebagainya.
41 Ahmad Susanto, Pendidikan Anak Usia Dini: Konsep dan Teori, Jakarta: Bumi Aksara, 2017,
hlm. 122.
AMZAH
128 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Gambar 1.1. Kata-Kata dalam Metode Pembiasaan
3. Metode Keteladanan
Metode ini merupakan metode pendidikan dan pengajaran dengan cara pendidik
memberikan contoh teladan yang baik kepada anak agar ditiru dan dilaksanakan.
Suri teladan dari para pendidik merupakan faktor yang besar pengaruhnya dalam
pendidikan anak. Pendidik, terutama orangtua dalam rumah tangga dan guru di
sekolah merupakan contoh ideal bagi anak. Salah satu ciri utama anak adalah
meniru. Disadari atau tidak, anak akan meneladani segala sikap, perilaku orangtuanya,
tindakannya, baik dalam bentuk perkataan dan perbuatan maupun
pemunculan sikap-sikap kejiwaan, seperti: emosi, kepekaan, dan sebagainya.
Anak, meskipun memiliki watak fitrah, cenderung untuk menjadi manusia
yang baik atau sebaliknya, menjadi manusia yang jahat. Meskipun anak memiliki
kecenderungan besar untuk menjadi manusia mulia, namun kemuliaan tersebut
tidak melekat pada dirinya tanpa contoh-contoh konkret yang dilihat, atau
dengan secara sadar dan sengaja diperlihatkan kepadanya. Itulah sebabnya orangtua
dan guru diharuskan memulai dalam mendidik anak dengan memberikan
contoh dan teladan yang baik.42
42 Dindin Jamaluddin, Paradigma Pendidikan Anak Dalam Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2013,
hlm. 71.
AMZAH
Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 129
Metode keteladanan ini merupakan salah satu teknik pendidikan yang
efektif dan sukses. Dalam praktik pendidikan, anak didik cenderung meneladani
pendidiknya dan ini diakui oleh hampir semua ahli pendidikan. Dasarnya adalah
secara psikologis anak senang meniru, tidak saja yang baik-baik yang jelek pun
akan ditiru, dan secara psikologis pula manusia membutuhkan tokoh teladan
dalam hidupnya. Allah mengutus Nabi Muhammad untuk menjadi teladan
untuk manusia.43
Adapun kewajiban orangtua dalam pembinaan akhlak anak di antaranya
sebagai berikut.
a. Memberi contoh kepada anak dalam berakhlakul karimah atau menjadi
suri teladan yang baik.
b. Memberikan kesempatan pada anak untuk mempraktikkan akhlak mulia
dalam keadaan bagaimanapun.
c. Memberi tanggung jawab sesuai dengan perkembangan anak.
d. Mengawasi serta mengarahkan anak dalam pergaulan.44
Selain itu, faktor model/keteladanan menurut teori Bandura memiliki
prinsip-prinsip sebagai berikut.
a. Tingkat tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara mengonsep
perilaku sejak awal kemudian mengulangi perilaku secara simbolik.
b. Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan dirinya.
c. Individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model/panutan tersebut
disukai/dihargai dan perilakunya mempunya nilai yang bermanfaat.45
Dalam interaksi antara guru dan murid akan terjadi proses identifikasi
oleh anak didik terutama kepada guru yang menjadi idola anak, dan dalam
proses tersebut anak akan meniru atau mengimitasi segala tingkah laku dan
gerak-gerik sang guru tersebut.
43 Hamdani Ihsan & Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2001,
hlm. 195.
44 Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009, hlm. 271.
45 Sugiyatno, “Optimalisasi Peran Keluarga dalam Membangun Moral Remaja”. Disampaikan
dalam rangka kegiatan MOS Maguwoharjo UNY, 2013, hlm. 9.
AMZAH
130 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Dengan demikian, sudah selayaknya seorang guru menjadi figur teladan
bagi anak didiknya dalam segala aspek perilakunya. Seorang guru dalam
menerapkan metode keteladanan di sekolah, dapat memperhatikan beberapa
hal di antaranya, yaitu sebagai berikut.
a. Memberikan keteladanan dengan apa yang dilihat oleh anak dalam
keseharian di sekolah. Misalnya, guru membiasakan diri mengucapkan
salam sebelum masuk dan keluar kelas/ruangan, berdoa sebelum dan
sesudah belajar, berdoa sebelum dan sesudah makan, menunjukkan sikap
sabar dan lembut dalam mengajar dan mendidik, dan lain sebagainya.
b. Metode keteladanan bisa dilakukan dalam proses pembelajaran melalui
cerita atau kisah-kisah para nabi. Dalam hal ini guru bisa menggunakan
metode pembelajaran bercerita, metode bercerita biasanya sangat disukai
anak dan anak sangat antusias untuk mendengarkan cerita dari guru.46
Keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang paling berpengaruh
bagi anak. Anak pertama kali melihat, mendengar, dan bersosialisasi dengan
orangtuanya. Hal ini, berarti bahwa ucapan dan perbuatan orangtua akan
dicontoh oleh anak-anaknya. Dalam hal ini, pendidik menjadi contoh terbaik
dalam pandangan anak.
4. Metode Bermain
Dunia anak itu dunianya bermain. Jadi, sudah selayaknya pembelajaran dikelola
dengan cara bermain. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bermain berasal
dari kata dasar “main” yang berarti melakukan aktivitas atau kegiatan untuk
menyenangkan hati (dengan menggunakan alat-alat tertentu atau tidak).47
Artinya, bermain adalah aktivitas yang membuat hati seorang anak menjadi
senang, nyaman, dan bersemangat. Adapun yang dimaksud bermain adalah
melakukan sesuatu untuk bersenang-senang.
46 Fadlillah, M. & Khorida, L.M, Pendidikan Karakter AUD, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013,
hlm. 168.
47 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Gramedia, 2008, hlm. 857.
AMZAH
Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 131
Anak memiliki karakteristik yang berbeda dengan orang dewasa dalam
berperilaku. Dengan demikian, dalam hal belajar anak juga memiliki karakteristik
yang tidak sama pula dengan orang dewasa. Karakteristik cara belajar
anak merupakan fenomena yang harus dipahami dan dijadikan acuan dalam
merencanakan dan melaksanakan pembelajaran untuk anak usia dini. Adapun
karakteristik pembelajaran pada anak usia dini, yaitu sebagai berikut.
a. Anak belajar melalui bermain. Anak belajar dengan cara membangun
pengetahuannya.
b. Anak belajar secara alamiah. Anak belajar paling baik jika apa yang dipelajarinya
mempertimbangkan keseluruhan aspek pengembangan, bermakna,
menarik, dan fungsional.
Dalam pembelajaran untuk anak usia dini menggunakan prinsip belajar,
bermain, dan bernyanyi. Pembelajaran untuk anak usia dini diwujudkan
sedemikian rupa sehingga dapat membuat anak aktif, senang, dan bebas
memilih. Anak-anak belajar melalui interaksi dengan alat-alat permainan dan
perlengkapan serta manusia. Anak belajar dengan bermain dalam suasana
yang menyenangkan.48
Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan
alat yang menghasilkan pengertian atau memberikan informasi,
memberi kesenangan, maupun mengembangkan imajinasi pada anak.49
Dunia anak adalah dunia bermain, yang merupakan fenomena sangat
menarik perhatian bagi para pendidik, psikolog, dan ahli filsafat sejak zaman
dahulu.50 Bermain merupakan kebutuhan dan sebagai aktivitas penting yang dilakukan
anak-anak. Dengan bermain, anak-anak akan bertambah pengalaman
dan pengetahuannya. Mengingat dunia anak adalah dunia bermain, melalui
48 Novan Ardy Wiyani & Barnawi, Format PAUD: Konsep, Karakteristik, & Implementasi
Pendidikan Anak Usia Dini, hlm. 89.
49 Anggani Sudono, Sumber Belajar dan Alat Permainan (untuk Pendidikan Anak Usia Dini),
Jakarta: PT Grasindo, 2000, hlm. 1.
50 Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009,
hlm. 149.
AMZAH
132 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
bermain anak memperoleh pelajaran yang mengandung aspek perkembangan
kognitif, sosial, emosi, dan fisik. Melalui kegiatan bermain dengan berbagai
macam bentuk permainan, anak dirangsang untuk berkembang secara umum,
baik perkembangan berpikir, emosi, maupun sosial.51
Bermain adalah salah satu pendekatan dalam melaksanakan kegiatan
pendidikan untuk anak usia dini. Dengan menggunakan strategi, metode,
materi/bahan, dan media yang menarik, permainan dapat diikuti anak secara
menyenangkan. Melalui bermain anak diajak untuk bereksplorasi (penjajakan),
menemukan, dan memanfaatkan benda-benda di sekitarnya.52
Bermain pada awalnya belum mendapat perhatian khusus dari para ahli
ilmu jiwa, terbatasnya pengetahuan tentang psikologi perkembangan anak
dan kurangnya perhatian mereka pada perkembangan anak. Salah satu tokoh
yang dianggap berjasa untuk meletakkan dasar tentang bermain adalah Plato,
seorang Filsuf Yunani. Plato dianggap sebagai orang pertama yang menyadari
dan melihat pentingnya nilai praktis dari bermain. Menurut Plato, anak-anak
akan lebih mudah dan mempelajari aritmetika dengan cara membagikan apel
kepada anak-anak. Juga melalui pemberian alat permainan miniatur balokbalok
kepada anak usia 3 tahun pada akhirnya akan mengantar anak tersebut
menjadi seorang ahli bangunan.53
Menurut pendidik dan ahli psikologi, bermain merupakan pekerjaan masa
usia dini dan cermin pertumbuhan anak. Bermain merupakan kegiatan yang
memberikan kepuasaan bagi diri sendiri dan dengan bermain anak akan dapat
memahami kehidupan.54 Dalam pengajaran agama terutama untuk membina
kesadaran beragama, penerapan metode ini dapat diarahkan kepada permainam
yang dapat menumbuhkan kesadaran beragama anak. Perkembangan jiwa
51 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Model Penyelenggaraan PAUD Terpadu dengan
Perpustakaan Mainan, hlm. 21.
52 Suyadi & Maulidya Ulfah, Konsep Dasar PAUD, hlm. 34.
53 Dadan Suryana, Pendidikan Anak Usia Dini: Stimulasi dan Aspek Perkembangan Anak,
Jakarta: Kencana, 2016, hlm. 199.
54 Moeslichatoen, Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak, Jakarta: Rineka Cipta, 2004,
hlm. 24.
AMZAH
Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 133
agama pada anak usia dini dapat dilakukan melalui pendidikan, pengalaman,
dan latihan-latihan dari sejak lahir. Selain itu, hal itu akan menjadi bekal yang
dibawanya untuk menjadi dewasa.
Bermain sambil belajar adalah kegiatan yang dilakukan dengan atau
tanpa menggunakan alat yang menghasilkan pengertian atau memberikan
informasi, memberikan kesenangan, maupun mengembangkan imajinasi anak
dan menyebabkan terjadinya perubahan perilaku yang terjadi akibat interaksi
antara individu dengan lingkungannya. Anak-anak yang sedang bermain dapat
mengembangkan kemampuan kognisi dan motoriknya, serta belajar mengenai
dunia sosial dan lingkungannya.
Kemampuan kognisi anak berkembang karena anak ingin memaknai apa
yang telah dilihatnya. Anak-anak dapat mengembangkan kemampuan sosialnya
melalui interaksi dengan sebayanya atau orang dewasa lain selain ibunya. Mereka
belajar mengenai peraturan-peraturan, belajar bekerja sama dan berbagi. Mereka
membangun percaya diri dan menantang diri mereka sendiri, dengan berinteraksi
dengan anak-anak lain dan dengan menguasai tantangan-tantangan pribadi, fisik
intelektual, dan sosial.55
Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa menggunakan
alat yang menghasilkan pengertian atau memberikan informasi,
memberi kesenangan, maupun mengembangkan imajinasi pada anak. Jika
pengertian bermain dipahami dan sangat kita kuasai, kemampuan itu akan
berdampak positif pada cara kita dalam membantu proses belajar anak. Pengamatan
ketika anak bermain secara aktif maupun pasif, akan banyak membantu
memahami jalan pikiran anak, dan juga akan meningkatkan keterampilan
berkomunikasi. Pada saat bermain kita perlu mengetahui saat yang tepat bagi kita
untuk melakukan atau menghentikan intervensi, bila tidak memahami secara
benar dan tepat, hal itu akan membuat anak frustasi atau tidak kooperatif dan
sebaliknya. Dari bahasa tubuh si anak pun kita sudah dapat mengetahui kapan
mereka membutuhkan kita untuk melakukan intervensi. Pemahaman tentang
55 Dwi Yulianti, Bermain Sambil Belajar Sains di Taman Kanak-Kanak, Jakarta: Indeks, 2010,
hlm. 27.
AMZAH
134 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
bermain juga akan membuka wawasan dan menjernihkan pendapat kita, akan
lebih luwes terhadap kegiatan bermain itu sendiri. Akibatnya, akan mendukung
segala aspek perkembangan anak.56 Terdapat 6 karakteristik kegiatan bermain
pada anak, di antaranya sebagai berikut.57
a. Bermain muncul dari dalam diri anak. Keinginan bermain harus muncul dari
dalam diri anak, anak dapat menikmati dan bermain sesuai dengan caranya
sendiri. Itu artinya, bermain dilakukan dengan kesukarelaan, bukan paksaan.
b. Bermain harus bebas dari aturan yang mengikat, kegiatan untuk dinikmati.
Bermain pada anak usia dini harus terbebas dari aturan yang mengikat,
anak usia dini memiliki cara bermainnya sendiri. Untuk itulah, bermain
pada anak selalu menyenangkan, mengasyikkan, dan menggairahkan.
c. Bermain adalah aktivitas nyata atau sesungguhnya. Dalam bermain anak
melakukan aktivitas nyata, dan pada saat anak bermain dengan air, anak
melakukan aktivitas dengan air dan mengenal air dari bermainnya. Bermain
melibatkan partisipasi aktif, baik secara fisik maupun mental.
d. Bermain harus difokuskan pada proses daripada hasil. Dalam bermain anak
harus difokuskan pada proses, bukan hasil yang diciptakan oleh anak.
Dalam bermain anak mengenal dan mengetahui apa yang ia mainkan dan
mendapatkan keterampilan baru, mengembangkan perkembangan anak
dan anak memperoleh pengetahuan dari apa yang ia mainkan.
e. Bermain harus didominasi oleh pemain. Dalam bermain harus didominasi
oleh pemain, yaitu anak itu sendiri tidak didominasi oleh orang dewasa,
bermain didominasi oleh orang dewasa maka anak tidak akan mendapatkan
makna apa pun dari bermainnya.
f. Bermain harus melibatkan peran aktif dari pemain. Anak sebagai pemain
harus terjun langsung dalam bermain. Jika anak pasif dalam bermain anak
tidak akan memperoleh pengalaman baru, karena bagi anak bermain adalah
bekerja untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan baru.
56 Anggani Sudono, Sumber Belajar dan Alat Permainan (Untuk Pendidikan Usia Dini), Jakarta:
PT Grasindo, 2000, hlm. 1–2.
57 Yuliani Nurani Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta: PT Indeks,
2009, hlm. 146.
AMZAH
Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 135
Dunia bermain adalah dunia yang penuh warna dan menyenangkan. Para
pelaku permainan akan merasa terhibur dan senang dengan melakukannya.
Dari kata “bermain” saja sudah menunjukkan bahwa kegiatan ini berdampak
memberikan penyegaran pikiran dari berbagai aktivitas menjenuhkan. Bagi
anak-anak, bermain mempunyai peranan yang sangat penting. Beberapa pakar
psikologi berpendapat bahwa kegiatan bermain dapat menjadi sarana untuk
perkembangan anak. Dengan melakukan permainan, anak-anak akan terlatih
secara fisik. Demikian juga dengan kemampuan kognitif dan sosialnya pun
akan berkembang. Singkatnya, permainan di masa kecil akan mempengaruhi
pertumbuhan fisik dan perkembangan jiwa anak kelak.58
Bermain, ditinjau dari sumber kegembiraannya dibagi menjadi dua, yaitu
bermain aktif dan bermain pasif. Adapun jika ditinjau dari aktivitasnya, bermain
dapat dibagi menjadi empat, yaitu bermain fisik, bermain kreatif, bermain
imajinatif, dan bermain manipulatif. Jenis bermain tersebut juga merupakan ciri
bermain pada anak usia prasekolah dengan menekankan permainan dengan
alat (balok, bola, drama, dan sebagainya). Adapun tahapan kegiatan bermain
menurut Piaget, di antaranya sebagai berikut.59
a. Permainan sensori motorik (+ ¾ bulan–½ tahun). Bermain diambil pada
periode perkembangan sensori motorik, sebelum 3–4 bulan yang belum dapat
dikategorikan sebagai kegiatan bermain. Kegiatan ini hanya merupakan
kelanjutan kenikmatan yang diperoleh seperti kegiatan makan atau mengganti
sesuatu. Jadi, merupakan pengulangan dari hal-hal sebelumnya dan
disebut reproductive assimilation.
b. Permainan simbolik (+ 2–7 tahun). Merupakan ciri periode praoperasional
yang ditemukan pada usia 2–7 tahun ditandai dengan bermain khayal dan
bermain pura-pura. Pada masa ini, anak lebih banyak bertanya dan menjawab
pertanyaan, mencoba berbagai hal berkaitan dengan konsep angka,
ruang, kuantitas, dan sebagainya. Seringkali anak hanya sekadar bertanya,
58 Pepen Supendi, Fun Game, Jakarta: Penebar Swadaya, 2008, hlm. 7–8.
59 Dadan Suryana, Pendidikan Anak Usia Dini: Stimulasi dan Aspek Perkembangan Anak,
Jakarta: Kencana, 2016, hlm. 204–205.
AMZAH
136 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
tidak terlalu mempedulikan jawaban yang sudah dijawab anak akan bertanya
terus. Anak sudah menggunakan berbagai simbol atau representasi benda
lain, misalnya sapu sebagai kuda-kudaan, sobekan kertas sebagai uang, dan
lain sebagainya. Bermain simbolik juga berfungsi untuk mengasimilasikan
dan mengonsolidasikan pengalaman emosional anak. Setiap hal yang berkesan
bagi anak akan dilakukan kembali dalam kegiatan bermainnya.
c. Permainan sosial yang memiliki aturan (+ 8–11 tahun). Pada usia 8–11
tahun anak lebih banyak terlibat dalam kegiatan games with rules bahwa
kegiatan anak lebih banyak dikendalikan oleh peraturan permainan.
d. Permainan yang memiliki aturan dan olahraga (11 tahun ke atas). Kegiatan
bermain lain yang memiliki aturan adalah olahraga. Kegiatan bermain ini
menyenangkan dan dinikmati anak-anak meskipun aturannya jauh lebih
ketat dan diberlakukan secara kaku dibandingkan dengan permainan
yang tergolong games, seperti kartu atau kasti. Anak senang melakukan
berulang-ulang dan terpacu mencapai prestasi yang sebaik-baiknya. Jika
dilihat tahapan perkembangan bermain Piaget maka dapat disimpulkan
bahwa bermain yang tadinya dilakukan untuk kesenangan, lambat laun
mempunyai tujuan untuk hasil tertentu, seperti ingin menang, memperoleh
hasil kerja yang baik.
Dalam bermain, anak-anak sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Berikut
ini adalah beberapa faktor yang mempengaruhi permainan anak, di antaranya
sebagai berikut.
a. Kesehatan. Semakin sehat anak semakin banyak energinya untuk bermain
aktif, seperti olahraga. Adapun yang kekurangan tenaga (tidak sehat) lebih
menyukai hiburan.
b. Perkembangan motorik. Permainan anak pada setiap usia melibatkan
koordinasi motorik. Apa saja yang akan dilakukan waktu permainannya
bergantung pada perkembangan motor mereka. Pengendalian motorik yang
baik memungkinkan anak terlibat dalam permainan aktif.
c. Inteligensi. Pada setiap usia, anak yang pandai lebih aktif daripada yang
kurang pandai, dan permainan mereka lebih menunjukkan kecerdikan.
Dengan bertambahnya usia mereka lebih menunjukkan perhatian dalam
permainan kecerdasan, dramatik, konstruksi, dan membaca.
AMZAH
Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 137
d. Jenis kelamin. Anak laki-laki bermain lebih kasar dibandingkan anak
perempuan. Anak laki-laki lebih menyukai permainan yang menantang,
sedangkan anak perempuan lebih pada hal-hal sederhana dan kelembutan.
e. Lingkungan. Lingkungan yang kurang mendukung akan dapat mempengaruhi
anak dalam bermain. Lingkungan yang sepi dari anak-anak akan
kurang rasa bermainnya dibandingkan dengan lingkungan yang terdapat
banyak anak.
f. Status sosial-ekonomi. Anak dari kelompok sosial-ekonomi yang lebih
tinggi lebih menyukai kegiatan permainan yang mahal. Adapun golongan
menengah ke bawah lebih menyukai permainan-permainan yang sifatnya
sangat sederhana.
g. Jumlah waktu bebas. Jumlah waktu bermain tergantung pada waktu bebas
yang dimiliki anak. Artinya, anak yang memiliki waktu luang banyak lebih
dapat memanfaatkannya untuk bermain. Dibandingkan dengan anak
yang tidak cukup memiliki waktu luang, kemungkinan bermainnya sangat
kurang. Sebab, ia sudah kehabisan tenaga untuk menyelesaikan tugas-tugas
yang didapatkannya.
h. Peralatan bermain. Peralatan bermain yang dimiliki anak mempengaruhi
permainannya. Misalnya, dominasi boneka atau kartun lebih mendukung
pada permainan pura-pura. Kemudian balok, kayu, cat air lebih mendukung
pada permainan konstruktif dan berimajinatif.60
Selanjutnya, fungsi bermain adalah untuk mempermudah perkembangan
kognitif anak. Dengan bermain akan memungkinkan anak untuk meneliti
lingkungan, mempelajari segala sesuatu, dan memecahkan masalah yang dihadapinya.
Bermain juga meningkatkan perkembangan sosial anak. Dengan
menampilkan bermacam peran, anak akan berusaha untuk memahami peran
orang lain dan menghayati peran yang akan diambilnya setelah ia dewasa
kelak. Dalam hal ini, terjadi proses internalisasi nilai-nilai karakter dengan
60 M. Fadlillah, dkk., Edutainment Pendidikan Anak Usia Dini: Menciptakan Pembelajaran Menarik
Kreatif, dan Menyenangkan, Jakarta: Kencana, 2014, hlm. 38–39.
AMZAH
138 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
mengambil peran-peran baik dan meninggalkan peran-peran buruk lewat
permainan yang dijalankannya.61
Pada prinsipnya, permainan juga merupakan kesempatan bagi anak untuk
terlepas dari kesedihan, stres, dan berbagai kebosanan. Tentu saja, permainan
yang dimainkan oleh anak-anak berbeda dengan permainan yang dilakukan
oleh orang-orang dewasa. Oleh sebab itu, orangtua seharusnya memilihkan
permainan yang sesuai dengan usia anak-anak. Sehingga tujuan edukasi yang
diharapkan dari permainan tersebut bisa diwujudkan dan mampu menimbulkan
efek positif.62
Bermain pada anak dapat dijadikan sebagai alat untuk bereksplorasi,
menemukan, memanfaatkan, dan mengambil kesimpulan mengenai benda di
sekitarnya. Lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa sehingga menarik
dan menyenangkan dengan memerhatikan keamanan serta kenyamanan yang
dapat mendukung kegiatan belajar mengajar melalui bermain.
5. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah suatu metode mengajar bahwa seorang guru atau
orang lain yang sengaja diminta atau murid sendiri memperlihatkan pada
seluruh kelas tentang suatu proses atau suatu kaifiyah melakukan sesuatu.63
Metode demonstrasi adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan meragakan
atau mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi, atau benda tertentu
yang sedang dipelajari, baik sebenarnya ataupun tiruan, yang sering disertai
dengan penjelasan lisan.
Metode demonstrasi adalah metode mengajar yang menggunakan perasaan
untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana
melakukan sesuatu kepada anak didik. Metode demonstrasi adalah metode
yang digunakan untuk memperlihatkan sesuatu proses atau cara kerja suatu
61 Zubaedi, Strategi Taktis Pendidikan Karakter (Untuk PAUD dan Sekolah), (Depok: Rajawali
Pers, 2017, hlm. 45.
62 Yasir Sayyid Ahmad, 30 Hari Menjadi Ayah Idaman, Jakarta: Zaytuna, 2012, hlm. 81.
63 Zuhairini dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1992, hlm. 94.
AMZAH
Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 139
benda yang berkenaan dengan bahan pelajaran.64 Manfaat psikologis paedagogis
dari metode demonstrasi, antara lain:
a. perhatian siswa dapat lebih dipusatkan;
b. proses belajar siswa lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari;
c. pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat dalam
diri siswa.
Adapun kelebihan metode demonstrasi adalah sebagai berikut.
a. Membantu anak didik memahami dengan jelas jalannya suatu proses atau
kerja suatu benda.
b. Memudahkan berbagai jenis penjelasan. Kesalahan-kesalahan yang terjadi
dari hasil ceramah dapat diperbaiki melalui pengamatan dan contoh
konkret, dengan menghadirkan objek sebenarnya.
Sedangkan kelemahan metode demonstrasi adalah sebagai berikut.
a. Anak didik terkadang sukar melihat dengan jelas benda yang akan dipertunjukkan.
b. Tidak semua benda dapat didemonstrasikan.
c. Sukar dimengerti bila didemonstrasikan oleh guru yang kurang menguasai
apa yang didemonstrasikan.
6. Metode Pelatihan
Latihan, yaitu mempraktikkan teori yang telah dipelajari. Banyak hal yang
jika dilatih akan menghasilkan karakter tangguh dan pantang menyerah pada
anak.
7. Metode Motivasi
Manusia memiliki semangat yang terkadang naik turun, pada saat manusia mengalami
kondisi yang semangatnya turun, ia perlu dimotivasi. Pendidik hendaknya
memotivasi anak-anak, agar seluruh potensi yang dimilikinya berkembang.
64 Trianto, Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik: Bagi Anak Usia Dini TK/RA & Anak
Usia Kelas Awal SD/MI, Jakarta: Kencana, 2013, hlm. 195.
AMZAH
140 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
8. Metode Pengawasan
Pengawasan yang efektif dapat membentengi anak dari pengaruh hal-hal negatif
yang dapat mempengaruhi jiwa, melarang dari perbuatan jelek yang dapat
menjerumuskan pada perbuatan hina.65
F. PERANAN ISLAM DALAM PENDIDIKAN ANAK
Anak-anak hidup akal pikiran mereka dalam alam yang nyata, yang hanya
mereka ketahui melalui pancaindra. Mereka belum dapat memikirkan hal-hal
yang abstrak dan teori-teori yang dalam. Seorang anak pada masanya sangatlah
perasa, sebagai contoh waktu ia sedih dan menangis kemudian melihat sesuatu
yang menggembirakannya, seketika itu juga ia gembira dan tertawa. Berdasarkan
contoh di atas, orangtua atau para pendidik dapat mendidik anak mereka
supaya ia berkelakuan baik dan berakhlak mulia dengan mempergunakan
perasaan halusnya. Begitu sifat kanak-kanak suka meniru apa-apa yang dilihat
oleh mereka akan mencontoh kelakuan orangtua dan pendidikan mereka.
Imam Al-Ghazali mengemukakan tentang thariqah at-tarbiyah (sistem
pendidikan) yang harus dilalui dalam mendidik anak, yaitu menyelamatkan anakanak
dari neraka dunia dan neraka akhirat. Beliau berkata: “Anak itu amanah
Allah yang dipertaruhkan kepada kedua orangtua. Jiwa anak yang suci dan
murni itu bagai permata indah yang sangat sederhana, yang belum dibentuk. Ia
menerima segala bentuk rupa. Oleh karena itu, anak yang masih murni jika kita
biasakan ke jalan kebajikan, tentu sampai dewasa ia akan selamat. Sebaliknya,
anak-anak kita dibiasakan ke jalan kejahatan dan melengahkan pendidikannya
sebagai pendidikan binatang, celaka dan sesatlah akhirnya. Kesalahan itu
menjadi tanggung jawab ayah dan ibunya.”66 Dengan demikian, tanggung jawab
orangtua tersebut adalah menjaga keluarga dari api neraka. Sebagaimana firman
Allah dalam Alquran Surah At-Tahrim ayat 6 berikut.
65 Helmawati, Pendidik Sebagai Model, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016, hlm. 178–182.
66 M. Fauzi Rachman, Islamic Parenting, Jakarta: PT Erlangga, 2011, hlm. 5.
AMZAH
Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 141
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikatmalaikat
yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
(QS. At-Tahrim (66): 6)67
Dengan demikian, ajaran Islam bagi anak di usia dini berperan menanamkan
ke dalam hatinya perasaan cinta kepada Allah dan kepercayaanya yang benar.
Selanjutnya, dengan mendidiknya sejak kecil, niscaya ia akan terbiasa dengan
akhlak yang mulia dan rasa takut kepada Allah serta menginginkan pahalaNya.
G. PERANAN ORANGTUA TERHADAP ANAKNYA
Orangtua merupakan guru yang pertama dan utama bagi anak-anaknya. Peran
strategis orangtua adalah membimbing dan menumbuhkan kemandirian anak.
Adapun bentuk-bentuk bimbingan orangtua untuk menumbuhkembangkan
kemandirian anak, di antaranya sebagai berikut.68
1. Memberikan pilihan. Kemandirian merupakan kemampuan menentukan
pilihan dan menerima konsekuensi yang menyertai pilihannya. Kemampuan
itu tumbuh dan berkembang secara optimal. Maka orangtua perlu
memberikan alternatif atau pilihan kepadanya. Misalnya: Orangtua bertanya
kepada anaknya dengan memilih buku atau alat tulis lebih dari satu
jenis yang telah disediakan.
2. Dukungan. Dalam menumbuhkembangkan kemandirian anak, orangtua
perlu memberikan dukungan kepada anaknya.
67 QS. At-Tahrim (66): 6.
68 Ahmad Susanto, Pendidikan Anak Usia Dini: Konsep dan Teori, Jakarta: Bumi Aksara, 2017,
hlm. 59–60.
AMZAH
142 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
3. Pujian yang tulus. Ketika anak memperoleh prestasi yang bagus, orangtua
perlu memberikan pujian dan penghargaan yang tulus kepada anak.
4. Komunikasi dengan baik/dialogis. Komunikasi yang baik menunjukkan
bahwa orangtua peduli terhadap kegiatan yang dilakukan oleh anak.
5. Memberikan keteladanan. Keteladanan yang diberikan oleh orangtua
dalam menumbuhkembangkan kemandirian anak adalah dengan cara
menunjukkan sikap, ucapan, maupun perilaku baik yang dapat dicontoh
oleh anak.
6. Pemecahan masalah. Kendala yang dihadapi oleh anak sangat berbeda
satu dengan yang lainnya. Contohnya, kendala belajar, kesulitan bermain,
dan lain sebagainya.
7. Pemahaman terhadap anak. Orangtua memiliki peranan dalam keluarga,
sebagai panutan terhadap anak-anaknya. Oleh sebab itu, orangtua seyogianya
harus memahami tentang kebiasaan, karakter, dan kesenangan
serta ketidaksenangan anaknya.
8. Pembiasaan. Orangtua seyogianya menciptakan kebiasaan-kebiasaan baik
dalam keluarga bagi anak-anaknya, melatih anak membiasakan melakukan
sesuatu secara mandiri tanpa harus terus-menerus dibantu, melibatkan anak
dalam mengambil keputusan-keputusan sehingga anak merasa bertanggung
jawab dan dihargai.
Pada prinsipnya, memotivasi anak-anak dengan menampakkan sikap kasih
sayang kepada mereka adalah sesuatu yang sangat penting, tentu dengan tetap
memperhatikan keseimbangan antara pemberian motivasi dalam bentuk sikap
atau dalam bentuk materi. Di antara hal yang bisa dilakukan oleh orangtua
adalah sebagai berikut.
1. Berbicara dengan anak sesuai dengan kemampuan otaknya, dengan tetap
menjaga agar sikap demikian tidak begitu terlihat bagi anak.
2. Memanggil anak dengan nama yang paling ia sukai. Tentu saja nama
tersebut tidak boleh mengandung unsur yang jelek yang akan menyebabkan
ia akan diolok-olok.
3. Membacakan kisah dan cerita kepada anak mampu membantu meningkatkan
rasa cinta dan kasih sayang.
AMZAH
Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 143
4. Memberikan hadiah dalam bentuk materi, seperti: mainan, permen, jam
tangan, pulpen, sepeda, dan lain sebagainya.
5. Berbicara dengan kata-kata yang baik. Misalnya: “Kamu pintar.” “Semoga
Allah memberkatimu, Nak.” Dan lain sebagainya.
6. Memaafkan anak ketika ia berbuat salah, dengan sebelumnya menjelaskan
bahwa apa yang diperbuatnya pada dasarnya adalah sesuatu yang baik.
7. Memuji dan memberikan apresiasi terhadap anak di hadapan yang lain,
seperti teman-temannya, karib kerabatnya, guru-gurunya, dan siapa pun
yang mencintainya.
8. Orangtua, sesekali bersikap kekanak-kanakan dengan cara bermain dan
bercanda ria.
9. Upayakan selalu untuk membiasakan mencium anak. Menunjukkan sikap
kasih sayang dan kelembutan pada anak. Jangan sampai kita menghukum
anak lantaran ia melakukan kesalahan seperti halnya dosa besar. Ketika
itu, ia belum begitu mampu membedakan antara yang benar dan salah.
10. Memberikan sikap penyambutan yang hangat kepada anak dengan senyuman.
Pada momen-momen istimewa, orangtua menampakkan perhatiannya
kepada anak.
11. Orangtua, memberikan hadiah, hal demikian mampu memupuk rasa cinta
dan kasih sayang.
12. Orangtua, mendengarkan pendapat dan saran yang anak kemukakan.
13. Mengukir namanya di papan hias lalu menambah saldo tabungannya dan
berkomunikasi lewat telepon serta menghadiahinya dengan salam istimewa
dan membantunya pada beberapa tugas.69
Selain itu, peran orangtua sebagai pendidik yang pertama dan yang utama
ini merupakan dasar dari peranan lainnya. Jadi, peranan ini pula meliputi
sebagai peranan yang dapat dijabarkan sebagai berikut.
69 Yasir Sayyid Ahmad, 30 Hari Menjadi Ayah Idaman, Jakarta: Zaytuna, 2012, hlm. 38–40.
AMZAH
144 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
1. Sebagai Teladan atau Pemberi Contoh
Dalam lingkungan keluarga anak pertama kali mendapat didikan mengenai
agama, baik melalui contoh, perbuatan, perlakuan, kata-kata, dan lain sebagainya.
Segala yang ia lihat dan ia rasakan di dalam lingkungan keluarganya terutama
orangtuanya, akan menjadi contoh yang baik atau ikutan bagi anak. Ayah dan
ibu merupakan teladan utama bagi anak. Berbagai ucapan dan tingkah laku yang
dilakukan oleh orangtua akan ditiru dan dicontoh oleh anak-anak.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Zakiyah Daradjat, yaitu: “Kepribadian
orangtua, sikap, dan cara hidup mereka merupakan unsur-unsur pendidikan yang
tidak langsung, yang sendirinya akan masuk ke dalam pribadi anak yang sedang
berkembang.”70 Selain itu, ia juga mengatakan bahwa “Orangtua hendaknya
menjadi contoh yang baik dalam segala aspek kehidupan bagi si anak.”71
Melihat uraian pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa keluarga dan
orangtua sebagai contoh yang pertama dalam segala aspek kehidupannya.
Maksudnya adalah orangtua harus dapat memberi contoh yang baik dalam
kata-kata, sikap, dan lain sebagainya. Apa yang orangtua lakukan dapat menjadi
contoh serta teladan bagi anak-anak mereka.
Dalam memberikan pendidikan agama kepada anak-anak, orangtua bukan
hanya memberikan pengetahuan keagamaan saja, tetapi juga yang lebih penting
bagaimana agar anak-anak mereka dapat mengembangkan ajaran-ajaran agama
yang didapatnya, terutama yang ia lihat di dalam keluarganya. Oleh karena itu,
keaktifan orangtua dalam menjalankan ajaran agama yang dianutnyalah yang
akan menjadi contoh suri teladan bagi anak-anak.
2. Sebagai Pembimbing dan Pembina
Mengingat betapa besar peranan orangtua terhadap pendidikan keagamaan
pada anak, orangtua dengan peranan dan pengaruhnya tersebut diharapkan
70 Yedi Kurniawan, Pendidikan Anak Sejak Dini Hingga Masa Depan, Jakarta: CV Firdaus,
1992, Cet. ke-1, hlm. 1.
71 Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, Jakarta: Bulan Bintang,
1975, Cet. ke-3, hlm. 105.
AMZAH
Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 145
dapat membimbing dan membina anak-anak mereka menuju tercapainya
keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Khususnya para orangtua sebagai pembina dan pembimbing untuk
memberikan pendidikan kepada anak-anaknya terlebih dahulu baru kepada
orang lain. Sesuai fungsinya tersebut orangtua juga harus mampu memberikan
bimbingan keagamaan kepada anak-anak mereka dengan peringatanperingatan
atau nasihat-nasihat berupa pembinaan yang diiringi dengan
contoh-contoh yang sesuai dari orangtua yang benar-benar sesuai dengan
peringatan yang diberikan kepada anak mereka tersebut. Selain ayat di atas
ada pula ayat yang menerangkan tentang pentingnya orang beriman untuk
menjaga diri dan keluarganya dari api neraka, yaitu dalam Alquran Surah
At-Tahrim ayat 6 Allah Ø berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikatmalaikat
yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
(QS. At-Tahrim (66): 6)72
Ayat tersebut mengandung perintah kepada orang yang beriman agar
mereka menjaga diri dan keluarga dari siksa api neraka. Hal tersebut bukan
hanya untuk diketahui orangtua saja, tetapi juga harus diarahkan ke arah
itu, yaitu dengan cara mempelajari ilmu agama, mengamalkan ilmu agama
tersebut, serta mengajarkan kepada keluarga atau anak-anak mereka dengan
membimbing mereka untuk mengamalkan ajaran-ajaran agama yang telah
diketahuinya itu.
Selain itu, orangtua juga harus dapat mendorong anak-anak mereka untuk
menuntut ilmu agama di luar lingkungan keluarga dan sekolah, seperti mengaji
bersama teman-temannya, membaca buku-buku agama, dan lain sebagainya.
72 QS. At-Tahrim (66): 6.
AMZAH
146 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Hasil dari bimbingan dan pembinaan yang diberikan tergantung pada
baik tidaknya pendidikan yang diberikan. Apabila bimbingan dan pembinaan
orangtua pada anak mereka bersifat positif, perkembangan keagamaan anak
pun akan bersifat positif sesuai yang diinginkan. Sebaliknya, apabila orangtua
membimbing ke arah yang negatif dan acuh tak acuh maka anak-anak pun akan
bersikap semaunya terhadap apa yang ia lakukan dan tidak memperhatikan
apakah yang diperbuatnya itu baik atau buruk.
Dalam menjalankan peranannya sebagai pembimbing dan pembina, orangtua
dapat melakukannya dengan cara membiasakan dan melatih anak-anak
semenjak dini untuk melakukan hal-hal yang baik dan yang bersifat terpuji
serta dengan meninggalkan perbuatan yang kurang baik. Dengan itu, anak
akan terbiasa untuk selalu berbuat baik dan takut untuk melakukan perbuatan
yang tidak baik.
Zakiyah Daradjat mengatakan: “Latihan-latihan keagamaan yang menyangkut
ibadah seperti shalat, membaca doa, membaca Alquran atau menghafal
ayat-ayat atau surah-surah pendek, shalat berjamaah di sekolah, masjid atau
langgar, harus dibiasakan sejak kecil, lama-kelamaan akan tumbuh rasa senang
melakukan hal tersebut. Ia dibiasakan sedemikian rupa sehingga dengan
sendirinya ia akan terdorong untuk melakukannya, tanpa suruhan dari luar
tetapi dorongan dari dalam.”73
Pada buku lain beliau juga mengatakan: “Pendidikan agama pada masa
kanak-kanak seharusnya dilakukan oleh orangtua, yaitu dengan jalan membiasakan
dengan tingkah laku dan akhlak yang diajarkan oleh agama dalam
menumbuhkan kebiasaan berakhlak baik seperti kejujuran, adil, dan sebagainya.
Orangtua harus memberikan contoh, si anak dalam umur ini belum dapat
mengerti, mereka baru dapat meniru, apabila si anak telah terbiasa menerima
perlakuan adil, akan tertanamlah rasa keadilan itu kepada jiwa dan menjadi
salah satu unsur dari kepribadiannya.”74
73 Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, hlm. 107.
74 Yedi Kurniawan, Pendidikan Anak Sejak Dini Hingga Masa Depan, hlm. 1.
AMZAH
Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 147
Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan, orangtua sebagai pendidik
harus dapat membimbing serta membina anak-anak mereka dengan berbagai
cara, di antaranya adalah dengan cara melatih dan membiasakan anak untuk
berbuat baik dan berakhlak terpuji semenjak dini, bila pendidikan agama tidak
diberikan semenjak dini maka pada masa dewasanya nanti anak akan sukar
menerima nilai-nilai agama yang diberikan atau disampaikan.
3. Sebagai Pengawas dan Pengontrol
Di dalam keluarga biasanya diletakkan dasar-dasar pengalaman melalui rasa
kasih sayang dan penuh kecintaaan, kebutuhan akan kewibawaan dan nilainilai
kepatuhan. Orangtua sebagai penanggung jawab terhadap keselamatan
dan kebahagiaan anak dapat mendidik anak dengan metode apa pun ke arah
yang sesuai dengan nilai-nilai agama. Dalam suatu hadis Nabi Muhammad
bersabda:
Setiap anak dilahirkan dengan keadaan suci, kedua orangtualah yang menjadikannya
beragama yahudi, nasrani, atau majusi. (HR. Muslim)75
Hadis tersebut menunjukkan bahwa setiap anak yang dilahirkan dalam
keadaan suci dan membawa fitrah sejak lahir. Selanjutnya, tergantung kepada
orangtua itu sendiri hendak dibawa ke mana anak itu. Bukan hanya mengarahkan
tetapi orangtua juga harus mengiringnya dengan pengawasan serta kontrol
yang ketat, terlebih bagi orangtua yang sangat sibuk di luar rumah, mereka
harus dapat sekali-kali mengontrol segala gerak-gerik dan kelakuan anak-anak
mereka, jangan sampai anak-anak diserahkan sepenuhnya pada pembantu
rumah tangga. Apabila demikian keadaannya, diharapkan orangtua harus
hati-hati dalam memilih pembantu rumah tangga dan harus dapat mengontrol
dan mengawasi segala tingkah laku dari anak-anak mereka di bawah penjagaan
pembantu rumah tangga. Namun, bagi orangtua yang tidak sibuk di luar rumah
75 Zuhairini, Methodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya: Usaha Nasional, 1981, hlm. l28.
AMZAH
148 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
dan menangani sendiri terhadap anak-anaknya, dapat langsung mengawasi dan
mengontrol sikap dan kelakuan anak-anak mereka serta melanjutkannya dengan
menyarankan kepada anak-anak untuk dapat disiplin diri dalam melakukan
perbuatan-perbuatan terpuji.
Ahmad D. Marimba mengatakan bahwa: “Suruhan, anjuran, dan perintah
adalah alat pembentuk disiplin secara positif. Disiplin perlu pembentukan
kepribadian, terutama karena nanti akan menjadi disiplin sendiri tetapi sebelum
itu perlu lebih dahulu ditanamkan disiplin dari luar.”
Namun, selain perintah untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang
baik, orangtua juga harus melarang anak untuk tidak melakukan perbuatan–
perbuatan yang tidak baik. Menyikapi pendapat tersebut, Ahmad D. Marimba
juga mengatakan bahwa: “Larangan dan sejenisnya merupakan usaha yang
tegas menghentikan perbuatan-perbuatan yang ternyata salah, alat-alat ini pun
bertujuan membentuk disiplin, tetapi dari arah lain daripada yang dilaksanakan
oleh anjuran, suruhan, dan perintah.”76
Selain metode-metode pendidikan yang telah disarankan sebelumnya,
terdapat pula satu aspek pendidikan yang harus diperhatikan, yaitu keutuhan
hubungan yang harmonis antara individu di dalam keluarga.
Di dalam buku “Ilmu Jiwa Agama” dikatakan bahwa: “Hubungan orangtua
sesama mereka sangat mempengaruhi pertumbuhan jiwa anak. Hubungan yang
serasi, penuh pengertian, dan kasih sayang akan membawa kepada pembinaan
pribadi yang tenang, terbuka dan mudah dididik, ia mendapatkan kesempatan
yang cukup dan baik untuk tumbuh dan berkembang. Akan tetapi, hubungan
orangtua yang tidak serasi banyak perselisihan dan percekcokan akan membawa
anak kepada pertumbuhan pribadi yang sukar dan tidak mudah dibentuk, ia tidak
mendapatkan suasana yang baik untuk berkembang, sebab selalu terganggu
oleh suasana orangtuanya.”77
76 Ibid., hlm. 29.
77 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma’arif, 1974,
hlm. 31–33.
AMZAH
Bab 4 Pendidikan Agama Islam Terhadap Anak Usia Dini 149
Senada dengan itu, buku “Keluarga Muslim dan Tantangannya” juga
menyebutkan bahwa: “Sesungguhnya, lemahnya ikatan keluarga terutama jika
bapak dan ibunya bekerja adalah dapat mengarah pada terjadinya pengabaian
terhadap hubungan mereka dengan anak muda belia (anak-anaknya). Selain
itu, hal ini merupakan pangkal masalah yang mendorong anak muda tersebut
melakukan penyimpangan.”
Dengan demikian, bukan hanya metode yang diterapkan saja yang dapat
mempengaruhi anak, tetapi hubungan antara sesama anggota keluarga pun
turut mempengaruhi jiwa anak, terlebih lagi bagi anak yang sedang dalam
tahap perkembangan atau di bawah umur. Di dalam hubungan keluarga,
orangtua yang selalu berselisih cenderung untuk tidak memperhatikan pendidikan
anak karena sibuk mengurusi masalah mereka sendiri-sendiri, tidak
terkecuali pendidikan agamanya. Jadi, salah satu cara untuk mendidik anak
agar memiliki dan mengamalkan pengetahuan agama yang baik adalah dengan
pengawasan yang ketat serta dengan menciptakan hubungan yang harmonis
dalam keluarga.
4. Sebagai Fasilitator
Di dalam menyelenggarakan pendidikan agama di lingkungan keluarga, tentu
yang diinginkan adanya kelancaran dan keberhasilan. Oleh sebab itu, orangtua
harus dapat mengetahui dan melengkapi kebutuhan-kebutuhan anak mereka
di dalam mempelajari ilmu agama yang dimaksud, seperti Alquran, alat-alat
tulis, perlengkapan shalat, kerudung, dan sebagainya. Rasanya kurang efektif
bila orangtua hanya memerintahkan anak-anak mereka untuk melakukan
shalat atau mengaji, sedangkan sarana penunjangnya, seperti alat perlengkapan
shalat, alat tulis dan Alquran tidak dimilikinya, lalu bagaimana anak dapat
melaksanakan perintah orangtua dimaksud.
Biasanya bagi anak-anak usia di bawah umur bila sarana alat penunjang yang
dipersiapkan untuk menuntut ilmu tidak tersedia, mereka akan merasa rendah
diri di depan teman-temannya dan akan malas untuk belajar melaksanakan
niatnya tersebut.
AMZAH
150 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Dalam hal ini, masalah ekonomi sangat menentukan kelancaran pendidikan.
Memang bagi yang ekonominya mencukupi, hal tersebut bukan
masalah yang besar. Namun, bagi orangtua yang ekonominya lemah dan tidak
mencukupi hal itu merupakan masalah besar. Oleh sebab itu, bagi orangtua yang
dapat mencukupi sarana pendidikan anak-anaknya diharapkan agar mampu
memberikan pengertian kepada anak-anak mereka, di samping orangtua juga
tetap berusaha mencari jalan keluar untuk mencukupi sarana pendidikan
mereka. Artinya, orangtua sebagai fasilitator mengerti apa yang seharusnya
mereka perbuat di dalam menyelenggarakan pendidikan agama bagi anak-anak
mereka demi terciptanya keberhasilan cita-cita anak yang mereka miliki.
AMZAH
Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 151
A. PENGERTIAN KELUARGA
Pada dasarnya setiap orang di dunia ini, pasti sudah mengenal istilah keluarga.
Akan tetapi, pada praktiknya, masih banyak orang yang tidak mengetahui
arti kata keluarga ataupun menjalankan fungsi keluarga yang sebenarnya.
Keluarga merupakan benih awal penyusunan kematangan individu dan struktur
kepribadian. Anak-anak mengikuti orangtua dan berbagai kebiasaan dan
perilaku dengan demikian keluarga adalah elemen pendidikan lain yang paling
nyata, tepat, dan amat besar. Keluarga merupakan salah satu elemen pokok pembangunan
entitas-entitas pendidikan, menciptakan proses naturalisasi sosial,
membentuk kepribadian-kepribadian, serta memberi berbagai kebiasaan baik
pada anak-anak yang akan terus bertahan lama.
Ditinjau dari aspek kebahasaan, di dalam bahasa Inggris kata “keluarga”
adalah “family” yang berasal dari kata “familier” yang berarti dikenal dengan baik
atau terkenal. Selanjutnya, kata family tidak terbatas pada keluarga manusia saja;
akan tetapi membentang dan meluas sehingga meliputi setiap anggotanya untuk
saling mengenal. Keluarga adalah suatu sistem sosial yang terdiri dari subsistem
yang berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Subsistem dalam
keluarga adalah fungsi-fungsi hubungan antaranggota keluarga yang ada dalam
keluarga. Di samping itu, dalam keluarga terjadi atau berlaku hubungan timbal
balik di antara para anggotanya.1
1 Ahmad Tafsir, dkk., Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Mimbar Pustaka,
2004, hlm. 103–104.
POLA ASUH DAN PERLINDUNGAN
HAK-HAK ANAK DALAM PEMBENTUKAN
KARAKTER ANAK USIA DINI
DALAM KELUARGA
BAB 5
AMZAH
152 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Keluarga menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah kaum kerabat,
sanak saudara, dan seisi rumah yang menjadi tanggungan, seperti ibu, bapak,
dan anak-anaknya serta satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam
masyarakat.2
Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan
manusia. Di sanalah awal pembentukan dan perkembangan sosial manusia
termasuk pembentukan norma-norma sosial, interaksi sosial, frame of reference,
sense of belongingness, dan lainnya.3
Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang utama dan pertama bagi
seorang anak. Sebelum ia berkenalan dengan dunia sekitarnya, seorang anak akan
berkenalan terlebih dahulu dengan situasi keluarga. Pengalaman pergaulan dalam
keluarga akan memberikan pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan anak
untuk masa yang akan datang. Keluarga sebagai pendidikan yang pertama dan
utama bagi anak.4
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak disebutkan bahwa keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang
terdiri dari suami-istri atau suami-istri dan anaknya, atau keluarga sedarah
dalam garis lurus ke atas, atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga.5
Keluarga merupakan tempat pertama bahwa anak dididik dan dibesarkan,
pola asuh orangtua sangat berpengaruh dalam membentuk karakter anak. Orangtua
adalah orang yang mempunyai peran pertama dalam mendidik karakter anak,
nilai karakter mana yang mau ditekankan di sekolah, perlu dikomunikasikan
dengan orangtua sehingga ada kerja sama, antara guru dan orangtua. Misalnya,
di sekolah ditekankan agar anak menghargai orang lain tanpa membedakan
warna kulit, golongan, suku, ekonomi, agama dan sebagainya, orangtua juga
diajak untuk menanamkan nilai ini kepada anak. Keluarga merupakan fondasi
awal pendidikan karakter anak. Selanjutnya, orangtua harus mengusahakan
2 Surayin, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Bandung: Yrama Widya, 2001, hlm. 226.
3 W.A. Gerungan, Psikologi Sosial, Bandung: Refika Aditama, 2000, hlm. 180.
4 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001,
hlm. 155.
5 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Bab I Pasal I, Jakarta:
Indonesia Legal Center Publishing, 2003, hlm. 3.
AMZAH
Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 153
agar rumah benar-benar terasa sebagai sekolah bagi anaknya. Sehingga tercipta
suasana yang mendukung bagi anak untuk mendapatkan pengetahuan yang
berguna bagi dirinya.6
Keluarga merupakan suatu institusi yang terbentuk karena suatu ikatan
perkawinan antara sepasang suami-istri untuk hidup bersama seia-sekata, seiring
dan setujuan, dalam membina mahligai rumah tangga untuk mencapai keluarga
sakinah dalam lindungan dan rida Allah Ø. Keluarga merupakan lembaga
pendidikan yang bersifat informal, yaitu pendidikan yang tidak mempunyai
program yang jelas dan resmi, keluarga juga merupakan lembaga yang bersifat
kodrati, terdapatnya hubungan darah antara pendidik dan anak didiknya.7
Dalam istilah sosiologi pertama kali diperkenalkan oleh Auguste Comte.
Walaupun Ibnu Khaldun dianggap sebagai bapak sosiologi. Perspektif sosiologi
mengemukakan bahwa keluarga merupakan suatu kelompok sosial terkecil
yang ditandai oleh tempat tinggal bersama, kerja sama ekonomi, dan reproduksi.
Di dalam sosiologi keluarga memiliki definisi, yaitu batih. Batih menjadi sendi
masyarakat yang utama. Batih adalah tempat lahir, tempat pendidikan, dan
tempat perkembangan budi pekerti anak. Batih berarti juga lambang, tempat,
dan tujuan hidup bersama istri. Dalam bahasa Inggris, keluarga dikenal dengan
istilah family, sedangkan dalam bahasa Prancis disebut famille. Kedua istilah
tersebut lebih banyak mengacu pada keluarga dalam konteks yang sangat luas,
artinya orang yang dianggap saling mengenal. Pemaknaan istilah keluarga dalam
kedua bahasa tersebut dianggap terlalu luas, bermakna setiap kelompok yang
anggotanya saling mengenal. Akan tetapi, dalam terminologi Arab, istilah
keluarga disamakan dengan kata usrah, yang secara asal-usul kata tersebut
bermakna ikatan atau menjadikannya sebagai tahanan. Berasal dari kata al-asru
yang bermakna mengikat dengan tali, kemudian meluas menjadi segala ikatan
yang diikat, baik dengan tali maupun yang lain.8
6 Nurla Isna Aunillah, Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah, Yogyakarta:
Laksana, 2011, hlm. 161.
7 Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan Jakarta: Rineka Cipta, 1992, hlm. 66.
8 Dindin Jamaluddin, Paradigma Pendidikan Anak dalam Islam, Bandung: CV Pustaka Setia,
2013, hlm. 116–117.
AMZAH
154 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Selain itu, keluarga dalam perspektif antropologi merupakan kesatuankesatuan
kecil yang memiliki tempat tinggal dan ditandai dengan kerja sama yang
sangat erat. Orangtua mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk mendidik
anak-anaknya. Pada dasarnya, kewajiban ayah adalah memberikan perlindungan
kepada semua anggota keluarga, baik secara fisik maupun secara psikis. Selain
itu, tugas ibu adalah menjaga, memeliharanya dengan mendidik dan merawat
anak-anaknya. Keluarga adalah tempat pertama dan utama bahwa seorang anak
dididik dan dibesarkan. Fungsi utama keluarga adalah sebagai wahana untuk
mendidik, mengasuh, dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan
seluruh anggotanya supaya dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan
baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya
keluarga sejahtera.9
Keluarga memiliki dampak yang besar dalam pembentukan perilaku individu
serta pembentukan vitalitas dan ketenangan dalam benak anak-anak karena melalui
keluarga anak-anak mendapatkan bahasa, nilai-nilai, serta kecenderungan
mereka. Keluarga bertanggung jawab mendidik anak-anak dengan benar dalam
kriteria yang benar, jauh dari penyimpangan. Untuk itu, dalam keluarga memiliki
sejumlah tugas dan tanggung jawab. Tugas dan kewajiban keluarga adalah
bertanggung jawab menyelamatkan faktor-faktor cinta kasih serta kedamaian
dalam rumah, menghilangkan kekerasan, keluarga harus mengawasi prosesproses
pendidikan, orangtua harus menerapkan langkah-langkah sebagai tugas
mereka.
Adapun pendidikan karakter tidak hanya sekadar mengajarkan tentang
benar dan salah. Lebih dari itu, ia menanamkan kebiasaan (habituation) tentang
hal yang baik sehingga siswa didik menjadi paham (domain kognitif) tentang
mana yang baik dan salah, dan mampu merasakan (domain afektif) nilai yang
baik, serta mau melakukannya (domain psikomotor). Pendidikan karakter
berbeda dengan pendidikan moral. Jika pendidikan moral hanya terfokus pada
pengetahuan tentang moral atau menekankan aspek kognisi maka pendidikan
9 Zubaedi, Strategi Taktis Pendidikan Karakter (Untuk PAUD dan Sekolah), Depok: Rajawali
Pers, 2017, hlm. 27.
AMZAH
Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 155
karakter tidak hanya menekankan pada pembentukan karakter anak saja,
tetapi juga mengembangkan kemampuan anak dalam aspek kognitifnya.10
B. MENJADI ORANGTUANYA MANUSIA
Orangtua dalam rumah tangga adalah contoh ideal bagi anak-anaknya. Anak
yang salah satu ciri utamanya adalah meniru, dengan sendirinya anak akan
meneladani segala sikap, tindakan, dan perilaku orangtuanya, baik dalam
bentuk perkataan, perbuatan, maupun pemunculan sikap-sikap kejiwaan.11
Anak meskipun memiliki kecenderungan fitrah (untuk menjadi manusia baik),
namun kecenderungan itu tidak akan diterima olehnya tanpa contoh-contoh
konkret yang terlihat olehnya. Sebagaimana dalam Alquran Surah An-Nahl
ayat 78:
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan
dan hati, agar kamu bersyukur. (QS. An-Nahl (16): 78)12
Orangtua adalah pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka,
dari merekalah anak mulai menerima pendidikan. Oleh sebab itu, pendidikan
pertama dibentuk dalam kehidupan keluarga. Orangtua atau ayah dan ibu
memegang peranan yang penting dan amat berpengaruh atas pendidikan anakanaknya.
Sejak seorang anak lahir, ibunyalah yang selalu ada di sampingnya.
Oleh sebab itu, anak meniru perilaku ibunya dan biasanya seorang anak lebih
cinta kepada ibunya, ibunya menjalankan tugasnya dengan baik. Ibu adalah
orang yang pertama dikenal oleh anak, yang mula-mula menjadi teman dan
10 M. Ihsan Dacholfany, Pendidikan Karakter Belajar ala Pesantren Gontor, Tangerang:
CV Wali Media Utama, 2015, hlm. 96.
11 Ahmad Tafsir, dkk., Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Mimbar Pustaka,
2004, hlm. 150.
12 QS. An-Nahl (16): 78.
AMZAH
156 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
yang mula-mula dipercayainya. Apa pun yang dilakukan ibu, dapat dimaafkan,
kecuali jika ia tinggalkan. Dengan memahami segala sesuatu yang terkandung
di dalam hati anaknya, juga jika anak telah mulai agak besar, disertai kasih
sayang, dapatlah ibu mengambil hati anaknya untuk selama-lamanya.
Pengaruh ayah terhadap anaknya besar pula. Di mata anaknya ia seorang
yang tertinggi gengsinya dan orang terpandai di antara orang-orang yang
dikenalnya. Cara ayah itu melakukan pekerjaannya sehari-hari berpengaruh
pada cara pekerjaan anaknya. Ayah merupakan penolong utama, lebih-lebih
bagi anak yang agak besar, baik laki-laki maupun perempuan, bila ia mau
mendekati dan dapat memahami hati anaknya.13
Menjadi orangtua ...
Tidak hanya sebagai takdir,
Namun seperti hadirnya sebuah kesempatan
Untuk membuktikan
Peranan kita di muka bumi.
Gambar 1.2. Menjadi Orangtuanya Manusia
Itulah salah satu puisi dari karya Munif Chatib, dan dalam buku Orangtuanya
Manusia, Munif Chatib menjelaskan bahwa seorang anak terdiri dari dua
dimensi, yaitu jasmani dan rohani. Sebagai orangtua, seharusnya memperhatikan
kedua dimensi tersebut sebab jasmani dan rohani anak berkembang, yang
menimbulkan kebutuhan-kebutuhan mereka. Kita harus memenuhi kedua kebutuhan
itu secara adil. Namun, kebanyakan orangtua terjebak dalam melihat
13 Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2009, hlm. 35–36.
AMZAH
Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 157
perkembangan anak, hanya satu dimensi, yaitu jasmani dan mengabaikan
rohani, yang memang abstrak. Dalam ilmu psikologi perkembangan, ada dua
dimensi pula, yaitu fisiologi dan psikologi. Fisiologi melihat perkembangan anak
pada jasmaninya: fisik dan sel-sel otot, yaitu yang membentuk kematangan fisik,
seperti perkembangan sel-sel otak yang matang untuk kemampuan menangkap
stimulus yang masuk atau perkembangan otot-otot kaki dan tangan yang menjadi
keras untuk keterampilan berjalan dan mengambil sesuatu. Sementara psikologi
melihat perkembangan anak pada kehidupan masyarakat yang mengarah ke
perkembangan mental, daya nalar (kognitif), perasaan (afektif), dan aktivitas
(motorik). Kedua dimensi ini sangat berhubungan dan saling berkaitan.
Setiap anak dilahirkan mempunyai fitrah Ilahiah, yaitu kekuatan untuk
mendekati Tuhan dan cenderung berperilaku baik. Ibarat bangunan, fitrah
adalah fondasi sehingga bangunan (manusia) yang berdiri di atasnya mestinya
adalah bangunan kebaikan dan jika terjadi sebaliknya, pasti ada faktor penyebabnya.
Siapakah anak kita? Munif Chatib membagi fase perkembangan anak
berdasarkan riwayat Rasulullah dalam membagi tahap perkembangan kehidupan
seseorang. Fase pertama, anak itu adalah raja. Fase kedua, anak itu
adalah pembantu (yang harus taat dalam menjalankan perintah). Dan fase ketiga,
anak adalah wazir (menteri) yang bertanggung jawab terhadap tugas-tugasnya.
Jadi, tahapannya anak itu adalah raja, pembantu, dan wazir.14
Fase pertama, anak pada usia 7 tahun pertama, yaitu usia antara 0–7
tahun adalah sebagai raja kecil, yang ternyata punya ruang lingkup dan khas,
yaitu bermain. Status raja ini akan berakhir ketika anak memasuki masa tujuh
tahun keduanya. Pada tahap ini, sang raja kecil harus diberi kesempatan untuk
melakukan eksplorasi dan kebebasan beraktivitas. Pada tahap ini, orangtua
hanya menjaga agar kebutuhan anak akan kebebasan senantiasa terpenuhi tanpa
harus melupakan keamanan dan keselamatannya. Pada usia 0–7 tahun, sebagai
orangtua, harus melakukan dua tahapan, yaitu tahap pemenuhan kebutuhan rasa
ingin tahu dan tahap pengalaman belajar menjadi kebiasaan. Orangtua harus
14 Munif Chatib, Orangtuanya Manusia, Bandung: Kaifa, 2012, hlm. 18–25.
AMZAH
158 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
memenuhi tahap pertama, sedangkan pada tahap kedua, untuk membangun
kebiasaan yang baik dibutuhkan peraturan dan kedisiplinan untuk membangun
karakter positif anak. Sang raja kecil tidak membutuhkan kewenangan untuk
menghukum atau membuat peraturan bagi rakyatnya. Mereka hanya butuh
kelembutan dan kasih sayang dari orangtuanya. Berbicaralah yang lembut,
memeluk atau menciumnya, dan biasa memanggil mereka dengan sebutansebutan
yang indah dan positif.
Fase kedua, anak pada usia 7 tahun kedua, yaitu usia antara 7–14 tahun
adalah anak disebut sebagai pembantu, yang harus dididik dan dibimbing. Orangtua
menjadi tuan dan anak menjadi pembantu. Masa 7 tahun kedua, kala status
anak kita menjadi pembantu, adalah masa penanaman karakter atau akhlak dan
masa belajar. Pada masa inilah terdapat momen spesial, yaitu puber (akil-balig),
yang diibaratkan anak kita berhadapan dengan petunjuk arah. Jalan kehidupan
yang dipilih anak setelah masa puber sangat menentukan keberhasilan anak kita
di masa mendatang. Pada masa ini, orangtua punya kewajiban memberikan
pendidikan, pengajaran, dan pengarahan kepada anak-anaknya yang sudah
memasuki usia praremaja. Jika dalam masa jenjang sekolah, masa ini berada
pada jenjang SD dan awal memasuki jenjang SMP. Sementara itu, status
pembantu diartikan sebagai masa ketaatan saat menjalani pendidikan atau juga
disebut dengan masa belajar.
Fase ketiga, pada usia 7 tahun ketiga, anak disebut dengan status wazir. Wazir
adalah jabatan terhormat, yang biasanya berperan penting dalam kehidupan
bernegara. Keluarga adalah miniatur negara. Sebagai wazir, remaja atau pemuda
berada pada masa terbaik untuk menunjukkan kualitas jati dirinya. Terutama
menjadi tempat bergantung orangtua yang secara alami sudah berusia lanjut dan
membutuhkan pendamping untuk bersama-sama menyelesaikan masalah. Jika
di dalam rumah ada anak yang berstatus wazir, tentu akan sangat membantu,
anak punya hak dan kewenangan musyawarah dan bersama menjalankan tugas
atau kerja sama. Tentunya, dalam kehidupan berkeluarga banyak masalah yang
kompleks yang terjadi. Dalam status wazir, anak kita bisa jadi selalu membantu
untuk mencari jalan keluarnya, selalu memberikan sumbangsih pikiran dan
ikhlas membantu orangtua untuk bersama-sama menghadapi dinamika masalah
dalam keluarga.
AMZAH
Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 159
C. MODEL POLA ASUH ORANGTUA TERHADAP ANAK
Orangtua memiliki gaya masing-masing dalam mendidik anak mulai dari
dalam kandungan, bayi, remaja, bahkan sampai usia dewasa. Pola pengasuhan
orangtua yang diterapkan pada setiap tahapan usia akan terus mempengaruhi
perkembangan fisik dan psikis seseorang. Artinya, perilaku seseorang pada usia
dewasa adalah cerminan dari usia yang dilalui setiap individu, yaitu usia remaja,
kanak-kanak, bayi, dan dalam kandungan. Bagaimana orangtua mendidik
seseorang mulai dari usia bayi akan terus mempengaruhi perilaku seseorang
ketika mencapai usia dewasa. Anak adalah amanah Allah yang harus dijaga
dan diasuh dengan baik oleh setiap orangtua. Memiliki dan mencetak anak
yang memiliki perilaku yang matang bukanlah tugas yang mudah bagi orangtua,
butuh kematangan pikiran, pengalaman, keterampilan, dan tingkat ekonomi
yang matang.
Pengertian pola asuh berasal dari dua kata, yaitu pertama, kata “pola” dan
kedua kata “asuh”. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dikemukakan bahwa
pengertian pola asuh sendiri adalah kata pola memiliki arti, yaitu pertama,
sistem, cara kerja; kedua, bentuk atau struktur yang tetap; ketiga, kombinasi
sifat kecenderungan membentuk karangan yang taat asas dan bersifat khas.15
Selain itu, kata asuh memiliki arti sebagai berikut: 1) menjaga (merawat dan
mendidik) anak kecil; 2) membimbing (membantu, melatih, dan sebagainya)
supaya dapat berdiri sendiri.16
Adapun gaya orangtua dalam pengasuhan anak, di antaranya, yaitu:
pertama, pola pengasuhan orangtua yang menganggap dirinya harus berhasil
(succesfull parenting). Hal ini berkaitan dengan bagaimana anak bertingkah
laku seperti diharapkan orangtua. Anak harus melakukan tugas orangtua
yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya. Kedua, pola pengasuhan
orangtua yang menganggap dirinya efektif (effective parenting). Pola ini
menganggap bahwa anak bukan harus bertingkah laku saja, tetapi melibatkan
15 Surayin, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Bandung: Yrama Widya, 2001, hlm. 447.
16 Ibid., hlm. 25.
AMZAH
160 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
sikap dan perasaannya. Anak mau bekerja sama karena ia tahu yang diminta
orangtua itu masuk akal, dan ia sayang serta peduli terhadap orangtuanya.17
Pola asuh dapat diartikan sebagai sistem, cara kerja, atau bentuk dalam
upaya menjaga, merawat, mendidik, dan membimbing anak kecil supaya dapat
berdiri sendiri. Selain itu, pola asuh orangtua dapat diartikan sebagai interaksi
antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pola
pengasuhan adalah proses memanusiakan atau mendewasakan manusia secara
manusiawi, yang harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta perkembangan
zaman.18 Pola asuh yang tepat dari orangtua kepada anaknya dan
memberikan perlindungan terhadap hak-hak anak mempunyai hubungan yang
kuat terhadap pembentukan karakter anak ketika ia dewasa.
Anak-anak pada usia di bawah lima tahun memiliki potensi inteligensi
yang luar biasa, namun pada umumnya orangtua dan guru hanya bisa mengajarkan
sesuatu sedikit saja pada anak-anak. Sesungguhnya, anak-anak usia
dini tidak ruwet dalam belajar, tetapi orangtua atau guru yang bermasalah.
Pada umumnya, kita selalu menyalahkan anak-anak apabila tingkah laku mereka
tidak sesuai dengan keinginan kita. Hal ini lebih banyak disebabkan kurangnya
pengetahuan dan pemahaman kita terhadap perkembangan anak sehingga kita
sering memperlakukan anak dengan kurang tepat.19
Anak adalah generasi penerus bangsa. Anak dan masa depan adalah
satu kesatuan yang dapat diwujudkan untuk membentuk suatu generasi yang
dibutuhkan oleh bangsa terutama bangsa yang sedang membangun. Peningkatan
keterampilan, pembinaan mental dan moral harus lebih ditingkatkan begitu juga
dengan aspek-aspek lainnya. Menghadapi era globalisasi yang ditandai dengan
berbagai perubahan tata nilai, anak harus mendapat pembinaan intensif dan
terpadu. Untuk itu, orangtua harus memperhatikan perkembangan jasmani,
17 Rahmat Rosyadi, Pendidikan Islam Dalam Pembentukan Karakter Anak Usia Dini, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2013, hlm. 23–24.
18 Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2000, hlm. 55.
19 Novan Ardy Wiyani & Barnawi, Format PAUD: Konsep, Karakteristik, & Implementasi
Pendidikan Anak Usia Dini, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2016, hlm. 24–25.
AMZAH
Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 161
rohani, dan akal anak-anaknya.20 Orangtua merupakan pendidik utama dan
pertama bagi anak-anak mereka karena dari merekalah anak mulai menerima
pendidikan.21 Orangtua yang konsisten dalam berperilaku yang menampilkan
secara maksimal perilaku Rasulullah dapat membuat anak dapat mengimitasi
perilaku orangtua dan mengidentifikasi untuk menjadi bagian pribadinya
sehingga menjadi pribadi yang positif.22
Anak adalah amanah bagi orangtua, hatinya yang suci bagaikan mutiara
yang bagus dan bersih dari setiap kotoran dan goresan. Anak merupakan
anugerah dan amanah dari Allah kepada manusia yang menjadi orangtuanya.
Oleh karena itu, orangtua bertanggung jawab penuh agar supaya anak dapat
tumbuh dan berkembang manjadi manusia yang berguna bagi dirinya sendiri,
keluarga, masyarakat, bangsa, negara, dan agamanya sesuai dengan tujuan dan
kehendak Tuhan.
Anak merupakan sebuah amanah yang dititipkan oleh Sang Maha Pencipta
kepada manusia, kelak akan diminta pertanggungjawaban atas apa yang telah
diupayakan dalam menjaga amanah tersebut. Dalam Alquran terdapat empat
istilah anak yang digunakan, antara lain: Pertama, anak sebagai amanah. Kedua,
anak sebagai ujian. Ketiga, anak sebagai perhiasan dunia. Keempat, anak sebagai
musuh. Sebagaimana yang keempatnya tersebut, terdapat dalam Alquran.
1. Anak sebagai Amanah
Sebagaimana firman Allah dalam Alquran Surah At-Tahrim ayat 6:23
20 Hery Noer Aly, Munzier, Watak Pendidikan Islam, Jakarta: Friska Agung Insani, 2003,
hlm. 220.
21 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2002,
hlm. 76.
22 Moh. Sochib, Pola Asuh Orangtua: (dalam Membantu Mengembangkan Disiplin Diri sebagai
Pribadi yang Berkarakter), Jakarta: Rineka Cipta, 2010, hlm. 208.
23 QS. At-Tahrim (66): 6.
AMZAH
162 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat
yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. AtTahrim
(66): 6)
Dengan demikian, mendidik dan mengajar anak adalah bukan pekerjaan
mudah dan bukan kewajiban yang dapat dilakukan secara spontan. Dalam
Islam, anak juga merupakan bagian penting dari keluarga yang harus dijaga
oleh orangtuanya.
2. Anak sebagai Ujian
Sebagaimana dalam Alquran Surah Al-Anfâl ayat 28 Allah berfirman:24
Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan
dan sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar. (QS. Al-Anfâl (8): 28)
3. Anak sebagai Perhiasan Dunia
Sebagaimana dalam Alquran Surah Al-Kahf ayat 46 Allah berfirman:25
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan
yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik
untuk menjadi harapan. (QS. Al-Kahf (18): 46)
24 QS. Al-Anfâl (8): 28.
25 QS. Al-Kahf (18): 46.
AMZAH
Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 163
4. Anak sebagai Musuh
Sebagaimana dalam Alquran Surah At-Taghâbun ayat 14 Allah berfirman:26
Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anakanakmu
ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap
mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni
(mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(QS. At-Taghâbun (64): 14)
D. NASIHAT ORANGTUA KEPADA ANAK
Dalam Islam dijelaskan bahwa anak merupakan amanah Allah yang tidak boleh
disia-siakan, menyia-nyiakan anak berarti menyia-nyiakan amanah Allah Ø.
Anak wajib dijaga, dirawat, diberikan kasih sayang, dan dipelihara sesuai dengan
norma-norma dan nilai Islami. Maka kita sebagai orangtua, sudah seharusnya
memberikan nasihat kepada anak-anaknya.
Pada hakikatnya posisi anak sebagai manusia umumnya memiliki tiga macam
tenaga dalam (yang ada pada unsur psikis).27 Keberadaan tenaga dalam itu akan
memberikan pengaruh pada dirinya untuk melakukan berbagai kegiatan atau
aktivitas, baik berupa sifat positif maupun yang negatif. Dorongan dari ketiga
tenaga dalam inilah yang perlu dicermati oleh para guru. Motivasi terhadap
para peserta didik untuk menentukan dan mengarahkan anak didik pada kegiatan
positif. Kegiatan akan sangat berarti bagi peserta didik apabila mampu
membuahkan hasil adanya perubahan sikap dan perilaku ke arah yang positif.
Kegiatan akan sangat berarti bagi peserta didik apabila mampu membuahkan
hasil adanya perubahan sikap dan perilaku ke arah yang positif. Ketiga tenaga
dalam itu menurut istilah psikologi dikenal dengan Id, Ego, dan Super Ego.
26 QS. At-Taghâbun (64): 14.
27 Mursid, Belajar dan Pembelajaran PAUD, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015, hlm. 80.
AMZAH
164 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
1. Id. Id adalah suatu dorongan yang berasal dari dalam diri seseorang untuk
mendahulukan rasa, enak, untuk mencapai kenikmatan dan nafsu belaka.
Sikap semacam ini mempunyai kecenderungan anak-anak bersikap instan
dalam meraih kehidupan.
2. Ego. Ego adalah ibarat suatu dorongan atau tenaga dalam yang berasal dari
jiwa seseorang yang berfungsi menyeimbangkan kemauan dari Id dengan
mencoba mengarahkan dorongan tersebut dalam kenyataan hidup.
3. Super Ego. Super Ego adalah dorongan atau tenaga dalam yang berfungsi
sebagai alat kontrol terhadap suatu dorongan yang berasal dari kemauan
Id. Kontrol dari Super Ego di sini berasal dari ajaran agama, moral, atau
norma yang diajarkan dan diterima manusia.
Setiap manusia, kita selaku orangtua pasti menginginkan anaknya menjadi
anak yang saleh dan salehah dengan perilaku yang baik dan tindakan yang mulia.
Akan tetapi, dalam kenyataannya hal itu sulit diwujudkan dan dibuktikan oleh
kita semua dalam kehidupan sehari-hari. Orangtua lebih disibukkan dengan hal
yang bersifat materi, daripada mendidik anak-anak. Betapa malang orangtua
jika di dunia, membiarkan si anak terjerumus dalam hal kemaksiatan. Sementara
anak tidak diajak beribadah untuk bekal menuju ke akhirat.28 Sebaiknya, orangtua
itu memahami bahwa anak yang mereka miliki sekarang adalah amanah
dari Allah Ø yang harus dijaga dan dibina. Hatinya yang suci adalah permata
yang sangat mahal harganya. Anak membutuhkan pemeliharaan, kasih sayang,
perhatian, dan penjagaan. Jika anak dibiarkan seperti binatang dan dibiasakan
dengan kejahatan, anak akan celaka dan binasa. Dengan demikian, orangtua
memegang faktor kunci yang bisa menjadikan anak memiliki jiwa Islami, yaitu
dengan cara memelihara pendidikan akhlak yang baik.
Islam mengupayakan pembinaan seluruh potensi manusia secara serasi
dan seimbang. Dengan terbinanya seluruh potensi manusia secara sempurna
diharapkan ia dapat melaksanakan fungsi pengabdiannya sebagai khalifah
di muka bumi. Untuk dapat melaksanakan pengabdian tersebut, harus dibina
28 Rahmat Rosyadi, Pendidikan Islam dalam Pembentukan Karakter Anak Usia Dini, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2013, hlm. 115–116.
AMZAH
Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 165
seluruh potensi yang dimiliki, seperti potensi spiritual, kecerdasan, kepekaan,
dan perasaan. Potensi-potensi itu merupakan kekayaan dalam diri manusia yang
berharga. Pendidikan anak, yaitu bimbingan yang diberikan dengan sengaja oleh
orang dewasa kepada anak-anak, dalam pertumbuhannya (jasmani dan rohani)
supaya bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat.29
Dengan demikian, pendidikan terhadap anak dipandang sebagai salah
satu aspek yang memiliki peranan pokok sebagai pembentukan insan kamil
atau memiliki kepribadian yang utama. Selain itu, sangat penting nasihat orangtua
kepada anaknya. Sebagaimana terdapat dalam kandungan Alquran Surah
Luqmân ayat 1–16:
29 Dindin Jamaluddin, Paradigma Pendidikan Anak dalam Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2013,
hlm. 38–40.
AMZAH
166 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Alif Laam Miim. Inilah ayat-ayat Alquran yang mengandung hikmah. Menjadi
petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang berbuat kebaikan. (Yaitu) orangorang
yang mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka yakin akan
adanya negeri akhirat. Mereka itulah orang-orang yang tetap mendapat petunjuk
dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan
di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak
berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan
menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang
menghinakan. Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami ia berpaling
dengan menyombongkan diri seolah-olah ia belum mendengarnya, seakanakan
ada sumbat di kedua telinganya; maka beri kabar gembiralah ia dengan
azab yang pedih. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal-amal saleh, bagi mereka surga-surga yang penuh kenikmatan. Kekal
mereka di dalamnya; sebagai janji Allah yang benar. Dan Dialah Yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana. Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu
melihatnya dan Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya
bumi itu tidak menggoyangkan kamu; dan memperkembangbiakkan padanya
segala macam jenis binatang. Dan Kami turunkan air hujan dari langit, lalu
Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik. Inilah
ciptaan Allah, maka perlihatkanlah olehmu kepadaku apa yang telah diciptakan
oleh sembahan-sembahan(mu) selain Allah. Sebenarnya orang-orang yang
zalim itu berada di dalam kesesatan yang nyata. Dan sesungguhnya telah
Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah.
Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia
bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka
AMZAH
Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 167
sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji”. Dan (ingatlah) ketika
Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya:
“Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan
(Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” Dan Kami
perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya;
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah,
dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada
dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya
memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali
kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Luqman berkata): “Hai anakku,
sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam
batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya
(membalasinya). Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Maha Mengetahui.”
(QS. Luqmân (31): 1–16)30
Dalam upaya orangtua dalam mendidik anak ini adalah tuntutan Alquran
yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, terutama yang berkaitan dengan pendidikan
akidah dan akhlak mereka. Allah memberikan gambaran melalui kisah Luqman
yang memberikan nasihat kepada anaknya tentang hal-hal prinsip yang harus
dimiliki dan dihayati serta diamalkan oleh anak, yaitu akidah yang lurus dan
akhlak yang baik.31
Dari ayat di atas tersebut, penulis dapat mengambil hikmah mengenai
pendidikan yang harus ditanamkan orangtua kepada anaknya, di antaranya,
yaitu sebagai berikut.
1. Menanamkan tauhid dan akidah yang benar kepada anak. Memiliki tauhid
atau iman yang mantap adalah sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan
30 QS. Luqmân (31): 1–16.
31 Amirulloh Syarbini, Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga: Studi tentang Model Pendidikan
Karakter dalam Perspektif Islam, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016, hlm. 77.
AMZAH
168 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
seorang muslim. Tauhid merupakan pusat segala usaha dan tujuan dalam
setiap amal dan perbuatan, tauhid merupakan landasan Islam. Jika seorang
anak benar tauhidnya, ia akan mendapatkan keselamatan di dunia dan
di akhirat. Sebaliknya, seorang anak tidak memiliki tauhid, anak tersebut
akan jatuh dalam kesyirikan dan akan menemui kecelakaan, baik di dunia
maupun di akhirat.
2. Mengajarkan anak untuk melaksanakan ibadah. Hendaknya sejak kecil,
anak-anak diajarkan untuk beribadah dengan benar sesuai dengan tuntunan
Rasulullah . Mulai dari tata cara bersuci, shalat, puasa, dan ibadah lainnya.
Jika anak-anak dapat menjaga ketertiban dalam shalat, orangtua sebaiknya
mengajak anak untuk menghadiri shalat berjamaah di masjid. Dengan
demikian, ketika anak dilatih sejak usia dini, akan terbiasa dilakukan ketika
anak tersebut beranjak dewasa.
3. Anak diajarkan untuk pandai bersyukur. Orangtua mengajarkan anak sikap
bersyukur. Bersyukur artinya ungkapan rasa terima kasih kepada Allah Ø
atas rezeki yang kita terima. Dengan bersyukur hati kita akan merasa damai
karena kita tidak lagi khawatir terhadap apa yang ada di diri kita. Rasa
syukur, di antaranya, yaitu: a) Bersyukur dengan hati. Bersyukur dengan
hati dilakukan dengan menyadari sepenuhnya bahwa segala nikmat dan
rezeki yang didapatkan semata-mata merupakan karunia dan kemurahan
Allah. b) Bersyukur dengan lisan. Apabila hati seseorang telah sangat yakin
bahwa segala nikmat yang didapatkan berasal dari Allah Ø. Ia pasti akan
mengucapkan alhamdulillah (segala puji bagi Allah). c) Bersyukur dengan
tindakan. Bersyukur dengan tindakan bermakna bahwa semua nikmat
yang diperoleh harus dimanfaatkan di jalan yang diridai-Nya. d) Merawat
kenikmatan. Apabila mendapatkan nikmat dari Allah Ø usahakan untuk
merawatnya agar tidak rusak. Hal ini seperti menjaga amanah dari Allah.
4. Mengajarkan berbuat baik kepada orangtua. Orangtua mengajarkan anak
untuk berbuat baik kepadanya dan tidak durhaka kepadanya, sesungguhnya
jasa kedua orangtua terhadap anaknya sangat besar. Fakta ini tidak bisa
diingkari oleh siapa pun juga. Seorang ibu telah mengandung anaknya dalam
keadaan lemah dan susah. Ia menyabung nyawa untuk melahirkan anaknya,
AMZAH
Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 169
memelihara dan menyusui dengan penuh kelelahan dan perjuangan selama
dua tahun. Demikian juga sang bapak menantang panas dan hujan guna
mencukupi kebutuhan keluarganya. Pantaslah jika keduanya memiliki hak
yang harus dipenuhi oleh sang anak, bahkan hak orangtua itu mengiringi
hak Allah.
5. Mengajarkan Alquran, doa, dan zikir yang ringan kepada anak. Dalam
mengajarkan Alquran, sebaiknya dimulai dari Surah Al-Fâtihah dan surahsurah
pendek lainnya untuk dihafalkan pada anak. Sebaiknya, anak harus
dibiasakan membaca doa-doa dan zikir dalam melakukan aktivitas sehariharinya.
Contohnya, mengajarkan anak untuk menghafal doa ketika mau
tidur dan bangun tidur, doa masuk WC dan Keluar dari WC, serta doa
mau makan dan selesai makan, atau lain sebagainya.
6. Mendidik anak dengan berbagai adab dan akhlak yang mulia. Orangtua
harus menanamkan akhlak yang mulia pada anak dengan berbagai adab
yang Islami. Contohnya: Ketika anak hendak memakan nasi, dimulai
dengan tangan kanan, menjaga kebersihan dengan mencuci tangan
terlebih dahulu, tidak lupa mengajak anak untuk memulainya dengan
lafal basmallah.
7. Melarang anak dari perbuatan yang diharamkan. Orangtua berkewajiban
membimbing anaknya supaya terbina ketenangan dan ketertiban dalam
masyarakat. Orangtua juga harus mengajarkan anak-anaknya agar dapat
menghindari dan mencegah orang-orang yang berbuat kemungkaran. Sejak
usia dini, sebaiknya anak diajarkan untuk tidak melakukan hal-hal yang
tidak baik atau diharamkan. Contohnya: Mengajak anak untuk memakan
makanan yang halal dan menjauhi makanan yang diharamkan dalam Islam,
mengajarkan anak untuk tidak mengambil apa pun yang bukan menjadi
haknya, dan lain sebagainya.
Dengan demikian, hendaknya sebagai orangtua harus memperhatikan
anak dari segi muraqabah Allah Ø, yaitu mengajak anak untuk mendirikan
shalat, menunaikan zakat, tidak sembarangan dalam berbicara, mengajak untuk
bersyukur kepada Allah atas nikmat yang Allah berikan, jangan mempersekutukan
Allah, dan jangan durhaka kepada kedua orangtuanya. Selain itu,
AMZAH
170 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
orangtua menjadikan anak merasa bahwa selamanya Allah melihat setiap
gerak-geriknya, mengetahui hal rahasia yang disembunyikan dan dirahasiakan,
serta mendengar bisikan dan pembicaraannya.
E. KESALAHAN ORANGTUA DALAM MENDIDIK ANAK
Orangtua merupakan sumber pembelajaran pertama dan utama bagi anak
supaya dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal. Kualitas pengasuhan
yang diberikan orangtua akan mempengaruhi perkembangan kepribadian
anaknya. Orangtua adalah penopang tata nilai dan standar moral masyarakat.
Kelestarian tata nilai dan standar moral sangat tergantung pada keluarga,
khususnya orangtua untuk menyediakan lingkungan yang positif bagi anaknya.
Sehingga anak dapat berperilaku dan bertindak sesuai dengan tata nilai dan
moral yang berlaku.32
Sebagai orangtua kita harus mampu memahami kebutuhan anak dan memfasilitasinya,
dan mengarahkan untuk melakukan hal-hal yang mulia dengan
mencontohkan perbuatan-perbuatan yang terpuji, agar anak mematuhi dan
mau mencontoh. Ada beberapa kesalahan yang dilakukan oleh orangtua akibat
ketidaktahuan dalam memberi rangsangan pada anak agar otaknya berfungsi
maksimal. Adapun kesalahan-kesalahan yang dilakukan orangtua yang menghambat
pembentukan pola perilaku anak, yaitu sebagai berikut.33
1. Inkonsistensi, sebagai orangtua yang menjadi teladan bagi anak sikap
konsisten dalam segala hal harus selalu dijaga. Karena itu, kita mengajarkan
kepada anak suatu kebaikan dan suatu ketika kita sendiri yang melanggarnya
di depan anak maka anak akan sulit mempercayai apa yang kita katakan.
2. Terlalu banyak intervensi, orangtua kerap kali melakukan intervensi pada
anak yang mengakibatkan anak ketergantungan terhadap pertolongan
orangtuanya.
32 Rahmat Rosyadi, Pendidikan Islam dalam Pembentukan Karakter Anak Usia Dini, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2013, hlm. 24.
33 Agus Sutiyono, Dahsyatnya Hypnoparenting, Jakarta: Penebar Plus, 2011, hlm. 52–55.
AMZAH
Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 171
3. Membanding-bandingkan, disadari atau tidak orangtua seringkali membanding-bandingkan
kondisi yang dialami dengan apa yang dirasakan anak
sekarang. Seharusnya kita mengubah sudut pandang dengan berusaha
menyelami apa yang anak-anak kita rasakan dan alami di zaman mereka.
F. PERAN DAN FUNGSI KELUARGA
Keluarga merupakan pendidikan pertama dan yang utama bagi anak. Oleh
karena itu, dalam keluargalah anak mengawali perkembangannya. Baik itu
perkembangan jasmani maupun perkembangan rohani. Peran keluarga dalam
pendidikan bagi anak yang paling utama ialah dalam penanaman sikap dan nilai
hidup, pengembangan bakat dan minat, serta pembinaan kepribadian. Adapun
yang bertindak sebagai pendidik dalam pendidikan agama dalam keluarga ialah
orangtua, yaitu ayah dan ibu serta semua orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan anak itu seperti kakek, nenek, paman, bibi, dan kakak. Namun,
yang paling utama ialah ayah dan ibu.34
Selain itu, Mantep Miharso menjelaskan bahwa keluarga merupakan satuan
kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat, yang terdiri atas ibu,
bapak, dan anak atau orang seisi rumah yang menjadi tanggungannya. Keluarga
batih disebut juga keluarga inti, yaitu keluarga yang terdiri atas suami, istri, dan
anak.35
Dalam pengertian menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 7 ayat 1–2 berbunyi:
1. Orangtua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan
memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya.
2. Orangtua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan
dasar kepada anaknya.36
34 Ali Abdul Halim Mahmud, Pendidikan Rohani, Jakarta: Gema Insani, 2000, hlm. 46.
35 Mantep Miharso, Pendidikan Keluarga Qurani, Yogyakarta: Safira Insania Press, 2004,
hlm. 13.
36 Depdiknas, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, No. 20 Tahun 2003, hlm. 11.
AMZAH
172 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Keluarga merupakan lingkungan pertama anak yang mempunyai pengaruh
vital terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak atau generasi muda.
Suasana lingkungan keluarga yang kurang mendukung pertumbuhan dan
perkembangan anak atau generasi muda tersebut, antara lain terlihat dalam
berbagai masalah yang dihadapi oleh orangtua dan juga oleh anak-anak itu
sendiri di dalam keluarganya, antara lain adalah sebagai berikut.
1. Adanya gejala-gejala perselisihan atau pertentangan antara anak, terutama
yang telah menginjak dewasa atau remaja, dengan orangtuanya sehingga
anak dikatakan tak patuh terhadap orangtua, sedangkan orangtua dianggap
tak dapat memahami tingkah laku si anak.
2. Kurang terpenuhinya secara memadai kebutuhan-kebutuhan dan perlengkapan-perlengkapan
bagi pembinaan pertumbuhan dan perkembangan
di lingkungan keluarga, baik dari segi fisik, biologis maupun dari sosial,
psikologis, dan spiritual.
3. Kebiasaan-kebiasaan tradisional dan konvensional, terutama pada keluargakeluarga
di lingkungan masyarakat-masyarakat daerah pedesaan, seperti
tradisi perkawinan usia muda, anak-anak disuruh kerja untuk mendapatkan
nafkah tambahan bagi keluarganya, dan sebagainya, yang dalam batas
tertentu merupakan kekangan serta hambatan bagi pertumbuhan dan
perkembangan generasi muda.37
Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya mengembangkan
pribadi anak. Perawatan orangtua yang penuh kasih sayang dan
pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun sosial budaya
yang diberikannya merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak
menjadi pribadi yang sehat. Adapun pola dan pelaksanaan peran keluarga, di
antaranya sebagai berikut.38
37 Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, Bandung: Pustaka Setia, 2008, hlm. 89.
38 Amirulloh Syarbini, Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga: Studi tentang Model Pendidikan
Karakter dalam Perspektif Islam, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016, hlm. 75.
AMZAH
Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 173
1. Fungsi Edukasi
Fungsi edukasi keluarga adalah fungsi yang berkaitan dengan pendidikan anak
khususnya dan pendidikan anggota keluarga pada umumnya. Fungsi edukasi
ini tidak sekadar menyangkut pelaksanaannya, melainkan menyangkut pula
penentuan dan pengokohan landasan yang mendasari upaya pendidikan itu,
pengarahan dan perumusan tujuan pendidikan, perencanaan dan pengelolaannya,
penyediaan dana dan sarananya, pengayaan wawasannya, dan lain sebagainya
yang berkaitan dengan upaya pendidikan itu. Pelaksanaan fungsi edukasi
keluarga pada dasarnya merupakan realisasi salah satu tanggung jawab yang
dipikul orangtua terhadap anak-anaknya. Oleh karena itu, orangtua adalah
pendidik pertama dan utama bagi anak. Hal ini karena si anak memperoleh
pendidikan pertama kali.39
Menurut Syaikhul Islam Al-Hadad dalam Ahmad Tafsir dkk., menyatakan
bahwa: “Sesungguhnya bagi anak-anak itu, ada hak-hak yang menjadi beban
dan tanggungan orangtuanya, yaitu dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
selama mereka masih membutuhkan bantuan (belum dewasa atau belum
mampu berdiri sendiri). Juga dalam hal pendidikan mereka, bimbingan budi
pekerti, pengarahannya kepada sifat-sifat yang baik, dan kelakuan yang terpuji”.40
Tanggung jawab besar orangtua untuk mendidik anak menjadi pribadi
yang saleh, tertuang dalam firman Allah Ø Surah At-Tahrim ayat 6:41
39 Amirulloh Syarbini, Model Pendidikan Karakter dalam Keluarga, Jakarta: PT Elex Media
Komputindo, 2014, hlm. 23.
40 Ahmad Tafsir, dkk., Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Mimbar Pustaka,
2004, hlm. 123.
41 QS. At-Tahrim (66): 6.
AMZAH
174 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikatmalaikat
yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa
yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan. (QS. At-Tahrim (66): 6)
2. Fungsi Proteksi
Fungsi proteksi maksudnya keluarga menjadi tempat perlindungan yang
memberikan rasa aman, tenteram lahir dan batin sejak anak-anak berada
dalam kandungan ibunya sampai mereka menjadi dewasa dan lanjut usia.
Perlindungan di sini termasuk fisik, mental, dan moral. Perlindungan fisik
berarti melindungi anggotanya agar tidak kepanasan, kelaparan, kehausan,
kedinginan, dan sebagainya. Namun, perlindungan mental dimaksudkan agar
anggota keluarga memiliki ketahanan psikis yang kuat supaya tidak frustasi
ketika mengalami problematika hidup.42
3. Fungsi Afeksi
Ciri utama sebuah keluarga adalah adanya ikatan emosional yang kuat antara
para anggotanya (suami, istri, dan anak). Dalam keluarga terbentuk suatu rasa
kebersamaan, rasa kasih sayang, rasa keseikatan, dan keakraban yang menjiwai
anggotanya. Di sinilah fungsi afeksi keluarga dibutuhkan, yaitu sebagai pemupuk
dan pencipta rasa kasih sayang dan cinta antara sesama anggotanya. Oleh
karena itu, orangtua berkewajiban untuk memberikan kasih sayang dan cinta
yang tulus kepada anak-anaknya, selain juga kasih sayang dan cinta yang harus
dijaga antara suami dan istri. Bentuk kasih sayang yang muncul dalam keluarga
biasanya sangat bervariasi, baik verbal (ucapan/perkataan) maupun nonverbal
(sikap/perbuatan).43
42 Amirulloh Syarbini, Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga: Studi tentang Model Pendidikan
Karakter dalam Perspektif Islam, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016, hlm. 79–80.
43 Amirulloh Syarbini, Model Pendidikan Karakter dalam Keluarga, Jakarta: PT Elex Media
Komputindo, 2014, hlm. 25.
AMZAH
Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 175
Dalam Alquran menyebutkan bahwa terbentuknya sebuah keluarga bertujuan
untuk menciptakan ketenangan, keindahan, kasih sayang dan cinta,
baik bagi suami, istri, dan anak. Mengenai tujuan tersebut dalam Alquran
Surah Ar-Rûm ayat 21 Allah berfirman:44
Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasanganpasangan
untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran
Allah) bagi kaum yang berpikir. (QS. Ar-Rûm (30): 21)
4. Fungsi Sosialisasi
Fungsi sosialisasi keluarga terkait erat dengan tugas mengantarkan anak ke
dalam kehidupan sosial yang lebih nyata dan luas. Karena bagaimanapun, anak
harus diantarkan pada kehidupan berkawan, bergaul dengan famili, bertetangga,
dan menjadi warga masyarakat di lingkungannya. Dalam mencapai kehidupan
ini, mustahil tanpa bantuan orangtua, di sini ia harus mampu memilih dan
menafsirkan norma yang ada di masyarakatnya.45
Dalam konteks ini, dalam fungsi sosialisasi adalah agar keluarga menciptakan
komunikasi yang harmonis, mengembangkan nilai-nilai kebersamaan, dan
merumuskan nilai-nilai sosial yang berlaku bagi semua anggotanya. Sebagaimana
dalam Alquran Surah An-Nûr ayat 61 Allah berfirman:46
44 QS. Ar-Rûm (30): 21.
45 Amirulloh Syarbini, Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga (Studi tentang Model Pendidikan
Karakter dalam Perspektif Islam), Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016, hlm. 81.
46 QS. An-Nûr (24): 61.
AMZAH
176 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak
(pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan (bersamasama
mereka) di rumah kamu sendiri atau di rumah bapak-bapakmu, di rumah
ibu-ibumu, di rumah saudara-saudaramu yang laki-laki, di rumah saudaramu
yang perempuan, di rumah saudara bapakmu yang laki-laki, di rumah saudara
bapakmu yang perempuan, di rumah saudara ibumu yang laki-laki, di rumah
saudara ibumu yang perempuan, di rumah yang kamu miliki kuncinya atau
di rumah kawan-kawanmu. Tidak ada halangan bagi kamu makan bersamasama
mereka atau sendirian. Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah
dari) rumah-rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya
yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari
sisi Allah, yang diberi berkah lagi baik. Demikianlah Allah menjelaskan ayatayatnya(Nya)
bagimu, agar kamu memahaminya. (QS. An-Nûr (24): 61)
Dengan demikian, dalam rangka melaksanakan fungsi sosialisasi, penulis
beranggapan bahwa fungsi sosialisasi keluarga terkait erat dengan tugas
mengantarkan anak ke dalam kehidupan sosial yang lebih nyata dan luas,
bagaimanapun, anak harus diantarkan pada kehidupan berkawan, bergaul
dengan famili, bertetangga, dan menjadi warga masyarakat di lingkungannya.
Keluarga memiliki kedudukan sebagai penghubung atau perekat anak dalam
kehidupan sosial dan norma-norma sosial.
AMZAH
Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 177
Selain itu, faktor yang menyebabkan peran keluarga sangat penting dalam
proses sosialisasi anak adalah sebagai berikut.
a. Keluarga merupakan kelompok kecil yang anggotanya berinteraksi face to
face secara tertutup.
b. Orangtua mempunyai motivasi kuat untuk mendidik anak. Anak merupakan
buah dari kasih sayang hubungan suami-istri.
c. Karena hubungan sosial dalam keluarga bersifat tetap. Fungsi sosialisasi
menunjukkan peran keluarga dalam membentuk kepribadian anak. Melalui
interaksi sosial dalam keluarga, anak mempelajari pola-pola sikap, tingkah
laku, keyakinan, cita-cita, dan nilai-nilai di masyarakat dalam rangka
perkembangan kepribadiannya.
5. Fungsi Reproduksi
Keluarga sebagai sebuah organisme memiliki fungsi reproduksi, dan setiap
pasangan suami-istri yang diikat dengan tali perkawinan yang sah dapat
memberi keturunan yang berkualitas sehingga dapat melahirkan anak sebagai
keturunan yang akan mewarisi dan menjadi penerus tugas kemanusiaan. Dalam
keluarga, setiap individu memperoleh tempat dalam memenuhi kebutuhan
dasar hidup, seperti pangan, sandang, dan papan dengan syarat tertentu sehingga
memungkinkannya dapat hidup atau mempertahankan hidup. Hanya dengan
cara itulah individu dapat menjalani kehidupan tidak asal hidup, tetapi sebuah
kehidupan yang ditopang oleh sistem norma yang memungkinkan individu
hidup berguna dan bermakna.47
Dalam Alquran Surah An-Nisâ ayat 1 menjelaskan bahwa salah satu
fungsi dari adanya keluarga adalah untuk melahirkan keturunan sebagai
penerus kedua orangtua. Sebagaimana dalam Alquran Surah An-Nisâ ayat 1
Allah berfirman:48
47 Amirulloh Syarbini, Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga (Studi tentang Model Pendidikan
Karakter dalam Perspektif Islam), Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016, hlm. 84.
48 QS. An-Nisâ (4): 1.
AMZAH
178 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan
kamu dari seorang diri, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan
daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan
yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan)
nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan
silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS.
An-Nisâ (4): 1)
6. Fungsi Religi
Keluarga mempunyai fungsi religi. Artinya, keluarga berkewajiban untuk memperkenalkan
dan mengajak serta anak dan anggota keluarga lainnya kepada
kehidupan beragama. Tujuannya, bukan sekadar untuk mengetahui kaidahkaidah
agama, melainkan untuk menjadi insan beragama sebagai individu yang
sadar akan kedudukannya sebagai makhluk yang diciptakan dan dilimpahi
nikmat tanpa henti sehingga menggugahnya untuk mengisi dan mengarahkan
hidupnya untuk mengabdi kepada Allah menuju rida-Nya.49 Berkaitan dengan
fungsi religi keluarga, Alquran berpandangan bahwa keluarga merupakan sarana
utama dan pertama dalam mendidik serta menanamkan pemahaman dan
pengalaman keagamaan pada anak. Dalam hal ini tentu saja orangtua (ayah
dan ibu) memiliki tanggung jawab terbesar. Mengenai hal ini, dalam Alquran
Surah Maryam ayat 55 Allah berfirman:50
49 Amirulloh Syarbini, Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga (Studi tentang Model Pendidikan
Karakter dalam Perspektif Islam), Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016, hlm. 84–85.
50 QS. Maryam (19): 55.
AMZAH
Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 179
Dan ia menyuruh ahlinya untuk bersembahyang dan menunaikan zakat, dan ia
adalah seorang yang diridai di sisi Tuhannya. (QS. Maryam (19): 55)
7. Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi bertujuan agar setiap keluarga meningkatkan taraf hidup yang
tercerminkan pada pemenuhan alat hidup seperti makan, minum, kesehatan,
dan sebagainya yang menjadi prasyarat dasar dalam memenuhi kebutuhan hidup
sebuah keluarga dalam perspektif ekonomis. Tidak saja kemampuan dalam usaha
ekonomi produktif untuk memperoleh pendapatan keluarga guna memenuhi
kebutuhan hidup, tetapi termasuk di dalamnya mengenai kepengaturan diri
dalam mempergunakan sumber-sumber pendapatan keluarga dalam memenuhi
kebutuhan dengan cara yang efektif dan efisien.51
Sehubungan dengan adanya fungsi keluarga berupa fungsi ekonomi,
Alquran menjelaskan bahwa dengan terbentuknya keluarga, seorang suami harus
bertanggung jawab atas istri dan anak-anaknya, yaitu dalam memberikan nafkah
bagi kehidupan mereka. Karena itulah, Allah “melebihkan” laki-laki utamanya
dalam hal fisik daripada perempuan, yaitu agar mereka bertanggung jawab
terhadap keluarganya, yaitu mencari rezeki dengan tujuan untuk memenuhi dan
menopang kehidupan keluarga mereka dalam hal sandang, pangan, dan papan.
Sebagaimana dalam Alquran Surah An-Nisâ ayat 34 Allah berfirman:52
51 Amirulloh Syarbini, Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga (Studi tentang Model Pendidikan
Karakter dalam Perspektif Islam), Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016, hlm. 86.
52 QS. An-Nisâ (4): 34.
AMZAH
180 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah
telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita),
dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara
diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).
Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka
dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian
jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar. (QS. AnNisâ
(4): 34)
8. Fungsi Rekreasi
Fungsi rekreasi adalah fungsi yang berkaitan dengan peran keluarga menjadi
lingkungan yang nyaman, menyenangkan, hangat, dan penuh gairah bagi setiap
anggota keluarga untuk dapat menghilangkan rasa keletihan. Keluarga yang
diliputi suasana akrab, ramah, dan hangat di antara anggota-anggotanya akan
terbangun hubungan antaranggota keluarga yang bersifat saling mempercayai,
bebas tanpa beban, dan diwarnai suasana santai. Sebaliknya, suasana keluarga
yang kering dan gersang sukar untuk membangkitkan rasa nyaman dan aman
pada anggotanya.53
Fungsi rekreasi keluarga adalah fungsi yang berkaitan dengan peran
keluarga menjadi lingkungan yang nyaman, menyenangkan, hangat, dan penuh
gairah bagi setiap anggota keluarga untuk dapat menghilangkan rasa keletihan.
Keluarga yang diliputi suasana akrab, ramah, dan hangat di antara anggotaanggotanya,
akan terbangun hubungan antaranggota keluarga yang bersifat
saling mempercayai, bebas tanpa beban, dan diwarnai suasana santai. Anakanak
dijadikan berada di bawah pengawasan ayah dan ibunya selama mereka
masih kecil. Apabila mereka telah besar atau dewasa, mereka hidup mandiri,
mengarungi bahtera hajat sendiri beserta anggota masyarakat yang lain. Dengan
53 Amirulloh Syarbini, Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga (Studi tentang Model Pendidikan
Karakter dalam Perspektif Islam), Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016, hlm. 87–88.
AMZAH
Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 181
kata lain, anak-anak yang tinggal di bawah pengasuhan orangtuanya hanya
sekadar menanti masa besarnya. Karena itu, ayah dan ibu perlu memberi bekal
dan perhatian yang sempurna kepada anaknya sejak dalam kandungan hingga
sampai dapat dilepaskan dan mandiri ke masyarakat.54
9. Fungsi Biologis
Dalam kehidupannya, manusia memiliki berbagai kebutuhan, salah satunya
yang cukup vital adalah kebutuhan biologis. Maka untuk memenuhi kebutuhan
biologis ini, keluarga menyandang fungsi biologis. Fungsi biologis keluarga
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan biologis anggota
keluarga. Di antara kebutuhan biologis ini, yaitu kebutuhan akan keterlindungan
fisik guna melangsungkan kehidupannya, seperti keterlindungan kesehatan,
keterlindungan dari rasa lapar, haus, kedinginan, kepanasan, kelelahan, bahkan
juga kenyamanan dan kesegaran fisik. Termasuk juga kebutuhan biologis
adalah kebutuhan seksual. Dalam keluarga antara suami dan istri, kebutuhan
ini dapat dipenuhi dengan wajar dan layak dalam hubungan suami-istri dalam
keluarga.55
Hal yang harus diperhatikan oleh orangtua, di antaranya adalah orangtua
harus memperhatikan makanan dan minuman atau apa pun yang dikonsumsi
oleh anak. Oleh sebab itu, salah satu fungsi keluarga adalah fungsi biologis.
Dalam Alquran terdapat dua kriteria yang telah digariskan oleh Allah Ø adalah
pertama, makanan dan minuman yang memiliki kriteria halal, dan kedua adalah
makanan dan minuman yang memiliki kriteria bergizi (thayyib). Sebagaimana
dalam Alquran Surah Al-Baqarah ayat 168, Allah berfirman:56
54 M. Fauzi Rachman, Islamic Parenting, Jakarta: PT Erlangga, 2011, hlm. 3.
55 Amirulloh Syarbini, Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga (Studi tentang Model Pendidikan
Karakter dalam Perspektif Islam), Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016, hlm. 90.
56 QS. Al-Baqarah (2): 168.
AMZAH
182 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat
di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena
sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqarah
(2): 168)
10. Fungsi Transformasi
Fungsi transformasi adalah berkaitan dengan peran keluarga dalam hal pewarisan
tradisi dan budaya kepada generasi setelahnya, baik tradisi baik maupun buruk.57
Sehubungan hal ini, Alquran Surah Az-Zukhruf ayat 22 menjelaskan bahwa
orangtua merupakan pewaris budaya bagi anak-anaknya, dan anak-anaknya
itu juga menjadi pewaris budaya bagi keturunannya kelak. Sebagaimana dalam
Alquran Surah Az-Zukhruf ayat 22 Allah berfirman:58
Bahkan mereka berkata: “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami
menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat
petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka.” (QS. Az-Zukhruf (43): 22)
Seorang anak dalam menuju kedewasaannya, memerlukan bermacam-macam
proses yang diperankan oleh bapak dan ibu dalam lingkungan keluarga. Keluarga
sebagai wadah yang pertama dan dasar bagi perkembangan dan pertumbuhan
anak. Pengalaman yang empiris membuktikan bahwa institusi lain di luar keluarga
tidak dapat menggantikan seluruhnya peran lembaga bahkan pada institusi
nonkeluarga. Kesadaran orangtua akan peran dan tanggung jawabnya sebagai
pendidik pertama dan utama dalam keluarga sangat diperlukan.
Seto Mulyadi dalam Anas Salahudin dan Irwanto Alkrinciehie mengemukakan
bahwa pendidikan yang sejati itu ada dalam keluarga. Pendidikan dalam
keluarga pada dasarnya mengarah pada aspek individual. Artinya, setiap anak
57 Amirulloh Syarbini, Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga (Studi tentang Model Pendidikan
Karakter dalam Perspektif Islam), Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016, hlm. 92.
58 QS. Az-Zukhruf (43): 22.
AMZAH
Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 183
dihargai secara khusus dan unik serta tidak dalam bentuk massal. Pendidikan itu
harus individual, dari hati yang jernih, sama halnya seperti mengajarkan bahasa
ibunya, mengajari anak sopan santun, mengajarkan anak untuk hormat kepada
orangtua, mengajarkan doa-doa, dan mengajarkan shalat pada waktunya. Halhal
seperti inilah yang disebut sebagai proses pendidikan. Singkatnya, keluarga
memiliki peran penting dalam proses internalisasi nilai-nilai agama dan moral
pada manusia, khususnya pada anak usia awal. Namun, pendidikan moral seperti
itu tidak boleh sesaat, tetapi harus dilakukan secara terus-menerus hingga anak
tersebut menjadi besar. Oleh karena itu, hanya mengandalkan pendidikan
di sekolah, tidak mungkin. Sekolah hanya sebuah institusi yang bergerak pada
proses pengajaran dalam aspek IPTEK, tetapi bagaimana etika dan estetikanya,
hal itu dapat dilakukan melalui pendidikan dalam keluarga. Jadi, pendidikan
dalam keluarga jauh lebih penting perannya dalam pendidikan anak.59
G. POLA ASUH ORANGTUA DALAM DELAPAN FUNGSI
KELUARGA
Pola asuh orangtua adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat
relatif konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh
anak, baik negatif maupun positifnya. Pola asuh orangtua merupakan gambaran
tentang sikap dan perilaku orangtua dan anak dalam berinteraksi, berkomunikasi
selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Setiap orangtua mempunyai pola
asuh yang berbeda. Oleh karena itu, akan menghasilhan pola hasil yang berbeda
pada setiap anak, atau anak akan memiliki karakter yang berbeda antara satu
dengan yang lainnya. Dalam kegiatan memberikan pengasuhan ini, orangtua
akan memberikan perhatian, peraturan, disiplin, hadiah, dan hukuman serta
tanggapan terhadap keinginan anaknya. Sikap, perilaku, dan kebiasaan orangtua
selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang kemudian secara sadar
dan tidak sadar akan diresapi dan menjadi kebiasaan bagi anak-anaknya.60
59 Anas Salahudin dan Irwanto Alkrienciehie, Pendidikan Karakter: Pendidikan Berbasis Agama
dan Budaya Bangsa, Bandung: CV Pustaka Setia, 2013, hlm. 286.
60 Eli Rohaeli Badrial & Wedi Fitriana, Pola Asuh Orangtua dalam Mengembangkan Potensi
Anak Melalui Homeschooling Di Kancil Cendikia, Jurnal Comm-Edu, Volume 1, Nomor 1,
Januari 2018, hlm. 4.
AMZAH
184 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Pola asuh dapat diartikan sebagai sistem, cara kerja atau bentuk dalam upaya
menjaga, merawat, mendidik, dan membimbing anak kecil supaya dapat berdiri
sendiri. Selain itu, pola asuh orangtua dapat diartikan sebagai interaksi antara
anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pola pengasuhan
adalah proses memanusiakan atau mendewasakan manusia secara manusiawi,
yang harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta perkembangan zaman.61
Adapun tipe pola asuh menurut Jeanne Ellis Ormrod dalam Uswatun
Hasanah yang umum dalam keluarga di antaranya, yaitu sebagai berikut.62
1. Otoritatif. Pola asuh otoritatif (authoritative parenting). Para orangtua
yang menggunakan pola asuh ini menghadirkan lingkungan rumah yang
penuh kasih dan dukungan, menerapkan ekspektasi dan standar yang
tinggi dalam berperilaku, memberikan penjelasan mengapa suatu perilaku
dapat (atau tidak dapat) diterima, menegakkan aturan-aturan keluarga
secara konsisten, melibatkan anak dalam pengambilan keputusan dan
menyediakan kesempatan-kesempatan anak menikmati kebebasan berperilaku
sesuai usianya. Dalam pola asuh tipe otoritatif ini, orangtua
cenderung menganggap sederajat hak dan kewajiban anak dibanding
dirinya karena pada praktiknya tipe pola asuh otoritatif ini, para orangtua
memberi kebebasan dan bimbingan kepada anak.
2. Otoritarian. Kondisi ekonomi yang serba kekurangan membutuhkan jenis
pola asuh otoritarian. Dalam lingkungan keluarga yang berpenghasilan
rendah atau lingkungan yang kumuh yang penuh bahaya di setiap sudutnya,
para orangtua lebih jarang menampilkan kehangatan emosional
dibandingkan keluarga otoritatif, menerapkan ekspektasi dan standar
tinggi dalam berperilaku, menegakkan aturan-aturan berperilaku tanpa
mempertimbangkan kebutuhan anak, mengharapkan anak mematuhi peraturan
tanpa pertanyaan, sedikitnya ruang bagi dialog timbal balik antara
orangtua dan anak (sedikit ruang bagi anak untuk memberi umpan balik
61 Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2000, hlm. 55.
62 Uswatun Hasanah, Pola Asuh Orangtua dalam Membentuk Karakter Anak, Jurnal Elementary,
Volume 2, Edisi 2 Juli 2016, hlm. 75–77.
AMZAH
Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 185
kepada orangtua). Adanya tekanan-tekanan yang timbul akibat kemiskinan,
sedemikian kuatnya sehingga menghambat kemampuan orangtua untuk
mengajak anak-anaknya bertukar pikiran mengenai peraturan-peraturan
yang ada di lingkungan keluarga. Adapun anak yang diasuh oleh orangtua
tipe otoritarian, anak cenderung tidak bahagia, cemas, anak memiliki
kepercayaan diri yang rendah, kurang inisiatif, anak sangat bergantung
pada orang lain, kurang memiliki keterampilan sosial dan perilaku prososial,
memiliki gaya komunikasi yang koersif dalam berhubungan dengan orang
lain, serta memiliki sifat pembangkang.
3. Permisif. Pola asuh tipe permisif adalah pola bahwa orangtua tidak mau
terlibat dan tidak mau pula peduli terhadap kehidupan anaknya. Jangan
salahkan bila anak menganggap bahwa aspek-aspek lain dalam kehidupan
orangtuanya lebih penting daripada keberadaan dirinya. Walaupun tinggal
di bawah atap yang sama, bisa jadi orangtua tidak begitu tahu perkembangan
anaknya menimbulkan serangkaian dampak buruk. Di antaranya anak akan
egois, tidak patuh terhadap orangtuanya, tidak termotivasi, bergantung
pada orang lain, menuntut perhatian orang lain, anak mempunyai harga
diri yang rendah, tidak punya kontrol diri yang baik, kemampuan sosialnya
buruk, dan merasa bukan bagian yang penting untuk orangtuanya. Bukan
tidak mungkin serangkaian dampak buruk ini akan terbawa sampai ia
dewasa. Tidak tertutup kemungkinan pula anak akan melakukan hal yang
sama terhadap anaknya kelak.
4. Acuh tak acuh. Pola asuh tipe acuh tak acuh adalah pola bahwa orangtua
hanya menyediakan sedikit dukungan emosional terhadap anak (terkadang
tidak sama sekali), menerapkan sedikit ekspektasi atau standar
berperilaku bagi anak, menunjukkan sedikit minat dalam kehidupan anak,
orangtua tampaknya sibuk dengan masalahnya sendiri. Pada pola asuh
tipe acuh tak acuh ini akan berdampak negatif terhadap perkembangan
anak kelak, yaitu anak cenderung bersikap tidak patuh terhadap orangtuanya,
banyak menuntut, memiliki kontrol diri yang rendah, kesulitan
mengelola perasaan frustasi, dan kurang memiliki sasaran-sasaran jangka
panjang. Berikut ini terdapat tabel Pengaruh Parenting Style Orangtua
terhadap Perilaku Anak.
AMZAH
186 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Tabel 1.6.
Pengaruh Parenting Style Orangtua Terhadap Perilaku Anak63
Parenting
Styles
Sikap atau Perilaku
Orangtua
Profil Perilaku Anak
Authoritarian - Sikap “acceptance”
rendah, namun
kontrol tingggi.
- Suka menghukum
secara fisik.
- Bersikap mengomando
(memerintah anak
untuk melakukan
sesuatu tanpa
kompromi).
- Bersikap kaku (keras).
- Cenderung emosional
dan bersikap menolak.
- Mudah tersinggung.
- Pemurung, tidak bahagia.
- Penakut.
- Mudah terpengaruh.
- Mudah stres.
- Tidak mempunyai arah
masa depan yang jelas.
- Tidak bersahabat.
Permissive - Sikap “acceptance”
tinggi, namun
kontrolnya rendah.
- Memberi kebebasan
kepada anak
untuk melakukan
keinginannya.
- Bersikap impulsif dan
agresif.
- Suka memberontak.
- Kurang memiliki
rasa percaya diri dan
pengendalian diri.
- Suka mendominasi.
- Tidak jelas arah
hidupnya.
- Prestasinya rendah.
63 Amirulloh Syarbini, Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2016, hlm. 65–66.
AMZAH
Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 187
Authoritative - Sikap “acceptance” dan
kontrolnya tinggi.
- Bersikap responsif
terhadap kebutuhan
anak.
- Mendorong anak
untuk menyatakan
pendapat dan
pertanyaan.
- Memberikan
penjelasan tentang
dampak perbuatan
baik dan buruk.
- Bersikap bersahabat.
- Memiliki rasa percaya
diri.
- Mampu mengendalikan
diri.
- Bersikap sopan.
- Mau bekerja sama.
- Memiliki rasa ingin tahu
yang tinggi.
- Mempunyai tujuan/arah
hidup yang jelas.
- Berorientasi terhadap
prestasi.
Dengan demikian, para orangtua dapat mempengaruhi karakter anak-anak
secara signifikan melalui berbagai macam hal mereka lakukan. Peran orangtua
pada dasarnya mengarahkan anak-anak sebagai generasi unggul, potensi
anak tidak akan tumbuh dengan sendirinya tanpa bantuan orangtua. Orangtua
(ayah dan ibu) adalah pendidik yang terutama dan yang sudah semestinya.
Merekalah pendidik asli, yang menerima tugas dari Tuhan untuk mendidik
anak-anaknya. Oleh karena itu, orangtua memegang peranan penting dalam
menciptakan lingkungan tersebut dengan tujuan memotivasi anak agar dapat
lebih siap dalam menghadapi berbagai tantangan di masa depan. Memahami
anak dan keberhasilan suatu pendidikan sering dikaitkan dengan kemampuan
para orangtua dalam hal memahami anak sebagai individu yang unik, dan
setiap anak memiliki potensi-potensi yang berbeda satu sama lain namun saling
melengkapi dan berharga.
Dalam hal ini, ada cara yang dilakukan oleh ayah dan ibu untuk melakukan
pengasuhan yang tepat dalam rangka mengembangkan karakter yang baik pada
anak di antaranya, yaitu sebagai berikut.
1. Menempatkan tugas dan kewajiban ayah dan ibu sebagai agenda utama.
Ayah dan ibu yang baik, akan secara sadar merencanakan dan memberikan
waktu yang cukup untuk tugas keayahbundaan (parenting). Mereka akan
meletakkan agenda pembentukan karakter anak sebagai prioritas utama.
AMZAH
188 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
2. Mengevaluasi cara ayah-ibu dalam menghabiskan waktu selama seminggu.
Ayah-ibu perlu memikirkan jumlah waktu yang ia lalui bersama anakanak.
3. Menyiapkan diri menjadi contoh yang baik. Setiap anak memerlukan
contoh yang baik dari lingkungannya. Ayah-ibu, baik atau buruk merupakan
lingkungan terdekat yang paling banyak ditiru oleh anak. Hal ini tidak
dapat dihindari, anak sedang dalam masa imitasi dan identifikasi.
4. Membuka mata dan telinga terhadap apa saja yang sedang mereka serap/
alami. Anak-anak ibarat spons kering yang cepat menyerap air. Kebanyakan
yang mereka serap adalah yang berkaitan dengan nilai-nilai moral dan
karakter. Berbagai media seperti TV, buku, lagu, Playstation, internet,
konten handphone, dan Blackberry secara terus-menerus memberikan
pesan pada anak dengan cara yang mengesankan, baik pesan yang bermoral
maupun tidak bermoral. Oleh sebab itu, ayah-ibu harus menjadi pengamat
yang baik untuk menyeleksi berbagai pesan-pesan dari berbagai media yang
digunakan anak.
5. Menggunakan bahasa karakter. Anak-anak dapat mengembangkan karakternya
jika ayah-ibu menggunakan bahasa yang lugas dan jelas tentang tingkah
laku baik dan buruk.
6. Memberikan hukuman dengan kasih sayang. Hukuman yang diberikan
kepada anak ketika ia melanggar batasan atau rambu-rambu moral atau
karakter. Hukuman yang diberikan untuk mencegah sikap manja anak
yang akibatnya anak akan menjadi susah diatur. Oleh sebab itu, hukuman
yang diberikan bersifat mendidik, agar ia mau belajar. Anak-anak perlu
memahami bahwa jika ayah-ibu memberikan hukuman adalah karena ayah
dan ibu sayang terhadap mereka.
7. Belajar untuk mendengarkan anak. Ayah dan ibu perlu selalu mengalokasikan
waktu untuk mendengarkan anak-anak. Ayah dan ibu perlu
menegaskan agar anak-anak tahu bahwa apa pun yang mereka ceritakan
itu sangat penting dan menarik.
8. Terlibat dalam kehidupan sekolah anak. Sekolah merupakan bagian penting
dalam kehidupan sehari-hari anak. Selama di sekolah, anak bukan hanya
AMZAH
Bab 5 Pola Asuh dan Perlindungan Hak-Hak Anak ... 189
mengalami hal-hal menyenangkan, tetapi juga menghadapi berbagai permasalahan,
kekecewaan, perselisihan pendapat, ataupun kekalahan.
9. Tidak mendidik karakter melalui kata-kata saja. Ayah-ibu meskipun sibuk,
perlu meluangkan waktu untuk makan malam bersama anak, setidaknya
sekali dalam sehari (makan pagi atau makan malam). Makan bersama
merupakan sarana yang baik untuk berkomunikasi dan menanamkan
nilai yang baik. Melalui percakapan ringan saat makan, anak tanpa sadar
akan menyerap berbagai peraturan dan perilaku yang baik.
10. Tidak mendidik karakter melalui kata-kata saja. Ayah dan ibu perlu
membantu anak dalam mengembangkan karakter yang baik melalui
contoh tentang berbagai sikap dan kebiasaan baik, seperti kedisiplinan,
tolong-menolong, hormat, dan santun. Karakter anak tidak akan berkembang
dengan baik, hanya melalui nasihat ayah dan ibu. Fondasi
dalam pengembangan karakter adalah perilaku. Oleh sebab itu, ayah dan
ibu harus berupaya berperilaku baik agar dapat dicontoh langsung oleh
anak. Menjadi ayah pada generasi sekarang tidak mudah, selain mencari
nafkah, ayah juga diharapkan dapat mengusahakan keutuhan keluarga
dan menciptakan kebersamaan dalam keluarga. Pada generasi sebelumnya,
pengasuhan anak cenderung dilimpahkan pada ibu saja. Akan tetapi, pada
saat ini terjadi pergeseran konsep, dari pengasuhan motherhood menjadi
parenthood. Konsep parenthood menitikberatkan pada peran kedua orangtua
atau ayah dan ibu. Di sinilah peluang terbuka bagi ayah dalam keterlibatan
pengasuhan anak.64
64 Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan,
Jakarta: Kencana, 2012, hlm. 145–147.
AMZAH
190 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
A. PENGERTIAN AKHLAK
Kata akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu “akhlaq”, kata tersebut adalah
jama’ dari kata “khuluqun” yang secara linguistik diartikan dengan budi pekerti,
perangai, tingkah laku, atau tabiat. Kata “akhlaq” juga berasal dari kata “khalaqa”
atau “khalqun” artinya kejadian, serta erat hubungannya dengan “khaliq”, artinya
menciptakan tindakan atau perbuatan, sebagaimana terdapat kata “al-khaliq”,
artinya pencipta dan “makhluq”, artinya yang diciptakan.1
Dalam hal ini, Muchtar Solihin dan Rosyid Anwar berpendapat bahwa
dalam mendefinisikan kata “akhlaq” terdapat dua pendekatan, yaitu pendekatan
linguistik (kebahasaan) dan pendekatan terminologik (peristilahan). Secara
bahasa kata “akhlaq” berasal dari bahasa Arab, yaitu isim mashdar (bentuk
infinitif) dari kata akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, yaitu sesuai dengan timbangan
(wajan) tsulasi majid ‘af’ala, yuf’ilu, if’alan yang berarti as-sajiyah (perangai), aththabiah
(karakter, tabiat, watak), al-adat (kebiasaan), al-muru’ah (kehormatan),
dan ad-din (agama). Namun, akar kata akhlak dari kata “akhlaqa” sebagaimana
tersebut tampaknya kurang tepat, isim mashdar dari akhlaqa adalah ikhlaq bukan
akhlaq. Berkenaan dengan hal itu, timbul pendapat yang mengatakan bahwa
kata akhlaq merupakan isim jamid atau isim ghair munsharif, yaitu isim yang tidak
1 Hamzah Ya’qub, Etika Islam, Bandung: Diponegoro, 1996, hlm. 11.
PENDIDIKAN AKHLAK
ANAK USIA DINI
BAB 6
AMZAH
Bab 6 Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini 191
memiliki akar kata, tetapi kata tersebut memang sudah terbentuk demikian
adanya.2
Definisi akhlak menurut terminologis adalah pranata perilaku manusia dalam
aspek kehidupan. Dalam definisi secara umum, akhlak dapat dipadankan dengan
moral atau etika.3
Al-Ghazali mengemukakan bahwa akhlak merupakan suatu
sifat yang tertanam dalam jiwa yang dapat memunculkan perbuatan-perbuatan
dengan mudah tanpa memerlukan pertimbangan dan pemikiran.4
Akhlak pada dasarnya mengajarkan bagaimana seseorang seharusnya berhubungan
dengan Tuhan, Allah Penciptanya, sekaligus bagaimana seharusnya
hubungan seseorang dengan sesama manusia. Inti ajaran akhlak adalah niat kuat
untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu sesuai dengan rida Allah.5
Berdasarkan beberapa definisi akhlak, terdapat lima ciri dalam perbuatan
akhlak, di antaranya, yaitu
1. perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa
seseorang, telah menjadi kepribadiannya;
2. perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan
tanpa pemikiran;
3. perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang
mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar;
4. perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya,
bukan main-main atau karena bersandiwara;
5. perbuatan akhlak (khusus akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan
karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang
atau karena ingin mendapatkan sesuatu pujian.6
2 Muchtar Solihin & Rosyid Anwar, Akhlak Tasawuf, Bandung: Nuansa Cendekia, 2006,
hlm. 17–18.
3 Beni Ahmad Saebani & Abdul Hamid, Ilmu Akhlak, Bandung: Pustaka Setia, 2010, hlm. 14.
4 Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Mesir: Dar Al-Ma’arif, 1972, hlm. 20.
5 Sutarjo Adisusilo, J.R., Pembelajaran Nilai Karakter Konstruktivisme dan VCT Sebagai Inovasi
Pendekatan Pembelajaran Afektif, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013, hlm. 55.
6 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008, hlm. 4–6.
AMZAH
192 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Akhlak dalam Islam dibangun atas fondasi kebaikan dan keburukan.
Namun, kebaikan dan keburukan itu berada dalam fitrah yang selamat dan akal
yang lurus, segala sesuatu yang dianggap baik oleh fitrah dan akal yang lurus, ia
termasuk bagian dari akhlak yang baik dan mulia. Setiap sesuatu yang dianggap
jelek, ia termasuk akhlak yang buruk. Oleh karena itu, akal dan fitrah itu
mempunyai kemampuan yang terbatas, perlu adanya bimbingan dan petunjuk
yang lainnya, yaitu Alquran dan As-Sunah.7
Adapun akhlak yang baik tersebut, didasarkan kepada empat fondasi
sebagai berikut: ash-shabru (sabar), yaitu menguasai diri, menahan amarah, tidak
mengganggu orang lain, lemah lembut, dan tidak gegabah, serta tidak tergesagesa.
Akhlak manusia kepada Allah Ø membutuhkan rasa cinta kepada-Nya
dan menunjukkan ketakwaan manusia sebagai khalifah di bumi. Akan tetapi,
akhlak manusia kepada sesama menunjukkan kemuliaannya, mengoptimalkan
potensi yang dibekalkan kepadanya sebagai khalifah. Selain akhlak yang baik,
terdapat juga empat sumber yang menjadi dasar akhlak tercela, sebagai berikut:
al-jahl, (kebodohan), adz-dzalim (kezaliman), asy-syahwat (syahwat), dan alghadab
(kemarahan).
Anak didik sebagai makhluk beradab dan berakhlak. Terdapat adab-adab
dan akhlak yang harus diperhatikan oleh anak, yaitu: adab yang berhubungan
dengan kepribadiannya, adab kepada ilmu yang sedang dicarinya, dan adab yang
berhubungan dengan gurunya (murabbi). Ia juga menegaskan bahwa anak yang
baik adalah anak yang mempunyai tekad kuat untuk meraih kesempurnaan ilmu.
Kata kuncinya adalah hendaknya tidak melakukan kemaksiatan dan senantiasa
menundukkan pandangannya dari hal-hal yang diharamkan; yang demikian itu
akan membukakan beberapa pintu ilmu, menjernihkan hati, dan memudahkan
cahaya ilmu akan menyinari hatinya.8
Dengan demikian, akhlak dapat digolongkan pada akhlak mahmudah dan
akhlak mazmumah. Akhlak mahmudah adalah segala macam sikap dan tingkah
7 Hasan bin Ali, Al-Fikrut Tarabawy Inda Ibnu Qayyim (Manhaj Tarbiyah Ibnu Qayyim),
terj. Muziadi Hasbullah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001, hlm. 202–203.
8 Suyadi & Maulidya Ulfah, Konsep Dasar PAUD, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015,
hlm. 124–125.
AMZAH
Bab 6 Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini 193
laku yang baik (yang terpuji). Sebaliknya, akhlak mazmumah adalah segala
macam sikap dan tingkah laku yang tercela.9
Pendidikan sebagai suatu proses kegiatan pemberdayaan manusia menjadi
sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, harus dilandasi oleh sifat
dan sikap yang “arif serta bijaksana.” “Sikap dan sifat perenungan” melalui
pemikiran yang mendalam tentang hal-hal baik dan buruk (filsafat). Namun,
budaya yang melekat pada diri manusia sebagai hasil karsa, rasa, citra, cita,
cipta dan karya, menjadi karakter manusia dalam kehidupan bermasyarakat
dalam bentuk kebudayaan. Dalam konteks ini landasan budaya yang dimaksud
adalah “budaya manusia beradab”. Selanjutnya, manusia yang menghendaki
hidup damai, aman, tenteram, nyaman, dan penuh kepuasan, modal dasarnya
terletak pada kadar serta bobot moral (akhlak) yang melekat pada dirinya.
Landasan moral ini, dalam proses kegiatan pendidikan sangat berkaitan dengan
landasan agama.10
Beberapa contoh sikap dan perilaku dari akhlak mahmudah ialah antara
lain: berbuat baik, berbakti kepada orangtua, tolong-menolong, silaturrahim,
merendahkan diri, sabar, dan lemah lembut. Bentuk-bentuk akhlak mazmumah
antara lain: sombong, kikir dan bakhil, mencaci dan mencela, dan dusta.11
Adapun beberapa bentuk dari akhlak mahmudah, yaitu sebagai berikut.
1. Berbuat baik (al-ihsan). Sebagaimana dalam Alquran Surah Al-Qashash
ayat 77 Allah berfirman:
9 Mustofa, Akhlaq Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia, 2014, hlm. 198.
10 M. Ihsan Dacholfany, Peranan Pengambilan Keputusan Dalam Rangka Menciptakan Inovasi
Di Bidang Pendidikan, Jurnal Dewantara Vol. I, No. 01 Januari–Juni 2016, hlm. 20.
11 Abu Abdillah, Mendidik Anak Menjadi Pintar dan Shalih, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2015,
hlm. 252.
AMZAH
194 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah
berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
(QS. Al-Qashash (28): 77)12
2. Berbakti kepada orangtua. Sebagaimana dalam Alquran Surah Al-Isrâ’
ayat 23 Allah berfirman:
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain
Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.
Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur
lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (QS. Al-Isrâ’ (17): 23)13
3. Merendahkan hati (at-tawadhu’). Sebagaimana dalam Alquran Surah
Al-Furqân ayat 63 Allah berfirman:
Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang
berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa
mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.
(QS. Al-Furqân (25): 63)14
12 QS. Al-Qashash (28): 77.
13 QS. Al-Isrâ’ (17): 23.
14 QS. Al-Furqân (25): 63.
AMZAH
Bab 6 Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini 195
4. Sabar. Sebagaimana dalam Alquran Surah Ali ‘Imrân ayat 134 Allah Ø
berfirman:
(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun
sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan)
orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS. Ali ‘Imrân
(3): 134)15
5. Lemah lembut. Sebagaimana dalam Alquran Surah Al-Isrâ’ ayat 28 Allah
berfirman:
Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu
yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan lemah lembut.
(QS. Al-Isrâ’ (17): 28)16
6. Tolong-menolong (at-ta’awun). Sebagaimana dalam Alquran Surah AlMâ’idah
ayat 2 Allah berfirman:
15 QS. Ali ‘Imrân (3): 134.
16 QS. Al-Isrâ’ (17): 28.
AMZAH
196 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiar Allah,
dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu)
binatang-binatang hadya, dan binatang-binatang qalaaid, dan jangan (pula)
mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari
karunia dan keridaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan
ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu)
kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam,
mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah
kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong
dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS. Al-Mâ’idah (5): 2)17
7. Silaturrahim. Sebagaimana dalam Alquran Surah Ar-Ra‘d ayat 21 Allah
berfirman:
Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya
dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang
buruk. (QS. Ar-Ra‘d (7): 21)18
Adapun beberapa bentuk dari akhlak mazmumah di antaranya, yaitu sebagai
berikut.
1. Sombong. Sebagaimana dalam Alquran Surah Luqmân ayat 18 Allah
berfirman:
17 QS. Al-Mâ’idah (5): 2.
18 QS. Ar-Râ‘d (13): 21.
AMZAH
Bab 6 Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini 197
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong)
dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
(QS. Luqmân (31): 18)19
2. Kikir dan bakhil. Sebagaimana dalam Alquran Surah Ali ‘Imrân ayat 180
Allah berfirman:
Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan
kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi
mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang
mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan
kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Ali ‘Imrân (3): 180)20
3. Mencaci dan mencela. Sebagaimana dalam Alquran Surah Al-Hujurât
ayat 11 Allah berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan
kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka.
Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh
19 QS. Luqmân (31): 18.
20 QS. Ali ‘Imrân (3): 180.
AMZAH
198 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri
dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk
panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang
tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS. Al-Hujurât
(49): 11)21
4. Dusta. Sebagaimana dalam Alquran Surah An-Nahl ayat 105 Allah Ø
berfirman:
Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang
tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta.
(QS. An-Nahl (16): 105)22
B. URGENSI PENDIDIKAN AKHLAK ANAK USIA DINI
Corak pendidikan dan kebiasaan anak-anak sewaktu mereka kecil sehingga remaja
dijadikan kayu pengukur kepada pembentukan pribadi anak-anak apabila mereka
dewasa. Seorang dewasa yang beretika, berdisiplin, dan berbudi bahasa merupakan
kelompok kanak-kanak yang terdidik dengan etika, disiplin, dan berbudi bahasa.
Akan tetapi, seorang dewasa yang kejam, ganas, dan tidak beretika disebabkan
kelompok kanak-kanak dan remaja yang terbiasa dengan persekitaran yang kejam,
ganas, dan tidak beretika.23
Krisis akhlak menjadi persoalan besar bangsa Indonesia saat ini. Apabila
kita membaca dan melihat tayangan-tayangan di media massa, banyak kita
jumpai kasus-kasus kekerasan seperti pembunuhan, tawuran yang melibatkan
lembaga pendidikan, dan yang lebih miris lagi kasus perzinaan yang melibatkan
21 QS. Al-Hujurât (49): 11.
22 QS. An-Nahl (16): 105.
23 Kamarul Azmi Jasmi & Siti Fauziyani Md. Saleh @ Masrom, Pendidikan dan Pembangunan
Keluarga Cemerlang, Malaysia: Universiti Teknologi Malaysia, 2007, hlm. 31.
AMZAH
Bab 6 Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini 199
anak di bawah umur tidak luput dari pemberitaan. Tidak bisa dipungkiri
kemerosotan akhlak yang terjadi adalah akibat dari pengaruh keluarga dan
lingkungan sejak kecil. Penanaman akhlak sejak usia dini menjadi poin penting
untuk menghadapi dekadensi akhlak yang terjadi, ketika keluarga mempunyai
peran utama dalam membentuk akhlak anak.
Pendidikan adalah proses yang paling bertanggung jawab dalam melahirkan
warga negara Indonesia yang memiliki karakter kuat sebagai modal
dalam membangun peradaban unggul dan tinggi. Karakter bangsa yang kuat
merupakan produk dari pendidikan yang bagus dan mengembangkan karakter.
Seorang anak menjadi cerdas emosinya, pendidikan karakter diterapkannya
secara sistematis dan berkelanjutan. Kecerdasan emosi merupakan bekal
penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, seorang anak
akan lebih mudah dan berhasil menghadapi tantangan kehidupan, termasuk
tantangan berhasil dalam bidang akademis.24
Manusia memiliki dimensi potensi, keunikan, dan dinamika tersendiri
sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Potensi yang dimiliki manusia sangat menentukan
dalam setiap rentang kehidupannya sejak manusia lahir sampai meninggal.
Selain itu, manusia memiliki keunikan dan dinamika tersendiri yang menjadi
ciri khas dan tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Sasaran pendidikan adalah
manusia, dengan sendirinya pengembangan dimensi hakikat manusia tugas
pendidikan. Manusia lahir telah dikaruniai dimensi hakikat manusia tetapi
masih dalam wujud potensi, belum teraktualisasi menjadi wujud kenyataan atau
“aktualisasi”.25
Anak memiliki kemampuan seluas samudra: kemampuan kognitif yang
menghasilkan daya pikir positif, kemampuan psikomotorik yang menghasilkan
karya bermanfaat dan penampilan yang dahsyat, serta kemampuan afektif yang
menghasilkan nilai dan karakter yang manusiawi sesuai fitrahnya.26
24 Dindin Jamaluddin, Paradigma Pendidikan Anak dalam Islam, hlm. 93–94.
25 Dadan Suryana, Pendidikan Anak Usia Dini, Stimulasi dan Aspek Perkembangan Anak, Jakarta:
Kencana, 2016, hlm. 1.
26 Munif Chatib, Orangtuanya Manusia, Bandung: Kaifa, 2012, hlm. 86.
AMZAH
200 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Anak adalah anugerah Allah yang tidak dapat dinilai dengan materi apa pun.
Ia adalah amanah Allah yang harus dididik dengan sebaik-baiknya sedari kecil
sampai dewasa, ia menjadi anak yang saleh dan senantiasa menaati Allah
dan berbakti kepada kedua orangtuanya. Dengan demikian, kedudukan anak
menjadi demikan kompleks; sebagai perhiasan, penghibur, pemberi kesejukan,
dan pengangkat martabat orangtuanya. Satu hal yang perlu diingat bahwa doa
anak saleh dapat menjadi penolong kedua orangtuanya setelah mereka wafat.27
Anak adalah “mutiara” bagi setiap orangtuanya. Selain sebagai penerus
generasi, anak selalu diharapkan mampu menjadi “manusia unggul”, lebih
daripada yang dapat dicapai oleh ayah dan ibunya. Untuk itu, setiap orangtua
akan berusaha keras memberikan yang terbaik bagi anaknya.28
Athiyah Al-Abrasyi dalam Dindin Jamaluddin menyatakan bahwa masa
yang paling penting dalam mendidik anak adalah masa anak-anak. Jika menghiraukan
masa tersebut, kita akan mendapatkan perilaku yang tidak baik.
Menurutnya, mencegah lebih baik daripada mengobati, ia mengutip syair Arab
untuk menjelaskan pentingnya usia anak, yaitu: “Anak kerap menjadi entitas
penting dalam kehidupan manusia. Tentu dari sanalah kehidupan manusia akan
terus terjaga dan lestari. Dalam ajaran Islam, anak tidak hanya dinilai sebagai
investasi masa depan, tetapi juga dapat menjadi investasi masa yang akan datang.”29
Anak adalah titipan atau amanah dari Sang Maha Pencipta, yaitu Allah Ø
kepada orangtua. Sebagai titipan atau amanah, anak harus dijaga dengan
baik sesuai dengan keinginan dari Sang Maha Pencipta itu sendiri. Selain harus
dijaga dan dirawat dengan baik sedari kecil, anak juga harus dididik sejak dini.
Pendidikan anak yang dimulai sejak dini ini dikenal dengan sebutan pendidikan
anak usia dini (PAUD). Ketika anak dijaga dan dirawat dengan baik mulai sejak
dini, anak akan tumbuh dan berkembang fisik (jasmani) dan psikis (jiwa/roh)
sesuai harapan. Begitu pula melalui pengetahuan dan pendidikan, akal (kognitif)
27 Ummi Aghla, Mengakrabkan Anak Pada Ibadah, Jakarta: Almahira, 2004, hlm. 7.
28 J.I.G.M. Drost, S.J., dkk., Perilaku Anak Usia Dini: Kasus dan Pemecahannya, Yogyakarta:
Kanisius, 2003, hlm. 9.
29 Dindin Jamaluddin, Paradigma Pendidikan Anak dalam Islam, hlm. 19.
AMZAH
Bab 6 Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini 201
anak akan tumbuh sehat dan berkembang secara maksimal. Demikianlah, agar
anak tumbuh kembang sesuai harapan, anak harus diperhatikan sejak dini dengan
dirawat dan diberi pendidikan secara maksimal.30
Anak adalah karunia Allah yang tidak dapat dinilai dengan apa pun.
Ia menjadi tempat curahan kasih sayang orangtua. Namun, sejalan dengan
bertambahnya usia sang anak, muncul “agenda persoalan” yang tiada kunjung
habisnya. Ketika beranjak dewasa, anak dapat menampakkan wajah manis dan
santun penuh bakti kepada orangtua, berprestasi di sekolah, bergaul dengan
baik dengan lingkungan masyarakatnya, tetapi di lain pihak, dapat pula terjadi
sebaliknya. Perilaku semakin tidak terkendali, bentuk kenakalan berubah
menjadi kejahatan, dan orangtua pun selalu cemas memikirkannya. Sementara
itu, pendidikan yang disampaikan sekolah belum dapat menjamin perilaku
anak sesuai dengan harapan orangtua dan pendidik. Nilai yang diberikan oleh
pendidik bukanlah wujud nyata sebagai cerminan akhlak yang baik bagi anak
(peserta didik) dalam kehidupan. Usia anak-anak berkisar antara 6–12 tahun,
pada masa ini orangtua mulai menyerahkan pendidikan anaknya ke sekolah
sehingga guru menggantikan peran orangtua dalam pendidikan anak. Karena
itu, guru perlu mempersonifikasikan dirinya sebagai orangtuanya sendiri dan
anak yang dihadapi (seolah-olah) sebagai anaknya sendiri.31
Tujuan pendidikan akhlak diberikan kepada anak supaya dapat membersihkan
diri dari perbuatan dosa dan maksiat. Karena itu, sebagai manusia yang
memiliki jasmani dan rohani, jasmani dibersihkan secara lahiriah melalui fiqh,
sedangkan rohani dibersihkan secara batiniah melalui akhlak.32 Orang yang
memiliki batin yang bersih akan melahirkan perbuatan yang terpuji sehingga
dengan perbuatan terpuji maka akan melahirkan masyarakat yang saling menghargai
dan hidup rukun serta bahagia dunia dan akhirat.
30 Helmawati, Mengenal dan Memahami PAUD, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015,
hlm. 1–2.
31 Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003,
hlm. 292.
32 Ibrahim Amini, Agar Tak Salah Mendidik, Jakarta: Al-Huda, 2006, hlm. 14.
AMZAH
202 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Sebelum anak dapat berpikir logis dan memahami hal-hal yang abstrak,
serta belum sanggup menentukan mana yang baik dan mana yang buruk
(tamyiz) mana yang benar dan mana yang salah, contoh-contoh, latihan-latihan,
dan pembiasaan-pembiasaan mempunyai peranan yang sangat penting dalam
pembinaan pribadi anak. Masa anak usia dini adalah masa yang paling baik
untuk menanamkan dasar-dasar pendidikan akhlak. Al-Ghazali mengemukakan
metode mendidik anak dengan memberi contoh, latihan, dan pembiasaan
kemudian nasihat dan anjuran sebagai alat pendidikan dalam rangka membina
kepribadian anak sesuai dengan ajaran agama Islam. Pembentukan kepribadian
itu berlangsung secara berangsur-angsur dan berkembang sehingga merupakan
proses menuju kesempurnaan.33
Pendidikan akhlak merupakan pendidikan nilai yang pertama didapat anak
dari keluarganya. Hasil penelitian Rohner menunjukkan bahwa pengalaman
masa kecil seseorang sangat mempengaruhi perkembangan kepribadiannya.
Pola asuh orangtua, baik yang menerima atau yang menolak anaknya, akan
mempengaruhi perkembangan emosi, perilaku, sosial-kognitif, dan kesehatan
fungsi psikologisnya ketika dewasa.
Ada beberapa kesalahan orangtua dalam mendidik anak yang dapat
mempengaruhi perkembangan kecerdasan emosi anak yang berakibat pada
pembentukan karakternya, yaitu: 1) kurang menunjukkan ekspresi kasih
sayang, baik secara verbal maupun fisik; 2) kurang meluangkan waktu yang
cukup untuk anak; 3) bersikap kasar secara verbal, seperti berkata-kata kasar;
4) bersikap kasar secara fisik, contohnya memukul; 5) terlalu memaksa anak
untuk menguasai kemampuan kognitif secara dini; 6) tidak menanamkan
“good character” kepada anak.34
C. MENGAJARKAN ADAB DAN ETIKA SEHARI-HARI
Islam merupakan agama yang penuh dengan adab dan etika. Adab dan etika
tersebut pada hakikatnya bertujuan untuk membentuk insan yang penuh
33 Zainuddin, dkk., Seluk Beluk Pendidikan Al-Ghazali, Jakarta: Bumi Aksara, 1991, hlm. 106.
34 Masnur Muslich, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional, Jakarta:
Bumi Aksara, 2011, hlm. 104.
AMZAH
Bab 6 Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini 203
dengan kesantunan. Oleh karena itu, seyogianya anak pada usia emas telah
diajarkan adab sehari-hari, agar ketika ia dewasa kelak, ia telah terbiasa
dengan adab-adab Islami tersebut.
Mendidik anak untuk mengenal adab-adab Islami sudah harus dilakukan
dan diajarkan sejak usia bayi. Pada umumnya, bayi usia 12 bulan atau mulai
14 bulan sudah mulai memperhatikan apa yang dilakukan orangtuanya dan bayi
akan mencoba untuk mengikuti gerakannya. Bahkan cara bicara pun akan
diikuti. Dengan demikian, pada saat-saat inilah kesempatan bagi orangtua
untuk memberikan contoh-contoh adab Islami dan menghindarkan dari segala
perilaku dan perkataan yang buruk. Karena itu, anak akan mengikuti atau
meniru perilaku orangtua dan orang yang berada di sekitarnya, baik perilaku
yang terpuji maupun perilaku yang tercela.35
Di sini terdapat beberapa perkara-perkara atau adab Islami yang bisa
diajarkan kepada anak usia dini meskipun hanya gerakan dan ucapan. Adapun
adab tersebut, di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Adab Makan dan Minum
Anak usia dini sebagai individu yang sedang mengalami proses tumbuh kembang
yang sangat pesat, bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan. Anak
usia dini memiliki rentang yang sangat berharga dibanding usia-usia selanjutnya
karena perkembangan kecerdasannya tengah berlangsung luar biasa.
Anak yang tumbuh dan berkembang sejak dalam kandungan hingga
meninggal, mengalami proses tahap demi tahap. Untuk itu, upaya membina dan
mengembangkan pribadi anak yang terdiri dari aspek jasmaniah dan rohaniahnya
melalui pendidikan juga harus dilaksanakan secara bertahap. Karena itu, hanya
dengan pendidikan, kemampuan, kematangan, dan kesempurnaan pribadi anak
akan dicapainya.36
Pendidikan itu dimulai dari keluarga, salah satu halnya adalah cara makan
yang terjadi pada anak usia dini. Keluarga adalah tempat pertama dan utama
35 M. Fauzi Rachman, Islamic Parenting, Jakarta: PT Erlangga, 2011, hlm. 82.
36 M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2000, hlm. 11.
AMZAH
204 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
bagi pembentukan dan pendidikan anak. Jika ingin membentuk anak yang saleh
dan salehah, cerdas serta terampil, harus dimulai dari keluarga. Agar terbentuk
keluarga yang sehat dan bahagia pun para orangtua perlu pengetahuan yang
cukup sehingga mampu membimbing dan mengarahkan setiap anggota keluarga
menuju tujuan yang diharapkan.37
Sifat buruk yang pertama kali mendominasi anak adalah rakus dalam hal
makan. Maka orangtua dalam hal ini harus mendidiknya. Misalnya: tidak
mengambil makanan kecuali dengan tangan kanan, membaca basmallah saat
mengambil makanan, mengambil makanan yang dekat jaraknya, tidak lamalama
memandang makanan dan memperhatikan orang lain yang makan,
tidak makan dengan terburu-buru,
mengunyah makanan dengan baik,
tidak berturut-turut antara suapan
dengan suapan berikutnya, tidak menjilati
tangannya kecuali jarinya yang
tiga, tidak menjilat bajunya ketika ada
makanan yang jatuh ke bajunya, sekalikali
anak dibiasakan roti kering, agar ia
tidak menganggap lauk pauk sebagai
keharusan, ketika anak makan banyak,
katakanlah kepadanya bahwa itu hal
yang buruk. Orang yang banyak makan
itu tidak berbeda dengan binatang,
mereka mencela anak yang suka makan
banyak dan menyanjung anak yang
makannya sedikit. Ajari anak untuk
senang mengutamakan orang lain ketimbang dirinya, dalam hal makan tidak
begitu peduli. Ajari ia agar merasa cukup dengan makanan yang tidak mewah,
apa pun jenis makanannya.38
37 Helmawati, Mengenal dan Memahami PAUD, hlm. 67.
38 Ihsana El-Khuluqo, Manajemen PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini): Pendidikan Taman
Kehidupan Anak, Yogyakarta: PT Pustaka Pelajar, 2015, hlm. 92–93.
Gambar 1.3. Adab Makan dan Minum
AMZAH
Bab 6 Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini 205
Selanjutnya, orangtua dan guru mengajarkan:
a. Doa Sebelum Makan
Ya Allah, berkatilah rezeki yang Engkau berikan kepada kami, dan peliharalah
kami dari siksa api neraka.
b. Doa Sesudah Makan
Segala puji bagi Allah yang memberi kami makan dan minum serta menjadikan
kami memeluk agama Islam.
Orangtua harus membiasakan anak untuk makan dan minum dengan
tangan kanan, sebab yang demikian adalah sunah. Menurut kisah Salamah bin
Al-Akwa; bahwasanya seseorang pernah makan di sisi Rasulullah dengan tangan
kirinya. Maka beliau berkata, “Makanlah dengan tangan kananmu!” Orang itu
berkata: “Saya tidak bisa.” (Maka) beliau berkata: “Kamu tidak akan bisa.” Tidak
ada yang menghalangi orang tersebut (untuk makan dengan tangan kanannya)
melainkan hanya kesombongan. Berkata Salamah bin Al-Akwa, “Maka orang
itu pun (akhirnya) tidak bisa mengangkat tangan (kanan)-nya ke mulutnya.”
(HR. Muslim no. 2021)
Selain itu, faktor lingkungan sangat berpengaruh dalam perkembangan dan
perubahan perilaku anak. Dalam pendidikan anak termasuk hal yang prinsip,
menjauhkan anak dari berbagai jenis lingkungan yang tidak baik. Di samping
itu, orangtua hendaknya menjadi contoh utama dalam kehidupan seorang
anak. Hal apa saja yang dilakukan oleh orangtua atau pendidik akan ditiru
oleh anak didik. Karena itu, orangtua harus memberikan contoh nyata atau
keteladanan yang baik pada anak-anak. Anak-anak adalah cermin dari orangtuanya.
Selain itu, anak-anak akan meniru dari lingkungan sekitar atau media
lain di antaranya seperti televisi, Playstation, teman sebaya, juga saudara-saudara
yang lebih dewasa.39
39 Ahmad Susanto, Perkembangan Anak Usia Dini: Pengantar dalam Berbagai Aspeknya, Jakarta:
Kencana, 2011, hlm. 3.
AMZAH
206 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
2. Adab Memakai Pakaian
Peran orangtua dan pendidik pada dasarnya mengarahkan anak-anak sebagai
generasi unggul, potensi anak tidak akan tumbuh dengan sendirinya tanpa
bantuan orangtua. Mereka memerlukan lingkungan yang subur yang sengaja
diciptakan untuk itu, yang memungkinkan potensi mereka tumbuh dengan
optimal. Orangtua memegang peranan penting menciptakan lingkungan tersebut
guna memotivasi anak agar dapat lebih siap dalam menghadapi berbagai
tantangan di masa depan.40
Menurut Al-Ghazali, etika berpakaian bagi anak usia dini, di antaranya
sebagai berikut.
a. Membiasakan anak menyenangi pakaian warna putih, bukan yang berwarna,
bukan dari bahan sutra. Katakan kepadanya bahwa pakaian seperti itu adalah
kebiasaan perempuan dan banci sedangkan lelaki harus menjauhinya. Ketika
anak mengenakan pakaian sutra atau yang berwarna hendaklah dicela
dan diingatkan.
b. Jauhkan anak dari teman-temannya yang biasa hidup senang-senang, mewah,
dan mengenakan pakaian yang mewah.
c. Jauhkan anak dari pergaulan orang-orang yang suka menceritakan hal-hal
yang mendorong anak untuk hidup mewah. Oleh sebab itu, pada tahap
perkembangan pertama, anak dibiarkan nantinya ia biasanya memiliki
akhlak buruk, tukang bohong, pendengki, suka maling, suka mengadu
domba, keras kepala, berlebih-lebihan dalam berbicara dan tertawa, suka
menipu, dan berkelakar (melawak). Namun, untuk menjauhkan anak dari
semua itu harus menggunakan pendidikan yang baik.41
Selanjutnya, orangtua dan guru mengajarkan doa cara berpakaian, yaitu
sebagai berikut.
40 Ahmad Susanto, Perkembangan Anak Usia Dini: Pengantar dalam Berbagai Aspeknya, Jakarta:
Kencana, 2011, hlm. 2.
41 Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Mesir: Dar Al-Ma’arif, 1972, hlm. 72.
AMZAH
Bab 6 Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini 207
Doa Memakai Pakaian
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan pakaian ini kepadaku sebagai
rezeki dari-Nya tanpa daya dan kekuatan dariku. (HR. Abu Daud no. 4023.
Hasan)
Orangtua mengajarkannya sejak bayi, ketika memulai mengenakan pakaian
dari sebelah kanan. Aisyah ra. di dalam hadisnya berkata: “Rasulullah suka
bertayamum (memulai dengan yang kanan) di dalam segala perihalnya, ketika
memakai sandal, menyisir rambut, dan bersuci.” (HR. Muttafaq ‘Alaih)
Selain itu, orangtua harus mengajarkan pada anak untuk membiasakan
pakaian muslim. Contohnya membuatkannya gamis untuk anak perempuan
dan membuatkannya jubah untuk anak laki-laki.
3. Adab Sebelum Tidur dan Bangun Tidur pada Anak Usia Dini
Hal ini bisa diajarkan ketika anak akan tidur malam agar ia terbiasa mendengarkan
lafal doa sebelum tidur dan bisa cepat menghafalnya. Bacakan kepadanya.
a. Doa Sebelum Tidur
Dengan menyebut nama-Mu ya Allah, aku hidup dan aku mati.
Lalu tiup kedua telapak tangannya dan mengusapkannya dari ujung kepala
sampai ke mata kaki.
b. Doa Bangun Tidur
Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami sesudah kami mati
(membangunkan dari tidur) dan hanya kepada-Nya kami dikembalikan.42
Bacakan anak setelah bangun tidur.
42 M. Fauzi Rachman, Islamic Parenting, Jakarta: PT Erlangga, 2011, hlm. 88.
AMZAH
208 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Orangtua harus membiasakan anak untuk bangun pagi sebelum pukul
06.00 dan langsung mandikan, sebagai pembelajaran nanti ketika ia dewasa
untuk shalat Subuh bersama. Kalau anak terbiasa mandi siang, anak tersebut
akan malas untuk mandi pagi. Dengan demikian, sikap orangtua adalah mandi
pagi sebelum shalat Subuh, hal demikian merupakan bagian dari memberikan
keteladanan pada anak usia dini.
4. Belajar Azan, Shalat, dan Berdoa
Orangtua harus membiasakan anak untuk diperdengarkan suara azan, supaya
anak tersebut mengetahui bahwa suara azan adalah lafalnya seperti itu. Ajarkan
pada anak untuk memperagakannya dengan gerakan menempelkan tangan di
telinga. Sewaktu-waktu terdengar azan dari masjid atau radio, dengan gerakan
refleks anak akan spontan menempelkan tangan ke telinga memberitahu kita
bahwa ada yang azan. Selanjutnya, mengajarkan anak untuk terbiasa melakukan
shalat dengan cara membiasakan shalat dan berdoa dalam keadaan
sepengetahuan anak, anak sudah hafal gerakan shalat dari takbiratul ihram,
bersedekap, ruku, dan sujud.43
Orangtua melakukan tanya jawab kepada anaknya, misalnya: “Bagaimana
Shalatnya sayang?” Ketika kita ucapkan “Allahu Akbar”, dengan spontan anak
akan membuat gerakan takbir, bersedekap, lalu ruku, dan sujud. Subhanallah.
Selain itu, orangtua mempraktikkan berdoa dengan cara mengangkat kedua
tangan dan menempelkan keduanya. Maka kalau orangtua mengatakan “Ayo
kita berdoa, Sayang,” dengan spontan anak akan membuat gerakan berdoa.
Subhanallah.
5. Ajarkan Toilet Training
Buang air adalah hal penting yang harus diajarkan sejak dini. Orangtua harus
membiasakan anak pipis (buang air kecil) di kamar mandi, tidak boleh pipis dengan
cara mengompol. Biasakan sebelum tidur malam, orangtua mengajak anaknya
ke kamar mandi untuk pipis. Selain itu, mengajarkan untuk membersihkan
43 M. Fauzi Rachman, Islamic Parenting, Jakarta: PT Erlangga, 2011, hlm. 84–85.
AMZAH
Bab 6 Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini 209
kemaluannya agar kemaluannya suci dari najis. Setelah itu, membiasakannya
untuk cuci tangan dan cuci kaki. Ajarkan anak untuk doa masuk ke kamar mandi
dan doa keluar dari kamar mandi.44
a. Doa Masuk Kamar Mandi
Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari setan besar laki-laki dan perempuan.
b. Doa Keluar Kamar Mandi
Dengan mengharap ampunan-Mu, segala puji milik Allah yang telah menghilangkan
kotoran dari badanku dan yang telah menyejahterakan.
Dalam mengajarkan toilet training, terdapat dua hal yang harus diajarkan
kepada anak, yaitu pertama, ketika anak mengalami enuresis (mengompol) dan
kedua, encopresis (buang air besar di celana).
Enuresis adalah mengompol atau buang air kecil di celana, seperti di
sekolah ataupun pada saat tidur. Secara biologis, anak usia TK sudah tidak
lagi mengompol, otot-otot yang mengatur kontraksi urine sudah berkembang
secara sempurna. Encopresis adalah buang air besar di sembarang tempat, baik
itu di dalam kelas maupun di celana. Seperti halnya enuresis, pada anak usia TK
harusnya sudah tidak terjadi hal demikian ini.
Adapun penyebab terjadinya enuresis dan encopresis di antaranya adalah
sebagai berikut.
1. Fisiologis. Adanya gangguan pada mekanisme pengontrolan urine atau
buang air besar pada tubuh anak, seperti infeksi saluran kencing, gangguan
ginjal, gangguan pencernaan atau metabolisme tubuh atau bisa juga trauma
fisik, seperti benturan di tulang belakangnya akibat jatuh atau terbentur
dengan keras.
44 M. Fauzi Rachman, Islamic Parenting, Jakarta: PT Erlangga, 2011, hlm. 86.
AMZAH
210 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
2. Psikologis. Anak merasa takut atau cemas disebabkan beberapa hal.
Misalnya, karena merasa terancam oleh teman, pendidik, keadaan sekolah
yang dianggap tidak “ramah” atau karena ketakutan terhadap orangtua.
Selain itu, disebabkan kehadiran adik baru. Dalam hal ini, anak menjadi
cemburu dan ingin diperhatikan. Akibatnya, anak akan melakukan tindakan
yang membuat orangtuanya kembali memberikan perhatian padanya.
3. Faktor kelelahan. Misalnya, anak kebanyakan minum, banyaknya aktivitas
motorik yang dilakukan anak akhirnya kelelahan dan suhu yang dingin.
4. Gugup/tidak biasa menahan, takut kedinginan, malu bilang pada pendidiknya,
banyak minum susu, dan lain sebagainya.
5. Karena sakit perut, kebanyakan makan buah, pendiam, sering terbiasa buang
air di tempat sembarangan, sering tegang, tergesa-gesa berangkat ke sekolah,
anak belum bisa cara memakai celana kembali.45
Sebagian orangtua merasakan kegemasan sekaligus cemas, ketika melihat
buah hatinya masih Buang Air Kecil (BAK) atau Buang Air Besar (BAB)
sembarangan. Terutama, setelah usia anak menginjak tahun kedua. Kecemasan
itu bukan hanya karena melihat seprei yang baru saja diganti harus masuk ke
dalam keranjang pakaian kotor yang sudah menggunung. Bukan pula lantaran
lantai yang sudah bersih kembali kotor oleh ompol atau tinja yang menyengat
indra penciuman. Sungguh yang dikhawatirkan adalah masalah kebersihan
rumah dari najis yang tidak terdeteksi. Padahal kebersihan dari najis (hadas kecil
dan hadas besar) merupakan syarat supaya ibadah yang kita jalankan seperti
shalat, dapat diterima oleh Allah.46
Toilet training merupakan usaha orangtua maupun pendidik untuk melatih
anak agar mampu mendidik diri sendiri saat buang air kecil ataupun besar.
Adapun toilet training di antaranya, yaitu sebagai berikut.47
45 Rita Eka Izzaty, Perilaku Anak Prasekolah, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2017,
hlm. 251–254.
46 M. Fauzi Rachman, Islamic Parenting, Jakarta: PT Erlangga, 2011, hlm. 89–91.
47 Rita Eka Izzaty, Perilaku Anak Prasekolah, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2017,
hlm. 257–261.
AMZAH
Bab 6 Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini 211
a. Bowel Control
Bowel Control, yaitu kemampuan si anak untuk menahan dan melepaskan
keinginannya membuang air besar. Pada umumnya, anak-anak mulai dapat
dilatih melakukan kontrol setelah usia 18 bulan sampai dengan usia 2 tahun.
Akan tetapi, sebagian besar anak perempuan dapat diberikan toilet training
lebih dini daripada anak laki-laki. Pada usia 2 tahun untuk anak perempuan
dan usia 3 tahun untuk anak laki-laki. Setiap anak memiliki cara sendiri untuk
menunjukkan keinginannya membuang air besar. Ada yang mengerutkan tubuh,
mukanya merah, menangis, dan lain sebagainya.
Pada saat toilet training inilah, orangtua atau pendidik dapat menuntunnya
ke kamar mandi dan melakukan langkah berikut: Pertama, dudukkan anak pada
kloset atau pispot dengan sikap tenang. Kedua, katakan kepadanya dengan
lemah lembut, inilah tempat untuk membuang air besar dan kecil. Ketiga,
Usahakan supaya anak tidak duduk lebih dari 5 menit. Keempat, orangtua
memberikan pujian kepada anak, yaitu anak berhasil membuang air besar tanpa
banyak kesulitan. Kelima, hindari memberi “iming-iming” pada anak agar ia mau
buang air besar dan jangan memarahinya bila ia tidak berhasil. Keenam, hindari
membicarakan ketidakberhasilan anak, hal ini akan berdampak sikap malu pada
anak.
b. Bladder Control
Bladder Control, yaitu kemampuan anak untuk menahan dan melepaskan keinginan
untuk membuang air kecil. Karena itu, secara biologis, kantong air
seni perlu lebih sering dikosongkan. Bladder Control memerlukan waktu lebih
lama dibandingkan bowel control.
Dalam melatih anak untuk tidak mengompol di antaranya, lakukan langkah
berikut: Pertama, orangtua harus bersiap sedia untuk mengikuti pola buang air
kecil anak yang belum teratur. Kedua, orangtua memberikan kebebasan pada
anak untuk membentuk kebiasaan menahan buang air kecilnya, untuk waktu
yang semakin lama. Ketiga, ajarkan anak agar memberi tanda atau bicara, ingin
buang air kecil, sebelum membasahi celananya.
AMZAH
212 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Dengan demikian, toilet training merupakan cara untuk melatih anak agar
bisa mengontrol hajatnya, apakah itu saat ingin buang air kecil atau buang air
besar. Selain itu, anak diharapkan mampu buang air kecil maupun buang air
besar di tempat yang telah ditentukan. Selain itu, mengajarkan anak untuk dapat
membersihkan kotorannya sendiri dan memakainya kembali. Konsep ini melatih
anak terampil dalam mengkoordinasikan motoriknya. Secara menyeluruh, metode
ini melatih anak untuk percaya pada kemampuan dirinya sekaligus menumbuhkan
kemandiriannya.
6. Ajarkan Kemandirian pada Anak
Kemandirian adalah kemampuan untuk mengambil pilihan dan menerima
konsekuensi yang menyertainya. Kemandirian pada anak-anak terlihat ketika
anak menggunakan pikirannya sendiri dalam mengambil berbagai keputusan;
dari memilih teman sebayanya untuk bermain, memilih perlengkapan belajar
yang ingin digunakannya, sampai dengan memutuskan hal-hal yang lebih rumit.
Tumbuhnya kemandirian pada anak berdampingan dengan munculnya rasa
takut dalam berbagai bentuk dengan intensitas yang berbeda-beda. Rasa takut
dalam hal yang wajar dapat berfungsi sebagai “emosi perlindungan” (protective
emotion) bagi anak-anak, yang memungkinkannya untuk mengetahui kapan
waktunya meminta perlindungan kepada orang dewasa atau orangtuanya.48
Kemandirian (otonomi) harus mulai diperkenalkan kepada anak sedini
mungkin. Dengan menanamkan kemandirian, akan menghindarkan anak dari
sifat ketergantungan pada orang lain. Kemandirian dapat menumbuhkan keberanian
anak, anak diberikan motivasi untuk terus mengetahui pengetahuanpengetahuan
baru melalui pengawasan orangtua.
Dengan pemberian motivasi sangat penting diberikan sehingga mau banyak
berbuat dan akan menjadi pendorong semangat untuk melakukan suatu aktivitas
dari apa yang diinginkan, diharapkan, dan menjadi antusias untuk mencapai
apa yang diharapkan.
48 Ahmad Susanto, Pendidikan Anak Usia Dini: Konsep dan Teori, Jakarta: Bumi Aksara, 2017,
hlm. 35.
AMZAH
Bab 6 Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini 213
Pada prinsipnya, upaya untuk mengembangkan kemandirian pada anak
dengan memberikan kesempatan untuk terlibat dalam berbagai aktivitas. Semakin
banyak kesempatan yang diberikan kepada anak, akan semakin terampil skill
yang diperoleh anak tersebut untuk lebih tampil percaya diri. Di antara upaya
dalam rangka menumbuhkan kemandirian anak, yaitu sebagai berikut.
a. Anak-anak didorong supaya mau melakukan kegiatan yang ia jalani dilakukan
secara sendiri. Misalnya: mandi sendiri, gosok gigi sendiri, minum
sendiri, makan sendiri, bersisir, dan berpakaian sendiri.
b. Orangtua memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil keputusan
sendiri. Misalnya: memilih baju yang akan dipakai.
c. Orangtua mengatur ruangan tempat bermain sehingga tidak ada barang
yang membahayakan dan orangtua memberikan kesempatan kepada anak
untuk bermain sendiri tanpa ditemani sehingga terlatih untuk mengembangkan
ide dan berpikir untuk dirinya.
d. Orangtua membiarkan anak untuk mengerjakan segala sesuatunya secara
sendiri, walaupun si anak sering membuat kesalahan.
e. Pada saat bermain bersama anak, bermainlah sesuai keinginan anak. Namun,
anak tergantung pada orangtua, orangtua harus memberikan dorongan
untuk berinisiatif dan memberikan dukungan atas keputusan si anak.
f. Orangtua mendorong si anak untuk mengungkapkan perasaan dan idenya.
g. Anak dilatih untuk mensosialisasikan diri sehingga anak belajar menghadapi
problem sosial yang lebih kompleks. Namun, anak ragu-ragu atau
takut, orangtua harus mencoba untuk menemaninya terlebih dahulu
sehingga tidak ada keterpaksaan.
h. Ketika di rumah ada anak yang lebih besar, orangtua sebaiknya mengajak
anak untuk membantu mengurus rumah tangga, seperti menyiram tanaman,
menyapu ruangan, dan membersihkan meja.
i. Pada saat anak mulai memahami konsep waktu, orangtua harus mendorong
anak untuk mengatur jadwal pribadinya, seperti kapan akan belajar
dan bermain.
j. Orangtua mengajarkan anak untuk bertanggung jawab atas apa yang ia
kerjakan, dan memberikan konsekuensinya jika anak tidak memenuhi
tanggung jawabnya.
AMZAH
214 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
k. Pada biasanya, kesehatan dan kekuatan berkaitan juga dengan kemandirian
anak, orangtua perlu memberikan menu yang sehat pada anak dan mengajak
anak untuk berolahraga.49
Kemandirian muncul dan berfungsi ketika anak berperan menemukan diri
pada posisi yang menuntut suatu tingkatan kepercayaan diri. Kunci kemandirian
anak sebenarnya ada di tangan orangtua. Kemandirian yang dihasilkan dari
kehadiran dan bimbingan orangtua akan menghasilkan kemandirian yang utuh.
Untuk dapat mandiri, anak membutuhkan kesempatan, dukungan, dan dorongan
dari keluarga khususnya pola asuh orangtua serta lingkungan sekitarnya supaya
dapat mencapai otonomi atas diri sendiri.50
7. Ajarkan Kedisiplinan pada Anak
Kedisiplinan anak usia dini pada dasarnya adalah sikap taat dan patuh terhadap
aturan yang berlaku, baik di rumah, sekolah, maupun masyarakat yang dilakukan
oleh anak usia 0–6 tahun. Disiplin sangat penting artinya bagi anak.
Oleh karena itu, disiplin harus dibentuk secara terus-menerus pada anak. Ada
tiga unsur kedisiplinan, antara lain kebiasaan, peraturan, dan hukuman. Disiplin
yang dibentuk secara terus-menerus akan menjadikan disiplin tersebut menjadi
kebiasaan.
Namun, pada umumnya orangtua membentuk kedisiplinan anak dengan
cara membuat dan menerapkan peraturan serta memberi hukuman bagi anak
yang melanggar peraturan tersebut. Membentuk karakter disiplin pada anak usia
dini merupakan upaya membentuk karakter anak agar bisa mengendalikan diri
dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai tertentu. Disiplin juga dapat memberi
rasa aman kepada anak dengan memberitahukan mana yang boleh dilakukannya
dan mana yang tidak boleh dilakukannya.
49 Ahmad Susanto, Pendidikan Anak Usia Dini: Konsep dan Teori, Jakarta: Bumi Aksara, 2017,
hlm. 41–42.
50 Zubaedi, Strategi Taktis Pendidikan Karakter (Untuk PAUD dan Sekolah), Depok: Rajawali
Pers, 2017, hlm. 274.
AMZAH
Bab 6 Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini 215
Seseorang dikatakan berdisiplin, ketika anak dapat menguasai diri, dan
karena ia dapat mengatur perilakunya ketika itu diperlukan untuk mengikuti
sejumlah peraturan dalam kehidupan. Konsep disiplin aktif semacam itu memang
tidak mudah untuk dipahami dan diterapkan.51 Adapun cara terbaik dalam
menerapkan disiplin pada anak, di antaranya, yaitu sebagai berikut.
a. Menerapkan Aturan. Cara terbaik untuk meletakkan dasar disiplin adalah
membuat semua aturan di rumah terasa sederhana dan jelas. Contohnya,
“Tidak boleh memukul,” atau, “Tidak boleh naik-naik ke meja.”
b. Menangani Perilaku Buruk. Pilih hal-hal apa saja yang mau Anda masalahkan.
Putuskan apakah suatu reaksi yang Anda lakukan itu perlu dilakukan.
Jika Anda keras terhadap segala hal, dari anak merengek saat mau tidur
sampai menggigit orang lain, Anda hanya akan membuat siapa pun kesal.
Selain itu, usaha Anda untuk menerapkan disiplin akan sangat jauh dari
efektif, jika Anda fokus kepada hal-hal yang menjadi masalah Anda saja.
c. Katakan Tidak. Jika anak melakukan kesalahan, seperti memukul temannya,
katakan segera dengan tegas, “Tidak boleh memukul.” Jika anak
sudah lebih besar, Anda juga bisa meminta ia meminta maaf. Walaupun
begitu, batasi penggunaan kata “tidak” hanya untuk perilaku buruknya saja.
Karena itu, kalau tidak, anak akan mengabaikan Anda. Jika ia melakukan
sesuatu yang tidak Anda sukai, yang sebenarnya tidak terlalu berbahaya atau
menyakiti siapa pun (misalnya, mencoret-coret tangannya dengan spidol),
katakan saja, “Kalau mau menggambar, di kertas saja, ya, Nak.”
d. Buat Konsekuensi. Carilah konsekuensi yang berpengaruh terhadap anak.
Ini bisa saja mengambil atau menahan satu hal istimewa yang ia miliki,
atau meminta ia melakukan sesuatu yang tidak ia sukai. Anak usia
2 tahun ke atas bisa khawatir dengan sebuah peringatan, seperti, “Kalau
kamu terus-terusan melempar-lempar pasir, kamu tidak boleh main di
kotak pasir itu.” Anda harus serius dengan konsekuensi yang sudah Anda
katakan. Anak tidak akan menganggap Anda serius, kalau Anda sendiri
juga tidak serius.
51 Montessori, Maria, 2015, Metode Montessori, dengan judul asli The Montessori Method,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 173.
AMZAH
216 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
e. Konsisten. Anak-anak senang menguji Anda, dan tanpa konsistensi, aturanaturan
akan sangat mudah dirobohkan. Jika Anda teguh dengan aturanaturan
yang sudah dibuat, pada akhirnya anak akan menyadari bahwa
tingkah polahnya yang tidak Anda sukai mempunyai konsekuensi yang ia
tidak suka.
f. Miliki Empati. Tunjukkan kepada anak bahwa Anda tahu perasaannya.
“Mama tahu bagaimana kesalnya kamu. Mama juga ingin, sih, bisa bermain
di taman sepanjang hari, tetapi....” Tahu bahwa Anda memahami ia, akan
membuat anak lebih tenang.
g. Buat Kesepakatan. Jika anak tidak juga mau tidur, tawarkan kepada ia
apakah lampu di lorong depan kamarnya tetap menyala. Baginya, ini
semacam kompromi, tetapi Anda tidak terlihat mundur dan lebih kendur.
Contoh lainnya, alih-alih menawari ia sogokan, memberi ia permen, ia
berhenti menangis, berikan penghargaan untuk perilakunya yang baik.
Misalnya, ia tetap berada di sisi Anda saat berbelanja di supermarket, Anda
berjanji akan berhenti di sebuah taman dalam perjalanan pulang nanti.
h. Tawarkan Opsi Lain. Saat anak melanggar sebuah peraturan, tunjukkan
sebanyak mungkin perilaku alternatif yang bisa diterima. Jadi, saat Anda
mengatakan, “Jangan buang-buang dompet Mama, dong!” Ikuti dengan
nasihat, “Yuk, buang kayu-kayu mainan ini saja....”
i. Berikan Pujian. Bentuk disiplin yang paling kuat adalah memberikan pujian
terhadap perilaku baik, dan ini berlaku untuk semua usia anak. Makin
sering dipuji, anak makin kuat keinginannya untuk berperilaku baik.52
52 http://www.parenting.co.id/balita/cara-terbaik-menerapkan-disiplin-pada-anak.
AMZAH
Bab 7 Kesimpulan dan Saran 217
A. KESIMPULAN
1. Pendidikan agama Islam merupakan pendidikan yang harus diberikan
kepada anak, khususnya anak pada usia dini karena pendidikan agama
Islam merupakan bekal baginya setelah ia menjadi manusia dewasa.
2. Tanpa dasar agama yang kuat, seorang anak tidak akan dapat mencapai
kebahagiaan yang hakiki yang diridai oleh-Nya.
3. Tujuan pendidikan anak pada usia dini adalah untuk menumbuhkan rasa
keimanan dan ketakwaan dalam jiwa anak agar dapat terwujud dalam
bentuk kegiatan menjalankan agama dalam kehidupan dengan baik.
4. Perkembangan dan pendidikan agama pada masa anak terjadi melalui
pengalaman hidupnya sejak kecil dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Seorang anak yang pada waktu kecilnya tidak pernah mendapatkan
pendidikan agama, ia tidak akan merasakan pentingnya agama dalam
hidupnya.
5. Pengenalan kepada Allah dan wahyu-Nya dapat mempengaruhi warna
pendidikan bagi anak-anak melalui mengenal Tuhan, melalui bahasa, dari
kata-kata orang yang ada dalam lingkungannya.
6. Para pendidik mempunyai tugas dan tanggung jawab terhadap Allah Ø dan
membantu anak didik sehingga dapat terbentuknya sikap dan kepribadian
untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
KESIMPULAN DAN SARAN
BAB 7
AMZAH
218 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
7. Nilai-nilai yang ditanamkan pada anak usia dini dapat membentuk jasmani
dan rohani yang harmonis, yang berisi iman, akhlak, dan terbimbing ke arah
jalan hidup yang diridai Allah Ø.
8. Metode pembinaan keagamaan beragama pada usia dini dapat mengembangkan
sikap, pengetahuan, daya cipta, dan keterampilan anak.
9. Orangtua dan para pendidik lainnya harus dapat memahami segala masalah
yang timbul pada usia dini dan berusaha menanggulanginya sedini mungkin.
Dengan demikian, dapat mengamalkan dan melaksanakannya dengan baik
dan benar. Orangtua dalam keluarga memiliki peran dan tanggung jawab
terhadap anaknya. Setiap orangtua ingin mempunyai anak yang berkepribadian
akhlak mulia atau yang saleh. Untuk mencapai keinginan tersebut,
orangtua diharapkan untuk mengoptimalkan peran dan tanggung jawab
sebagai orangtua terhadap anaknya.
10. Peran dan tanggung jawab orangtua dalam keluarga dalam perspektif pendidikan
Islam, yaitu: memberi teladan; memelihara dengan memberikan
makanan dan minuman yang halal dan thayyib serta mengembangkan potensi
anak; membiasakan anak sesuai dengan perintah sehingga menjadi anak
yang berakhlak mulia; memberikan kasih sayang; menjaga ketenteraman
serta ketenangan dalam keluarga.
11. Mengasuh dan mendidik anak yang dilakukan orangtua dengan berbagai
macam pola asuh seperti otoritatif, otoritarian, permisif, dan acuh tak acuh
(penelantar). Pola asuh yang menjadi sorotan saat ini adalah pola asuh
otoritatif yang identik dengan tanpa kasih sayang, kekerasan, mengekang
anak, dan memaksa. Pola ini akan menjadikan batin anak tersiksa, krisis
kepercayaan, potensinya tidak berkembang secara optimal, hingga mengalami
trauma dan sebagainya. Pola asuh seperti ini sangat bertentangan
dengan ajaran Islam yang mengawali konsep kasih sayang dalam mendidik
anak.
B. SARAN
Berdasarkan dari apa yang penulis simpulkan di atas, penulis memberikan saran
sebagai berikut.
AMZAH
Bab 7 Kesimpulan dan Saran 219
1. Hendaknya orangtua dan para pendidik lainnya harus berupaya membina
keagamaan bagi anak di dalam menumbuhkan kebiasaan yang baik, dalam
mengajarkan agama Islam harus diberikan kepada anak sedini mungkin.
2. Bagi para pendidik hendaknya dapat menyempurnakan pendidikan agama
yang telah diberikan oleh orangtua kepada anak-anaknya di rumah. Selain
itu, hendaknya seorang pendidik harus memperluas pengetahuannya tentang
ilmu jiwa, khususnya ilmu jiwa agama bagi anak.
3. Penanaman pendidikan sejak usia dini hendaknya menjadi kewajiban para
pendidiknya agar menjadi orang yang baik, mempunyai kepribadian yang
kuat, sikap mental yang sehat, dan akhlak terpuji.
4. Pendidikan anak usia dini dapat dimulai melalui pendidikan formal (sekolah)
maupun informal (rumah). Oleh karena itu, hendaknya para pendidik dapat
mencontohkan teladan yang baik. Setiap pengalaman yang dilalui anak,
baik penglihatan, pendengaran, maupun perlakuan yang diterima akan ikut
menentukan pembinaan pribadinya.
5. Ajaran-ajaran agama haruslah benar-benar dirasakan oleh anak-anak, baik
ketika dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Untuk itu,
hendaklah orangtua mengawasi anak-anak mereka dalam pergaulannya.
AMZAH
AMZAH
Daftar Pustaka 221
Ibrahim Mun’im Abdul. 2007. Mendidik Anak Perempuan. Depok: Gema Insani.
Syuhud Fatih A. 2011. Pendidikan Islam: Cara Mendidik Anak Saleh, Smart dan
Pekerja Keras. Malang: Pustaka Al-Khoirot.
Abdillah Abu. 2015. Mendidik Anak Menjadi Pintar dan Saleh. Jogjakarta: ArRuzz
Media.
Razaq Abdul. 2011. Buku Pintar Kehamilan untuk Muslimah. Yogyakarta: Citra
Risalah.
H.A. Djalal Abdul. 2000. Ulumul Qur’an. Surabaya: Dunia Kalam.
Shaleh Rahman Abdul & Wahab Abdul Muhbib. 2004. Psikologi Suatu Pengantar
(dalam Perspektif Islam). Jakarta: Kencana.
Nata Abuddin. 2008. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
. 2001. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos.
Maududi Al A’la Abul. 1986. Dasar-Dasar Iman. Terj. Afif Muhammad dan
Chotib Saifullah. Bandung: Pustaka.
Baharits Shalih Hasan Adnan. 2007. Mendidik Anak Laki-Laki. Jakarta: Gema
Insani.
Sutiyono Agus. 2011. Dahsyatnya Hypnoparenting. Jakarta: Penebar Plus.
Marimba D. Ahmad. 1974. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: AlMa’arif.
DAFTAR PUSTAKA
AMZAH
222 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Susanto Ahmad. 2017. Pendidikan Anak Usia Dini: Konsep dan Teori. Jakarta:
Bumi Aksara.
. 2011. Perkembangan Anak Usia Dini: Pengantar dalam Berbagai Aspeknya.
Jakarta: Kencana.
Tafsir Ahmad. 2001. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja
Rosda Karya.
. 1996. Pendidikan Agama dalam Keluarga. Bandung: Remaja Rosdakarya.
. 2004. Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung: Mimbar Pustaka.
Hasan Purwakania B. Aliah. 2009. Psikologi Perkembangan Islami. Jakarta: Rajawali
Press.
Sudjana Anas. 1997. Pengantar Administrasi Pendidikan Sebagai Suatu Sistem.
Bandung: Rosda Karya.
Al-Ghazali. 1972. Ihya Ulumuddin. Mesir: Dar Al-Ma’arif.
Mahmud Halim Abdul Ali. 2000. Pendidikan Ruhani. Jakarta: Gema Insani.
Nugraha Ali dan Rachmawati Yeni. 2011. Metode Pengembangan Sosial Emosional.
Jakarta: Universitas Terbuka.
Sabri Alisuf. 1999. Ilmu Pendidikan. Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya.
Syarbini Amirulloh. 2014. Model Pendidikan Karakter dalam Keluarga. Jakarta:
PT Elex Media Komputindo.
. 2016. Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga (Studi tentang Model
Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam). Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Salahudin Anas dan Alkrienciehie Irwanto. 2013. Pendidikan Karakter: Pendidikan
Berbasis Agama dan Budaya Bangsa. Bandung: CV Pustaka Setia.
Sudono Anggani. 2000. Sumber Belajar dan Alat Permainan (untuk Pendidikan
Anak Usia Dini). Jakarta: PT Grasindo.
Arief Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta:
Ciputat Pers.
Lie Anita. 2004. 101 Cara Menumbuhkan Kecerdasan Anak. Jakarta: Gramedia.
AMZAH
Daftar Pustaka 223
Gunawan H. Ary. 2000. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Ath-Thabrani. Al-Mu’jam Al-Kabir. Jilid. 17.
Arifin Syamsul Bambang. 2008. Psikologi Agama. Bandung: Pustaka Setia.
Saebani Ahmad Beni & Hamid Abdul. 2010. Ilmu Akhlak. Bandung: Pustaka
Setia.
Mustofa Bisri. 2016. Dasar-Dasar Pendidikan Anak Pra Sekolah. Yogyakarta:
Parama Ilmu.
Umam Cholil & Fauzi Fathul. 2008. Sukses dan Bahagia Bersama Birrul Walidain.
Surabaya: Dakwah Digital Press.
Suryana Dadan. 2016. Pendidikan Anak Usia Dini Stimulasi dan Aspek Perkembangan
Anak. Jakarta: Kencana.
Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.
. 2003. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Tahun 2003. Jakarta: CV Mini Jaya Abadi.
Desmita. 2013. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Jamaluddin Dindin. 2013. Paradigma Pendidikan Anak dalam Islam. Bandung:
CV Pustaka Setia.
A. Koesoema Doni. 2010. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman
Global. Jakarta: PT Grasindo.
Yulianti Dwi. 2010. Bermain Sambil Belajar Sains di Taman Kanak-Kanak. Jakarta:
Indeks.
Muslihah Eneng. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Diadit Media.
Andriana Elga. 2006. Tanya-Jawab Problema Anak Usia Dini Berbasis Gender.
Yogyakarta: Kanisius.
Badrial Rohaeli Eli & Fitriana Wedi. Januari 2018. Pola Asuh Orangtua dalam
Mengembangkan Potensi Anak Melalui Homeschooling Di Kancil Cendikia,
Jurnal Comm-Edu. Volume 1. Nomor 1.
Hurlock B. Elizabeth. 1980. Alih bahasa oleh Med. Meitasari Tjandrasa dan
Muslich Zarkasih. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
AMZAH
224 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Nurhayati Eti. 2011. Psikologi Pendidikan Inovatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Fadlillah M. & Khorida L.M. 2013. Pendidikan Karakter AUD. Jogjakarta: ArRuzz
Media.
Ihsan Hamdani & Ihsan Fuad. 2001. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: CV
Pustaka Setia.
Hasan bin Ali. 2001. Al-Fikrut Tarabawy Inda Ibnu Qayyim (Manhaj Tarbiyah
Ibnu Qayyim). Terj. Muziadi Hasbullah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Arifin H.M. 1996. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Ya’qub Hamzah. 1996. Etika Islam. Bandung: Diponegoro.
Hasnida. 2014. Analisis Kebutuhan Anak Usia Dini. Jakarta: Luxima.
Helmawati. 2015. Mengenal dan Memahami PAUD. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Aly Noer Hery. 1999. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Logos.
. 2003. Munzier. Watak Pendidikan Islam. Jakarta: Friska Agung Insan.
http://www.parenting.co.id/balita/cara-terbaik-menerapkan-disiplinpada-anak).
Ahmad Hidayatullah. 2008. Ensiklopedi Pendidikan Anak Muslim. Jakarta: Fikr.
Amini Ibrahim. 2006. Agar Tak Salah Mendidik. Jakarta: Al-Huda.
El-Khuluqo Ihsana. 2015. Manajemen PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini):
Pendidikan Taman Kehidupan Anak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Al-Maduri Nawawi Imam. 2010. Dahsyatnya Istikharah: Media Allah Memberi
Jawaban. Jogjakarta: Darul Hikmah.
S.J. Drost. J.I.G.M., dkk.. 2003. Perilaku Anak Usia Dini: Kasus dan Pemecahannya.
Yogyakarta: Kanisius.
Abdurrahman Jamal. 2000. Tahapan Mendidik Anak Teladan Rasulullah. Bandung:
Irsyad Baitus Salam.
Santrock W. John. 2002. Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup.
Alih bahasa Juda Damanik dan Ahmad Chusairi. Jakarta: Erlangga.
Jasmi Azmi Kamarul & Md. Saleh @ Masrom Fauziyani Siti. 2007. Pendidikan dan
Pembangunan Keluarga Cemerlang. Malaysia: Universiti Teknologi Malaysia.
AMZAH
Daftar Pustaka 225
Kartono Kartini. 1985. Mengenal Dunia Kanak Kanak. Jakarta: Rajawali.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2011. Model Penyelenggaraan PAUD
Terpadu dengan Perpustakaan Mainan. Balai Pengembangan Pendidikan
Nonformal dan Informal Regional I Medan.
Khoirurrijal dan Dacholfany Ihsan. Januari–Juni 2016. Dampak LGBT dan
Antisipasinya di Masyarakat. Jurai Siwo Metro. Jurnal Nizham STAIN Jurai
Siwo Metro. Vol. 05. No. 01.
Shapiro E. Laurence. 1994. Mengajarkan Emotional Intelligence Pada Anak. Alih
bahasa oleh Alex Tri Kantjono. Jakarta: Gramedia.
Arifin M. 2000. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Rachman Fauzi M. 2011. Islamic Parenting. Jakarta: PT Erlangga.
Fadlillah M., dkk. 2014. Edutainment Pendidikan Anak Usia Dini: Menciptakan
Pembelajaran Menarik Kreatif, dan Menyenangkan. Jakarta: Kencana.
Hasan Maimunah. 2009. Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Diva Press.
Muslich Masnur. 2011. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional.
Jakarta: Bumi Aksara.
Mansur. 2009. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Miharso Mantep. 2004. Pendidikan Keluarga Qurani. Yogyakarta: Safira Insania
Press.
Montessori Maria. 2015. Metode Montessori. Dengan judul asli The Montessori
Method. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Moeslichatoen. 2004. Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Rineka
Cipta.
Sochib Moh. 2010. Pola Asuh Orangtua: (dalam Membantu Mengembangkan Disiplin
Diri sebagai Pribadi yang Berkarakter). Jakarta: Rineka Cipta.
Solihin Muchtar & Anwar Rosyid. 2006. Akhlak Tasawuf. Bandung: Nuansa
Cendekia.
Muhaimin Mujib Abdul. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofis dan
Kerangka Dasar Operasionalnya. Bandung: Trigenda Karya.
AMZAH
226 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Muhaimin. 2003. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Najati Utsman Muhammad. 2005. Psikologi dalam Alquran (Terapi Qur’ani
dalam Penyembuhan Gangguan Kejiwaan). Bandung: CV Pustaka Setia.
Syah Muhibbin. 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Mustofa. 2014. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia.
Latif Mukhtar. 2016. Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana.
Chatib Munif. 2012. Orangtuanya Manusia. Bandung: Kaifa.
Mursid. 2015. Belajar dan Pembelajaran PAUD. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
. 2015. Pengembangan Pembelajaran PAUD. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Dacholfany Ihsan M. Januari–Juni 2015. Reformasi Pendidikan Islam dalam
Menghadapi Era Globalisasi: Sebuah Tantangan dan Harapan. Jurnal
Akademika. Vol. 20. No. 01.
. Juli–Desember 2013. Peran Kepemimpinan Perguruan Tinggi Islam
dalam Pembangunan Peradaban Islami. NIZAM: Jurnal Studi Keislaman.
No. 02.
. December 2015. Leadership Style in Character Education at The Darussalam
Gontor Islamic Boarding. Journal Al-Ulum. Volume 15 Number 2.
. 2015. Pendidikan Karakter Belajar ala Pesantren Gontor. Tangerang:
CV Wali Media Utama.
. Januari–Juni 2017. Inisiasi Strategi Manajemen Lembaga Pendidikan
Islam dalam Daya Manusia Meningkatkan Mutu Sumber Islami di Indonesia
dalam Menghadapi Era Globalisasi. Jurnal At-Tajdid. Volume 1. No. 1.
. Januari–Juni 2016. Peranan Pengambilan Keputusan dalam Rangka
Menciptakan Inovasi di Bidang Pendidikan. Jurnal Dewantara. Vol. I. No. 01.
. 2016. Kontribusi Pemikiran dan Perjuangan Imam Zarkasyi dalam Memajukan
Lembaga Pendidikan Islam. Buku Tokoh-Tokoh Ulama Melayu Nusantara.
Pusat Pengajian Teras KUIS Malaysia dan Jabatan Agama Islam Selangor
(JAIS). Selangor: Lembaga Zakat Selangor (LZS).
AMZAH
Daftar Pustaka 227
. Juli–Desember 2015. Pendidikan Tasawuf di Pondok Modern Darussalam
Gontor. Jurnal Nizham. Vol. 4. No. 2.
Prasetyo Nana. 2013. Membangun Karakter Anak Usia Dini. Jakarta: Direktorat
Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini.
Sukmadinata Syaodih Nana. 2004. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Cet 2.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Hasanah Uswatun Neneng. Syaban 1429. Konsep Pendidikan Anak Usia Dini
dalam Perspektif Islam. Jurnal At-Ta’dib. Vol. 4. No. 2.
Farida Noor. Maret 1998. Nasihat Perkawinan. Majalah Bulanan. XIV.
Wiyani Ardy Novan & Barnawi. 2016. Format PAUD: Konsep, Karakteristik,
& Implementasi Pendidikan Anak Usia Dini. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Wiyani Ardy Novan. 2012. Kapita Selekta PAUD: Alternatif-Solusi Problematika
Penyelenggaraan PAUD. Yogyakarta: Gava Media.
. 2016. Konsep Dasar PAUD. Yogyakarta: Gava Media.
. 2013. Bina Karakter AUD. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Aunillah Isna Nurla. 2011. Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah.
Yogyakarta: Laksana.
Partini. 2010. Pengantar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Grafindo Litera
Media.
Supendi Pepen. 2008. Fun Game. Jakarta: Penebar Swadaya.
Rosyadi Rahmat. 2013. Pendidikan Islam dalam Pembentukan Karakter Anak
Usia Dini. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Ramayulis. 1998. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Izzaty Eka Rita. 2017. Perilaku Anak Prasekolah. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Ruminiati. 2016. Sosio Antropologi Pendidikan: Suatu Kajian Multikultural. Malang:
Penerbit Gunung Samudera.
Patmonodewo Soemiarti. 2003. Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: Rineka
Cipta.
AMZAH
228 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
Danim Sudarwan dan Khairil. 2011. Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru.
Bandung: CV Alfabe.
Surayin. 2001. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Bandung: Yrama Widya.
J.R. Adisusilo Sutarjo. 2013. Pembelajaran Nilai Karakter Konstruktivisme dan
VCT Sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Suwarno. 1992. Pengantar Umum Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Suyadi & Ulfah Maulidya. 2015. Konsep Dasar PAUD. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Yusuf Syamsu. 2000. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Tatang S. 2012. Ilmu Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia.
Amirin Tatang. 1886. Pengantar Sistem. Jakarta: Rajawali Press.
Trianto. 2013. Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik: Bagi Anak Usia Dini
TK/RA & Anak Usia Kelas Awal SD/MI. Jakarta: Kencana.
Islam Nur Ubes. 2003. Mendidik Anak dalam Kandungan: Optimalisasi Potensi
Anak Sejak Dini. Jakarta: Gema Insani Press.
Aghla Ummi. 2004. Mengakrabkan Anak Pada Ibadah. Jakarta: Almahira.
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Bab I Pasal I.
Jakarta: Indonesia Legal Center Publishing.
Hasanah Uswatun. Juli 2016. Pola Asuh Orangtua dalam Membentuk Karakter
Anak. Jurnal Elementary. Volume 2 Edisi 2.
Gerungan W.A. 2000. Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama.
Sanjaya Wina. 2008. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Ahmad Sayyid Yasir. 2012. 30 Hari Menjadi Ayah Idaman. Jakarta: Zaytuna.
Yayasan Penyelenggara Penerjemah Alquran disempurnakan oleh Lajnah
Pentashih Mushaf Alquran. 2010. Mushaf An-Nur Alquran dan Terjemahan
Perkata. Bandung: PT Mizan Pustaka.
AMZAH
Daftar Pustaka 229
Kurniawan Yedi. 1992. Pendidikan Anak Sejak Dini Hingga Masa Depan (Tinjauan
Islam dan Permasalahannya). Jakarta: CV Firdaus.
Sujiono Nurani Yuliani. 2009. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta:
PT Indeks.
Zainuddin, dkk. 1991. Seluk Beluk Pendidikan Al-Ghazali. Jakarta: Bumi Aksara.
Daradjat Zakiah. 1975. Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental. Jakarta:
Bulan Bintang.
. 1995. Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. Jakarta: Ruhama.
. 1999. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya.
, dkk. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Zubaedi. 2012. Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga
Pendidikan. Jakarta: Kencana.
. 2017. Strategi Taktis Pendidikan Karakter (Untuk PAUD dan Sekolah).
Depok: Rajawali Pers.
Zuhairini dkk. 1992. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
. 1981. Methodik Khusus Pendidikan Agama. Surabaya: Usaha Nasional.
Aryanti Zusy. 2015. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Kaukaba Dipantara.
AMZAH
AMZAH
Profil Penulis 231
Dr. M. Ihsan Dacholfany, M.Ed. Lahir di Palembang,
29 Juli 1975 dari pasangan ayahanda H.M. Dahlan
Nanung dan Ibunda Hj. Siti Chodijah Yusuf. Penulis
hidup dalam keluarga Islami dan sederhana. Penulis
anak ke-6 dari 10 bersaudara yang memiliki komitmen
dan berdedikasi pada dunia pendidikan.
Pendidikan formal diselesaikan di SDN 108–186
dan SMP Bina Warga di Palembang pada tahun 1991.
Kemudian aliyahnya dilanjutkan di Pondok Pesantren Baitul Arqom Jember
dan Pondok Pesantren Darussalam Gontor selesai tahun 1997 dan diberikan
kesempatan untuk kuliah di ISID Gontor sambil mengajar di sana.
Setelah satu tahun kuliah dan mengajar, ia mendapatkan Rekomendasi
(Tazkiyah) dari Pimpinan Pesantren Darussalam Gontor untuk belajar ke AlAzhar
Mesir lalu ia menghafal Qur’an di Pondok Pesantren Tebuireng khusus
tahfidz (madrasatul qur’an) di Jombang Jawa Timur. Karena krisis moneter
1998 gagal ia kuliah di sana, lalu ia melanjutkan kuliah di Universitas Indonesia
(Fakultas Ekonomi, membawahi Jurusan Ekonomi Islam) dan di IPRIJA
(Pendidikan) selesai kuliah tahun 2002 dengan nilai Cumlaude. Alhamdulillah
mendapatkan beasiswa dari Bintal dan Pemda DKI Jakarta sampai kuliah S2
(Pendidikan) di Universitas Kebangsaan Malaysia, selesai pada tahun 2004,
setahun kemudian 2005 dipanggil dan melanjutkan S3 di Universitas Kebangsaan
Malaysia, namun tidak selesai karena kesibukannya. Alhamdulillah, tahun 2009
PROFIL PENULIS
AMZAH
232 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
mendapatkan kesempatan kuliah S-3 di Universitas Islam Nusantara Bandung
dan mendapatkan beasiswa bantuan biaya studi dari Kemenag RI dan tahun
2011 selesai.
Banyak pelatihan, kursus, dan seminar yang diikutinya, baik sebagai peserta
maupun sebagai narasumber semenjak jadi santri, guru dan dosen, baik kegiatan
di dalam negeri maupun luar negeri, semoga bermanfaat. Pengalaman mengajar
dimulai di Pondok Pesantren Darussalam Gontor Jatim, Pesantren Husnayain
Jakarta sekaligus menjadi staf kurikulum dan ketua pengasuh pesantren, Yayasan
Mutmainnah, STM Tunas Islam, STM Giri Kencana, SMA Al-Ma’ruf, Sekolah
Integrasi Kaffah Malaysia, S-2 di STM IMNI dan Ganesha dan Universitas Ibnu
Chaldun, STID M. Natsir, STAI Bina Madani, STKIP Panca Sakti, dan IAI AlGhuraba.
Adapun yang pernah dialami menjadi Wakil Dekan dan Dekan di
Kampus IPRIJA, Pjs. Ketua STAINA Depok, Wakil Direktur PGTKI Tunas
Islam dan Wakil Ketua Kampus Bidang Kemahasiswaan di Kampus STAI Bani
Saleh dan STAI Binamadani, dan Wakil Ketua SKIP Kumala, sekarang ini
aktif di kampus IAIN Metro Lampung dan Universitas Muhammadiyah Metro
Lampung.
Pada tahun 2004, menikah dengan bidan Evi Yuzana SKM yang diberi
amanah bekerja di Dinas Kesehatan Lampung dan dikaruniai anak bernama
Nurul Izzah Fizadinajah dan Natsir Al-Irsyad Fizadinajah serta Nafisah Irtiyah
Fizadinajah.
Organisasi intra maupun ekstra selalu ia tekuni, mulai dari ketua bagian
perpustakaan di Pondok Pesantren Darussalam Gontor, Presiden Kampus
IPRIJA sampai menjadi pengurus kegiatan Ekstra kampus seperti HMI, PII,
IMM, dan KAMMI serta Sekretaris Umum Persatuan Pelajar Indonesia (PPI)
di kampus Universitas Kebangsaan Malaysia, Pengurus ADRI, IKPM, dan PAM
Malaysia serta lainnya.
Penulis yang pernah menjadi wartawan Darussalam Pos di Pondok
Pesantren Gontor ini, sekarang ini masih aktif menulis artikel di jurnal nasional
dan internasional, dan menulis buku, cerpen, serta buku ajar khususnya untuk
perguruan tinggi serta menjadi menjadi reviewer dan editor di beberapa jurnal
kampus serta pembicara di forum ilmiah di dalam maupun luar negeri.
AMZAH
Profil Penulis 233
Dalam kesehariannya, penulis aktif menjadi staf pengajar di Universitas
Muhammadiyah Metro Lampung dan diberi amanah menjadi Ketua Program
Pascasarjana dan mengajar di IAIN Metro serta Pondok Pesantren Imadul
Bilad dan Pengasuh Darul Muttaqin.
Uswatun Hasanah, memiliki dedikasi yang tinggi
terhadap dunia pendidikan. Ia lahir di Cirebon, 19
Oktober 1988 dari pasangan ayahanda H. Mucharam
Cholil, S.Pd.I. dan ibunda Hj. Caridah. Penulis anak
ke-1 dari 3 bersaudara, di antaranya yaitu: Hikmatul
Maula, S.Pd.I., Ichwanus Shofa Al-Fanny, A.Md.Kep.,
dan Hasbi Ash-Shiddiqi, A.Md.Kep.
Pendidikan formal diselesaikan di SDN Mundupesisir 1 Cirebon pada tahun
1994–2000 dan melanjutkan di MTs Negeri Babakan Ciwaringin Cirebon pada
tahun 2000–2003. Kemudian aliyahnya dilanjutkan di MAN Buntet Pesantren
Cirebon pada tahun 2003–2006.
Pada tahun 2006–2011 penulis menyelesaikan kuliah S1 di Jurusan Pendidikan
Agama Islam dan kemudian penulis melanjutkan Studi S2 di IAIN Syekh Nurjati
Cirebon dengan mengambil Program Studi Pendidikan Islam Konsentrasi Psikologi
Pendidikan Islam.
Pada tahun 2015, ia menikah dengan dosen IAIN Metro bernama Much
Deiniatur, M.Pd.B.I. berasal dari Kutoarjo-Purworejo-Jawa Tengah. Ia alumni
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.
Dalam kesehariannya, penulis aktif menjadi dosen di IAIN Metro Lampung.
Adapun Tri Dharma Perguruan Tinggi yang pernah penulis lakukan adalah
sebagai berikut.
AMZAH
234 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
A. PENDIDIKAN/PENGAJARAN
NO. TAHUN
AKADEMIK MATA KULIAH PRODI/
JURUSAN SEMESTER KELAS
1. 2015/2016 Evaluasi
Pembelajaran
PBI V (Ganjil ) A
B
Bimbingan Konseling PGMI VII (Ganjil) B
C
2. 2015/2016 Pengembangan Daya
Pikir dan Daya Cipta
PIAUD II (Genap) A
Pendidikan Anak
Dalam Keluarga
PIAUD II (Genap) A
3. 2016/2017 Analisis Fisiologis
Anak
PIAUD I (Ganjil) A
B
Psikologi Pendidikan PIAUD III (Ganjil) A
Psikologi Belajar PBA
(Kurikulum 2008)
III (Ganjil) A
4. 2016/2017 Psikologi
Perkembangan Anak
PIAUD II (Genap) A
B
Psikologi Umum PGMI
(Kurikulum 2008)
II (Genap) D
Psikologi
Perkembangan
PAI VI (Genap) G
H
5. 2017/2018 Kesehatan Mental PIAUD III (Ganjil) A
B
Pengembangan
Kognitif
PIAUD III (Ganjil) A
B
Pengembangan
Sosial Emosional
PIAUD V (Ganjil) A
Fiqih 1 (Ibadah) PAI I (Ganjil) E
F
Ushul Fiqih PBA III (Ganjil) C
6. 2017/2018 Psikologi
Perkembangan Anak
PIAUD II (Genap) A
B
Pendidikan Anak
Dalam Keluarga
PIAUD II (Genap) A
B
Pengembangan Daya
Pikir dan Daya Cipta
PIAUD IV (Genap) A
B
AMZAH
Profil Penulis 235
B. PENELITIAN/KARYA ILMIAH
NO. TAHUN JUDUL PENELITIAN/
PUBLIKASI BERKAS/LINK/ISSN/ISBN
1. September
2015
Konsep Pembelajaran Berbasis
Multiple Intelligences dalam
Perspektif Munif Chatib.
SK dan Jurnal fisik terlampir/
Pada edisi Vol. 12 No. 2
Juli–Desember 2015.
2. Juli 2015 Konsep Gurunya Manusia dalam
Perspektif Munif Chatib.
Jurnal fisik terlampir/
e-journal.metrouniv.ac.id/.../
elementary/.../konsepgurunya-manusia-dalamperspektif/pada
edisi 2 Vol. 1
Juli 2015.
3. Juli 2016 Pola Asuh Orangtua dalam
Membentuk Karakter Anak.
Jurnal fisik terlampir/
e-journal.metrouniv.ac.id/.../
elementary/.../pola-asuhorangtua-dalam-membentukkar.../pada
edisi 2 Vol. 2
Juli 2016.
4. Juni 2016 Pengembangan kemampuan
fisik motorik melalui permainan
tradisional bagi anak usia dini.
Jurnal fisik terlampir/journal.
uny.ac.id/index.php/jpa/
article/viewFile/12368/8937
pada Edisi 1 Vol. V Juni 2016.
5. Juli 2016 Pengembangan kecerdasan jamak
pada anak usia dini.
Journal.stainkudus.ac.id/
index.php/thufula/article/
view/1938 atau SK
no. 0005.25023845/JI.3.1/
SK.ISSN/2016. 02–10
Februari 2016 (mulai edisi
Vol. 3, No. 1, Januari–Juni
2016).
6. 2017 Implementasi Pendidikan
Multikultural dalam Membentuk
Karakter Anak Usia Dini di TK
Negeri Pembina Kecamatan
Trimurjo Kabupaten Lampung
Tengah.
SK Rektor No. 465.a Tahun
2017.
AMZAH
236 Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Konsep Islam
C. PENGABDIAN PADA MASYARAKAT
NO. TAHUN JUDUL KEGIATAN BERKAS BUKTI
1. 2015 Menjadi Juri pada Kegiatan
Perlombaan Acara Safari Ramadhan
Wingsfood bekerja sama dengan
DKM Al-Falah Mundupesisir
Cirebon dalam Jenis Lomba
Marawis, MTQ, Da’i Cilik,
Pukul Bedug, dan Lomba Azan.
Sertifikat/Piagam Penghargaan
2. 2016 Menjadi Juri Hadroh, Qosidah, dan
Drama pada Kegiatan
Gebyar Maulid Nabi ke-1
Pondok Pesantren Hidayatul Qur’an
dengan No. SK No. 07/PPHQ/
III/2017 yang diselenggarakan oleh
Pondok Pesantren Hidayatul Qur’an.
SK dari Lembaga PPHQ
3. 2017 Kegiatan Pelaksanaan Pembinaan
Keagamaan bagi Masyarakat Desa
Binaan dengan Tema “Menjaga
Toleransi Beragama dalam
Kehidupan Masyarakat”.
SK Rektor
Nomor 466 Tahun 2017
4. 2018 Menjadi Juri dalam Kegiatan
Lomba Menggambar dan Mewarnai
Tingkat TK se-Kota Metro Tahun
2017 di IAIN Metro dalam Rangka
Memperingati Hari Pahlawan.
Sertifikat/Piagam Penghargaan
5. 2019 Menjadi Narasumber dalam Seminar
Nasional Pembelajaran Baca, Tulis,
Hitung Tingkat Permulaan bagi
Anak Usia Dini Jurusan PIAUD di
UIN Sultan Maulana Hasanuddin
Banten.
Sertifikat/Piagam Penghargaan
Langganan:
Postingan (Atom)